BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan emosional peserta didik dan menerapkan fungsi penunjang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk dapat mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari harinya.

BAB I PENDAHULUAN. negara, pembinaan bahasa Indonesia menjadi hal yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. di sekolah. Dalam KTSP Bahasa Inggris 2006 dijelaskan bahwa dalam belajar

PENERAPAN TEKNIK TPS (THINK, PAIR, AND SHARE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA PARAGRAF DESKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. lain. Untuk menjalin hubungan tersebut diperlukan suatu alat komunikasi. Alat

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, sosial, dan emosional peserta didik. Belajar bahasa pada

BAB I PENDAHULUAN. didik disekolah melalui proses pembelajaran. Namun, mengupayakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Contoh File KKM, PROTA, PROMES, SILABUS, RPP, SK & KD, PEMETAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik secara lisan

PENERAPAN PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS BERITA

BAB I PENDAHULUAN. global. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam aktivitas sehari-hari, manusia tidak lepas dari interaksi

BAB I PENDAHULUAN. dorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. secara komprehensif, baik fisik, mental, maupun emosional.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kemampuan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. yang lainnya. Melalui bahasa seseorang dapat menyampaikan pesan,

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berbicara merupakan kemampuan awal yang harus dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Retno Friethasari, 2015 PENERAPAN METODE STORY TELLING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. memindahkan informasi pengetahuan ke buku catatan yang telah didapat dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum berbasis kompetensi (Competency Based Curriculum) Pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (Kurikulum 2004) sangat

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut UU tentang Sisdiknas No. 20 tahun 2003: terhadap manusia menuju ke arah yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang terjadi. Melalui bahasa, setiap individu dapat meningkatkan

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan serta meningkatkan kemampuan berbahasa. Tarigan (1994: 1) berpendapat bahwa.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia ini memiliki fungsi yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. berkaitan dan saling mengisi (Tarigan, 2013:1). Setiap keterampilan, erat. semakin cerah dan jelas pula jalan pemikiranya.

07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain. Ketrampilan berbahasa (atau language atrs, language skills) dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi,

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE SCRIPT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK DONGENG SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. mampu berkomunikasi dengan baik. Salah satu cara untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya berlangsung dalam suatu proses yang mampu

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pikiran dan perasaan kepada orang lain. Untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk yang perlu berinteraksi dengan manusia

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, oleh karena itu pendidikan perlu dikaji secara baik. Menurut

sendiri dari hasil pengalaman belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya program standar pembelajaran disusun berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dan global. Maka, untuk meningkatkan mutu pendidikan pemerintah selalu

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE SCRIPT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK SISWA KELAS V SDN BULAK 1 BENDO MAGETAN. Cerianing Putri Pratiwi 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN. ke jenjang menengah itu, pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu cara yang ditempuh manusia untuk

2015 PENERAPAN METODE BRAINSTORMING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingkat Satuan Kurikulum Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurna

PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik. Keterampilan tersebut adalah keterampilan menyimak (listening

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Indonesia menempatkan bahasa Indonesia sebagai salah satu

1. PENDAHULUAN. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan suatu bangsa karena sasaran dari

2015 PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS BERITA

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbahasa meliputi empat aspek dasar, yaitu keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Untuk menghadapi perkembangan zaman dan informasi diperlukan kualitas

ABSTRAK. meningkatkan mutu pembelajaran. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar 34

BAB I PENDAHULUAN. dipahami orang lain, seseorang perlu memiliki kosakata ( vocabulary ) dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pelajaran bahasa

