PEMETAAN LOKASI KEBAKARAN BERDASARKAN PRINSIP SEGITIGA API PADA INDUSTRI TEXTILE

dokumen-dokumen yang mirip
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

K3 KEBAKARAN. Pelatihan AK3 Umum

Sistem Pencegahan dan. Kebakaran. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000).

2. Pengantar Pengetahuan Tentang Api SUBSTANSI MATERI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya, hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur. Sedangkan secara

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau

Pasal 9 ayat (3),mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan latihan penanggulangan kebakaran

PROSES REAKSI TERJADINYA API

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Proteksi Bahaya Kebakaran Kebakaran Kuliah 11

BAB III LANDASAN TEORI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 4 TAHUN TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

4. Pencegahan Dan Perlindungan Kebakaran SUBSTANSI MATERI

128 Universitas Indonesia

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA No. : KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA

BAB 1 PENDAHULUAN. penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun

1. Pengertian Perubahan Materi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

EVALUASI SISTEM PENCEGAHAN KEBAKARAN DAN EVAKUASI PADA BANGUNAN ADMINISTRASI TINJAUAN TERHADAP BEBAN API

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

LAPORAN PRAKTIKUM SPPK ALAT PEMADAM API RINGAN

BAB I PENDAHULUAN. maupun dunia industri, dapat menimbulkan kecelakaan bagi manusia dan

IDENTIFIKASI TINGKAT KEANDALAN ELEMEN-ELEMEN PENANGGULANGAN BENCANA KEBAKARAN GEDUNG PD PASAR JAYA DI DKI JAKARTA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I No.KEP.186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DITEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.

189. Setiap kuantitas yang lebih besar dari 50 liter harus dihapus dari ruang ketika tidak digunakan dan disimpan di toko yang dirancang dengan baik

MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN PADA KAPAL PENUMPANG MELALUI UPAYA PERANCANGAN DETEKTOR

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang sehat melalui pelayanan kesehatan yang bermutu dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri di Indonesia

SANITASI DAN KEAMANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAMPANYE ANTISIPASI KEBAKARAN DI PEMUKIMAN PADAT

BAB 1 : PENDAHULUAN. potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga

ANALISIS TIGA FAKTOR DOMINAN SISTEM PROTEKSI AKTIF DAN PASIF SERTA SISTEM TANGGAP DARURAT KEBAKARAN DI GEDUNG VOKASI UI TAHUN 2013

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO. KEP. 186/MEN/1999 TENTANG UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

PEMBELAJARAN VIII PEMADAMAN KEBAKARAN

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 : PENDAHULUAN. sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN AIR HEATER TANPA SIRIP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ari Wibisono

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, sektor industri mengalami perkembangan pesat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

APA ITU GLOBAL WARMING???

UNIVERSITAS GADJAH MADA PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

SOP KEAMANAN, KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Keselamatan dan kesehatan

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kelembagaan Penanggulangan Kebakaran di PPS Nizam Zachman Jakarta. Bagian Tata Usaha. Bidang Tata Operasional

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam

STANDARD OPERATING PROCEDURS (SOP) PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN SERTA PENYELAMATAN DIRI

PENGENDALIAN BAHAYA KEBAKARAN MELALUI OPTIMALISASI TATA KELOLA LAHAN KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH PERKOTAAN

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN MENGGUNAKAN AIR HEATER YANG DIPASANG DIDINDING BELAKANG TUNGKU

Keselamatan Kerja Bidang Kebakaran Pada Fasilitas Hotel

RESUME PENGAWASAN K3 PESAWAT UAP DAN BEJANA TEKAN

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

SIFAT-SIFAT BENDA. A.Sifat-Sifat Benda Padat, Cair, dan Gas

Spark Ignition Engine

Keselamatan Kerja di Laboratorium

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO

Jenis - Jenis Detonator PT. Dahana, Orica, DNX, dan MNK

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM

Cara Membuat Alat Untuk Membakar Sekam Padi (Cerobong)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEBAKARAN DAN ALAT PEMADAM API. Regina Tutik Padmaningrum Jurdik Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

ESSER PENJELASAN TEHNIS TEHNOLOGY FIRE ALARM SYSTEM PERIODE MARET 2013 BANDARA JUANDA SURABAYA. Fire Alarm System

BAB III PROSES PEMBAKARAN

Berbagai Bentuk Energi dan Penggunaannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyelenggaraan pendidikan dan keselamatan kerja di lembaga

