Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

dokumen-dokumen yang mirip
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 04/PMK.07/2011 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 46 / PMK.02 / 2006 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH MENTERI KEUANGAN,

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DANA BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI DESA DAN ALOKASI DANA DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 of 5 18/12/ :41

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 183/PMK.07/2014 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Rincian Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang Dialokasikan dala

INSPEKTORAT KHUSUS INSPEKTORAT JENDERAL KEMENDAGRI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

224/PMK.07/2008 PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 165/PMK.07/2012 TENTANG PENGALOKASIAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah beberapa kali diub

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 73/PMK.02/2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR : 52 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.746, 2010 KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA. Usaha Jasa Konsultan Pariwisata. Pendaftaran. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BULULUKUMBA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Nomor : 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG

ATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/JULI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Tahun 2005 terhadap penetapan dan penyampaian Perda APBD, maka dapat ditarik

2016, No Dana Desa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, per

-2- No.1927, 2015 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan N

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 95 /PMK.07/2007 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR X9 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanju

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 195/PMK.02/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR

2017, No perjanjian kontrak kerja sama bagi hasil minyak dan gas bumi antara satuan kerja khusus pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 60 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 60 TAHUN 2014

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 12 TAHUN 2002 BANTUAN PEMERINTAH DAERAH KEPADA DESA BUPATI BANGKA,

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017 (Lembaran Negara Republik Indon

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SUKOHARJO TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 72/PMK.02/2006 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 22 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 22 TAHUN 2011

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 4 TAHUN 2011 T E N T A N G PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 16 TAHUN 2O16 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2000 TENTANG DANA PERIMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGHASILAN PEMERINTAH DESA DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan Nomor, tanggal 11/PMK.07/2010 25 Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan di Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah Otonom, yang selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau walikota bagi Daerah kota. 4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 5. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 6. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Raperda, adalah Raperda yang mengatur mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, untuk mendapat persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD. 7. Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Perda, adalah Peraturan Daerah yang mengatur mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang telah mendapat persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD. 8. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 9. Pelanggaran adalah tindakan pemerintah Daerah dalam menetapkan Perda dan pemungutan mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak dan Retribusi. 10. Dana Alokasi Umum, yang selanjutnya disingkat DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 11. Dana Bagi Hasil, yang selanjutnya disingkat DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. BAB II PENYAMPAIAN, EVALUASI DAN KOORDINASI RAPERDA Pasal 2 (1) Raperda provinsi yang telah disetujui bersama antara gubernur dan DPRD provinsi, sebelum ditetapkan menjadi Perda provinsi, terlebih dahulu disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan bersama antara gubernur dan DPRD provinsi. (2) Penyampaian Raperda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melampirkan dokumen persetujuan bersama antara gubernur dan DPRD provinsi.

Pasal 3 (1) Raperda kabupaten/kota yang telah disetujui bersama antara bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota, sebelum ditetapkan menjadi Perda kabupaten/kota, terlebih dahulu disampaikan kepada gubernur dan Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan bersama antara bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota. (2) Penyampaian Raperda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melampirkan dokumen persetujuan bersama antara bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota. Pasal 4 (1) Raperda provinsi sebelum ditetapkan menjadi Perda provinsi, terlebih dahulu harus dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri. (2) Menteri Dalam Negeri dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. (3) Hasil evaluasi dan koordinasi Raperda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada daerah yang bersangkutan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya Raperda dimaksud. Pasal 5 (1) Raperda kabupaten/kota sebelum ditetapkan menjadi Perda kabupaten/kota, terlebih dahulu harus dievaluasi oleh Gubernur. (2) Gubernur dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. (3) Hasil evaluasi dan koordinasi Raperda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh gubernur kepada daerah yang bersangkutan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya Raperda dimaksud. Pasal 6 Evaluasi dan koordinasi Raperda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 dilakukan untuk menjamin agar Raperda tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

