BAB 1 PENDAHULUAN. membangun sumber daya manusia berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 237,64 juta jiwa. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terutama di bidang kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease atau penderita tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB I PENDAHULUAN. menular (noncommunicable diseases). Terjadinya transisi epidemiologi

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari 90 mmhg (World Health Organization, 2013). Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. darah sistolik (TDS) maupun tekanan darah diastolik (TDD)

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di

BAB I PENDAHULUAN. dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang menuju masyarakat industri. Perubahan kearah. pada gilirannya dapat memacu terjadinya perubahan pola penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB 1 PENDAHULUAN. otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang cukup tinggi terutama di negara-negara maju dan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia karena prevalensi yang masih tinggi dan terus meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan faktor resiko primer penyakit jantung dan stroke. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. tahun. Peningkatan penduduk usia lanjut di Indonesia akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi dimana tekanan darah sistolik lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa gejala, sehingga disebut sebagai Silent Killer (pembunuh terselubung).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jumpai. Peningkatan tekanan arteri dapat mengakibatkan perubahan patologis

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan gejala terlebih dahulu dan ditemukan secara kebetulan saat

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menghadapi masalah kesehatan yang kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia (BPS, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. suatu kondisi dimana pembuluh darah secara terus-menerus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah dengan membangun sumber daya manusia berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif. Transisi kesehatan terjadi oleh karena adanya transisi demografi dan transisi epidemiologi (Pradono dkk., 2005). Terjadinya transisi epidemiologi yang sejalan dengan transisi demografi dan transisi teknologi dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM), yang meliputi penyakit degeneratif dan man made disease yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas (Rahajeng dan Tuminah, 2009). Menurut Arisman (2010), perubahan pola struktur masyarakat, khususnya masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil pada perubahan pola fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi yang pada gilirannya dapat memacu meningkatnya penyakit tidak menular (PTM). PTM menyumbang hampir 60% kematian di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 PTM merupakan penyebab kematian 73% dan beban penyakit 60% di dunia. Demikian halnya di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, dilaporkan 49,7% penyebab kematian adalah akibat penyakit tidak menular (WHO, 2013). Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi permasalahan kesehatan serius saat ini. Hipertensi merupakan suatu keadaan 1

2 terjadinya peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, diabetes dan lain-lain (Syahrini, dkk., 2012). Dampak yang ditimbulkan oleh karena hipertensi dapat berujung pada kematian, pada tahun 2005 diperkirakan setiap tahunnya terdapat 1,4 juta kematian akibat hipertensi di wilayah Asia Tenggara (WHO, 2006). Hipertensi merupakan tantangan dalam permasalahan kesehatan masyarakat hampir semua negara di dunia dengan angka prevalensi cukup tinggi, selain itu hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner. Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2012, terjadi peningkatan prevalensi hipertensi di negara berkembang seperti di Afrika dan Asia Tenggara. Hal serupa diungkap pada hasil studi terkait prevalensi hipertensi bahwa secara global diperkirakan 972 juta jiwa menderita hipertensi dan sebesar 639 juta jiwa penderitanya terdapat pada negara berkembang. Diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderita hipertensi di dunia meningkat sebesar 60% atau sekitar 1,56 miliar penduduk dewasa dunia menderita hipertensi. Pada tahun 2000 secara global diperkirakan prevalensi hipertensi usia 20 tahun keatas cukup tinggi, di Amerika latin diperkirakan prevalensi hipertensi 40,1-41,4%, Karibia 34,3-35,4%, Asia 16,1-17,9%, Sub Sahara Afrika 26,-27,7% dan China 21,2-23,9%. Diperkirakan angka tersebut akan mengalami peningkatan pada tahun 2025 (Kearney, dkk., 2005). Prevalensi nasional hipertensi di Indonesia pada kelompok umur lebih dari 18 tahun berdasarkan pengukuran yang dilakukan sebesar 29,8% dengan insiden

