SNI Standar Nasional Indonesia. Pengawasan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

dokumen-dokumen yang mirip
BSN. Evaluasi laporan penyelidikan umum dan eksplorasi bahan galian SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

SNI Standar Nasional Indonesia. Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2015

Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia

PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI POLEWALI MANDAR

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG KEGIATAN USAHA PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG BARAT

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 028 TAHUN 2006 TENTANG

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkand

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA,

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

DAFTAR ISI. Hal LEMBAR PENGESAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR FOTO...

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KABUPATEN MUSI BANYUASIN

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI TENTANG

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG KEGIATAN USAHA PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia )

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PENCADANGAN WILAYAH PERTAMBANGAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ESDM. Panas Bumi. Kegiatan Usaha. Penyelenggaraan. Pedoman.

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSII JAWA TENGH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA. KEMEN-ESDM. Evaluasi. Penerbitan. Izin Usaha Pertambangan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

2014, No Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha

TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral. Pengenalan Eksplorasi Geokimia

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL B A D A N G E O L O G I PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pertambangan. Mineral. BatuBara. Jasa. Penyelenggaraan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIY. 3. Dinas 1) 2) 3) 4) B. Permohonan 1)

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KABUPATEN SUMBAWA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

MENTERT ENERGI DAN SUMBER DAYA UINERAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 02 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

MENTERT ENERGI DAN SUMBER DAYA UINERAL REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

2 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi (L

2017, No sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peratur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS DAN URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KABUPATEN BARITO UTARA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017

Izin Usaha Niaga Terbatas Bahan Bakar Minyak PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA NIAGA TERBATAS BBM

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DA VA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 32 TAHUN 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 217, Tambaha

1 of 11 7/26/17, 12:19 AM

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PROSEDUR PENGAJUAN DAN PENERBITAN IZIN USAHA NIAGA GAS BUMI MELALUI PIPA (TRADER)

BAB V PENUTUP. Berdasarkan seluruh uraian pada bab-bab terdahulu, kiranya dapat. disimpulkan dalam beberapa poin sebagai berikut:

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH BUMI SAWAHLUNTO MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI DONGGALA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Panas Bumi. Survei. Penugasan. Pedoman.

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Transkripsi:

SNI 13-6675-2002 Standar Nasional Indonesia Pengawasan eksplorasi bahan galian ICS 73.020 Badan Standardisasi Nasional BSN

Daftar Isi Daftar Isi... i Prakata... iii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Istilah dan definisi... 1 3.1 Pengawasan eksplorasi... 1 3.2 Izin usaha pertambangan (IUP)... 1 3.3 Pertambangan umum... 2 3.4 Titik pengamatan... 2 3.5 Due dilligence... 2 3.6 Komoditas... 2 3.7 Pengawasan administratif... 2 3.8 Pengawasan teknis... 2 3.9 Prosedur korelasi... 2 4 Pengawasan Umum... 3 4.1 Pengawasan administratif... 3 4.1.1 Perizinan... 3 4.1.2 Rencana kerja dan biaya... 3 4.1.3 Pelaporan... 3 4.2 Pengawasan teknis... 3 4.2.1 Tata cara pengawasan... 3 4.2.2 Tata laksana pengawasan... 4 5 Pengawasan khusus... 6 6 Pelaksana pengawasan... 6 6.1 Kualifikasi pelaksana pengawas eksplorasi... 6 6.2 Wewenang dan kewajiban pengawas eksplorasi... 6 6.3 Periode pengawasan... 7 i

7 Hasil pengawasan... 7 Lampiran A Hasil pengawasan administratif eksplorasi bahan galian... 8 Lampiran B Hasil pengawasan teknis eksplorasi bahan galian... 10 Lampiran C Hasil pengawasan khusus eksplorasi bahan galian... 13 Lampiran D Laporan hasil pengawasan eksplorasi bahan galian... 14 ii