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

BAB I PENDAHULUAN. terampil menulis, agar mereka dapat mengungkapkan ide, gagasan, ataupun

keinginan, penyampaian informasi tentang suatu peristiwa, dan lain-lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di sekolah. Pembelajaran bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangatlah berperan penting dalam kehidupan sehari-hari terlebih bagi dunia pendidikan. Bahasa merupakan sebuah jembatan bagi pemerolehan ilmu-ilmu pembelajaran di sekolah. Karena tanpa diantar atau dijembatani oleh bahasa maka suatu ilmu tidak dapat disampaikan dengan baik dan lancar kepada para peserta didik. Tiadanya interaksi dan komunikasi yang semestinya terjalin aktif melalui penggunaan bahasa antara pendidik dan peserta didik akan menyebabkan proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan optimal. Bahasa Indonesia memiliki peran sentral dalam pengembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam KTSP Permendiknas No. 22 (2006, hlm. 120) bagi peserta didik adalah sebagai berikut: 1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. 2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara. 3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. 4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. 5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan kemampuan dan pengetahuan berbahasa. 6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Maka daripada itu, pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar dengan mengenyam mata pelajaran bahasa Indonesia, peserta didik mampu meningkatkan wawasan serta berbagai kemampuan berbahasa, juga dapat menghargai dan Silvia, Syiva S. 2014 PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DAN BERBICARA SISWA DI KELAS VSDN PASIR MUNCANG KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

2 bangga akan bahasa Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia yang senantiasa patut untuk dikembangkan. Menurut Tarigan (2013, hlm. 2) terdapat empat aspek keterampilan berbahasa (language arts, language skills), yang mencakup empat aspek esensial, antara lain: menyimak (listening skill) berbicara (speaking skill) membaca (reading skill), dan menulis (writing skill). Adapun hubungan dari setiap keterampilan itu, antara satu aspek keterampilan dengan ketiga aspek keterampilan lainnya sangatlah erat dengan berbagai cara yang beraneka ragam. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan yang disebut catur tunggal, Tarigan (2013, hlm. 2). Menyimak dan berbicara merupakan jenis keterampilan yang paling bersinergi satu sama lain. Brooks dalam Tarigan (2013, hlm. 4) menjelaskan bahwa menyimak dan berbicara merupakan kegiatan dua arah yang langsung, merupakan komunikasi tatap muka atau face to face communication. Jadi menyimak dan berbicara merupakan komunikasi dua arah yang dapat mendasari pikiran untuk menguraikan hubungan keduanya. Didalam kehidupan, manusia selalu dituntut untuk menyimak lalu mengkomunikasikannya melalui berbicara baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kemampuan menyimak dan berbicara yang baik oleh peserta didik juga begitu penting adanya didalam kegiatan pembelajaran pada setiap mata pelajaran, karena dengan kemampuan menyimak dan berbicara yang baik, maka siswa akan mampu memperkaya wawasan mereka dengan memahami secara utuh apa saja yang ia pelajari tanpa mendapati kesulitan untuk mengkomunikasikannya dalam jejaring yang dibangun atau dimiliki. Meskipun demikian, pada kenyataannya di lapangan tidak semua peserta didik memiliki kemampuan menyimak yang sama baiknya, sehingga kemampuan berbicara merekapun beraneka ragam. Beberapa peserta didik masih kesulitan

3 dalam mengkondisikan diri dan memusatkan konsentrasinya kedalam situasi menyimak tersebut sehingga animo siswa untuk berpartisipasi didalam kegiatan pembelajaran di kelaspun surut dan cenderung pasif terutama untuk keterampilan berbicara didepan kelas. Dewasa ini, pembelajaran bahasa Indonesia disekolah dasar kurang mengalami kemajuan yang cukup berarti. Hal tersebut tampak dari paparan Kemendikbud pada bulan juni tahun 2013 mengenai survey internasional PISA 2009 (Programme for International Student Assessment), yang menunjukkan data mengenai lemahnya / belum maksimalnya kemampuan menguasai mata pelajaran bahasa Indonesia oleh rata-rata siswa sekolah dasar di Indonesia. Data tersebut disajikan dalam diagram batang berikut ini. Gambar 1.1 Data diatas merupakan refleksi dari hasil survey internasional PISA 2009 yang menunjukkan hampir semua siswa Indonesia hanya menguasai pelajaran bahasa sampai di level 3 saja, sementara di negara lain banyak yang menguasai pelajaran bahasa sampai level 4, 5, bahkan 6. Interpretasi dari hasil ini hanya satu yaitu bahwa yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan tuntutan zaman, atau dengan kata lain standar pembelajaran bahasa di Indonesia belum mampu mencapai standar internasional. Senada dengan paparan diatas, peneliti menemukan kondisi dilapangan tepatnya di kelas V SDN Pasir Muncang, beberapa siswa masih belum optimal