BAB I PENDAHULUAN. tidak diperlukan lagi. Pengelolaan sampah merupakan kegiatan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. 1. UU Presiden RI Kegiatan Pokok RKP 2009: b. Pengembangan Material Baru dan Nano Teknologi

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Artificial Photosynthesis : Energi Masa Depan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM KONVEKSI PADA ZAT CAIR

Manajemen Industri Perikanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. PLTU adalah jenis pembangkit listrik tenaga termal yang banyak digunakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan,

MENGAMATI ARUS KONVEKSI, MEMBANDINGKAN ENERGI PANAS BENDA, PENYEBAB KENAIKAN SUHU BENDA DAN PENGUAPAN

KONDISI GEDUNG WET PAINT PRODUCTION

TUGAS AKHIR EVALUASI EMERGENCY RESPONSE PLAN DAN ALAT PEMADAM API RINGAN PADA PT. PHILIPS INDONESIA ADHITYA NUGROHO

PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN ALAT PEMADAM API RINGAN (APAR)

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

BAB II PIRANTI INPUT DAN OUTPUT. Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

BAB I MOTOR PEMBAKARAN

Transkripsi:

PEMETAAN LOKASI KEBAKARAN BERDASARKAN PRINSIP SEGITIGA API PADA INDUSTRI TEXTILE Kelvin, Pram Eliyah Yuliana, dan Sri Rahayu Teknik Industri Sekolah Tinggi Teknik Surabaya kelvin@stts.edu, pram@stts.edu, dan rahayu@stts.edu ABSTRAK Industri textile merupakan industri yang rentan terhadap terjadinya kebakaran karena bahan baku dari industri tersebut adalah kapas yang kemudian diolah menjadi benang bahkan kain. Apalagi saat ini industri textile menggunakan mesin otomatis yang beroperasi hingga 24 jam dengan sumber energi utama adalah listrik. Untuk menghindari terjadinya kebakaran, maka perlu dilakukan pemetaan lokasi kebakaran dengan menggunakan prinsip segitiga api. Karena penyebab kebakaran pada industri textile adalah terutama berasal dari bahan bakar yang berasal dari bahan baku (benang, plastik, alluminium, kertas, oil treathment), sumber panas (listrik) dan Oksigen. Area produksi yang ada akan dibagi terlebih dahulu berdasarkan kemungkinan titik nyala api kemudian dibandingkan dengan standard selisih titik nyala pada bahan yang digunakan dan dilakukan pembobotan untuk mengetahui prioritas lokasi kebakaran pada area tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada departmen spinning multifold, maka 5 (lima) lokasi kebakaran tertinggi adalah area A, B, G, F dan K. Kata kunci: Segitiga Api, Bahan Baku, Sumber Panas, Oksigen, Titik Nyala Api ABSTRACT Textile industry is an industry that is susceptible to fires because the raw material of the industry is cotton which is processed into yarn and even fabric. Moreover, the textile industry is currently using automated machines that operate up to 24 hours with the main energy source is electricity. To prevent fire, it is necessary to map the location of the fire by using triangle of fire principles. Because the cause of the fire in the textile industry is mainly from fuel derived from raw material (yarn, plastic, alluminum, paper, oil treathment), the heat source (electricity) and Oxygen. Existing production area will be divided in advance based on the possibility of point flame is then compared with a standard flash point difference in the materials used and weighted to determine the priority of the fire in the area. Based on research conducted in the spinning department multifold, then 5 (five) is the highest fire location areas A, B, G, F and K. Keywords: Triangle of Fire, Raw Material, Heat Source, Oxygen, Flash Point 36

