Kebijakan dan Manajemen Komunikasi Penanganan Bencana di Indonesia (Studi Kasus Penanganan Bencana Gempa Bumi di Padang) Dewi S. Tanti (5528110004) Ahmad Toni (5528110034) Setting Kasus Gempa 7.9 SR mengguncang wilayah Sumatera Barat pada Rabu (30/9) pukul 17.16 WIB. Pusat gempa terletak di 71 km atau 57 km barat daya Pariaman, Sumatera Barat. Laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Padang yang dirilis BNPB terdapat sekitar 100 sampai dengan 200 orang korban tewas, 114.797 unit rumah rusak berat. Sebanyak 67.838 rumah rusak ringan dan 67.198 rusak sedang, sehingga jumlah keseluruhan rumah rusak akibat gempa 249.833 unit.
Setting Kasus Pemberitaan media pada menit-menit awal kejadian gempa memberikan gambaran kepanikan. Informasi pertama didapatkan langsung dengan mewawancarai warga yang menjadi korban melalui telepon seluler. Kesan dramatisasi muncul dalam siaran breaking news televisi karena menggunakan warga sebagai sumber informasi utama. Media cetak dan media online cenderung memberitakan kondisi Padang yang lumpuh, gelap, dan panik sebagai akibat tidak berfungsinya infrastruktur telepon, seluler, listrik, pipa air bersih terputus, SPBU dan terjadinya kebakaran di beberapa titik yang tidak bisa cepat dipadamkan. Sumber informasi dari pemerintah yang dikutip media massa adalah: Satkorlak BPBD Padang, Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Menteri Koordinator Bidang Kesra, Menteri Kesehatan, Kepala Pusat Gempa BMKG, Direktur Distribusi PLN Pusat, serta liputan langsung koresponden media dan telepon interaktif dengan warga. TREN PEMBERITAAN MEDIA MASSA ESKALASI ISU NASIB KORBAN TINGGI KEBIJAKAN PEMERINTAH BANTUAN KEMANUSIAAN SEDANG RENDAH PERISTIWA BENCANA MASALAH KESEHATAN KEJADIAN BENCANA BENCANA (H+7) PASCA BENCANA (H+7 dst)
Kejadian Bencana Alam 2002-2008 350 300 250 200 Gempa Bumi Gempa Bumi dan Tsunami Letusan Gn. Api Tanah Longsor Banjir dan Tanah Longsor Banjir Angin Topan Gelombang Pasang/Abrasi Kegagalan Teknologi Konflik/Kerusuhan Sosial Aksi Teror/Sabotase 150 100 50 0 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Sumber : BNPB, 2008 Beberapa Catatan dari Penanganan Bencana Kurang optimalnya kesiapsiagaan dalam tiap tingkat (terutama warga masyarakat) Kurang optimalnya perencanaan mitigasi Kurangnya komunikasi dan penyebarluasan informasi kepada warga masyarakat Respons yang tertunda, termasuk pengerahan bantuan, sumber daya, dan relasi dengan media massa, serta LSM Kurang optimalnya koordinasi antara pusat dan daerah BANYAK KORBAN JIWA DAN HARTA
Dampak bencana terhadap pembangunan di Indonesia begitu nyata dirasakan, ratusan ribu orang telah meninggal, lebih dari satu juta orang menjadi pengungsi internal dan ratusan ribu orang kehilangan lapangan kerja. Dari berbagai bencana gempa tersebut menurut data yang ada pada masa 2004-2006 mengakibatkan kerugian mencapai Rp140 triliun rupiah (Lassa dalam Saefullah, 2006: 323). Kebijakan Komunikasi dan Manajemen Informasi Bencana Bisa terlacak lewat pemberitaan di media massa Dalam pandangan Abrar (2008: 59-60) aspek kebijakan komunikasi mencakup: isi, struktur dan kultur. Manajemen komunikasi berkaitan dengan tindak komunikasi publik untuk menyampaikan kebijakan pemerintah.
