UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 12. (12/1948) Peraturan tentang Undang-undang Kerja Tahun PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1948 TENTANG UNDANG-UNDANG KERJA TAHUN 1948 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 1/1951, PERNYATAAN BERLAKUNYA UNDANG UNDANG KERJA TAHUN 1948 NR. 12 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG 1946 NOMOR 22 TENTANG PENCATATAN NIKAH, NIKAH, TALAK DAN RUJUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1946 TENTANG KEADAAN BAHAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN PERATURAN ISTIRAHAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1949 No. 2 (2/1949) Peraturan tentang kedudukan dan kekuasaan Wakil Perdana Menteri di Sumatra. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1948 TENTANG PERATURAN KECELAKAAN 1947 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UANG LOGAM LARANGAN MENGUMPULKAN PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

Nomor:32 TAHUN 1954 (32/1954) ; Tanggal:26 OKTOBER 1954 (JAKARTA)

NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1946 No. 18 (18/1946) UANG, KEWAJIBAN MENYIMPAN UANG. Peraturan tentang kewajiban menyimpan uang dalam bank.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702]

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3702)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1954 TENTANG PEKERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

*177 UNDANG-UNDANG (UU) 1947 Nomer. 6. *) (6/1947)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1951 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Keuangan Negara perlu diperkuat; b. bahwa atas beberapa jenis tembakau belum dikenakan cukai;

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG URUSAN PERUMAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 32/1947, MEMUSATKAN SEGALA URUSAN SEKOLAH SEKOLAH LANJUTA...

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 19 TAHUN 1950 (19/1950) TENTANG PERATURAN PENSIUN DAN ONDERSTAND KEPADA PARA ANGGOTA TENTARA ANGKATAN DARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1958 Tentang PENEMPATAN TENAGA KERJA ASING (Lembaran Negara No. 8 Tahun 1958) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1948 TENTANG PERATURAN UNTUK MENJALANKAN "UNDANG-UNDANG KECELAKAAN 1947".

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 28 (28/1948) Peraturan tentang Pasal alat pembayaran Luar Negeri. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1947 Nomer. 20. ) (20/1947) PENGADILAN. PERADILAN ULANGAN. Peraturan peradilan ulangan di Jawa dan Madura.

UNDANG-UNDANG 1947 Nomor 33

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

PERATURAN DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) Nomor 7 Tahun 1953 (7/1953)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1947 TENTANG CUKAI MINUMAN KERAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENAGA KERJA WANITA DAN PERLINDUNGAN IR. KALSUM. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S , s.d.u. dg. S terakhir s.d.u. dg. S

Undang-Undang No. 44 Prp. Tahun 1960 Tentang : Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 63/1948, PEMBATASAN PENGELUARAN BAHAN MAKANAN DAN TERNAK...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG URUSAN PERUMAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dengan mencabut "Regeling meldingsplict bedrijven" (Staatsblad 1949 Nr 445), menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEWAJIBAN MELAPORKAN PERUSAHAAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 2/1951, PERNYATAAN BERLAKUNYA UNDANG UNDANG KECELAKAAN TAHUN 1947 NR. 33, DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1948 TENTANG SEKOLAH TINGGI HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1948 TENTANG MENDIRIKAN SEKOLAH TINGGI HUKUM. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 1948 TENTANG PENETAPAN HARGA BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1956 TENTANG URUSAN PEMBELIAN MINYAK KAYU PUTIH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN UMUM RETRIBUSI DAERAH. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB PANITYA PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN PUSAT

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 44 Tahun 1960 Tentang : Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH

PP 33/1948, PEMERINTAHAN MILITER DI DAERAH JAWA

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1947 TENTANG PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DILUAR HADIR TERDAKWA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1947 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PEMBANGUNAN DI RUMAH MAKAN DAN RUMAH PENGINAPAN.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN KHUSUS TENTANG PENGHARGAAN PENGALAMAN BEKERJA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 16 TAHUN 1951 (16/1951) TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG. PENETAPAN PERATURAN ISTIRAHAT BURUH (Lembaran Negara No.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN PEKERJA DALAM MENGANTISIPASI PEMOGOKAN KERJA DI PERUSAHAAN