I. PENDAHULUAN Kebakaran adalah suatu kejadian yang sangat tidak diharapkan oleh semua pihak karena kebakaran bukan hanya menyebabkan kerugian material tetapi juga kerugian nonmaterial. Kebakaran dapat terjadi setiap saat. Penyebab kebakaran di area industri pada dasarnya disebabkan oleh beberapa hal diantaranya faktor manusia bisa berupa kelalaian, faktor teknis bisa berupa konsleting listrik dan faktor alam berupa petir ataupun bencana alam. Menurut kepala area komite nasional untuk keselamatan listrik (Konsuil) batam, Burhanuddin Nur (2013) bahwa kebakaran itu disebabkan karena penggunaan ekstension atau daya yang berlebihan sehingga memicu terjadinya arus pendek. Selain itu, bisa juga karena kualitas kabel yang rendah dan tidak memenuhi standar serta harus mengecek kelayakan instalasi listrik setiap 10 tahun untuk mencegah terjadinya arus pendek. Perusahaan textile adalah salah satu perusahaan yang rentan sekali mengalami kebakaran. Bahan baku yang digunakan dalam perusahaan textile berupa benang single, kertas, plastik, kayu, aluminium dan oil treathment. Energi yang digunakan adalah listrik untuk penggerak mesin, lampu dan AC. Untuk mencegah/mengurangi terjadinya kebakaran maka perlu diketahui tentang bahan baku yang menyebabkan kebakaran dan area mana yang memiliki resiko kebakaran serta arah atau jalur rambat api ke area lainnya. II. PENYEBAB KEAKARAN DAN PEMETAAN LOKASI KEBAKARAN 2.1 Triangle of Fire (Segitiga Api) Menurut National Fire Protection Association (NFPA, 1992) adalah suatu peristiwa oksidasi yang melibatkan tiga unsur yaitu bahan bakar, oksigen dan sumber energi atau sumber panas yang mengakibatkan timbulnya kerugian harta benda, cidera bahkan kematian. Sedangkan menurut PerMen PU No.26/PRT/M/2008 bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak awal kebakaran hingga penjalaran api yang menimbulkan asap dan gas. Suatu kebakaran dapat terjadi karena adanya tiga unsur yaitu bahan bakar (fuel), oksigen dan sumber panas (ignisi). Panas sangat penting untuk nyala api tetapi jika api telah timbul dengan sendirinya maka menimbulkan panas untuk tetap menyala (ILO, 1992). Soehatman Ramli menjelaskan bahwa api tidak terjadi begitu saja tetapi merupakan suatu proses kimiawi antara uap bahan bakar dengan oksigen dan bantuan panas. Teori ini dikenal dengan segitiga api (fire triangle). Menurut teori ini kebakaran terjadi karena adanya tiga faktor yang menjadi unsur api yaitu: 1. Bahan bakar (Fuel), yaitu unsur bahan bakar baik padat, cair dan gas yang dapat terbakar yang bercampur dengan oksigen dari udara. 2. Sumber panas (Heat), yaitu menjadi pemicu kebakaran dengan energi yang cukup untuk menyalakan campuran antara bahan bakar dan oksigen dari udara. 3. Oksigen, terkandung dalam udara. Tanpa adanya udara atau oksigen, maka proses kebakaran tidak dapat terjadi. Kebakaran dapat terjadi jika ketiga unsur api tersebut saling bereaksi satu dengan yang lainnya. Tanpa adanya salah satu unsur tersebut, api tidak dapat terjadi. 37

Gambar 1. Triangle of Fire 1. Bahan bakar, terdiri dari: a. Bahan bakar padat (contoh: serat, kayu, plastik, kertas, partikel logam, dll) b. Bahan bakar cair (contoh: solar, bensin, minyak tanah, tiner, dll) c. Bahan bakar gas (contoh: hydrogen, propane, dll) 2. Sumber panas atau ignisi, selain berasal dari mesin dapat pula berasal dari (Dinas Kebakaran DKI Jakarta, 1994): a. Api terbuka (Open Flame) b. Sinar matahari (Sun Light) c. Energi mekanik d. Kompersi (Compression) e. Listrik (Electric) f. Panas berpindah (Heat Transfer) 3. Oksigen, kadar oksigen yang terdapat di udara bebas sebesar 21%. Sifat mudah terbakarnya suatu benda atau bahan biasanya dinyatakan dengan titik nyala (flash point). a. Titik nyala (Flashpoint) Yaitu temperature terendah dari suatu bahan untuk dapat diubah bentuk menjadi uap, dan akan menyala bila tersentuh api (menyala sekejap). Makin rendah titik nyala suatu bahan, maka bahan tersebut akan makin mudah terbakar dan sebaliknya. b. Fire Point (Titik Bakar) Adalah suhu terendah dimana cairan bahan bakar memberikan cukup uap yang bercampur dengan udara membentuk campuran dapat terbakar yang akan terbakar terus-menerus setelah diberikan nyala api (pembakaran yang kontinyu). Titik bakar biasanya beberapa derajat lebih tinggi diatas titik nyala. c. Suhu Penyalaan Sendiri (Auto Ignition Temperatur) Titik penyalaan spontan / otomatis atau Auto Ignation Temperature atau Spontaneous Combustion adalah suhu dimana uap yang diberikan oleh bahan bakar telah bercampur dengan udara dapat terbakar dengan sendirinya tanpa adanya sumber panas dari luar. d. Flammable Condition Adalah campuran bahan bakar dan udara pada ratio perbandingan yang mudah terbakar. Suatu gas/uap bahan bakar dalam campurannya dengan udara akan dapat terbakar (pada flammable rangenya) yaitu pada daerah bisa terbakar. 38