Prakata Dalam era otonomi daerah terdapat beberapa perubahan tugas pokok dan fungsi Instansi Pemerintah Pusat karena beberapa hal telah menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Otonomi, di antaranya adalah pemberian izin usaha di bidang pertambangan umum. Perubahan ini menuntut adanya standar untuk melakukan pengawasan, supaya terdapat keseragaman, termasuk pengawasan pada tahap eksplorasi bahan galian, karena menyangkut kepentingan banyak pihak. Pengawasan eksplorasi bahan galian tersebut bertujuan untuk memantau perkembangan eksplorasi dan sekaligus melakukan pembinaan terhadap pemegang izin usaha pertambangan. Penyusunan Standar Pengawasan Eksplorasi Bahan Galian mengacu kepada Pedoman Penulisan Standar Nasional Indonesia, Pedoman No. 08-2000, yang diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional. Rancangan standar ini telah dibahas dalam beberapa kali rapat anggota Panitia Teknik Penyusunan Rancangan Standar Pengawasan Eksplorasi Bahan Galian, yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, No 077.K/44.03/DJG/2001. Anggota Panitia terdiri dari Tenaga Ahli Geologi dan Tambang dari beberapa instansi di lingkungan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, utusan dari beberapa Dinas Pertambangan Propinsi dan Kabupaten, Badan Standardisasi Nasional, Pusat Bahasa, Perguruan Tinggi, dan perusahaan swasta dalam bidang pertambangan umum. Standar ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi instansi yang berwenang mengawasi pemegang izin usaha pertambangan dalam mengelola dan memanfaatkan bahan galian dari dalam bumi Indonesia, sehingga tidak merugikan rakyat dan negara. iii

Pendahuluan Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, oleh karena itu pembinaan dan pengawasan terhadap usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan baik. Pengawasan eksplorasi sangat penting untuk memantau perkembangan kegiatan penyelidikan, menghindari penyalahgunaan wewenang atas izin usaha pertambangan, seperti untuk menghindari pajak, manipulasi data dan menggunakan data untuk tujuan yang tidak benar. Karena kegiatan eksplorasi bahan galian mempunyai resiko kegagalan yang tinggi, maka kebijakan pengawasan juga harus memperhatikan kepentingan para pemegang izin usaha pertambangan. Kebijakan pengawasan yang bersifat mempersempit ruang gerak perusahaan harus dihindari, karena hal ini mengganggu iklim investasi di Indonesia. Untuk mempersamakan persepsi dalam tata cara dan materi pengawasan oleh pemberi izin, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral memandang perlu menyusun standar pengawasan eksplorasi bahan galian, sehingga pelaksanaan otonomi daerah di bidang industri pertambangan dapat berjalan lebih lancar. iv

Pengawasan eksplorasi bahan galian 1 Ruang lingkup Standar ini merupakan petunjuk umum bagi pemberi izin untuk melakukan pengawasan terhadap pemegang izin usaha pertambangan dalam hal pelaksanaan kegiatan eksplorasi bahan galian, kecuali minyak dan gas bumi. Pengawasan eksplorasi bahan galian terdiri dari pengawasan umum dan pengawasan pengawasan khusus. 2 Acuan Standar pengawasan eksplorasi bahan galian ini mengacu pada : 1. SNI 13-4688-1998, Penyusunan peta sumberdaya mineral, batubara dan gambut. 2. SNI 13-4691-1998, Penyusunan peta geologi. 3. SNI 13-4726-1998, Klasifikasi sumberdaya mineral dan cadangan. 4. SNI 13-5014-1998, Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara. 5. SNI 13-6606-2001, Tatacara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian. 3 Istilah dan definisi Beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam standar ini diambil dari acuan-acuan tersebut pada pasal 2, dan beberapa istilah yang disadur dari acuan lain seperti tertulis di bawah ini. 3.1 pengawasan eksplorasi pengecekan, pengujian dan pembinaan terhadap kegiatan eksplorasi bahan galian untuk memantau perkembangannya, termasuk ketepatan penggunaan metode eksplorasi dan prosedur pengolahan data, agar eksplorasi berjalan dengan baik dan benar 3.2 izin usaha pertambangan (IUP) izin yang diberikan kepada badan hukum Indonesia, koperasi atau perorangan untuk melaksanakan usaha di bidang pertambangan umum 1 dari 15