4 dalam mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia. Nilai rata-rata siswa pada pembelajaran menyimak adalah 60. Nilai tersebut masih dibawah KKM yang ditentukan yaitu sebesar 65. Beberapa siswa juga masih kurang termotivasi dalam belajar sehingga peneliti menemukan hambatan-hambatan antara lain mengenai kemampuan menyimak, dan kemampuan berbicara siswa yang berpusat pada kurangnya kemampuan siswa dalam mengidentifikasi unsur-unsur cerita pada materi cerita rakyat. Hal tersebut berdampak pula pada kurangnya kemampuan siswa dalam menceritakan atau menjelaskan kembali isi cerita yang telah disimak di depan kelas, sehingga hampir 70% atau sebanyak 21 orang dari 30 siswa kelas V SDN Pasir Muncang mendapat nilai kurang dari angka 65 sebagai patokan nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada pembelajaran kemampuan berbicara mata pelajaran bahasa Indonesia. Kenyataan ini dipicu oleh pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guru yaitu dominasi peran guru didalam pembelajaran (teacher centered). Metode ceramah saja tidak akan mengembangkan kemampuan berpikir siswa secara menyeluruh (holistik), ditambah lagi pelaksanaan pembelajaran yang monoton karena guru jarang memfasilitasi siswa dengan penggunaan media belajar yang menarik serta jarang pula mengaplikasikan model atau metode pembelajaran yang lebih variatif. Dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas V SDN Pasir Muncang, khususnya dalam pembelajaran materi-materi pada standar kompetensi kemampuan menyimak, cenderung kurang diperhatikan. Hal tersebut tampak dari pelaksanaan pembelajaran menyimak, baik itu berupa materi wacana ataupun ragam cerita anak (cerita rakyat, dongeng, cerita pendek, dll.) yang seringkali dilakukan di kelas rupanya masih keliru. Pada pelaksanaannya, guru cenderung membiarkan siswa untuk membaca sendiri wacana atau cerita-cerita anak yang terdapat pada LKS atau buku paket yang digunakan sebagai sumber belajar. Tentu saja pembelajaran tersebut jelas sudah tidak dapat dikatakan atau dikategorikan sebagai pembelajaran menyimak, karena siswa malah melakukan kegiatan membaca cerita dan bukan menyimak cerita. Hal tersebut juga tentu akan berdampak pada rendahnya kemampuan menyimak siswa, yang akan berakibat