2.2 Penyebab Terjadinya Kebakaran Sedangkan menurut Depnaker, 1978 penyebab terjadinya kebakaran bersumber pada tiga faktor, yaitu faktor manusia, teknis dan alam, antaralain: 1. Faktor manusia sebagai faktor penyebab kebakaran, antara lain: a. Faktor pekerja o Tidak mau atau kurang mengetahui prinsip dasar pencegahan kebakaran. o Menempatkan barang atau menyusun barang yang mudah terbakar tanpa menghiraukan norma-norma pencegahan kebakaran. o Pemakaian tenaga listrik yang berlebihan. o Kurang memiliki rasa tanggung jawab atau adanya unsur kesengajaan. b. Faktor pengelola o Sikap pengelola yang tidak memperhatikan keselamatan kerja. Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan pekerja. o Sistem dan prosedur kerja yang tidak diterapkan dengan baik terutama dalam kegiatan penentuan bahaya dan penerangan bahaya. o Tidak adanya standar atau kode yang dapat diandalkan. c. Faktor teknis o Melalui proses fisik atau mekanis seperti timbulnya panas akibat kenaikan suhu atau timbulnya api terbuka. o Melalui proses kimia yaitu terjadinya suatu pengangkutan, penyimpanan, penanganan barang atau bahan kimia berbahaya tanpa memperhatikan petunjuk yang telah ada. o Melalui tenaga listrik karena hubungan arus pendek sehingga menimbulkan panas atau bunga api dan dapat menyalakan atau membakar komponen lain. d. Faktor Alam Petir adalah salah satu penyebab adanya kebakaran hutan dan juga perumahan yang dilalui oleh lahar panas. 2.2.1 Klasifikasi Sumber Api Adapun klasifikasi api menurut sumbernya (Goetsch, 2005): o Api kelas A: berasal dari benda padat seperti kayu, kapas, plastik, kertas, kain, dll. o Api kelas B: berasal dari benda gas dan cair. o Api kelas C: berasal dari listrik (arus pendek). o Api kelas D: berasal dari logam yang mudah terbakar misalnya: magnesium, aluminium, dll. o Kategori lainnya merupakan oksidasi yang berasal dari tempat-tempat penampungan seperti: hydrogen peroksida, asam nitrit, dll. 2.2.2 Klasifikasi Kebakaran Klasifikasi kebakaran menurut keputusan menteri tenaga kerja RI No.KEP- 186/MEN/1999, dikategorikan menjadi: a. Bahaya kebakaran berat Jenis kebakaran berat adalah jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi, penyimpanan cairan yang mudah terbakar, serat atau bahan lain yang apabila terbakar apinya cepat membesar dan melepaskan panas tinggi sehingga menjalarnya api menjadi cepat. Contohnya: pabrik kimia dengan kemudahan 39

terbakar tinggi, pabrik kembang api, pabrik korek api, pabrik bahan peledak, pemintalan benang dan kain, dll. b. Bahaya kebakaran sedang 1. Bahaya kebakaran sedang I adalah jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar tinggi tidak lebih dari 2,5m. Apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api menjadi sedang. Contohnya: pabrik minuman, pabrik permata, pabrik gelas, pabrik roti, dll. 2. Bahaya kebakaran sedang II adalah jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4m dan apabila terjadi kebakaran sedang, sehingga menjalarnya api menjadi sedang. Contohnya: penggilingan padi, pabrik tembakau, pabrik textile, perakitan motor, pabrik kimia, pertokoan (<50 karyawan), dll. 3. Kebakaran sedang III adalah jenis hunian yang memiliki jumlah dan kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas tinggi sehingga menjalarnya api menjadi cepat. Contohnya: pabrik permadani, pabrik lilin, pabrik plastik, pabrik pesawat terbang, pertokoan (>50 karyawan), dll. c. Bahaya kebakaran ringan Bahaya kebakaran ringan adalah jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar rendah. Apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah sehingga menjalarnya api menjadi lambat. Contohnya: tempat ibadah, gedung/perkantoran, perhotelan, rumah sakit, dll. III. PEMETAAN LOKASI KEBAKARAN Pada saat ingin melakukan pemetaan lokasi kebakaran pada industri textile, maka harus memperoleh data pada semua departmen yang ada pada industri ini. Salah satunya adalah departmen Spinning Multifold (pemintalan benang rangkap lebih dari dua) adalah sebagai berikut: - Data volume bahan bakar. - Data volume sumber panas. - Data mesin yang digunakan. - Data lokasi/ luasan perusahaan. - Data titik nyala (flash point) setiap bahan bakar. Data tersebut merupakan data primer maupun sekunder yang didapatkan dari pengamatan langsung pada perusahaan serta melalui wawancara langsung dengan pihak yang terkait serta data masa lalu yang ada diperusahaan. Departemen spinning multifold yang menjadi obyek penelitian disini adalah salah satu departmen perusahaan textile di wilayah Surabaya yang memiliki luas 68,5 x 38,44 m. Pada pengukurannya dibagi menjadi 15 area dengan luasan 13,70 x 12,81 m tiap area. A = Area 1 D = Area 4 G = Area 7 J = Area 10 M = Area 13 B = Area 2 E = Area 5 H = Area 8 K = Area 11 N = Area 14 C = Area 3 F = Area 6 I = Area 9 L = Area 12 O = Area 15 40