BAB III PENETAPAN RAPERDA DAN PENYAMPAIAN PERDA Pasal 7 (1) Dalam hal hasil evaluasi dan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 berupa persetujuan, Gubernur menetapkan Raperda provinsi menjadi Perda provinsi. (2) Dalam hal hasil evaluasi dan koordinasi Raperda provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 berupa penolakan, gubernur bersama DPRD provinsi memperbaiki Raperda provinsi tersebut. (3) Raperda provinsi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kembali oleh gubernur kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan sebagai laporan. (4) Raperda provinsi yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan hasil evaluasi dan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Gubernur menetapkan Raperda provinsi menjadi Perda provinsi. (5) Raperda provinsi yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4), disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal penetapan Perda provinsi. Pasal 8 (1) Dalam hal hasil evaluasi dan koordinasi kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berupa persetujuan, bupati/walikota menetapkan Raperda kabupaten/kota menjadi Perda kabupaten/kota. (2) Dalam hal hasil evaluasi dan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berupa penolakan, bupati/walikota bersama DPRD kabupaten/kota memperbaiki Raperda kabupaten/kota. (3) Raperda kabupaten/kota yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kembali oleh bupati/walikota kepada gubernur dan Menteri Keuangan sebagai laporan. (4) Raperda kabupaten/kota yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan hasil evaluasi dan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bupati/walikota menetapkan Raperda kabupaten/kota menjadi Perda kabupaten/kota.

(5) Raperda kabupaten/kota yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) disampaikan oleh bupati/walikota kepada gubernur dan Menteri Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal penetapan Perda kabupaten/kota. BAB IV PEMBATALAN PERDA Pasal 9 (1) Terhadap Perda yang ditetapkan tetapi tidak mengikuti hasil evaluasi dan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 sehingga bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Menteri Keuangan merekomendasikan pembatalan Perda dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. (2) Terhadap Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang diakibatkan oleh adanya perubahan kebijakan nasional, Menteri Keuangan merekomendasikan pembatalan Perda dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. (3) Berdasarkan rekomendasi pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Menteri Dalam Negeri mengajukan Rancangan Peraturan Presiden mengenai pembatalan Perda kepada Presiden paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya rekomendasi pembatalan Perda dimaksud. (4) Kepala Daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkannya Rancangan Peraturan Presiden mengenai pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3). BAB V BENTUK PELANGGARAN Pasal 10 (1) Bentuk pelanggaran ketentuan di bidang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah terbagi dalam dua kelompok, yaitu: a. Pelanggaran terhadap prosedur penetapan Raperda menjadi Perda; dan

b. Pelanggaran terhadap larangan pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah berdasarkan Perda yang telah dibatalkan. (2) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebagai berikut: a. Daerah menetapkan Raperda dengan tidak melalui proses evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1); b. Daerah menetapkan Raperda tetapi tidak mengikuti hasil evaluasi dan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (3); c. Daerah tidak menyampaikan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) dan Pasal 8 ayat (5). (3) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah Daerah tetap melakukan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan Perda yang telah dibatalkan oleh Peraturan Presiden mengenai pembatalan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4). BAB VI SANKSI Bagian Kesatu Bentuk Sanksi Pasal 11 (1) Sanksi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a adalah berupa penundaan DAU atau DBH Pajak Penghasilan bagi Daerah yang tidak memperoleh DAU. (2) Sanksi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b adalah berupa pemotongan DAU dan/atau DBH Pajak Penghasilan. Bagian Kedua Besaran Penundaan atau Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil Pajak Penghasilan Pasal 12 (1) Besaran sanksi penundaan DAU atau DBH Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) untuk setiap periode penyaluran.