3 komplikasi penyakit kardiovaskular lebih banyak pada perempuan yaitu sebesar 52% (Depkes RI, 2008). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi hipertensi di Jawa Timur sebesar 37,4% atau diatas prevalensi nasional (Depkes, 2008). Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam, bagi kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui, disebut dengan hipertensi essensial atau hipertensi primer (Depkes, 2006). Lebih dari 90% penderita hipertensi disebabkan oleh hipertensi primer yang belum diketahui penyebabnya (Rahman, 2008). Hipertensi primer mungkin akibat dari interaksi antara predisposisi genetik dan faktor lingkungan. Bila hipotesis ini benar maka hipertensi secara potensial dapat dicegah dengan usaha perubahan faktor risiko hipertensi yaitu dengan menjaga berat badan agar tidak berlebih, mengurangi konsumsi garam, mengurangi konsumsi alkohol dan olahraga (Budisantoso, 1994). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2007) dijelaskan bahwa stroke, hipertensi, dan penyakit jantung meliputi lebih dari sepertiga penyebab kematian, hipertensi menjadi penyebab kematian kedua setelah stroke dan disusul oleh penyakit jantung (Depkes, 2008). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori yang meliputi tekanan darah normal, prehipertensi, hipertensi tahap 1 dan hipertensi tahap 2. Prehipertensi termasuk kategori independen tekanan darah yang direkomendasikan menurut The Joint National Committee (JNC 7) on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure mendefinisikan prehipertensi apabila tekanan darah sistolik (120-139 mmhg) atau tekanan darah

4 diastolik (80-89 mmhg) pada usia lebih dari 18 tahun. Tekanan darah dalam kisaran prehipertensi dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya hipertensi dan penyakit kardiovaskuler. Studi terbaru menyebutkan bahwa apabila tekanan darah sistolik yang berada pada kisaran (120-139 mmhg) dan atau tekanan darah diastolik (80-89 mmhg) memiliki risiko lebih besar untuk terjadinya hipertensi klinis dibandingkan dengan tekanan darah dibawah kisaran tersebut (Chobanian, dkk., 2003). Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang tujuh kali lebih besar terkena stroke, enam kali lebih besar terkena congestive heart failure dan tiga kali lebih besar terkena serangan jantung (Rahajeng dan Tuminah, 2009). Diperkirakan prevalensi prehipertensi secara global 36% (Guo, dkk., 2011). Di wilayah Asia prevalensi prehipertensi tergolong tinggi, hal tersebut diketahui dari prevalensi prehipertensi usia dewasa muda di China sebesar 47% (Sun, dkk., 2007) sedangkan prevalensi prehipertensi di India 30,1% (Srinivas, dkk., 2013). Tidak jauh berebeda dengan wilayah Asia, prevalensi prehipertensi usia muda di Indonesia tergolong tinggi dan melebihi kedua negara tersebut yaitu 48,4%. Prehipertensi di usia muda (<35 tahun) juga berisiko untuk terjadinya arteroskelorosis pada 20 tahun kemudian, prehipertensi tidak meningkatkan mortalitas namun secara signifikan dapat meningkatkan kematian terhadap faktor risiko lain seperti penyakit jantung (Widjaja, dkk., 2013). Penderita prehipertensi berisiko untuk mengalami hipertensi klinis 19% pada lebih dari 4 tahun mendatang dan penyakit kardiovaskuler dikemudian hari (Sun, dkk., 2007). Insiden hipertensi pada kelompok yang sebelumnya mengalami