Gambar 2. Layout Pembagian Area Departemen Spinning Multifold Pada pengukuran tiap-tiap area dibagi menjadi beberapa penyebab sumber api antara lain: bahan bakar, mesin produksi dan energi. Berikut ini merupakan data hasil pengukuran departemen spinning multifold. Tabel 1. Data Pengukuran Bahan Bakar Tiap Area Area Bahan bakar X1 X2 Area Bahan bakar X1 X2 Area 1 Benang 19,896 18,82 19,358 Area 7 Benang 164,252 166,529 165,3905 kayu 16,234 21,75 18,992 Kertas 16,796 16,796 16,796 Plastik 13,5 13,5 13,5 Area 8 Benang 50,982 56,832 53,907 Kertas 11,608 11,3 11,454 Plastik 1,17 0,78 0,975 Oil treathment 3,888 3,6 3,744 Area 9 Benang 13,006 15,98 14,493 Sampah benang 0,25 0,25 0,25 Area 10 Benang 5,204 7,11 6,157 Area 2 Benang 24,553 30,645 27,599 Area 11 Benang 258,033 270,09 264,0615 Kertas 19 19 19 Kertas 6,577 6,577 6,577 Plastik 3,724 3,724 3,724 plastik 1,17 1,2 1,185 Aluminium 0,147 0,147 0,147 Area 12 Benang 106,207 115,849 111,028 Kardus 4,415 4,5 4,4575 Area 13 Kertas 12,739 12,739 12,739 Oil treathment 3,071 3,071 3,071 Plastik 1,849 2 1,9245 Area 3 Benang 0,664 0,664 0,664 benang 48,986 45,99 47,488 Kertas 6 6 6 Area 14 Benang 29,03 31,6 30,315 Area 4 Benang 0,548 0,548 0,548 Area 15 Benang 51,48 48,006 49,743 Area 5 Kertas 0,092 0,092 0,092 Kertas 5,6 5,6 5,6 Benang 21,476 21,476 21,476 Area 6 Benang 138,644 120,87 129,757 Kertas 12,832 12,832 12,832 Kayu 6 6 6 Pengukuran dilakukan tiap area, volume dari masing-masing bahan bakar diperoleh dari hasil pengukuran luasan terbesar. Selain bahan bakar dan mesin produksi tiap-tiap area juga memiliki energi yang merupakan faktor penyebab kebakaran, Pengukuran energi dilakukan dengan instalasi listrik pada area (setiap area memiliki/terdapat instalasi listrik) dan energi mekaniknya merupakan kecepatan putar pada mesin yaitu 2000 Rpm. Data tersebut akan dibobotkan dengan menggunakan standard selisih titik nyala antar bahan bakar yang dibuat terlebih dahulu berdasarkan pengamatan yang dilakukan. Data standard selisih titik nyala adalah sebagai berikut: 41