3.3 pertambangan umum kegiatan usaha pertambangan bahan galian, kecuali minyak dan gas bumi 3.4 titik pengamatan lokasi di mana dilakukan pengamatan, pengambilan percontoh, pengeboran, pengukuran, dan/atau lokasi pengambilan data 3.5 due diligence pengujian kembali secara menyeluruh dan independen terhadap suatu kasus untuk mendapatkan hasil yang dapat dipercaya 3.6 komoditas bahan galian yang dapat diperdagangkan secara ekonomis 3.7 pengawasan administratif pengawasan yang dilakukan karena persyaratan yang bersifat administratif bagi pemegang IUP, yaitu perizinan, rencana kerja dan biaya, serta pelaporan 3.8 pengawasan teknis pengawasan yang dilakukan karena persyaratan yang bersifat teknis bagi pemegang IUP, yaitu pematokan batas wilayah IUP, jenis dan volume pekerjaan, prosedur pengolahan data, tenaga pelaksana, dan peralatan yang digunakan 3.9 prosedur korelasi cara dan metode yang digunakan untuk melakukan korelasi harus tepat, baik korelasi secara langsung maupun tidak langsung, harus didukung oleh data yang cukup, akurat dan benar, sehingga hasil korelasi dapat diterima 2 dari 15

4 Pengawasan umum Pengawasan eksplorasi dilaksanakan terhadap pemegang IUP, meliputi administratif dan teknis, untuk setiap tahap yang dilakukan. Objek pengawasan eksplorasi tercantum dan diuraikan dalam subpasal-subpasal berikut ini. 4.1 Pengawasan administratif 4.1.1 Perizinan Dalam S.K. IUP tercantum nomor perizinan, masa berlaku, lokasi administratif dan geografis, tahap eksplorasi, dan luas wilayah usaha pertambangan. Apabila wilayah IUP bertumpang tindih dengan kepentingan lain di bawah instansi lain (kehutanan, perkebunan, dll.), maka pemegang IUP harus menyertakan bukti rekomendasi dan persetujuan dari instansi terkait. Semua perizinan/rekomendasi/persetujuan yang berkaitan dengan IUP, harus dilampirkan dalam laporan tahunan dan laporan akhir, termasuk perpanjangan waktu dan wilayah penciutannya. 4.1.2 Rencana kerja dan biaya Rencana kerja dan biaya harus mengikuti tata cara dan peraturan yang berlaku, mencakup maksud dan tujuan, waktu, jenis dan volume kegiatan, tenaga pelaksana dan keahliannya, peralatan dan spesifikasinya, serta rencana biaya sesuai dengan jenis dan volume pekerjaan. 4.1.3 Pelaporan Pengawasan pelaporan meliputi pemeriksaan laporan kegiatan kemajuan eksplorasi triwulan dan tahunan secara berkala, dan laporan akhir eksplorasi. Sistematika dan tata cara pelaporan harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Untuk laporan tahunan dan akhir harus dilengkapi dengan lampiran peta-peta, data hasil penyelidikan dan surat-surat perizinan. Lampiran-lampiran yang melengkapi laporan antara lain SK. IUP dan SK lain yang berkaitan, termasuk data hasil penyelidikan, peta lokasi, peta daerah prospek, peta geologi, peta topografi, dan peta anomali. 4.2 Pengawasan teknis 4.2.1 Tata cara pengawasan Pengawasan teknis dapat dilakukan antara lain dengan cara: 1. Presentasi pemegang izin usaha pertambangan, 2. Pengecekan penanganan contoh, 3. Pengecekan prosedur korelasi dan pengolahan data, 3 dari 15