Track Back Kebijakan Penanganan Bencana Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana membentuk lembaga independen Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) agar penanganan bencana bisa lebih sistematis dan terstruktur. Namun dalam undang-undang tidak disebutkan keterlibatan instansi dan pengambil kebijakan komunikasi c.q. Depkominfo. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, menandaskan Badan Publik wajib mengumumkan secara serta merta informasi yang mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum dengan cara yang mudah dijangkau masyarakat dan dalam bahasa mudah dipahami. Pasal 6 Pasal Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 17/PER/M.KOMINFO/03/2009 tentang Diseminasi Informasi Nasional oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menegaskan, bahwa hal-hal yang bersifat kontijensi (mendadak) maka Pemerintah bekerjasama dengan Pemerintah Daerah dapat melakukan diseminasi informasi nasional secara langsung kepada publik, baik di tingkat provinsi, Kabupaten/Kota. Masalah Kebijakan Kebijakan publik seputar tata kelola bencana (disaster governance) menjadi alasan penting untuk dikaji. Kebijakan yang masih kental dengan kepentingan elite dan donor driven. Aplikasinya tidak berjalan dengan pendekatan community based dengan local knowledge.
Lambatnya Penanggulangan Tindakan dan penanggulangan berbagai gempa di Indonesia masih terkesan mengalami kemandekan (statis) yang lebih ditekankan pada persoalan keputusan dan kebijakan yang kurang berorientasi pada penanggulangan yang maksimal. Khususnya pada pemerintahan SBY-JK BNPB mengakui adanya masalah di kelembagaan. Permasalahan Penanggulangan Bencana 1. Kurangnya SDM penanganan darurat. 2. Kurangnya Prasarana pendukung penanganan darurat. 3. Tidak Tersedia Dukungan logistik di dekat lokasi bencana 4. Rendahnya kesadaran, pengetahuan dan kesiapan masyarakat 5. Peraturan terkait dengan penggunaan dana siap pakai dalam keadaan darurat, belum mengakomodir sepenuhnya kebutuhan pelaksanaan penanganan darurat di lapangan. Paparan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dalam Sidang Kabinet Paripurna Agustus 2008
Permasalahan Penangulangan Permasalahan penanganan bencana gempa bumi di Indonesia menjadi persoalan yang mulai menjalar kepada persoalan sosial, politik, ekonomi dan pengaruh lainnya. Yang dianggap kebijakan Terobosan Selain tiga policy dasar penanganan dan komunikasi tentang situasi kontijensi ada pula Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi No. 20/P/M.Kominfo/8/2006 tentang Peringatan Dini Bencana Melalui Lembaga Penyiaran se-indonesia Instruksi atau arahan presiden untuk membentuk Satuan Reaksi Cepat Penanganan Bencana Nasional dibawah koordinasi BNPB yang akan bergerak di dua kawasan barat dan timur Indonesia dan mencakup aktivitas komunikasi dan informasi
Berharap dari Satuan Reaksi Cepat Satuan yang personilnya diambil dari lintas departemen dan instansi itu akan bekerja dibawah koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pemerintah siapkan dana 3 Triliun Manajemen Penanggulangan Bencana diperbaiki Ditegaskan dengan kebijakan komunikasi publik tambahan. Membedah Kebijakan Komunikasi Dalam bahasa Paula Chakravartty dan Katharine Sarikakis, kebijakan komunikasi selalu memiliki konteks, domain, dan paradigma. Tiga aspek digunakan untuk menilai apakah kebijakan komunikasi masih tetap berlaku atau sudah saatnya diganti. Kebijakan komunikasi selalu menjadi panduan berbagai pihak dalam berkomunikasi. Tegasnya, kebijakan komunikasi mempengaruhi kegiatan komunikasi, lembaga dan kaum professional (Abrar, 2008:4-5)
Rekomendasi Perbaikan Kebijakan Komunikasi Memperbaiki kebijakan komunikasi / kebijakan publik dengan dasar sistem komunikasi yang berlaku. Menganalisis kebijakan dengan menganalisis kebijakan lainnya (positive policy analisis dan normative analisys. Yaitu bagaimana proses kebijakan bekerja dan penilaian tentang apa yang seharusnya tertuang dalam kebijakan. Manajemen Informasi Penanganan Bencana sebuah pemicu dialog
Perspektif Atas Gempa Bumi Gempa Padang dalam pandangan political ecology merupakan representasi class quake (gempa kelas) karena distribusi risiko gempa yang terjadi memang lebih mengarah ke rakyat (orientasi rakyat), yang tidak semua memiliki akses terhadap pengetahuan maupun kapasitas membangun rumah standar yang tahan gempa. Sebelum Bencana Fase Pencegahan. Mencegah terjadinya bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya). Fase Kesiapsiagaan. Mengantisipasi bencana melalui pembentukan poskoposko yang siap siaga sebagai perpanjangan tangan dari kelembagaan yang dibentuk, serta diperlengkapi dengan sarana komunikasi, pos komando dan penyiapan lokasi evakuasi.
