BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena mereka akan meneruskan ke tingkat Perguruan Tinggi, yang akan menentukan masa depan mereka. Dalam penelitian Arkhan (2006), tentang siswa-siswi SMA, bahwa siswa-siswi SMA cenderung memiliki sifat bermasalah, seperti nilai ulangan jelek, jika sedang marah-marah maka perilakunya tidak sopan dengan orang tua, sering berubah-ubah emosi terkadang sangat sedih, terkadang sangat bahagia yang mengakibatkan prestasi akademiknya juga berubah-ubah. Hal ini membuktikan siswa-siswi SMA memiliki motivasi yang rendah. Lahey (2007) menjelaskan seharusnya siswa-siswi SMA mampu mengembangkan kemampuan berpikir dan berperilaku secara baik dengan lingkungannya. Siswa SMA seringkali berperilaku menggunakan pemikiran adolescent egocentrism (Lahey, 2007). Siswa SMA cenderung sibuk dengan pemikiran ego mereka yang kenyataannya membuat perubahan dalam motivasi belajar yang mudah berubah-ubah. Hasil belajar yang cenderung berubah-ubah ini selalu menjadi perhatian dan pertanyaan orang tua terhadap guru tentang masa depan anak-anak
mereka.turun-naiknya prestasi belajar siswa SMA, seringkali menjadi permasalahan yang cukup mengkhawatirkan orang tua dan guru. Seringkali prestasi belajar turun, akibat motivasi siswa-siswi yang cenderung mudah turun ketika belajar di sekolah, misalnya: malas belajar, nilai ulangan jelek, tidak naik kelas. Permasalahan yang selalu menjadi perhatian dari guru dan orang tua sebagai pendidik dan pembimbing di sekolah, di rumah, dan di lingkungan pergaulan sosial siswa-siswi. Mereka sulit menghadapi permasalahan ketika anak-anak didik mereka mulai mengalami kesulitan belajar dan perilaku siswa-siswi yang sering membuat onar di sekolah. Siswa SMA seringkali dikatakan sebagai masa remaja yang berada pada usia bermasalah. Hal ini terjadi karena remaja SMA masih menyesuaikan diri antara masalah yang sebelumnya masih selalu diurus dan diselesaikan oleh orang tua, dan kini harus belajar menyelesaikan dan beradaptasi. Nasution (2007) menjelaskan bahwa permasalahan itu biasanya meliputi nilai prestasi akademik siswa di kelas. Dari hasil wawancara penulis dengan delapan (8) orang siswasiswi SMA, mereka memiliki kecenderungan motivasi belajar yang rendah (pertanyaan wawancara dapat dilihat pada lampiran 1a). Menurut mereka motivasi belajar yang rendah bahkan hampir tidak ada motivasi belajar sama sekali, karena seringkali mereka merasa tidak fokus ketika belajar di kelas, mereka lebih banyak memilih aktifitas bermain dengan teman kelompoknya, hang out, menunda dan melupakan tugas pekerjaan rumah dari guru, sehingga tidak
mengerjakan tugas dan keesokan harinya mendapat hukuman dari guru dan mendapat nilai nol (0). Siswa-siswi SMA juga merasa waktu belajar dan materi pelajaran yang terlalu panjang di sekolah, menyebabkan mereka bosan dan lelah belajar terus menerus. Hal ini membuat mereka merasa tertekan, sehingga mengakibatkan motivasi untuk belajar dan setelah pulang sekolah menjadi turun, dan akibatnya tidak mengerjakan tugas, tidak belajar untuk ulangan di esok hari. Selain itu menurut guru-guru SMA, yang peneliti wawancara penyebab motivasi belajar menjadi rendah sekali (pertanyaan wawancara dapat dilihat pada lampiran 1b), karena : 1. Kurang memiiliki keinginan, dorongan, semangat belajar, karena tidak adanya tujuan tertentu terhadap hasil belajar mereka masingmasing, sehingga mereka merasa itu biasa saja atau tidak terlalu penting. 2. Siswa-siswi cenderung sibuk mengurusi urusan lain yang tidak termasuk sebagai pola pengembangan belajar mereka, misalnya: kalau di kelas ngobrol terus dengan teman, membicarakan orang lain, berbuat ulah atau onar. 3. Kurang siap dan kurang mampu mengorganisasikan segala sesuatunya dengan baik, contohnya dalam pelajaran, pergaulan, perilaku terhadap guru dan orang tua. 4. Kecenderungan merasa puas apabila mendapat nilai yang sama dengan teman, kalau temannya tidak melakukan ulangan perbaikan (remedial), yang penting siswa itu tidak remedial sudah cukup.