UNDANG-UNDANG (STOOM ORDONNANTIE) VERORDENING STOOM ORDONNANTIE 1930 ATAU DENGAN KATA DALAM BAHASA INDONESIA UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUNAAN BENDERA KEBANGSAAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 44/1948, MENGADAKAN BALAI PENDIDIKAN AHLI HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1965 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 8 TAHUN 1948 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 12. (12/1948) Peraturan tentang Undang-undang Kerja Tahun 1948. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk menjamin pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi buruh perlu diadakan aturanaturan tentang pekerjaan buruh; Mengingat: pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) berhubung dengan pasal IV Aturan Peralihan Undang-undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden Republik Indonesia tertanggal 16 Oktober 1945 No. X; Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat; Menetapkan peraturan sebagai berikut : MEMUTUSKAN : "UNDANG-UNDANG KERJA TAHUN 1948". BAGIAN I. Tentang istilah-istilah dalam Undang-undang ini. Pasal 1. (1) Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan : (a) Pekerjaan, ialah pekerjaan yang dijalankan oleh buruh untuk majikan dalam suatu hubungan kerja dengan menerima upah. (b) Orang dewasa, ialah orang laki-laki maupun perempuan, yang berumur 18 tahun keatas. (c) Orang muda, ialah orang laki-laki maupun perempuan, yang berumur diatas 14 tahun, akan tetapi dibawah 18 tahun. (d) Anak-anak, ialah orang laki-laki maupun perampuan, yang berumur 14 (empat belas) tahun kebawah. (e) Hari, ialah waktu sehari-semalam selama 24 jam. (f) Siang-hari, ialah waktu antara jam 6 sampai jam 18. (g) Malam-hari, ialah waktu antara jam 18 sampai jam 6. (h) Seminggu, ialah waktu selama 7 hari. (2) Dalam arti kata majikan termasuk juga kepala, pemimpin atau pengurus perusahaan, atau bagian perusahaan. (3) Disamakan dengan perusahaan ialah segala tempat pekerjaan, dari Pemerintah maupun partikelir. BAGIAN II. Tentang pekerjaan anak-anak dan orang muda. Pasal 2.

Anak-anak tidak moleh menjalankan pekerjaan. Pasal 3. Jikalau seorang anak yang berumur 6 tahun atau lebih terdapat dalam ruangan yang tertutup, dimana sedang dijalankan pekerjaan, maka dianggap bahwa anak itu menjalankan pekerjaan ditempat itu, kecuali jikalau ternyata itu sebaliknya. Pasal 4. (1) Orang muda tidak boleh menjalankan pekerjaan pada malam hari. (2) Dapat dikecualikan dari larangan termaksud dalam ayat (1) hal-hal dimana pekerjaan orang muda pada malam hari itu tidak dapat dihindarkan berhubung dengan kepentingan atau kesejahteraan umum. (3) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan hal-hal yang dikecualikan termaksud dalam ayat (2) beserta syaratsyarat untuk menjaga kesehatan buruh muda itu. Pasal 5. (1) Orang muda tidak boleh menjalankan pekerjaan di dalam tambang, lobang di dalam tanah atau tempat untuk mengambil logam dan bahan-bahan lain dari dalam tanah. (2) Larangan tersebut dalam ayat (1) tidak berlaku kepada buruh muda yang berhubung dengan pekerjaannya kadangkadang harus turun di bagian-bagian tambang di bawah tanah dan tidak menjalankan pekerjaan tangan. Pasal 6. (1) Orang muda tidak boleh menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan atau keselamatannya. (2) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan pekerjaan termaksud dalam ayat (1). BAGIAN III. Tentang pekerjaan orang wanita. Pasal 7. (1) Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan pada malam hari, kecuali jikalau pekerjaan itu menurut sifat, tempat dan keadaan seharusnya dijalankan oleh orang wanita. (2) Dapat dikecualikan dari larangan termaksud dalam ayat (1) hal-hal dimana pekerjaan wanita pada malam hari itu tidak dapat dihindarkan berhubung dengan kepentingan atau kesejahteraan umum. (3) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan hal-hal yang dikecualikan termaksud dalam ayat (2) beserta syaratsyarat untuk menjaga kesehatan dan kesusilaan buruh wanita itu. Pasal 8. (1) Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan di dalam tambang, lobang di dalam tanah atau tempat lain untuk mengambil logam dan bahan-bahan lain dari dalam tanah. (2) Larangan tersebut dalam ayat (1) tidak berlaku terhadap kepada orang wanita, yang

