BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transisi epidemiologi yang terjadi di Indonesia mengakibatkan perubahan pola penyakit yaitu dari penyakit infeksi atau penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases. Penyakit-penyakit tersebut merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas (Rahajeng dan Tuminah, 2009). Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit tidak menular berupa gangguan pada sistem peredaran darah yang cukup banyak mengganggu kesehatan masyarakat. Banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi. Hal ini disebabkan gejalanya yang tidak nyata dan pada stadium awal belum meninggalkan gangguan yang serius pada kesehatannya (Depkes RI, 2008). WHO (2014) mengemukakan bahwa penyakit kardiovaskuler merupakan pembunuh nomor 1 di dunia untuk usia diatas 45 tahun dan diperkirakan 12 juta orang meninggal tiap tahunnya. Secara global, hipertensi diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian, sekitar 12,8% dari total seluruh kematian. Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama pada penyakit jantung koroner dan stroke iskemik serta hemoragik. Tingkat tekanan darah telah terbukti positif dan terus berhubungan dengan risiko stroke dan penyakit jantung koroner. Selain penyakit jantung koroner dan stroke, komplikasi hipertensi termasuk gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer, gangguan ginjal, perdarahan retina dan gangguan penglihatan (WHO, 2014). 1
2 Prevalensi keseluruhan tekanan darah tinggi pada orang dewasa berusia 25 tahun sekitar 40% pada tahun 2008. Prevalensi hipertensi tertinggi berada di Afrika yaitu sebesar 46% pada pria dan wanita (WHO,2014). Di Inggris, 34% pria dan 30% wanita menderita hipertensi (diatas 140/90 mmhg) atau sedang mendapatkan pengobatan hipertensi. Prevalensi hipertensi di dunia hampir satu miliar orang dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya mencapai 1,6 miliar orang (Palmer dan William, 2007). Di Indonesia, prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan dan minum obat hipertensi) mengalami peningkatan yaitu dari 7,6% pada tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan Profil Kesehatan Jawa Timur tahun 2010, selama tiga tahun berturut-turut (2008-2010) hipertensi selalu berada di urutan ketiga penyakit terbanyak di puskesmas sentinel di Jawa Timur. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, kecenderungan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara pada usia 18 tahun menurut provinsi di Indonesia tahun 2013, Jawa Timur berada pada urutan ke-6 (Kemenkes RI, 2013). Dalam data 10 penyakit terbanyak di Kota Surabaya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada kejadian hipertensi yaitu pada tahun 2011 dan 2012 berada di peringkat ke-7 dengan masing-masing persentase sebesar 3,3% dan 3,06%. Pada tahun 2013 hipertensi berada pada peringkat ke-2 yaitu sebesar 13,6% (Dinkes Surabaya, 2014). Berdasarkan data di atas, hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius, karena merupakan faktor risiko terjadinya penyakit
3 degeneratif lain seperti jantung koroner, stroke, gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer, gangguan ginjal, perdarahan retina dan gangguan penglihatan. Ketika semakin parah, hipertensi dapat mengakibatkan kematian yang telah diketahui dari angka mortalitasnya di dunia. Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya hipertensi yaitu keturunan, usia, jenis kelamin, obesitas, konsumsi garam berlebih, kurang olahraga, merokok dan konsumsi alkohol (Dalimartha dkk, 2008). Peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat menyebabkan terjadinya risiko beragam penyakit serius pada orang dewasa salah satunya adalah hipertensi (Lailani dkk, 2013). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anjum dkk (2009) menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan kejadian hipertensi baik pada lakilaki maupun perempuan (Angraini, 2014). Penelitian Riyadi (2006) mendapatkan hasil bahwa status obesitas merupakan faktor risiko kejadian hipertensi lansia di Puskesmas Curup dan Perumnas Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Pada risiko kurang olahraga atau aktivitas fisik terhadap kejadian hipertensi telah dibuktikan melalui penelitian dari Rahajeng dan Tuminah (2009) yang menyatakan bahwa berdasarkan aktivitas fisik, proporsi responden yang kurang aktivitas fisik pada kelompok hipertensi ditemukan lebih tinggi (42,9%) daripada kelompok kontrol (41,4%). Risiko aktivitas fisik ini secara bermakna ditemukan sebesar 1,02 kali dibandingkan yang cukup aktivitas fisik.