Empat sisi (dimensi) yaitu sisi kesiapsiagaan; sisi tanggap darurat; sisi pasca darurat;. dan pencegahan dan mitigasi. siklus yang sempurna adalah: Agar keempat dimensi penanggulangan bencana di atas dapat segera teratasi perlu mendapat dukungan dari organisasi non pemerintah, dan masyarakat disekitar wilayah bencana. Disamping itu perlu menghindari ego sektoral antar departemen. Sebab, kondisi inilah yang kadang membuat langkah Bakornas kurang efektif. Integrasi antar departemen. Departemen Kesehatan, tugasnya menangani kesehatan untuk korban bencana, DepSos menangani pemulihan orang, Begitu pula dengan instansi lainnya yang menangani masalah pemukiman.
Sebelum Bencana Fase Peringatan Dini. Memberikan tanda-tanda peringatan dini berdasarkan kebiasaan masyarakat setempat, gejala alam, maupun melalui penggunaan alat bantu deteksi dini, tentang kemungkinan akan segera terjadinya bencana
Saat Bencana Fase Penjinakan. Meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana, dengan cara membentuk mitigasi Fase Tanggap Darurat. Menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian Fase Bantuan Darurat. Upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa, pangan, sandang, tempat tinggal sementara, kesehatan, sanitasi dan air bersih. Pada tahap ini penataan ulang daerah bencana yang lebih baik lagi. Pasca Bencana Fase Pemulihan. Memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula termasuk di dalamnya upaya yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar seperti jalan, listrik, air bersih, pasar dan puskesmas. Fase Rehabilitasi. Membantu masyarakat dalam memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting lainnya serta yang lebih penting lagi adalah untuk menghidupkan kembali roda perekonomian. Fase Rekonstruksi. Perbaikan fisik, sosial, dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama dari sebelum terjadinya bencana, bahkan jika dimungkinkan akan lebih baik dari sebelumnya.
Prinsip Dasar Manajemen Komunikasi Penanganan Bencana 1 Manajemen Risiko 12 Perlindungan Rakyat 13 Urusan Bersama Semua Pihak
PRINSIP DASAR SESUAI FASE PENANGANAN BENCANA RESPONS PERINGATAN DINI KESIAPSIAGAAN PENDIDIKAN PUBLIK Dukungan Sistem Informasi PERLU KESIAPAN Sistem informasi dibutuhkan pada untuk membagi informasi, dan untuk berkomunikasi antar instansi dan lembaga khususnya media massa Konsep termasuk pengumpulan, proses, distribusi, laporan data (input, processing, output). Sistem komunikasi darurat memastikan komunikasi dan koordinasi antar pihak berwenang atau instansi terkait jika sistem komunikasi normal tidak memungkinkan
Beberapa Pointer Penting Pendekatan penanganan bencana harus terintegrasi, termasuk konten dan standar pelaporan data/informasi Setiap fase siklus bencana harus mendapatkan perhatian dan intervensi komunitas yang sesuai dengan kebutuhan Kemungkinan pengembangan keberlanjutan sistem dengan pengembangan kerjasama sektor swasta/privat Perbaikan dalam kelembagaan tim reaksi cepat penanganan Bencana Pengembangan Kerjasama Multistakeholders LSM Warga Ahli Masalah Kebencanaan Media Massa Pemerintah/Lint as Departemen Petugas Lapangan/BNPB/BPBD Akademisi
Dukungan Informasi dan Komunikasi saat Bencana MEDIA CENTER YOGYAKARTA MEDIA CENTER JAKARTA MEDIA CENTER NAGROE ACEH DARUSSALAM Media center bencana harus bermitra dengan media massa dan lembaga komunikasi sosial demi efektivitas penyebaran informasi kepada publik. Badan Informasi Publik Departemen Komunikasi dan Informatika selaku leading sektor pengembangan media center bencana senantiasa berkoordinasi dan bekerjasama dengan para pihak yang bertanggungjawab pada penyelenggaraan penyebaran informasi bencana kepada publik.
Mbak Wiek n Dik Toni Nuwun