berhubung dengan pekerjaannya kadang-kadang harus turun di bagian-bagian tambang di bawah tanah dan tidak menjalankan pekerjaan tangan. Pasal 9. (1) Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan atau keselamatannya, demikian pula pekerjaan yang menurut sifat, tempat dan keadaannya berbahaya bagi kesusilaannya. (2) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan pekerjaan yang termaksud dalam ayat 1. BAGIAN IV. TENTANG WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT. Pasal 10. (1) Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan dijalankan pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh, waktu kerja tidak boleh lebih dari 6 jam sehari dan 35 jam seminggu. (2) Setelah buruh menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus menerus harus diadakan waktu istirahat yang sedikitsedikitnya setengah jam lamanya; waktu istirahat itu tidak termasuk jam bekerja termaksud dalam ayat (1). (3) Tiap-tiap minggu harus diadakan sedikit-sedikitnya satu hari istirahat. (4) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh termaksud dalam ayat (1). (5) Dalam Peraturan Pemerintah dapat pula diadakan aturanaturan lebih lanjut tentang waktu kerja dan waktu istirahat untuk pekerjaan-pekerjaan atau perusahaanperusahaan yang tertentu yang dipandang perlu untuk menjaga kesehatan dan keselamatan buruh. Pasal 11. Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan pada hari-hari raya, yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, kecuali jikalau pekerjaan itu menurut sifatnya harus dijalankan terus pada hari-hari raya itu. Pasal 12. (1) Dalam hal-hal, dimana pada suatu waktu atau biasanya pada tiap-tiap waktu atau dalam masa yang tertentu ada pekerjaan yang bertimbun-timbun yang harus lekas diselesaikan, boleh dijalankan pekerjaan dengan menyimpang dari yang ditetapkan dalam pasal 10 dan 11, akan tetapi waktu kerja itu tidak boleh lebih dari 54 jam seminggu. Aturan ini tidak berlaku terhadap pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh. (2) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan hal-hal termaksud dalam ayat (1) beserta syarat-syarat untuk menjaga kesehatan dan keselamatan buruh. Pasal 13. (1) Buruh Wanita tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haidh;

