PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1993 TENTANG LARANGAN PERANGKAPAN JABATAN HAKIM AGUNG DAN HAKIM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PP 13/1993, LARANGAN PERANGKAPAN JABATAN HAKIM AGUNG DAN HAKIM LARANGAN PERANGKAPAN JABATAN HAKIM AGUNG DAN HAKIM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN UMUM.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1970 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG JABATAN YANG TIDAK BOLEH DIRANGKAP OLEH HAKIM AGUNG DAN HAKIM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Cara Pemblokiran dan Pembukaan Pemblokiran Akses Sistem Administrasi Badan Hukum Perseroan Terbatas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nom

2016, No penyelesaian sengketa di luar pengadilan, perlu mengatur mengenai mekanisme pemblokiran dan pembukaan pemblokiran akses sistem admini

NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1991 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

PEGAWAI NEGERI YANG MENJADI PEJABAT NEGARA Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1976 Tanggal 18 Pebruari 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 1991 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bentuk: UNDANG-UNDANG. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 5 TAHUN 1973 (5/1973) Tanggal: 16 JULI 1973 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

MAHKAMAH AGUNG Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tanggal 30 Desember 1985 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1975 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

Undang Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang : Mahkamah Agung

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK. semakin meningkat. Dalam upaya untuk mendapatkan dana dari pajak,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

UNDANG-UNDANG Nomor: 7 TAHUN 1989 Tentang PERADILAN AGAMA Tanggal: 29 DESEMBER 1989 (JAKARTA) LN 1989/49; TLN NO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN PRASEKOLAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AD HOC DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1994 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1969 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN DEWAN PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1997 TENTANG PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENDUDUKI JABATAN RANGKAP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1993 TENTANG LARANGAN PERANGKAPAN JABATAN HAKIM AGUNG DAN HAKIM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan kekuasaan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak sebagaimana ditentukan oleh Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, maka Hakim Agung dan Hakim dilarang untuk merangkap jabatan-jabatan tertentu; b. bahwa jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Hakim Agung dan Hakim sebagian telah ditentukan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama; c. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Pasal 17 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dipandang perlu menetapkan lebih lanjut larangan perangkapan jabatan Hakim Agung dan Hakim; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951); 3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3316); 4. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3327); 5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3344); 6. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3400); MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG LARANGAN PERANGKAPAN JABATAN HAKIM AGUNG DAN HAKIM. 1 / 7

Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Hakim Agung adalah Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Anggota pada Mahkamah Agung. 2. Hakim adalah Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama. 3. Menteri adalah Menteri Kehakiman bagi Hakim pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara, dan Menteri Agama bagi Hakim pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Pasal 2 Hakim Agung dan Hakim dilarang merangkap untuk menjabat sebagai: 1) Pejabat pada badan Pemerintah, baik di Pusat maupun Daerah; 2) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II; 3) Anggota Dewan Pertimbangan Agung; 4) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; 5) Pengurus termasuk pengawas atau komisaris Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah; 6) Notaris, Wakil Notaris atau Notaris Pengganti; 7) Pejabat Pembuat Akta Tanah (P.P.A.T); 8) Anggota Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) maupun Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D); 9) Wasit (Arbiter) dalam suatu sengketa perdata; 10) Anggota Panitia Urusan Piutang Negara (P.U.P.N); 11) Pemangku jabatan-jabatan lain yang di kemudian hari dengan Peraturan Pemerintah dinyatakan tidak boleh dirangkap oleh Hakim Agung dan Hakim. Pasal 3 (1) Hakim Agung yang memangku jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dibebaskan untuk sementara dari jabatannya sebagai Hakim Agung. (2) Ketentuan ayat (1) berlaku pula bagi Hakim yang memangku jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dan angka 2. (3) Setelah selesai memangku jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) yang bersangkutan dapat menduduki kembali jabatan semula sebagai Hakim Agung atau Hakim. Pasal 4 Hakim Agung atau Hakim yang akan memangku jabatan tersebut dalam Pasal 2 selain yang ditentukan dalam Pasal 3 ayat (1) atau ayat (2) diberhentikan dari jabatannya sebagai Hakim Agung atau Hakim. 2 / 7