4 1.2 Identifikasi Masalah Menurut Dinas Kesehatan kota Surabaya (2015), pada tahun 2013 Puskesmas Kedurus berada pada urutan pertama dari seluruh Puskesmas di Surabaya untuk kasus hipertensi pada usia > 18 tahun dengan persentase sebesar 5,6%. Selain itu, pada Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP) Kedurus Surabaya tahun 2012 dan 2013, hipertensi termasuk dalam daftar 15 penyakit terbanyak menurut kunjungan pasien. PERSENTASE KUNJUNGAN 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 20,25% ISPA 18,90% Hipertensi 11,90% Radang sendi 10,12% 7,97% Penyakit lain pada saluran nafas bawah Penyakit gusi & jaringan periodental 6,86% Diabetes Mellitus 5,87% Penyakit pulpa & jaringan periapikal 4,47% Gastritis 3,43% Penyakit kulit alergi 3,04% Diare 1,91% Kelainan dantofasial 1,36% TB Paru BTA (+) 1,41% Penyakit kulit infeksi 1,13% Caries gigi 0,98% TB Paru klinis (Suspek) JENIS PENYAKIT Sumber: Data PKP Puskesmas Kedurus Surabaya Tahun 2012 Gambar 1.1. Daftar 15 Penyakit Terbanyak di Puskesmas Kedurus Surabaya Tahun 2012
5 PERSENTASE KUNJUNGAN 25,00% 20,00% 15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 22,61% ISPA 21,67% Hipertensi 12,87% Radang sendi 7,29% 7,15% Penyakit gusi & jaringan periodental Penyakit akut pada saluran nafas bawah 6,23% Diabetes Mellitus 4,76% Penyakit pulpa & jaringan periapikal 3,97% Gastritis 3,95% Penyakit kulit alergi 2,94% Diare 2,02% TB Paru BTA (+) 1,75% Penyakit kulit infeksi 1,66% Kelainan dantofasial 1,09% TB lainnya 0,97% TB Paru klinis (Suspek) JENIS PENYAKIT Sumber: Data PKP Puskesmas Kedurus Surabaya Tahun 2013 Gambar 1.2. Daftar 15 Penyakit Terbanyak di Puskesmas Kedurus Surabaya Tahun 2013 Gambar 1.1 dan 1.2 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah kunjungan penderita hipertensi walaupun berada di urutan yang sama, yaitu sebesar 18,90% pada tahun 2012, menjadi sebesar 21,67% pada tahun 2013. Dari jumlah tersebut, sebagian besar penderita hipertensi berasal dari kategori usia lanjut (45 tahun keatas) yang diketahui dari hasil wawancara pada salah satu petugas kesehatan puskesmas. Oleh karena tingginya jumlah penderita hipertensi di puskesmas tersebut, maka diperlukan upaya untuk mengendalikan terjadinya hipertensi dengan mengetahui faktor risiko yang membuat seseorang lebih mudah untuk mengalami hipertensi sehingga dapat menghindari terjadinya komplikasi pada penyakit lain. Kebiasaan olahraga atau aktivitas fisik merupakan salah satu faktor risiko hipertensi. Aktivitas fisik yang teratur dapat menurunkan risiko aterosklerosis yang merupakan salah satu penyebab hipertensi. Selain itu, aktivitas fisik teratur
6 dapat menurunkan tekanan sistolik sebesar 10 mmhg dan tekanan diastolik sebesar 7,5 mmhg (Rahayu, 2012). Kurang olahraga merupakan salah satu pemicu terjadinya obesitas yang juga merupakan faktor risiko hipertensi. Dari 60% pasien yang menderita hipertensi, 20% diantaranya mempunyai berat badan lebih. Penurunan berat badan sebesar 5% dapat menurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan 9,2 kg dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebesar 6,3 mmhg dan 3,1 mmhg (Rahayu, 2012). 1.3 Pembatasan dan Rumusan Masalah Dari berbagai macam faktor risiko terjadinya hipertensi, pelaksanaan penelitian ini dibatasi pada kebiasaan olahraga dan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang merupakan indeks untuk mengetahui kondisi obesitas tidaknya seseorang. Maka dapat dirumuskan masalah, yaitu bagaimana hubungan antara kebiasaan olahraga dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian hipertensi pada usia 45 tahun keatas? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum Menganalisis hubungan kebiasaan olahraga dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian hipertensi pada usia 45 tahun keatas di Puskesmas Kedurus Surabaya tahun 2015.