(2) Buruh Wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung. (3) Waktu istirahat sebelum saat buruh wanita menurut perhitungan akan melahirkan anak, dapat diperpanjang sampai selama-lamanya tiga bulan jikalau didalam suatu keterangan dokter dinyatakan, bahwa hal itu perlu untuk menjaga kesehatannya. (4) Dengan tidak mengurangi yang telah ditetapkan dalam pasal 10 ayat (1) dan (2) buruh wanita yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusukan anaknya, jikalau hal itu harus dilakukan selama waktu-kerja. Pasal 14. (1) Selain waktu istirahat seperti tersebut dalam pasal 10 dan 13, buruh yang menjalankan pekerjaan untuk satu atau beberapa majikan dari satu organisasi harus diberi idzin untuk beristirahat sedikit-sedikitnya dua minggu tiap-tiap tahun. (2) Buruh yang telah bekerja 6 tahun berturut-turut pada suatu majikan atau beberapa majikan yang tergabung dalam satu organisasi mampunyai hak istirahat 3 bulan lamanya. Pasal 15. (1) Dengan tidak mengurangi yang telah ditetapkan dalam pasal 10 ayat (1) dan (2), buruh harus diberi kesempatan yang sepatutnya untuk menjalankan kewajiban menurut agamanya. (2) Pada hari 1 Mei buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja. BAGIAN V. TENTANG TEMPAT KERJA DAN PERUMAHAN BURUH. Pasal 16. (1) Tempat kerja dan perumahan buruh yang disediakan oleh majikan harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dan kebersihan. (2) Dalam Peraturan Pemerintah akan diadakan aturan-aturan yang lebih lanjut tentang syarat-syarat kesehatan yang dimaksudkan dalam ayat (1). (3) Pegawai-pegawai pengawasan perburuhan yang ditunjuk oleh Menteri yang diserahi urusan Perburuhan berhak untuk memberi perintah-perintah tentang penjagaan kebersihan dan kesehatan dalam tempat kerja dan perumahan buruh yang disediakan oleh majikan. BAGIAN VI. TENTANG TANGGUNG JAWAB. Pasal 17. (1) Majikan berwajib menjaga supaya aturan-aturan dalam Undang-undang ini dan dalam Peraturan-peraturan Pemerintah yang dikeluarkan berhubung dengan undang-undang ini, demikian juga perintah-perintah yang diberikan oleh pegawai-pegawai pengawasan perburuhan termaksud dalam pasal 16 ayat (5) di-indahkan. (2) Kewajiban termaksud dalam ayat (1) ada juga pada pegawai-pegawai majikan yang mengawasi pekerjaan dan yang diserahi dengan tegas oleh majikan untuk menjaga, bahwa

aturan-aturan dan perintah-perintah termaksud dalam ayat (1) di-indahkan. BAGIAN VII. ATURAN HUKUMAN. Pasal 18. (1) Majikan dan pegawai yang mengawasi termaksud dalam pasal 17 yang tidak memenuhi kewajibannya, termaksud dalam pasal 17 ayat (1) dihukum dengan hukuman-kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya lima ratus rupiyah. (2) Jikalau pelanggaran itu terjadi didalam waktu dua tahun semenjak yang melanggar dikenakan hukuman yang tidak dapat dirubah lagi, karena pelanggaran yang sama, maka dapat dijatuhkan hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah. (3) Hal-hal yang dapat dikenakan hukuman menurut pasal ini dianggap sebagai pelanggaran. Pasal 19. (1) Jikalau majikan suatu badan hukum, maka tuntutan dan hukuman dijalankan terhadap pengurus badan hukum itu. (2) Jikalau pengurus badan hukum itu diserahkan kepada badan hukum lain, maka tuntutan dan hukuman dijalankan terhadap kepada pengurus badan hukum yang mengurus. BAGIAN VIII. TENTANG MENGUSUT PELANGGARAN. Pasal 20. Selain dari pada pegawai-pegawai yang berkewajiban mengusut pelanggaran pada umumnya, pegawai-pegawai pengawasan perburuhan dan orang-orang lain yang menurut Undangundang ditunjuk dan diberi kekuasaan untuk itu, kecuali diwajibkan untuk menjaga dan membantu supaya aturan-aturan dalam Undang-undang ini dan dalam peraturan-peraturan Pemerintah yang dikeluarkan berhubung dengan Undang-undang ini serta perintah-perintah termaksud dalam pasal 16 ayat (3) dijalankan, diwajibkan juga untuk mengusut pelanggaran. BAGIAN IX. ATURAN TAMBAHAN. Pasal 21. (1) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan saat mulai berlakunya Undang-undang ini, demikian juga akan diatur berangsur-angsur berlakunya Undang-undang ini terhadap pekerjaan atau macam pekerjaan yang tertentu untuk seluruh atau sebagian dari aturan-aturan dalam Undangundang ini. (2) Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dalam ayat (1) dapat juga diadakan aturan-aturan peralihan. Pasal 22.