5 prehipertensi pada usia lebih dari 65 tahun sebesar 42% sedangkan yang terjadi pada kelompok umur 35 64 tahun sebesar 27%. Sebagian besar prehipertensi dapat berkembang menjadi hipertensi grade 1, hal tersebut tidak boleh diabaikan mengingat prehipertensi juga dapat berkembang atau berlanjut menjadi hipertensi grade 2 sebasar 17% pada lebih dari empat tahun kemudian (Svetkey, 2005). Setiap peningkatan tekanan darah sistolik (TDS) atau tekanan darah diastolik (TDD) (20/10mmHg) berisiko dua kali lipat untuk terjadinya penyakit kardiovaskular (Greendlund, dkk., 2004). Penderita hipertensi cenderung tidak menyadari kondisi mereka dan sebagian besar insiden hipertensi baru terdeteksi pada pelayanan kesehatan primer atau ketika melakukan pemeriksaan untuk kondisi yang lain dan semacam skrining oportunistik non sistematis (Engstrom, dkk., 2011). Hal yang sama juga terjadi pada kondisi prehipertensi yang seringkali asimtomatik (tanpa gejala) pada saat diagnosis. Kondisi tanpa gejala pada hipertensi perlu diwaspadai mengingat hipertensi merupakan the silent killer dikarenakan kedatangannya yang tiba-tiba dan tanpa menunjukkan adanya gejala tertentu. Seringkali penderita hipertensi baru menyadari atau mengetahui setelah penyakit hipertensi yang dideritanya menyebabkan berbagai penyakit komplikasi (Suiraoka, 2012). Di beberapa negara saat ini prevalensi prehipertensi terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup dan dapat berisiko untuk terjadinya hipertensi dikemudian hari. Beberapa faktor risiko prehipertensi seperti usia, tingkat pendidikan, gangguan lipid, merokok, obesitas dan konsumsi alkohol (Sun, dkk., 2007). Menurut Srinivas, dkk (2013) faktor risiko terjadinya

6 prehipertensi adalah usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, konsumsi alkohol dan riwayat keluarga. Kelebihan berat badan dan obesitas dilaporkan secara signifikan mempengaruhi status kesehatan, hal tersebut terkait dengan diabetes, hipertensi, kadar kolesterol tinggi, asma, arthritis (Rahmouni, dkk., 2004). Kegemukan atau obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak dalam jaringan adiposa. Menurut Liyasari (2007), sebagian besar penderita dengan tekanan darah tinggi adalah overweight dan hipertensi lebih sering terjadi pada obesitas. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi vaskuler sistemik. Obesitas maupun kelebihan berat badan mempengaruhi terjadinya prehipertensi 17,5% dan pengendalian berat badan dapat menurunkan risiko hipertensi hingga 77% dikemudian hari (Pitsavos, dkk., 2008). Prevalensi obesitas pada penduduk cukup tinggi. Saat ini 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih (overweight), dan sekurang-kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015, diperkirakan 2,3 milyar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta diantaranya mengalami obesitas (Libriansyah, 2013). Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas pada penduduk 15 tahun adalah 10,3% (laki-laki 13,9% dan perempuan 23,3%) dan Provinsi Jawa Timur memiliki prevalensi obesitas pada penduduk usia 15 tahun (13,7%) atau melebihi prevalensi obesitas di Indonesia (Depkes, 2008).

7 Berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibedakan menjadi dua jenis yaitu obesitas sentral dan obesitas umum. Obesitas sentral atau biasa disebut obesitas abdominal merupakan kondisi kelebihan lemak yang terpusat pada daerah perut. Kelebihan jaringan adiposit di bagian viseral berhubungan dengan resistensi insulin, hiperglikemia atau diabetes mellitus tipe 2, dislipidemia, hipertensi, status protrombik dan proinflamasi (Lirbiansyah, 2013). Dikatakan obesitas sentral atau abdominal apabila lingkar perut pada laki-laki lebih dari sama dengan 90 cm dan pada perempuan lebih dari sama dengan 80 cm. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 prevalensi obesitas sentral atau abdominal di Jawa Timur mencapai 19%, dan sebesar 21,4% terdapat di daerah perkotaan (Depkes, 2008). Terdapat hubungan kelebihan lemak tubuh yang terutama terlokalisir dibagian tengah tubuh (central obesity) erat kaitanya dengan tekanan darah dibandingkan dengan penumpukan lemak tubuh di perifer. Prehipertensi banyak terjadi pada penderita obesitas abdominal. Berdasarkan hasil studi, prehipertensi pada orang dewasa dengan obesitas abdominal di China sebesar 37,8% pada lakilaki dan 25,9% pada perempuan. Kepatuhan diet penderita prehipertensi dengan obesitas abdominal diperlukan untuk mengurangi risiko terjadinya hipertensi (Yu D, dkk., 2008). Modifikasi gaya hidup pada prehipertensi dapat mengurangi risiko menjadi hipertensi klinis. The Seventh Report of the Joint National Committee (JNC 7) on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure merekomendasikan modifikasi gaya hidup berupa diet DASH (The