7 1.4.2 Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik demografi responden penderita hipertensi (usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan) di Puskesmas Kedurus Surabaya tahun 2015. 2. Menganalisis hubungan status olahraga dengan kejadian hipertensi pada usia 45 tahun keatas di Puskesmas Kedurus Surabaya tahun 2015. 3. Menganalisis hubungan frekuensi olahraga dengan kejadian hipertensi pada usia 45 tahun keatas di Puskesmas Kedurus Surabaya tahun 2015. 4. Menganalisis hubungan lama waktu olahraga dengan kejadian hipertensi pada usia 45 tahun keatas di Puskesmas Kedurus Surabaya tahun 2015. 5. Menganalisis hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian hipertensi pada usia 45 tahun keatas di Puskesmas Kedurus Surabaya tahun 2015. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi peneliti 1. Memperoleh hasil penelitian yaitu adanya hubungan antara kebiasaan olahraga dan IMT dengan kejadian hipertensi pada usia 45 tahun keatas di Puskesmas Kedurus Surabaya tahun 2015. 2. Memperoleh pengalaman dalam mengembangkan teori-teori yang telah didapatkan selama di perkuliahan dan dapat mengaplikasikan teori
8 tersebut dalam penelitian untuk mengetahui hubungan kebiasaan olahraga dan IMT dengan kejadian hipertensi pada usia 45 tahun keatas. 3. Meningkatkan keterampilan peneliti dalam mengukur antropometri responden dengan menggunakan alat ukur. 4. Hasil penelitian yang dilakukan dapat dipublikasikan dalam jurnal penelitian ilmiah sehingga dapat menambah referensi mengenai bahaya hipertensi dan hubungan kebiasaan olahraga dan IMT dengan kejadian hipertensi pada usia 45 tahun keatas. 1.5.2 Bagi instansi 1. Dinas Kesehatan Kota Surabaya Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan pencegahan penyakit khususnya hipertensi yang mulai meningkat angka kejadiannya dengan mengendalikan beberapa faktor risiko yaitu kebiasaan olahraga dan status IMT obesitas. 2. Puskesmas Kedurus a. Menambah informasi mengenai hubungan kebiasaan olahraga dan IMT dengan kejadian hipertensi pada usia 45 tahun keatas. b. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan pencegahan penyakit khususnya hipertensi yang mulai meningkat angka kejadiannya dengan mengendalikan beberapa faktor risiko yaitu kebiasaan olahraga dan status IMT obesitas.
9 1.5.3 Bagi fakultas Menambah pengetahuan dan penelitian yang dapat menjadi pembendaharaan kepustakaan khususnya mengenai hubungan kebiasaan olahraga dan IMT dengan kejadian hipertensi pada usia 45 tahun keatas. 1.5.4 Bagi responden Mengetahui status IMT dan setelah pengambilan data, responden mendapatkan pengetahuan mengenai hipertensi melalui leaflet yang diberikan oleh peneliti.