Undang-undang ini disebut "Undang-undang Kerja tahun 1948". biasa. Agar Undang-undang ini diketahui oleh umum diperintahkan, supaya diumumkan secara Ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 20 April 1948. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Menteri Kehakiman, Diumumkan pada tanggal 15 April 1948. Sekretaris Negara, SOESANTO TIRTOPRODJO. A.G. PRINGGODIGDO. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1948 Pemerintah yang khusus ditunjuk dalam Undang-undang ini. Undang-undang yang khusus sudah barang tentu akan memuat aturan-aturan yang lebih lanjut yang mungkin berbeda dari aturan-aturan dalam Undang-undang yang umum ini. Maka dalam hal itu aturan yang khusus yang berlaku (lex specialis derogat generali). Undang-undang pokok ini dimaksudkan pula sebagai suatu pernyataan (declaratoir) politik sosial negara kita yang mengenai pekerjaan buruh untuk menjamin pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi buruh, selaras dengan pasal 27, ayat (2) Undang-undang Dasar. Undang-undang ini akan merupakan pedoman buat masyarakat pada umumnya dan butuh dan majikan pada khususnya. Keadaan-keadaan dalam perburuhan yang hendak dilaksanakan oleh Undang-undang ini pada umumnya baru bagi buruh Indonesia. Beberapa aturan yang kelihatannya merugikan buruh, misalnya larangan pekerjaan anak, akan berakibat, bahwa anak tidak lagi dapat mencari nafkah sendiri untuk meringankan beban hidup orang tuanya. Mungkin sekali larangan pekerjaan anak akan menimbulkan salah faham diantara buruh yang terkena. Bagi majikan Undang-undang ini membawa beberapa akibat, yang mengenai keuangannya dan peraturan kerja. Maka pada permulaan perlu sekali diadakan penerangan kepada buruh dan majikan agar mereka insyaf akan maksud Undang-undang ini dan mudah menyesuaikan diri kepadanya. Walaupun demikian, dalam masa peralihan mungkin masih timbul beberapa kesukaran dalam perburuhan dan perusahaan karena berlakunnya Undang-undang ini, misalnya dalam hal-hal buruh anak harus diganti oleh buruh dewasa. Kesukaran-kesukaran itu dapat dihindarkan. Kesukaran-kesurakan tidak menimbulkan keragu-raguan untuk mengadakan Undang-undang ini. Hanya perlu diusahakan untuk mengurangi kesukaran-kesukaran itu. Untuk maksud ini diadakan pasal 21. Dalam peraturan Pemerintah, yang lebih lemas dan mudah dirubah dari pada