4. Pengecekan lapangan, dan 5. Due deligence jika diperlukan, dilakukan dengan kesepakatan kedua belah pihak untuk klarifikasi. 4.2.2 Tata laksana pengawasan Pengawasan teknis yang dilakukan terhadap setiap tahap kegiatan eksplorasi meliputi pematokan batas wilayah usaha pertambangan, jenis dan volume pekerjaan, prosedur pengolahan data, tenaga pelaksana atau personil/konsultan, dan peralatan yang digunakan. 4.2.2.1 Pematokan batas wilayah IUP Pematokan batas wilayah IUP harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku, dengan menggunakan peralatan yang mempunyai ketelitian dan akurasi yang dapat dipercaya, serta batas wilayahnya harus sesuai dengan surat keputusan IUP. 4.2.2.2 Jenis dan volume kegiatan Jenis dan volume kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan maksud dan tujuan, serta tahap eksplorasi seperti yang tertulis dalam rencana kerja dan/atau laporan eksplorasi. Beberapa objek penyelidikan yang diawasi diuraikan dalam subpasal-subpasal di bawah ini. 4.2.2.2.1 Peta topografi Peta topografi wilayah IUP, pada skala-skala lebih besar atau sama dengan 1:5000, harus merupakan hasil pengukuran di lapangan. Untuk peta lebih kecil dari skala 1:5000 harus berasal dari instansi yang berwenang, atau dibuat berdasarkan metode pengukuran yang dapat dipertanggungjawabkan. Peta indeks, koordinat peta, batas wilayah IUP, dan keterangan peta harus dicantumkan dengan jelas. 4.2.2.2.2 Geologi Objek pengawasan kegiatan pemetaan geologi meliputi metode dan prosedur yang digunakan, terutama dalam hal skala peta, jumlah dan sebaran titik pengamatan, pemercontohan, dan peta geologi yang dihasilkan, harus sesuai dengan tahap eksplorasi. Penyusunan peta geologi harus sesuai dengan standar yang berlaku. 4.2.2.2.3 Geokimia Metode geokimia harus sesuai dengan tahap eksplorasi yang dilakukan, termasuk prosedur pengambilan percontoh, lokasi, jenis, jumlah dan kerapatan percontoh. Peta anomali geokimia harus dilengkapi dengan skala, keterangan, dan koordinat peta. Disamping itu perlu diperhatikan dasar penafsiran dalam hal penentuan nilai anomali geokimia, serta kemungkinan kontaminasi. 4.2.2.2.4 Geofisika Metode penyelidikan geofisika yang digunakan harus sesuai dengan tipe dan jenis endapan mineral yang dieksplorasi. Lokasi/jalur/kerapatan titik pengamatan disesuaikan dengan tahap eksplorasi dan karakteristik endapan. 4 dari 15

Pengolahan data untuk pembuatan peta dan penampang anomali geofisika harus jelas dan diuraikan dalam laporan akhir, sedangkan interpretasi peta, penampang, model geologi dan endapan bahan galian harus sesuai dengan data geofisika yang ada. 4.2.2.2.5 Sumur/parit uji, pengeboran dan terowongan Pembuatan sumur/parit uji, pengeboran dan terowongan pada umumnya dilakukan pada tahap eksplorasi umum dan eksplorasi rinci. Metode dan pola pembuatan sumur/parit uji, pengeboran dan terowongan disesuaikan dengan karakteristik endapan bahan galian, termasuk penyebarannya. Korelasi antar titik bor serta penafsiran bentuk/model endapan bahan galian harus layak dan mengikuti prosedur atau tatacara yang berlaku. 4.2.2.2.6 Pengambilan percontoh Pengawasan dalam hal pengambilan percontoh (sampling) meliputi metode, jumlah percontoh, jenis percontoh, kerapatan percontoh dan penentuan lokasi. Pengambilan percontoh, baik untuk penyelidikan geologi, geokimia, sumur atau parit uji, terowongan, maupun pengeboran, harus mengikuti prosedur dan tata cara yang berlaku, sesuai dengan tahap eksplorasi, sifat dan jenis endapan bahan galian. 4.2.2.2.7 Pengelolaan percontoh Pengawasan dalam hal ini ditekankan pada hal yang mempengaruhi kualitas data, akibat dari adanya kontaminasi dan kesalahan prosedur, yang meliputi preparasi di lapangan, pengepakan pada saat pengiriman ke laboratorium atau ke tempat penyimpanan, dan cara penyimpanan atau pengarsipan percontoh. 4.2.2.2.8 Analisis percontoh Analisis percontoh harus dilakukan sesuai dengan prosedur dan pedoman yang berlaku. Laboratorium yang melakukan analisis harus sudah terakreditasi. Hasil analisis yang dianggap tidak layak dapat dianalisis ulang dan dicek silang, serta dilakukan due dilligence. 4.2.2.3 Prosedur pengolahan data Pengolahan data hasil analisis harus dilakukan dengan prosedur yang benar sesuai dengan metode yang diterapkan, didasarkan pada data yang wajar, logis dan akurat. 4.2.2.4 Tenaga pelaksana atau personil/konsultan Tenaga ahli, konsultan maupun pelaksana (teknisi) yang melakukan kegiatan, harus mempunyai latar belakang pendidikan dan pengalaman yang sesuai dengan jenis kegiatannya. Hal ini harus dibuktikan dengan daftar keterangan keahlian yang dilampirkan dalam Rencana Penggunaan Tenaga Kerja (RPTK) dan laporan. 4.2.2.5 Peralatan yang digunakan Peralatan yang digunakan harus layak serta sesuai dengan tahap dan metode eksplorasi yang dilakukan, serta harus sesuai spesifikasi dan kuantitasnya. 5 dari 15