8 Dietary Approaches to Stop Hypertension) merupakan diet dari beberapa grup makanan, termasuk lebih banyak buah, sayuran dan makanan yang kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium, aktifitas fisik, dan mengurangi konsumsi alkohol. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi, mengurangi kosumsi garam dan mengurangi kelebihan berat badan dapat menurunkan risiko pasien dari penggunakan obat (Collier dan Landram, 2012). Beberapa studi menunjukkan bahwa prehipertensi meningkatkan risiko kardiovaskular dan telah memiliki bukti mencapai target organ, seperti gangguan relaksasi ventrikel maupun mikroalbuminuria (Lee, dkk., 2005). Penderita prehipertensi memiliki risiko sebesar 5,99 kali terjadinya arteriosklerosis bila dibandingkan dengan normotensi (Ninomiya, dkk., 2007). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh The Strong Heart Study menyebutkan bahwa mulai terdapat penebalan dinding ventrikel kiri pada penderita prehipertensi dibandingkan dengan normotensi (Drukteinis, dkk., 2007). Kondisi tersebut perlu diwaspadai mengingat prehipertensi merupakan bentuk peringatan untuk segera melakukan beberapa upaya pecegahan melalui modifikasi gaya hidup agar tidak terjadi hipertensi klinis dikemudian hari (Gedikli, dkk., 2010). 1.2 Kajian Masalah Prehipertensi termasuk dalam kategori pengukuran tekanan darah menurut The Seventh Report of the Joint National Committee (JNC 7) on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure, dan merupakan suatu bentuk pengingat untuk campur tangan gaya hidup pasien dalam rangka

9 pencegahan perkembangan menuju hipertensi. Perkembangan prehipertensi menjadi hipertensi merupakan tantangan dalam permasalahan kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit jantung yang merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia, serta bertanggung jawab terhadap tingginya biaya pengobatan dikarenakan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit dan penggunaan obat jangka panjang. Berdasarkan data Riskesdas Provinsi Jawa Timur tahun 2007, prevalensi hipertensi di Kabupaten Gresik sebesar 29,6% (Depkes, 2008). Hipertensi berada pada urutan ke lima dari sepuluh penyakit terbanyak di Kabupaten Gresik. Tabel 1.1 Distribusi Jumlah Penderita Hipertensi di Kabupaten Gresik Tahun 2010-2012 Tahun Jumlah Penderita Hipertensi 2010 35.182 2011 39.895 2012 43.576 Sumber: Gresik Dalam Angka 2011-2013 (BPS) Berdasarkan data dari BPS dalam laporan Gresik Dalam Angka (GDA) pada tahun 2010 hingga 2012, Penderita hipertensi di Kabupaten Gresik mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tingginya angka hipertensi di Kabupaten Gresik tidak menutup besar kemungkinan terjadinya prehipertensi. Kelebihan berat badan dan obesitas secara signifikan mempengaruhi status kesehatan. Obesitas tidak hanya berpengaruh terhadap hipertensi, namun juga pada kejadian prehipertensi. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi vaskuler sistemik. Prehipertensi