Undang-undang, akan ditetapkan saat mulai berlakunya Undang-undang ini. Demikian juga akan diatur dengan berangsur-angsur untuk pekerjaan atau macam pekerjaan yang tertentu, baik untuk seluruh, ataupun untuk sebagian dari aturan-aturan dalam Undang-undang ini. Selain dari pada itu menurut pasal 22 ayat (2) dapat diadakan aturan-aturan peralihan. Selanjutnya Undang-undang ini akan dijalankan dengan penuh kebijaksanaan, sehingga maksudnya dapat dilaksanakan sebaik-baiknya. Undang-undang ini bersifat hukum umum (publiek rechtelijk) dengan sangsi hukuman karena : Pertama : Aturan-aturan yang termuat didalamnya bukan bermaksud melindungi kepentingan seseorang saja, melainkan bersifat aturan masyarakat. Kedua : Buruh Indonesia pada umumnya belum mempunyai pengertian atau kemampuan untuk melindungi hak-haknya sendiri. Berhubung dengan itu maka negaralah yang harus menjaga bahwa aturan-aturan dalam Undang-undang ini dijalankan. Dalam pada itu sangsi hukuman perlu diadakan. Dengan adanya ancaman hukuman ini, akan dicapai pula paksaan rohani dan pengaruh mendidik dari Undang-undang ini terhadap yang berkepentingan. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL : Pasal 1. Ayat (1) Yang diatur dalam Undang-undang ini ialah pekerjaan yang dijalankan oleh buruh untuk majikan dalam suatu hubungan kerja dengan menerima upah. Maka yang penting ialah syarat, bahwa harus ada suatu hubungan kerja yang "zakelijk". Dalam arti kata upah tidak hanya termaktub upah dengan uang, melainkan juga upah dengan barang atau perbuatan imbangan, dan bentuk-bentuk upah lainnya. Berhubungan dengan itu misalnya tidak dikenakan oleh, Undang-undang ini : pekerjaan yang dijalankan oleh pelajar-pelajar sekolah pertukangan yang bersifat pendidikan, pekerjaan yang dijalankan oleh seseorang untuk diri sendiri atau perusahaannya sendiri, pekerjaan yang dijalankan oleh seorang anak untuk orang tuanya, oleh seorang isteri untuk suaminya, pekerjaan yang dijalankan oleh anggauta-anggauta sekeluarga untuk perusahaan keluarga itu dan pekerjaan yang dijalankan oleh seorang untuk tetangganya atas dasar tolong menolong menurut ada kebiasaan. Dalam pasal ini diadakan 3 golongan orang. Orang dewasa : yaitu orang laki-laki maupun perempuan, yang berumur 18 tahun keatas. Orang muda : yaitu orang laki-laki maupun perempuan, yang berumur lebih dari 14 tahun tetapi kurang dari 18 tahun. Dalam umur itu kemungkinan kemajuan badan dan kecerdasan sedang berkembang. Berhubung dengan itu, perlu diadakan pembatasan kerja yang mengenai buruh muda, untuk menjaga jangan sampai kemungkinan kemajuan itu terhalang. Anak : ialah orang laki-laki maupun perempuan, yang berumur 14 tahun kebawah. Penetapan batas umur ini berhubungan dengan larangan pekerjaan anak. Keadaan badan anak umumnya masih lemah. Dipandang dari sudut pendidikan anak masih harus bersekolah sampai umum 14 tahun, yang kira-kira sampai sekolah menengah atau sekolah kepandaian istimewa 2 atau 3 tahun sesudahnya keluar dari sekolah rendah. Dalam penetapan batas