5 Pengawasan khusus Pengawasan khusus ditujukan untuk kegiatan yang dapat berpengaruh pada kepentingan umum, terutama pada estimasi atau penghitungan sumber daya dan cadangan bahan galian. Estimasi sumber daya maupun cadangan bahan galian harus jelas berdasarkan titik-titik pengamatan, sesuai dengan klasifikasi sumber daya dan cadangan bahan galian, disertai peta dan penampang blok sumber daya atau cadangan bahan galian. Penggunaan metode estimasi harus dijelaskan dan sesuai dengan pola titik pengamatan. Klasifikasi sumber daya dan cadangan bahan galian harus mengacu pada standar yang berlaku di Indonesia. Jika ada modifikasi dari standar yang berlaku, harus dijelaskan sebabnya. Blok-blok sumber daya atau cadangan bahan galiannya harus jelas tergambar dalam peta dan penampang berdasarkan kategorinya. 6 Pelaksana pengawasan Pengawasan dilaksanakan oleh satu tim yang dibentuk oleh instansi pemberi izin usaha pertambangan, terdiri dari 3 sampai 5 orang tenaga ahli yang berkompeten. Kualifikasi dari tenaga ahli yang berkompeten, wewenang dan kewajiban pengawas, dan periode pengawasan diuraikan dalam subpasal di bawah ini. 6.1 Kualifikasi pelaksana pengawas eksplorasi Seorang anggota Tim Pengawas Eksplorasi harus memenuhi kualifikasi standar, sebagai berikut : 1. Sekurang-kurangnya berpendidikan S-1 di bidang Geologi atau Pertambangan, dan lulus kursus atau pelatihan mengenai eksplorasi endapan bahan galian. 2. Memiliki pengalaman di bidang eksplorasi sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun. 3. Untuk pengawasan yang berhubungan dengan estimasi bahan galian dan atau cadangan, seorang pengawas harus mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dalam bidang tersebut. 6.2 Wewenang dan kewajiban pengawas eksplorasi Tim Pengawas Eksplorasi mempunyai beberapa kewenangan dan kewajiban dalam rangka pelaksanaan tugasnya, yaitu : 1. Memasuki seluruh wilayah eksplorasi, 2. Meneliti seluruh arsip yang berkaitan dengan eksplorasi bahan galian, 3. Melakukan pengecekan dan pengetesan terhadap beberapa hasil eksplorasi, 6 dari 15

4. Meminta bantuan pa da Instansi Pemerintah terkait, dan 5. Berkewajiban menjaga hal -hal yang dinyatakan rahasia oleh per aturan perundang - undangan yang berlaku. 6.3 Periode pengawasan Pengawasan eksplorasi dilaksanakan secara berkala, sekurang-kurangnya satu tahun sekali pada saat kegiatan penyelidikan berlangsung. 7 Hasil pengawasan 1. Hasil pengawasan disusun butir per butir, sesuai dengan materi yang diawasi, disertai penjelasannya, dengan mengisi format pengawasan seperti yang tercantum dalam Lampiran A, B, dan C. Laporan hasil pengawasan secara umum disusun dengan mengisi format seperti tertera pada lampiran D. 2. Laporan hasil pengawasan disampaikan kepada pemberi izin usaha pertambangan, instansi yang berwenang dan pemegang izin usaha pertambangan, paling lambat 2 minggu setelah pengawasan selesai. 3. Dalam laporan tersebut pengawas harus memberikan rekomendasi untuk perbaikan. 4. Pemegang izin usaha pertambangan harus melakukan perbaikan seperti yang direkomendasikan oleh pengawas. 7 dari 15