5 pula pada rendahnya keaktifan berbicara siswa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas karena siswa kurang terlatih dalam proses belajar mengajar sehari-hari. Hal di atas berdampak pada pasifnya kemampuan belajar siswa terutama dalam menguasai aspek-aspek keterampilan berbahasa, padahal didalam pembelajaran bahasa Indonesia sendiri menyimak dan berbicara dikategorikan kedalam empat aspek pokok yang esensial yang tentu saja mempengaruhi keberhasilan pembelajaran bahasa itu sendiri. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, keempat aspek tersebut memiliki indikator-indikator yang harus dituntaskan oleh siswa. Berdasarkan kegiatan observasi dikelas V SDN Pasir Muncang seperti yang telah disebutkan diatas, pada mata pelajaran bahasa Indonesia nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM) siswa adalah 65, nilai tersebut memang sudah bisa dikatakan cukup baik namun dalam upaya peningkatan prestasi belajar, serta mutu pendidikan khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia nilai 65 dirasa masih perlu ditingkatkan, mengingat dalam teori Mastery Learning (pembelajaran tuntas) batas pencapaian ketuntasan belajar umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%). Terlebih tuntutan standar nasional nilai ketuntasan belajar siswa seharusnya sampai dengan mencapai nilai 100. Maka dengan uraian di atas peneliti memiliki harapan agar siswa yang memiliki nilai mata pelajaran bahasa Indonesia kurang atau belum mencapai KKM mampu berpacu menuntaskannya, disamping itu peneliti berharap agar upaya meningkatkan standar nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM) siswa kelas V SDN Pasir Muncang dapat diwujudkan lebih baik lagi, sehingga mampu mencapai nilai KKM 75 pada mata pelajaran bahasa Indonesia sesuai dengan teori pendekatan pembelajaran tuntas (Mastery Learning), serta berupaya untuk semakin mendekati nilai standar nasional yaitu sampai dengan angka 100. Pembelajaran konvensional yang masih dilakukan oleh guru sehingga berpengaruh pada perolehan nilai siswa di kelas V SDN Pasir Muncang khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia, sebaiknya perlu diperbaiki karena untuk mengembangkan kemampuan berbicara siswa, guru harus mengawalinya dengan mengajarkan cara menyimak yang baik. Biasanya dalam

6 kegiatan menyimak, guru langsung membacakan cerita tanpa memperhatikan kesiapan siswa untuk menyimak cerita guru. Ditambah lagi cara guru menyampaikan ceritapun tanpa menggunakan media dan metode belajar yang menarik, ketiadaan ekspresi (mimik wajah, intonasi yang tepat, dan gestur gerakan tubuh) guru saat bercerita akan memicu kejenuhan sehingga membosankan bagi para siswa. Menyimak merupakan pengajaran bahasa Indonesia yang tidak selamanya berdiri sendiri. Pengajaran menyimak sendiri terintegrasi dengan ketiga aspek keterampilan bahasa yang lainnya terutama aspek berbicara. Dalam pengajaran menyimak, dibutuhkan bahan ajar seperti yang difokuskan pada penelitian ini yaitu naskah cerita anak atau naskah fiksi (dongeng, cerita pendek, cerita rakyat, dan lain-lain). Bahan ajar tersebut harus diajarkan dengan baik pada siswa salah satunya dengan menggunakan metode Jigsaw. Diharapkan dengan salah satu teknik belajar berkelompok ini, siswa akan lebih tertarik dan lebih dimudahkan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia untuk melatih kemampuan menyimak dan berbicaranya. Salah satu hal yang menarik dari metode jigsaw ini yaitu siswa diberi kesempatan untuk menggali pengalaman baru melalui kegiatan interaksi didalam dua kelompok yang berbeda, artinya setiap siswa bekerjasama didalam dua lingkungan yang berbeda, karena dua kelompok yang berbeda tersebut terdiri dari individu atau anggota kelompok yang berlainan pula, yang masing-masing kepala memiliki ide dan pengetahuan yang berbeda. Sehingga pengetahuan siswa akan lebih berkembang karena siswa akan memiliki banyak masukan ide maupun gagasan baru dari banyak kepala atau individu yang beraneka ragam didalam kelompok-kelompok tersebut. Didalam kegiatan belajar berkelompok, siswa dituntut secara tidak langsung akan terus berkomunikasi dan berinteraksi untuk berdiskusi dengan anggota kelompoknya sehingga akan melatih kemampuan menyimak dan berbicaranya didalam kelompok tersebut. Terlebih, untuk mampu berbicara di depan kelas siswa biasanya saling dorong dan saling tunjuk untuk maju berbicara ke depan kelas. Hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya rasa malu atau