(2) Besaran sanksi pemotongan DAU dan/atau DBH Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) ditetapkan sebesar perkiraan penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang telah dipungut berdasarkan Perda yang telah dibatalkan untuk setiap periode penyaluran DAU dan/atau DBH Pajak Penghasilan. (3) Perkiraan penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang telah dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dihitung berdasarkan pendekatan rencana penerimaan yang tercantum dalam APBD Daerah yang bersangkutan. (4) Dalam hal rencana penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang telah dibatalkan tidak atau belum tercantum dalam APBD, maka sanksi pemotongan ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari jumlah DAU dan/atau DBH Pajak Penghasilan yang disalurkan setiap periode penyaluran. (5) Pengenaan sanksi pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan yang terbesar setelah membandingkan hasil penghitungan 5% (lima persen) dari jumlah DAU dan/atau DBH Pajak Penghasilan yang disalurkan setiap periode penyaluran. BAB VII TATA CARA PENGENAAN DAN PENCABUTAN SANKSI Pasal 13 (1) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menetapkan keputusan mengenai pengenaan sanksi bagi Daerah yang melakukan Pelanggaran. (2) Khusus untuk pengenaan sanksi berupa pemotongan DAU dan/atau DBH Pajak Penghasilan, keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan surat teguran kepada Daerah yang bersangkutan. (3) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi pemberitahuan bahwa Daerah yang bersangkutan akan dikenakan Sanksi berupa pemotongan DAU dan/atau DBH Pajak Penghasilan jika Daerah tidak menghentikan pelaksanaan Perda yang telah dibatalkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak ditetapkannya Rancangan Peraturan Presiden mengenai pembatalan Perda.

(4) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dengan melampirkan copy salinan Peraturan Presiden mengenai pembatalan Perda. (5) Keputusan pengenaan Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diterbitkan dalam hal Kepala Daerah menyampaikan surat atau keputusan penghentian pelaksanaan Perda yang dibatalkan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya surat teguran dimaksud. (6) Keputusan pengenaan Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan dasar penundaan atau pemotongan DAU dan/atau DBH Pajak Penghasilan. Pasal 14 (1) Pengenaan Sanksi berupa penundaan atau pemotongan DAU dilakukan mulai pada penyaluran bulan berikutnya setelah tanggal penetapan sanksi. (2) Pengenaan Sanksi berupa penundaan atau pemotongan DBH Pajak Penghasilan dilakukan mulai pada penyaluran triwulan berikutnya setelah tanggal penetapan sanksi. Pasal 15 (1) Pelaksanaan penundaan DAU atau DBH Pajak Penghasilan tidak dapat melampaui tahun anggaran yang bersangkutan. (2) DAU atau DBH Pajak Penghasilan yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disalurkan pada akhir tahun anggaran yang bersangkutan. (3) Dalam hal sanksi belum dicabut, penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya. Pasal 16 (1) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menetapkan keputusan dalam rangka pencabutan sanksi. (2) Pencabutan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. terhadap penundaan DAU atau DBH Pajak Penghasilan karena Daerah melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 10 ayat (1) huruf a, pencabutan sanksi dilakukan apabila Perda telah diterima dan selesai dievaluasi; dan b. terhadap pemotongan DAU dan/atau DBH Pajak Penghasilan karena Daerah melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b, pencabutan sanksi dilakukan apabila Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan telah menerima surat atau keputusan Kepala Daerah mengenai penghentian pelaksanaan pemungutan pajak dan/atau retribusi dari Perda yang telah dibatalkan. (3) Keputusan pencabutan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak dipenuhinya persyaratan pencabutan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) DAU atau DBH Pajak Penghasilan yang ditunda penyalurannya sebagai akibat dari pengenaan sanksi disalurkan pada penyaluran berikutnya setelah tanggal pencabutan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3). BAB VIII PEMANTAUAN Pasal 17 (1) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan pemantauan atas pemenuhan ketentuan mengenai prosedur penetapan Perda, penyampaian Perda, dan penghentian pelaksanaan pemungutan atas Perda yang telah dibatalkan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam setiap tahun anggaran. (3) Hasil pemantauan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam penetapan sanksi. BAB IX KETENTUAN TEKNIS Pasal 18 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.

BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.