Lampiran A (normatif) Hasil pengawasan administratif eksplorasi bahan galian A.1 Perizinan Objek pengawasan Izin Usaha Pertambangan SK IUP, SK Perpanjangan, dll. Hasil pengawasan b lengkap lengkap Penjelasan Surat izin lain yang berkaitan dengan IUP : - Izin Penggunaan Tenaga Asing, - Izin Pembelian / Pengadaan Peralatan, - Izin Kerja / Memasuki Wilayah Hutan - Izin Usaha perusahaan jasa pertambangan (bila dikontrakkan) - Izin Survey dari BIA (untuk survei udara) - Izin penggunaan alat komunikasi - Dll. A.2 Rencana kerja dan biaya Objek pengawasan Maksud dan tujuan, sesuai dengan tahap eksplorasi Waktu pelaksanaan Metode eksplorasi, mencakup jenis dan volume kegiatan Tenaga pelaksana, disertai lampiran daftar tenaga pelaksana dan keahlian Peralatan, disertai lampiran daftar peralatan dan spesifikasi Rencana biaya Sesuai jenis dan volume pekerjaan - Administrasi - Geologi - Geokimia - Geofisika - Pemboran - Analisis contoh - Jumlah b lengkap lengkap Hasil pengawasan b sesuai b tahunan b tiga tahunan b sesuai b sesuai b sesuai Penjelasan 8 dari 15

A.3 Pelaporan Objek pengawasan Jenis pelaporan : Sistimatika dan tata cara pelaporan Data hasil penyelidikan - Topografi - Geologi - Geokimia - Geofisika - Parit/sumur uji, Pemboran, terowongan - Uji pengolahan -.. Lampiran-lampiran yang melengkapi laporan - SK. IUP - SK lain yang berkaitan - Peta lokasi - Peta daerah prospek - Peta geologi - Peta topografi - Peta anomali - Lain-lain Realisasi biaya Sesuai jenis dan volume pekerjaan - Administrasi - Geologi - Geokimia - Geofisika - Sumur/parit uji, pemboran, terowongan - Uji pengolahan - Jumlah Hasil pengawasan b laporan triwulan b laporan tahunan b laporan akhir b sesuai sesuai b lengkap lengkap b lengkap b lengkap b lengkap b lengkap b lengkap b lengkap b lengkap b lengkap Penjelasan 9 dari 15

Lampiran B (normatif) Hasil pengawasan teknis eksplorasi bahan galian B.1 Pematokan batas wilayah izin usaha pertambangan (IUP) Objek pengawasan Hasil pengawasan Penjelasan Prosedur pematokan b benar b salah Patok terpasang di lapangan b ada Batas wilayah sesuai dengan Izin Usaha Pertambangan Peralatan : - ketelitian - akurasi B.2 Jenis dan volume pekerjaan b benar b salah b benar b salah b benar b salah Objek pengawasan Hasil pengawasan Penjelasan Peta topografi - Skala peta, peta indeks, koordinat, interval dan bentuk kontur, plotting kegiatan, kemungkinan perbesaran, batas IUP. Geologi : - Pemetaan geologi regional/semi rinci/rinci sesuai tahap eksplorasi - Jumlah titik pengamatan - Jumlah dan jenis contoh - Kerapatan contoh sesuai tahap eksplorasi dan karakteristik komoditi - Peta geologi : skala peta, indeks peta, kelayakan peta, kemungkinan hasil perbesaran, data pendukung, koordinat, penyebaran endapan bahan galian, keterangan peta, penampang geologi. Geokimia, sesuai tahap eksplorasi : - Prosedur pengambilan contoh, termasuk lokasi dan jumlah contoh - Peta anomali geokimia, skala peta, keterangan peta, koordinat 10 dari 15

