BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dian Mayasari, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kerangka Pikir Studi...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

KETENTUAN PERANCANGAN KAWASAN PESISIR SEBAGAI MITIGASI TSUNAMI (Studi Kasus: Kelurahan Weri-Kota Larantuka-Kab. Flotim-NTT) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

2016 STUDI PARAMATERIK PENGARUH INTENSITAS CURAH HUJAN TERHADAP JARAK JANGKAUAN DAN KECEPATAN LONGSOR BERDASARKAN MODEL GESEKAN COLOUMB SEDERHANA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR...

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB 1 PENDAHULUAN. (RTRW Kab,Bandung Barat)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. empat terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. Biro Sensus dari

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang . Lisna Octa Rolina, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang untuk bermukim atau tidak bermukim di suatu tempat, preferensi bermukim

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

[ Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia] 2012

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

besar dan daerahnya rutin terkena banjir setiap masuk hujan. Padahal kecamatan ini memiliki luas yang sempit.hal tersebut menjadikan kecamatan ini men

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

Strategi Pengembangan Kawasan Pariwisata Gunung Galunggung (Studi Kasus : Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya)

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR GEOGRAFI TERHADAP PERUBAHAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN PARONGPONG

IDENTIFIKASI ATRIBUT DATA SPASIAL KAWASAN RAWAN BENCANA SIGDa LOMBOK BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berada di tiga lempeng tektonik dunia, yaitu: Lempeng Indo-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggita Khusnur Rizqi, 2013

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Erwindy, Jossy. Tesis Magister dengan judul Analisis Kesesuaian Lahan Sebagai Masukan

BAB I PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik, serta lempeng mikro yakni lempeng

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB I PENDAHULUAN. tersedia (Pemerintah Republik Indonesia, 2007).

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jawa Barat merupakan wilayah dengan kejadian bencana cukup besar mulai dari bencana geologi, vulkanologi, klimatologi, lingkungan, dan lain-lain. Struktur geologi yang bersifat kompleks menjadikan sebagian wilayah Jawa Barat memiliki tingkat kerentanan yang tinggi dari ancaman bencana alam. Sumber-sumber potensi penyebab bencana alam di Jawa Barat yang perlu diwaspadai adalah 7 (tujuh) gunung api aktif, 5 (lima) sesar aktif serta aktivitas lempeng tektonik di selatan Jawa Barat (Bapeda Jawa Barat, 2011). Salah satu wilayah yang memiliki kerawanan bencana geologi adalah Kecamatan Parongpong. Berdasarkan Peta Rawan Bencana Kabupaten Bandung Barat, Kecamatan Parongpong dilalui oleh patahan Lembang. Patahan Lembang merupakan salah satu patahan aktif yang bergerak 2-4mm per tahun. Kondisi ini menyebabkan kecamatan ini termasuk daerah yang rawan terhadap gempa. Selain itu, posisi Kecamatan Parongpong yang terletak di kaki gunung api yang masih aktif, yaitu Gunung Tangkuban Perahu, sehingga Kecamatan Parongpong termasuk ke dalam kawasan gunung api 1 dan 2. Bahkan menurut tabel wilayah potensi gerakan tanah di Kabupaten Bandung Barat pada bulan Maret 2011 yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, menyatakan bahwa Kecamatan Parongpong juga memiliki potensi gerakan tanah antara menengah sampai tinggi dan juga berpotensi banjir bandang. Kondisi Kecamatan Parongpong yang rawan terhadap berbagai bencana geologi tersebut terbuktikan dengan banyaknya bencana yang telah terjadi. Dalam kurun 2008 hingga 2011, Pemerintah Kecamatan Parongpong mencatat bencana longsor yang sering terjadi di Desa Cihanjuang Rahayu, Desa Cihideung, Desa Sariwangi dan Desa

2 Ciwaruga telah terjadi sebanyak kurang lebih 13 kali. Bencana ini tidak hanya mengganggu kelancaran lalu lintas, merusak fasilitas umum dan pribadi, tetapi juga telah merenggut korban jiwa. Salah satu yang bencana yang paling parah terjadi di Desa Sariwangi pada bulan November 2011. Sedikitnya tiga warga tewas dan sejumlah warga lainnya menderita luka-luka. Melihat kondisi Kecamatan Parongpong yang rawan terhadap berbagai bencana geologi tersebut, maka sudah seharusnya setiap kegiatan pembangunan fisik di wilayah ini didasari oleh perencanaan penataan ruang yang berbasis bencana. Infrastruktur yang memiliki nilai stategis bagi masyarakat seperti rumah sakit, sekolah, dan jalan harus ditempatkan pada ruang yang aman dari bahaya kebencanaan. Dengan demikian, dampak-dampak yang terjadi akibat bencana dapat diminimalisasi sehingga kerusakan dan korban jiwa dapat dikurangi. Tanpa mempertimbangkan potensi bencana yang ada, maka potensi sumber daya alam yang dimiliki Kecamatan Parongpong malah bisa berubah menjadi bencana yang sangat merugikan masyarakat. Hal ini juga sejalan dengan Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat 1 (a), yang isinya menyatakan bahwa penataan ruang harus memperhatikan kondisi fisik negara yang rentan terhadap bencana. Dalam undang-undang tersebut juga dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah provinsi, kabupaten/kota harus menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang mengatur secara teknis dan detail peruntukan ruang sebagai upaya meminimalisasi terjadinya bencana oleh alam dan manusia. Namun pada kenyataannya, Kecamatan Parongpong yang termasuk dalam Kawasan Bandung Utara, mengalami pertumbuhan pembangunan yang sangat pesat. Kecamatan Parongpong merupakan salah satu kecamatan yang sedang berkembang. Perkembangan ini ditunjang oleh beberapa faktor, salah satunya adalah berkembangnya