Hal ini menjadikan guru untuk selalu mengawasi mereka, karena mereka masih belum dapat menyadari perilaku belajar mereka, seperti: tidak mengerjakan tugas rumah yang diberikan guru atau dengan kata lain mereka tidak termotivasi dalam belajar. Seharusnya siswa-siswi SMA sudah memiliki pemikiran yang logis (Lahey, 2007). Tahapan perkembangan kognitif inilah yang membuat siswa-siswi SMA, harus perduli dengan bagaimana berperilaku dengan lingkungannya, bagaimana menanggapi dan memahami bahwa belajar merupakan proses yang menentukan masa depan mereka. Siswa yang memiliki motivasi belajar cenderung memiliki tanggung jawab terhadap tujuan yang ingin dicapai. Siswa belajar untuk ulangan, karena siswa tersebut menyukai mata pelajaran tersebut dan karena ia merasa memiliki tanggung jawab untuk menghadapi ujian (Santrock, 2008). Siswa yang memiliki motivasi belajar demi tujuan belajar itu sendiri, tentunya menyadari pentingnya belajar dan tujuan dari belajar, sehingga ia memiliki self regulation yang baik. Siswa yang tidak memahami akan arahan hidup untuk masa depannya, merupakan siswa yang tidak mampu mengatur diri untuk mengembangkan kehidupannya secara optimal. Arjanggi & Suprihatin (2010) berpendapat bahwa salah satu faktor yang berpengaruh untuk memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar siswa-siswi, yaitu apabila adanya self regulation. Siswa yang mampu melakukan pengaturan diri dengan baik adalah bekal yang penting bagi masa depannya. Siswa yang mampu mengontrol setiap perilaku baik dalam belajar, dalam
bergaul dengan lingkungan sosial, merupakan siswa yang memiliki self regulation dan tentunya akan memiliki motivasi belajar yang baik, karena siswa tersebut mampu membagi waktu belajar dan bermain, mampu mengontrol tingkat emosi agar tidak mengganggu hasil belajar, tidak membuat masalah yang mengkhawatirkan orang tua dan guru, namun berusaha mengendalikan perilaku yang tepat dan tidak tepat, seperti tidak berkelahi dengan teman. Pratiwi (2009) menuturkan siswa yang memiliki pengaturan diri, maka akan menjadi terbiasa menerapkan self regulation untuk mengatur segala aktifitasnya dengan baik. Siswa seperti ini akan cenderung memiliki komitmen dalam dirinya, memandang bahwa aktifitasnya merupakan self regulatornya. Siswa yang memiliki self regulation yang tinggi, maka cenderung memiliki tanggung jawab, adanya dorongan dari dalam diri, ketika menyelesaikan tugas-tugas di sekolah, karena siswa SMA mampu berpikir sesuatu yang dilakukan akan lebih maksimal jika dilandaskan dari dorongan dalam diri. Oleh karena itu dalam penelitian ini, penulis akan melihat bagaimana hubungan antara motivasi belajar dengan self regulation pada siswasiswi SMA khususnya di Permata Indah. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian yang telah penulis jelaskan di latar belakang. Peneliti membuat identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara motivasi belajar dengan self regulation siswa-siswi SMA Permata Indah?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui hubungan motivasi belajar dengan self regulation pada siswa-siswi SMA Permata Indah 2. Dapat mengetahui peranan motivasi maka akan dapat membentuk self regulation siswa-siswi SMA Permata Indah. 1.3.2 Manfaat Penelitian Penulis berharap bahwa penelitian ini dapat memberikan manfaat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis bagi pembaca. 1.3.2.1 Manfaat teoritis Penulis mengharapkan dari penelitian ini yaitu penelitian ini dapat menjadi bahan referensi yang dapat digunakan untuk perkembangan ilmu psikologi. Khususnya bagi pengembangan psikologi pendidikan dan dapat menjadi bahan penelitian selanjutnya, terutama mengenai self regulation dan motivasi belajar siswa SMA 1.3.2.2 Manfaat praktis 1. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan dan membantu pemahaman bagi
orang tua dan pendidik, bahwa dengan adanya motivasi, maka akan membentuk self regulation siswa-siswi SMA. 2. Agar siswa/siswi memahami bahwa self regulation sangat penting diterapkan dalam kehidupan seharihari, terutama dibidang akademik, agar siswa memiliki pengaturan diri dalam bentuk perilaku, dan emosi yang baik.