Tabel 2. Standard Selisih Titik Nyala Pada Bahan Nilai Rentang 1 0 2 1-50 3 51-100 4 101-150 5 151-200 6 201-250 7 251-300 8 301-350 9 >351 Dari standard tersebut maka diperoleh perbandingan titik nyala tiap-tiap bahan bakar adalah: titik nyala bahan cair oil treathment 4 kali lebih besar dibandingkan bahan benang, 2 kali lebih besar dibandingkan bahan kertas, 3 kali lebih besar dibandingkan plastik, 3 kali lebih besar dibandingkan bahan kayu, dan 9 kali lebih besar dibandingkan bahan aluminium. Titik nyala bahan kertas 5 kali lebih besar dibandingkan bahan benang, 4 kali lebih besar dibandingkan bahan plastik, 2 kali lebih besar dibandingkan bahan kayu dan 8 kali lebih besar dibandingkan bahan aluminium, titik nyala bahan plastik 3 kali lebih besar dibandingkan bahan benang, 2 kali lebih besar dibandingkan bahan kayu dan 7 kali lebih besar dibandingkan bahan aluminium. Sedangkan titik nyala bahan plastik 3 kali lebih besar dibandingkan bahan benang dan 6 kali lebih besar dibandingkan bahan aluminium. Tetapi titik nyala bahan benang 5 kali lebih besar dari bahan aluminium. Kemudian dari data tersebut akan dievaluasi secara keseluruhan antara data pengukuran bahan bakar tiap area dengan standard selisih titik nyala pada bahan yang telah dibuat sebelumnya. Hasil evaluasi adalah sebagai berikut: Tabel 3. Data Hasil Evaluasi Akhir Titik Nyala Api Benang Kertas Plastik Kayu Aluminium Oil Treathment Nilai Akhir Prioritas A 0,03 0,094 0,334 0,33 0,063 0,166 17,3525 Area 1 B 0,036 0,193 0,111 0,133 0,125 0,152 14,9811 Area 2 C 0,021 0,068 0,035 0,035 0,063 0,052 5,1343 Area 7 D 0,018 0,021 0,035 0,035 0,063 0,052 3,3975 Area 15 E 0,035 0,026 0,035 0,035 0,063 0,052 3,7007 Area 11 F 0,111 0,133 0,034 0,11 0,063 0,052 9,0607 Area 4 G 0,147 0,166 0,035 0,035 0,063 0,052 9,6059 Area 3 H 0,058 0,018 0,042 0,035 0,063 0,052 3,6777 Area 12 I 0,027 0,019 0,039 0,035 0,063 0,052 3,4488 Area 13 J 0,024 0,019 0,039 0,035 0,063 0,052 3,4275 Area 14 K 0,258 0,057 0,053 0,035 0,063 0,052 6,6873 Area 6 L 0,094 0,019 0,046 0,035 0,063 0,052 4,0302 Area 9 M 0,048 0,096 0,061 0,035 0,063 0,052 6,7406 Area 5 N 0,04 0,018 0,051 0,043 0,063 0,052 3,785 Area 10 O 0,052 0,052 0,048 0,035 0,063 0,052 4,9667 Area 8 Berikut ini adalah gambar penyebaran titik api departemen spinning multifold pada perusahaan textile yang menjadi obyek penelitian. 42

Gambar 3. Penyebaran Titik Api IV. PENUTUP Pemetaan lokasi kebakaran pada departemen spinning multifold perusahaan textile yang menjadi obyek penelitian adalah sebagai berikut: untuk bahan benang area K memiliki resiko tertinggi, area B menjadi urutan tertinggi untuk bahan kertas dan aluminium, sedangkan area A menjadi urutan tertinggi untuk bahan plastik, kayu dan oil treathment. Urutan prioritas area departemen spinning multifold yang memiliki resiko kebakaran dengan mempertimbangkan seluruh kriteria adalah: A, B, G, F, M, K, C, O, L, N, E, H, I, J dan D. V. DAFTAR PUSTAKA [1] Burhanuddin Nur, Kebakaran di Batam di Dominasi Korsleting Listrik, Januari, 2013, http://www.jpnn.com/read/2010/11/22/77645/index.php?mib=berita.detail&id=155012 [2] David L. Goetsch, Occupational Health and Safety for Technologists, Engineers and Managers, Prentice Hall, 5 th edition, 2005. [3] Peraturan Daerah DKI Jakarta No.8 tahun 2008. Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran. 2008 [4] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.10/KPTS/2000. Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. [5] Saaty, Thomas L. dan Michael P. Niemera. A Framework for Making a Better Decision: How to Make More Effective Site Selection, Store Closing, and Other Real Estate Decisions. Research Review, Vol.13, No.1, hal.4. 2006. http://mdm.gwu.edu/forman/saaty_niemira_paper [6] Suharto, andi. Kebakaran dan fenomenanya. Surabaya: Dinas tenaga kerja, transmigrasi dan kependudukan provinsi jawa timur, 2013. 43