Pasal 5 Pembebasan untuk sementara dari jabatan dan penempatan kembali dalam jabatan semula sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), ditetapkan oleh Presiden bagi Hakim Agung dan oleh Menteri dengan persetujuan Ketua Mahkamah Agung bagi Hakim. Pasal 6 Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ditetapkan oleh Presiden atas usul Pimpinan Mahkamah Agung bagi Hakim Agung, dan atas usul Menteri dengan persetujuan Ketua Mahkamah Agung bagi Hakim. Pasal 7 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 27 Pebruari 1993 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEHARTO Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 27 Pebruari 1993 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Ttd. MOERDIONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1993 NOMOR 19 3 / 7

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1993 TENTANG LARANGAN PERANGKAPAN JABATAN HAKIM AGUNG DAN HAKIM UMUM Hakim Agung dan Hakim sebagai pejabat yang melaksanakan kekuasaan Kehakiman menurut Undang-Undang Dasar 1945, khususnya sebagai penegak hukum dan keadilan, diharapkan akan dapat melaksanakan tugasnya secara obyektif, adil dan tidak memihak. Pada hakekatnya segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas penegakan hukum dan keadilan tersebut, baik buruknya tergantung dari pelaksananya, dalam hal ini para Hakim Agung dan Hakim. Oleh karena itu dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman telah digariskan syarat-syarat yang senantiasa harus dipenuhi oleh Hakim Agung dan Hakim antara lain jujur, merdeka, berani mengambil keputusan, dan bebas dari segala pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar lingkungan peradilan. Untuk mewujudkan Hakim Agung dan Hakim yang demikian itu antara lain diperlukan adanya peraturan yang melarang Hakim Agung dan Hakim untuk merangkap jabatan-jabatan tertentu sebagai upaya preventif, agar Hakim Agung dan Hakim dapat melaksanakan tugasnya sebagaimana yang telah ditentukan oleh Undangundang dan memenuhi rasa keadilan masyarakat. Selain daripada itu, larangan perangkapan jabatan tersebut juga dimaksudkan agar tidak timbul pertentangan kepentingan atau mengganggu pelaksanaan tugas pokoknya sebagai Hakim Agung dan Hakim. Jabatan-jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Hakim Agung dan Hakim, sebagian sudah ditentukan dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) Undangundang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) Undangundang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Hakim Agung dan Hakim berdasarkan Undang-undang tersebut antara lain ialah pelaksana putusan pengadilan, wali, pengampu, pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang akan atau sedang diperiksanya, penasihat hukum, dan pengusaha. Jabatan-jabatan lain selain yang ditentukan dalam Undang-undang tersebut diserahkan pengaturannya lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Oleh karena itu Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan Undang-undang tersebut di atas. Karena status dan kedudukan hukum dalam beberapa hal berbeda antara Hakim Agung dengan Hakim, maka dalam beberapa hal dibedakan pula jabatan-jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Hakim Agung dan Hakim. Sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Pasal 18 ayat (3) Undangundang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan Pasal 17 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, larangan perangkapan jabatan Hakim Agung dan Hakim diatur dengan Peraturan Pemerintah. PASAL DEMI PASAL 4 / 7

Pasal 1 Pasal 2 Angka 1 Yang dimaksud dengan Pejabat pada badan Pemerintah ialah Pejabat pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, atau pejabat pada instansi Pemerintah lainnya. Angka 2 Larangan perangkapan jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat bagi Hakim Agung sudah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1985. Dengan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan lebih lanjut larangan perangkapan jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II bagi Hakim Agung dan Hakim serta larangan perangkapan jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat bagi Hakim. Angka 3 Larangan perangkapan jabatan sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung bagi Hakim Agung sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Dewan Pertimbangan Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1978. Undang-undang tersebut belum mengatur larangan perangkapan jabatan sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung bagi Hakim. Dengan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan larangan perangkapan jabatan tersebut. Angka 4 Larangan perangkapan jabatan sebagai anggota Badan Pemeriksa Keuangan bagi Hakim Agung telah diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Karena Undang-undang tersebut belum mengatur larangan perangkapan jabatan sebagai anggota Badan Pemeriksa Keuangan bagi Hakim, maka Peraturan Pemerintah ini menetapkan larangan perangkapan jabatan tersebut. Angka 5 Angka 6 Angka 7 Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah antara lain menentukan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk membuat atau mengesahkan akta tanah berkaitan dengan perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan. Sehubungan dengan adanya kemungkinan Pejabat Pembuat Akta Tanah akan jadi pihak dalam perkara di depan Pengadilan maka untuk menjaga kebebasan Hakim Agung dan Hakim sudah selayaknya ditetapkan larangan bagi Hakim Agung dan Hakim untuk menjabat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah 5 / 7