10 seringkali terjadi pada penderita obesitas abdominal. Dikatakan obesitas sentral/abdominal apabila lingkar perut pada laki-laki 90 cm dan pada perempuan 80 cm. Berdasarkan hasil studi, prehipertensi pada orang dewasa dengan obesitas abdominal di China sebesar 37,8% pada laki-laki dan 25,9% pada perempuan. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Jawa Timur tahun 2007, prevalensi obesitas sentral/abdominal di Kabupaten Gresik tergolong tinggi 21,5% atau melebihi prevalensi di Jawa Timur (Depkes, 2008). Penderita hipertensi cenderung tidak menyadari kondisi mereka dan sebagian besar insiden hipertensi terdeteksi pada pelayanan kesehatan primer. Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan primer sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia, guna meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Perubahan gaya hidup seperti diet perlu diterapkan, namun demikian pada kenyataannya menjalankan diet tidakah mudah mengingat kurangnya kontrol tekanan darah dan anggapan prehipertensi bukanlah suatu penyakit sehingga seringkali menjadikan rendahnya kesadaran penderita untuk merubah perilaku berisiko. Tindakan preventif dalam rangka pencegahan penyakit hipertensi harus dilakukan, prehipertensi merupakan suatu bentuk peringatan untuk terjadinya hipertensi dikemudian hari. Komplikasi prehipertensi dan hipertensi memiliki

11 dampak yang besar pada kualitas hidup. Promosi kesehatan, deteksi dini dan peranan intervensi penting dilakukan dalam mencegah komplikasi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis determinan prehipertensi pada obesitas abdominal di Kabupaten Gresik. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan kajian masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah: Apa determinan prehipertensi pada obesitas abdominal di Kabupaten Gresik?. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Menganalisis determinan prehipertensi pada obesitas abdominal di Kabupaten Gresik 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik responden prehipertensi pada obesitas abdominal yang meliputi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan riwayat keluarga dengan hipertensi) 2. Mengidentifikasi besar prevalensi prehipertensi pada obesitas abdominal di Kabupaten Gresik 3. Mengidentifikasi frekuensi konsumsi makan pada obesitas abdominal. 4. Menganalisis hubungan antara usia dengan prehipertensi pada obesitas abdominal. 5. Menganalisis hubungan antara jenis kelamin dengan prehipertensi pada obesitas abdominal.

12 6. Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan prehipertensi pada obesitas abdominal. 7. Menganalisis hubungan antara riwayat keluarga dengan hipertensi dengan prehipertensi pada obesitas abdominal. 8. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan prehipertensi pada obesitas abdominal. 9. Menganalisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan prehipertensi pada obesitas abdominal. 10. Menganalisis hubungan antara kolesterol total dengan prehipertensi pada obesitas abdominal. 11. Menganalisis hubungan antara LDL dengan prehipertensi pada obesitas abdominal. 12. Menganalisis hubungan antara HDL dengan prehipertensi pada obesitas abdominal. 13. Menganalisis hubungan antara trigliserida dengan prehipertensi pada obesitas abdominal. 14. Menganalisis hubungan antara diabetes mellitus dengan prehipertensi pada obesitas abdominal. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Instansi Dinas Kesehatan Dapat mengetahui prevalensi prehipertensi pada obesitas abdominal di Kabupaten Gresik, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai acuan dan masukan bagi pelaksanaan rencana kerja dalam rangka

13 menentukan kebijakan sehingga penatalaksanaan pelayanan kesehatan khususnya terkait hipertensi dapat bersifat preventif, kuratif maupun rehabilitatif. 1.5.2 Bagi Masyarakat Sebagai sumber informasi dan edukasi bagi masyarakat dalam memahami faktor risiko prehipertensi pada obesitas abdominal dan diharapkan dapat melakukan upaya pengendalian faktor risiko serta upaya pencegahan sedini mungkin untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 1.5.3 Bagi Peneliti Mampu mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh, dan dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan kesehatan masyarakat.