- Kelayakan interpretasi nilai anomali geokimia - Kemungkinan kontaminasi Geofisika - Metode sesuai dengan tipe dan jenis cebakan mineral yang dieksplorasi - Lokasi/jalur/kerapatan titik pengamatan - Pengolahan data untuk peta dan penampang anomali - Interpretasi peta, penampang, dan model geologi berdasarkan data geofisika Parit/sumur uji, pemboran dan terowongan - Metode dan pola parit/sumur uji, terowongan dan pemboran sesuai dengan karakteristik endapan bahan galian - Kerapatan dan jumlah parit/sumur uji dan titik bor sesuai dengan tahap eksplorasi - Kedalaman parit/sumur uji dan pemboran - Korelasi antar titik bor - Interpretasi endapan bahan galian Pengambilan contoh : - Jumlah lokasi pengambilan contoh - Kerapatan lokasi pengambilan contoh Pengelolaan contoh : - Preparasi conto - Analisis contoh di lapangan - Pengiriman contoh - Penyimpanan contoh 11 dari 15

Analisis contoh di laboratorium - Metode analisis sesuai dengan prosedur yang berlaku - Jasa laboratorium yang digunakan B.3 Prosedur pengolahan data Objek pengawasan Hasil pengawasan Penjelasan Pengolahan data - sesuai dengan metode eksplorasi B.4 Tenaga pelaksana atau personil/konsultan Objek pengawasan Hasil pengawasan Penjelasan Pelaksana kegiatan sesuai dengan keahliannya B.5 Peralatan yang digunakan Objek pengawasan Hasil pengawasan Penjelasan Penggunaan peralatan sesuai dengan metode eksplorasi dan tahapan penyelidikan : - Jenis peralatan dan spesifikasinya - Jumlah peralatan 12 dari 15

Lampiran C (normatif) Hasil pengawasan khusus eksplorasi bahan galian Estimasi sumber daya dan cadangan bahan galian Objek pengawasan Dasar estimasi, sesuai kelas sumber daya bahan galian Metode estimasi sesuai dengan pola titik pengamatan Klasifikasi sumber daya dan cadangan bahan galian Peta dan penampang blok sumber daya dan cadangan bahan galian Hasil pengawasan Penjelasan Keterangan : Memadai : metode yang digunakan tepat, data pendukung sangat lengkap dan akurat Kurang memadai : metode yang digunakan tepat, data pendukung kurang lengkap Tidak memadai : metode yang digunakan tidak tepat, data pendukung tidak lengkap Setiap penilaian hasil pengawasan, baik memadai, kurang memadai atau tidak memadai, harus selalu diikuti dengan penjelasan sebagai alasan penilaian. 13 dari 15

Lampiran D (normatif) Laporan hasil pengawasan eksplorasi bahan galian I. Data Umum : Nama Perusahaan Jenis Perizinan Jenis Pelaporan Instansi Pengawas Tanggal Pengawasan Pelaksana Pengawasan :. :. :. :. :. :. II. Uraian Singkat : 2.1. Hasil Pengawasan Administratif : 2.1.1 Perizinan : 2.1.2 Rencana kerja :.. 2.1.3 Pelaporan :.. 2.2. Hasil Pengawasan Teknis : 2.2.1. Pematokan batas wilayah usaha pertambangan :.... 2.2.2. Jenis dan volume pekerjaan :... 2.2.3. Prosedur pengolahan data :..... 2.2.4. Peralatan yang digunakan :.. 2.2.5. Tenaga ahli atau personil/konsultan :... 2.3. Hasil pengawasan khusus : 2.3.1. Estimasi sumber daya dan cadangan bahan galian :.. 14 dari 15

Lampiran D (lanjutan) III. Kesimpulan, saran dan rekomendasi pelaksana pengawasan :....,. Ketua Tim Pengawasan, (.) nama jelas Anggota Tim Pengawasan, (.) (.) (.) nama jelas nama jelas nama jelas 15 dari 15