7 tidak percaya diri bila maju sendiri, sehingga diharapkan dengan teknik belajar berkelompok tipe jigsaw ini akan melatih rasa percaya diri siswa dimulai dengan mengasah kemampuan berbicara siswa secara berkelompok. Metode Jigsaw adalah salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang menekankan siswa bekerja sama secara berkelompok. Metode Jigsaw disebut juga metode tim ahli karena siswa akan dibentuk menjadi beberapa kelompok kecil yang heterogen pada awalnya, yang kemudian setiap anggotanya ditugaskan untuk menjadi ahli dari sub topik materi pelajaran yang ditugaskan di kelompoknya, khususnya pada materi mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik cerita rakyat, guru membagi topik pelajaran menjadi subtopik-subtopik seperti tokoh, watak, alur, tema, dan amanat. Setelah itu kelompok awal tersebut setiap anggotanya diberi tanggung jawab terhadap setiap subtopik yang berbeda. selanjutnya setiap anggota dipecah untuk berpindah ke kelompok jigsaw dimana anggotanya berasal dari kelompok lain yang telah menguasai bagian tugas yang sama. Dikelompok tersebut masing masing anggota akan bekerjasama melatih kemampuan menyimak dan berbicara mereka didalam anggota kelompok untuk menyelesaikan tugas di kelompok jigsaw. Selanjutnya setiap anggota kelompok jigsaw kembali ke kelompoknya semula sebagai ahli untuk mengajarkan informasi baru yang telah didapatkan di kelompok jigsaw. Melalui metode jigsaw ini guru dapat melatih kemampuan menyimak siswa secara lebih efektif karena dituntut untuk mampu menyimak satu sama lain didalam kelompoknya agar mampu menyelesaikan tugasnya, dan siswa akan lebih tertarik dan pembelajaranpun akan semakin menyenangkan karena siswa tidak hanya duduk manis dijejali pelajaran oleh guru, tetapi disini siswa yang lebih aktif. Selain itu, kemampuan berbicara siswa juga akan terlatih karena siswa dituntut untuk dapat menjelaskan atau menceritakan kembali apa yang didapatkan dari kelompok jigsaw mereka didalam kelompok awalnya, lalu setiap kelompok akan mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas. Selain akan memudahkan siswa dalam memahami materi dengan melatih kemampuan menyimaknya, melalui metode jigsaw ini siswa akan lebih tertarik untuk menyimak dengan baik, maka selanjutnya siswa akan terstimulasi untuk

8 melatih kemampuan berbicaranya. Berdasarkan persoalan diatas, maka peneliti menyimpulkan dan memutuskan untuk melakukan penelitian mengenai Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak dan Berbicara Siswa di Kelas V SDN Pasir Muncang Kabupaten Bandung Barat. B. Rumusan Masalah Sejalan dengan latar belakang masalah diatas terdapat beberapa masalah yang dapat dirumuskan antara lain sebagai berikut. 1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran menyimak dan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas V SDN Pasir Muncang dengan penerapan model cooperative learning tipe jigsaw? 2. Bagaimana peningkatan kemampuan menyimak dan berbicara siswa kelas V SDN Pasir Muncang setelah model cooperative learning tipe jigsaw diterapkan? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain. 1. Memperoleh gambaran tentang efektivitas pelaksanaan pembelajaran menyimak dan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas V SDN Pasir Muncang dengan penerapan model cooperative learning tipe jigsaw. 2. Memperoleh gambaran tentang peningkatan kemampuan menyimak dan berbicara siswa kelas V SDN Pasir Muncang setelah model cooperative learning tipe jigsaw diterapkan. D. Manfaat Hasil Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi siswa dan guru, baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis diantaranya yaitu. 1. Bagi Peneliti