3 potensi pariwisata di wilayah ini seperti wisata bunga, wisata kuda kavaleri, wisata kuliner, wisata air terjun, dan lain-lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Hernawan, dkk., (2009) yang mengemukakan bahwa kedudukan dan karakter alam Kecamatan Parongpong yang cukup nyaman dengan suasana desa pertanian pegunungan dan landscape yang indah. Hal tersebut menyebabkan banyak penduduk kota meminati area ini sehingga saat ini area tersebut tumbuh menjadi kota yang dilengkapi dengan fasilitas kegiatan pariwisata dan tempat pendidikan. Kecamatan Parongpong memang memiliki suasana yang alami pegunungan yang sejuk disertai lahan yang luas sehingga menarik minat para developer untuk membangun perumahan disana. Bahkan saat ini di seluruh desa di kecamatan ini terdapat perumahan. Menurut data dari Kecamatan Parongpong, sekitar 30 perumahan telah dibangun di kecamatan ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fajriah (2007) mengenai perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Parongpong, antara tahun 1994 hingga tahun 2004 terjadi pertambahan permukiman dan perumahan meningkat sebesar lebih dari 400 hektar. Pertambahan permukiman perumahan ini berimplikasi pada terjadinya konversi lahan baik sawah, hutan belukar, kebun dan juga tanah kosong. Hasil penelitian tersebut ditunjang oleh hasil penelitian Anggraeni (2010), bahwa 5 (lima) dari 7 (tujuh) desa di Kecamatan Parongpong telah melampaui koefisien wilayah terbangun (KWT). Padahal berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Tahun 2008, koefisien wilayah terbangun untuk masing-masing desa di Kecamatan Parongpong adalah 20%, kecuali untuk Desa Ciwaruga dan Sariwangi yaitu 10%. Hasil penelitian Anggraeni (2010) menyatakan bahwa Desa Cihanjuang, Desa Cihanjuang Rahayu, Desa Cihideung, Desa Ciwaruga dan Desa Sariwangi telah melampaui KWT. Hal ini menunjukkan bahwa di kelima desa tersebut telah terjadi peningkatan pembangunan pemukiman yang pesat.

4 Akibat dari penggunaan ruang Kecamatan Parongpong yang cenderung semakin intensif tersebut, kondisi fisik kawasan terbangun dan kawasan budidaya menjadi semakin rentan terhadap bencana, terutama terhadap bencana longsor. Melihat kondisi tersebut, maka penulis tertarik untuk menganalisis kesesuaian penggunaan lahan permukiman di Kecamatan Parongpong dengan bahaya longsor. Penelitian yang berjudul Analisis Bahaya Longsor Terhadap Penggunaan Lahan Permukiman di Kecamatan ini dilakukan sebagai bahan evaluasi objektif mengenai tingkat kesesuaian penggunaan lahan agar terjadi keseimbangan antara daya dukung wilayah dan pemanfaatan ruang yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana tingkat bahaya longsor yang ada di Kecamatan? 2. Bagaimana luasan permukiman secara eksisting di Kecamatan? 3. Bagaimana tingkat bahaya longsor terhadap keberadaan permukiman di Kecamatan Parongpong? C. TUJUAN 1. Mengidentifikasi tingkat bahaya longsor yang ada di Kecamatan. 2. Mengidentifikasi luasan permukiman secara eksisting di Kecamatan. 3. Menganalisis tingkat bahaya longsor terhadap keberadaan permukiman di Kecamatan.

5 D. MANFAAT 1. Sebagai pengayaan pengetahuan ilmu geografi bagi peneliti berdasarkan pengalaman dari lingkungan sekitar. 2. Sebagai bahan pengayaan dalam memperdalam ilmu geografi dalam pengajaran geogafi di sekolah. 3. Sebagai sumber data bagi penelitian lain yang terkait dengan tata ruang wilayah dan bencana longsor. 4. Sebagai bahan masukan untuk rencana tata ruang wilayah Kecamatan