(PPAT). Angka 8 Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan baik tingkat Pusat (P4P) maupun tingkat Daerah (P4D), sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, bertugas untuk menyelesaikan perselisihan perburuhan berkenaan dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja dan/atau keadaan perburuhan. Anggota-anggota Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) menurut Undang-undang dimaksud diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah. Putusan P4P dan P4D, dalam kenyataannya juga dapat menjadi obyek gugatan di depan Pengadilan. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Peraturan Pemerintah ini menetapkan bahwa Hakim Agung dan Hakim tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota P4P dan P4D, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi obyektifitas Hakim Agung dan Hakim. Angka 9 Wasit (Arbiter) adalah orang yang ditunjuk oleh pihak yang berkepentingan dalam suatu sengketa perdata untuk menyelesaikan perselisihan antara para pihak. Walaupun suatu sengketa perdata sudah diserahkan penyelesaiannya kepada Arbiter, dalam kenyataannya para pihak tidak selalu mematuhi putusan Arbiter tersebut dan mengajukan kembali sengketa tersebut kepada Pengadilan. Agar Hakim dapat mengambil keputusan tanpa berpihak, maka Peraturan Pemerintah ini menetapkan larangan bagi Hakim Agung dan Hakim untuk menjadi Arbiter dalam suatu sengketa perdata. Angka 10 Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 49 Tahun 1960, Anggota Panitia Urusan Piutang Negara terdiri dari pejabat-pejabat Departemen Keuangan, pejabat-pejabat Pemerintah lainnya yang dianggap perlu. Untuk menjaga kebebasan Hakim Agung dan Hakim dalam mengadili suatu perkara, maka dalam Peraturan Pemerintah ini ditetapkan bahwa Hakim Agung dan Hakim dilarang menjadi Anggota Panitia Urusan Piutang Negara, oleh karena ada kemungkinan Panitia Urusan Piutang Negara suatu saat akan menjadi pihak di depan Pengadilan. Angka 11 Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Hakim Agung yang memangku jabatan di lingkungan badan/lembaga Pemerintah, misalnya sebagai Direktur Jenderal dibebaskan untuk sementara dari jabatannya sebagai Hakim Agung. Pembebasan dari jabatan ini adalah semata-mata karena adanya penugasan lain sebagai pejabat Pemerintah dan bukan merupakan hukuman disiplin. Selama Hakim Agung tersebut memangku jabatan seperti itu, ia mendapat hak-hak keuangan dan administratif sebagai pejabat Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Ketentuan ini dilaksanakan dengan tetap memperhatikan antara lain syarat-syarat yang berlaku bagi pengangkatan Hakim Agung atau Hakim. 6 / 7

Pasal 4 Hakim Agung sepenuhnya tidak boleh merangkap jabatan sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 angka 2 sampai dengan angka 11. Oleh karena itu sebelum memangku jabatan tersebut, yang bersangkutan diberhentikan sebagai Hakim Agung. Ketentuan yang sama berlaku pula bagi Hakim yang akan memangku jabatan sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 angka 3 sampai dengan angka 11. Pasal 5 Pembebasan untuk sementara dari jabatan Hakim Agung atau Hakim, ditetapkan sekaligus dalam surat keputusan pengangkatan dalam jabatan yang mengakibatkan pembebasan untuk sementara tersebut. Pasal 6 Pemberhentian sebagai Hakim Agung atau Hakim ditetapkan oleh Presiden. Dalam hal ini Hakim Agung atau Hakim tersebut kehilangan status sebagai Hakim Agung atau Hakim. Langkah ini sesuai dengan ketentuan Pasal 31 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal 7 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3519 7 / 7