9 Memperkaya wawasan serta pengalaman mengenai penggunaan model cooperative learning tipe jigsaw dalam pengajaran menyimak dan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia. 2. Bagi Siswa a. Memperkenalkan model cooperative learning tipe jigsaw yang diaplikasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia, dalam upaya meningkatkan kemampuan menyimak dan berbicara siswa. b. Memperkaya pengetahuan dan pengalaman belajar siswa dengan melakukan teknik belajar berkelompok tipe jigsaw didalam pembelajaran bahasa Indonesia. c. Memberikan suasana belajar yang baru dengan mengaplikasikan model cooperative learning tipe jigsaw, bagi siswa kelas V SDN Pasir Muncang. 3. Bagi Guru a. Memberikan gambaran mengenai model cooperative learning tipe jigsaw, serta pelaksanaannya didalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas, sehingga diharapkan mampu mengaplikasikannya pada kegiatan-kegiatan pembelajaran di kemudian hari. b. Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe jigsaw, membantu melatih kemampuan menyimak dan berbicara siswa di kelas yang dikelola oleh guru, sehingga akan meningkatkan kemampuan tersebut terutama dalam pembelajaran bahasa Indonesia. 4. Bagi Sekolah a. Menjadi salah satu bahan rekomendasi untuk program pembelajaran selanjutnya khususnya pada peningkatan kemampuan menyimak dan berbicara dalam pembelajaran bahasa Indonesia. b. Turut serta menyumbangkan gagasan, pemikiran, serta pengetahuan yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau kajian guru dalam meningkatkan kemampuan menyimak dan berbicara menggunakan model cooperative learning tipe jigsaw.

10 E. Hipotesis Tindakan Mengacu pada uraian diatas, maka berikut hipotesis tindakan yang dirumuskan, "jika proses pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia menggunakan model cooperative learning tipe jigsaw maka kemampuan menyimak dan berbicara siswa di kelas V SDN Pasir Muncang akan meningkat". F. Definisi Operasional Dalam penelitian ini terdapat beberapa definisi yang perlu diperjelas, untuk memudahkan dalam memahaminya. Oleh karena itu peneliti memberikan penjelasan terhadap definisi-definisi operasional variabelnya, yaitu: 1. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe Jigsaw Model Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) adalah sebuah model pembelajaran yang memfasilitasi siswa belajar dengan bekerja didalam sebuah kelompok. Didalam model pembelajaran kooperatif sendiri terdapat metode-metode yang mengacu pada pembelajaran siswa secara berkelompok. Salah satunya ialah metode jigsaw. Menurut Arends (1997) metode jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen, bekerjasama dan saling ketergantungan yang positif serta bertanggung jawab terhadap ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari/dikuasai kemudian menyampaikan materi yang telah dikuasainya tersebut kepada kelompok yang lain. Dalam meningkatkan kemampuan menyimak dan berbicara siswa, model cooperative learning tipe jigsaw ini cukup tepat karena memberikan banyak kesempatan pada siswa untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi yang didalamnya siswa harus terampil juga dalam menyimak dan berbicara. 2. Kemampuan Menyimak dan Berbicara Kemampuan menyimak merupakan kesanggupan seseorang dalam melakukan kegiatan mendengarkan bunyi bahasa yang lebih mendalam, termasuk didalamnya kegiatan mengidentifikasi isi yang terkandung dari apa yang disimak, dalam artian saat seseorang menyimak maka seluruh perhatian lazimnya terfokus

11 kepada objek yang disimaknya. Selain itu dalam kegiatan memperoleh informasi melalui menyimak, diperlukan perhatian dan pemahaman yang baik agar pesan yang diinformasikan oleh objek yang disimak dapat ditangkap dengan baik dan benar. Dalam pembelajaran cerita rakyat mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas V, aspek berbahasa yang paling utama harus dikuasai ialah kemampuan menyimak karena baik tidaknya kemampuan menyimak siswa akan berpengaruh terhadap aspek-aspek kemampuan berbahasa yang lainnya, khususnya kemampuan berbicara yang berkaitan langsung dengan kemampuan menyimak karena kedua aspek berbahasa tersebut memiliki hubungan langsung yang reseptif. Berbicara merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan menyimak. Jika dalam kegiatan menyimak siswa harus belajar memahami, maka dalam kegiatan berbicara siswa harus mampu dipahami ketika berbicara.