umur dan larangan pekerjaan anak terkandung cita-cita, bahwa anak-anak kita umumnya sekurang-kurangnya harus berpendidikan rendah ditambah dengan 2 atau 3 tahun sekolah menengah atau sekolah kepandaian istimewa. Batas umur 14 tahun ini ialah sama dengan yang telah ditetapkan dalam Converentie internasional. Undang-undang dari Pemerintah Hindia Belanda dulu mengambil sebagai batas umur 12 tahun untuk larangan pekerjaan anak. Undang-undang kerja ini dapat dikatakan amat maju dalam hal itu. Ayat (2) Dalam Undang-undang ini dianggap tidak perlu ditegaskan arti kata majikan, ialah umumnya tiap-tiap orang pemberi pekerjaan (werkgever). Yang dianggap penting yalah, perluasan arti yang termaktub dalam ayat ini berhubung dengan tanggung jawab tentang berlakunya Undang-undang ini termaksud dalam pasal 17. Ayat (3) Perluasan arti perusahaan dengan sifat umum yang dimaksudkan dengan Undang-undang ini. Pasal 2. Ayat (1) Larangan pekerjaan anak didasarkan atas maksud untuk menjaga kesehatan dan pendidikannya. Badan anak masih lemah untuk menjalankan pekerjaan apalagi yang berat. Pekerjaan yang ringanpun merugikan kemungkinan kemajuan kecerdasan anak, karena pekerjaan, apalagi yang sifatnya routine, menyebabkan tumpulnya kecerdasan anak. Selain dari pada itu larangan pekerjaan anak dihubungkan dengan kewajiban belajarbagi anak-anak sekarang di Indonesia belum ada kewajiban belajar. Maksudnya bersama-sama dengan larangan pekerjaan anak diadakan tempat pendidikan yang cukup bagi anak. Pasal 3. anak. Pasal ini memudahkan soal bukti dalam menuntut pelanggaran larangan pekerjaan Pasal 4, 5 dan 6. Pasal-pasal ini membatasi pekerjaan orang muda dengan melarang pekerjaan orang muda yang mudah merusak atau berbahaya bagi kesehatannya. Orang muda masih harus mengembangkan kemungkinan kemajuannya, jasmani dan rohani. Dalam pasal 4 ayat (2) dan (3) diatas hal-hal yang dapat dikecualikan dari larangan pekerjaan orang muda pada malam hari. Pasal 7, 8 dan 9. Pasal 10. Pasal-pasal ini membatasi pekerjaan orang wanita atas pertimbangan, bahwa wanita itu lemah badannya untuk menjaga kesehatan dan kesusilaannya. Dikecualikan dari larangan pekerjaan wanita pada malam hari, pekerjaan yang menurut sifat, tempat dan keadaan seharusnya dijalankan oleh orang wanita, misalnya pekerjaan dalam rumah sakit.

Pasal 11. Pasal 12. Dalam pasal ini ditetapkan waktu kerja maximum dan waktu istirahat. Jikalau kita mengingat masa pembangunan negara yang kita hadapi, dan ternyata mempergunakan pekerjaan buruh dinegeri kita yang pada umumnya belum rasionil, maka penetapan waktu kerja dan istirahat tadi menggambarkan dengan cukup jelas maksud pemerintah untuk mempertinggi derajat penghidupan dan kecerdasan buruh. Dalam pasal ini ditetapkan bahwa pada hari-hari raya yang akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan. Maksudnya : ialah, bahwa buruh sepatutnya mendapat kesempatan juga untuk merayakan hari raya itu. Kekecualian dalam pasal ini mengenai misalnya: pekerjaan dalam perusahaan kereta-api, perusahaan pengangkutan lain, yang karena sifatnya harus berjalan terus. Pasal ini merupakan kekecualian terhadap penetapan jam kerja, waktu istirahat dan hari libur dalam pasal 10 dan 11, yaitu mengatur hal-hal dimana buruh terpaksa bekerja terus untuk menghindarkan kekacauan atau gangguan dalam productie atau administrasi. Itupun masih dengan pembatasan waktu kerja sampai 54 jam seminggu. Pekerjaan itu memang berat, akan tetapi oleh karena tidak selalu dipergunakan dan biasanya hanya mengenai pekerjaan masa (seizoensarbeid) maka dalam prakteknya aturan ini tidak akan membawa akibat yang merugikan kesehatan buruh. Syarat-syarat untuk menjaga kesehatan dan keselamatan buruh akan ditetapkan dalam peraturan Pemerintah misalnya yang mengenai cara kerja giliran; pembatasan lamanya waktu kerja masa dan lain sebagainya. Pasal 13. Pasal ini menjamin waktu istirahat bagi buruh wanita pada waktu haidh dan pada waktu sebelum dan sesudahnya melahirkan anak untuk menjaga kesehatan dan keselamatan buruh wanita dan anaknya Pemerintah bermaksud akan menetapkan dalam Undang-undang lainnya, bahwa buruh wanita tadi selama waktu istirahat itu tetap menerima upahnya penuh. Dalam aturan ayat (4) terkandung maksud Pemerintah untuk menjamin kesempatan bagi buruh untuk menjalankan kewajibannya terhadap anaknya. Dipikirkan juga oleh Pemerintah misalnya kemungkinan mengadakan tempat penitipan dan pemeliharaan anak-anak buruh wanita. Pasal 14. Pasal ini mengharuskan waktu istirahat tahunan selama dua minggu. Buruh kita seharusnya diberi kesempatan untuk beristirahat yang akan dipergunakan untuk menengok kaum keluarga atau untuk mengadakan perjalanan peninjauan dengan maksud untuk menyegarkan badan dan pikiran serta meluaskan pemandangan. Dalam hal ini dipikirkan kemung- kinan mengadakan tempat-tempat istirahat dan peninjauan bagi buruh. Aturan dalam ayat (2) antara lain ditujukan kepada buruh yang bekerja dikepulauan lain dari pada asalnya. Pasal 15. Ayat (1) dari pasal ini menjamin kesempatan bagi buruh untuk menjalankan

Pasal 16. Pasal 17. Pasal 18. Pasal 19. Pasal 20. Pasal 21. kewajiban menurut agamanya. Aturan dalam ayat (2) ini memberikan kesempatan bagi buruh untuk merayakan kemenangannya. Pasal ini memuat aturan pangkal untuk aturan-aturan yang lebih khusus tentang tempat kerja dan perumahan buruh yang disediakan oleh majikan. Aturan-aturan selanjutnya yang khusus akan dikeluarkan dalam Peraturan Pemerintah. Menurut ayat (3) pegawai pengawasan perburuhan yang ditunjuk oleh Menteri yang diserahi urusan Perburuhan berhak untuk memberi perintah-perintah tentang penjagaan kebersihan dan kesehatan dalam tempat kerja dan perusahaan buruh yang disediakan oleh majikan. Pasal ini menetapkan siapa yang bertanggung jawab, bahwa aturan-aturan dalam Undang-undang ini, dalam peraturan-peraturan dan perintah-perintah termaksud dalam pasal 16 ayat (3) di-indahkan. Jikalau majikan memenuhi kewajibannya, niscaya tidak akan dijalankan pekerjaan yang bertentangan dengan aturan-aturan itu. Pasal ini memuat aturan-aturan hukuman. Hal-hal yang dikenakan hukuman menurut Undang-undang ini dianggap sebagai pelanggaran. Ancaman hukuman agak berat berhubung dengan pentingnya tujuan Undangundang ini dan terbelakangnya perburuhan dan buruh di negeri ini. Pasal ini memberi peraturan tentang penuntutan dan penghukuman, jika majikan itu suatu badan hukum. Menyebut pegawai-pegawai yang khusus diwajibkan mengusut pelanggaran aturan-aturan kerja dalam dan berhubung dengan Undang-undang ini. Untuk menjamin supaya Undang-undang ini berlaku selekas-lekasnya dan untuk menghindarkan kesulitankesulitan berhubung dengan keadaan sekarang, maka diadakan macam-macam kemungkinan tentang cara menetapkan berlakunya. Dalam Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan, bahwa Undang-undang ini berlaku berangsur-angsur untuk pekerjaan atau macam pekerjaan yang tertentu. Peraturan Pemerintah dapat juga menetapkan, bahwa aturan-aturan dalam Undang-undang ini dapat berlaku sebagian atau seluruhnya. Cara yang ketiga ialah mengadakan aturanaturan peralihan untuk mempermudah berlakunya Undang-undang ini dengan mempersiapkan keadaan. Dengan sendirinya usaha persiapan dan peralihan ini memerlukan kebijaksanaan

yang sungguhsungguh. Maka dari itu kewajiban ini diserahkan kepada Peraturan Pemerintah yang dengan cara yang lebih "lemas" dapat mengatasi kesulitan-kesulitan.