I. PENDAHULUAN. Pada Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa setiap

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 40/PUU-X/2012

BAB I PENDAHULUAN. rohani maupun kesehatan jasmani. Terkait kesehatan jasmani merupakan suatu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 4/PUU-V/2007

BAB XX KETENTUAN PIDANA

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN SARANA PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DI BIDANG MEDIK

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

I. PENDAHULUAN. sistem kesehatan nasional. Kesehatan merupakan hak asasi manusia, sehingga

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO. 36 TH. 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

Wulan Ariana Lestari, Heri Tjandrasari, Wahyu Andrianto. Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Kekhususan Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa

P E R A T U R A N D A E R A H

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN MASALAH HUKUM

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. Kawat gigi atau behel (bahasa Inggris: dental braces) adalah salah satu

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TENTANG IZIN KERJA PERAWAT GIGI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN SARANA PELAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN SIMEULUE

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 4 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 121 TAHUN : 2011 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

MENGIMPLEMENTASIKAN UPAYA KESEHATAN JIWA YANG TERINTEGRASI, KOMPREHENSIF,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

BAB III TINJAUAN TEORITIS

MASA BAKTI DAN PRAKTEK DOKTER DAN DOKTER GIGI Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor 1 Tahun 1988 Tanggal 15 Februari Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]

I. PENDAHULUAN. hidup layak dan baik. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan perundang-undangan. Izin menurut definisi yaitu perkenan atau

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomi (Notoadmodjo, 2012).

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

- 1 - BUPATI ACEH TAMIANG. Rancangan QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 112 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

KARAKTERISTIK DAN MOTIVASI PEMAKAIAN PIRANTI ORTODONTI CEKAT PADA SISWA SMP DAN SMA BODHICITTA DAN HUSNI THAMRIN MEDAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

a. bahwa balai pengobatan dan rumah bersalin merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 4 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PRAKTEK TENAGA MEDIS DAN TENAGA KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

1. UU 29/2004 Tentang Praktik Kedokteran (UUPK) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis Rekam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

RechtsVinding Online

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Sivaraj (2013), kawat gigi atau dalam bahasa medisnya orthodontic

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENYALAHGUNAAN FUNGSI LEM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 5 TAHUN 2008 SERI : C NOMOR : 2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak konstitusional bagi masyarakat yang diakui oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam rangka menjaga tingkat kesehatan dalam masyarakat tentu dibutuhkan tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan merupakan sumber daya kesehatan yang utama, sebab dengan tenaga kesehatan ini semua sumber daya kesehatan yang lain seperti fasilitas kesehatan, perbekalan kesehatan, serta tekhnologi dapat dikelola secara sinergi dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan.

2 Tenaga kesehatan dalam menduduki tugas dan fungsinya, harus mempunyai kemampuan atau keterampilan sesuai dengan jenis dan kualifikasi tenaga kesehatan tersebut. Salah satu bentuk dari upaya pelayanan kesehatan tersebut adalah pelayanan dalam bidang kesehatan gigi dan mulut, untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut masyarakat pada umumnya memilih dokter gigi yang tentunya lebih memahami tentang kesehatan mulut. Tindakan yang dilakukan oleh dokter gigi yaitu meliputi tindakan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif terhadap kondisi gigi dan mulut individu ataupun masyarakat. Tindakan perawatan yang dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi umum antara lain penambalan gigi berlubang, pembersihan karang gigi, pencabutan gigi, pembuatan gigi tiruan. Seorang dokter gigi seringkali menggunakan sinar-x dalam menegakkan diagnosa. 1 Untuk mendapat gelar dokter gigi di Indonesia, seorang calon dokter gigi harus mengikuti pendidikan khusus di fakultas kedokteran gigi selama kurang lebih empat tahun untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi (S.K.G). Kemudian harus mengikuti masa magang di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya selama kurang lebih dua tahun untuk mendapatkan gelar dokter gigi. 2 Perkembangannya di Indonesia saat ini, dikarenakan kepentingan ekonomis jasa pelayanan kesehatan gigi dan mulut tidak hanya dilakukan oleh dokter gigi saja, adapula yang dilakukan oleh para tukang gigi. Tukang gigi berdasarkan Peraturan 1 http://id.wikipedia.org/wiki/kedokteran_gigi kedokteran gigi diakses pada tanggal 4 november 2013 pukul 21.17 WIB. 2 Kansil, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia. Melton Putra, 1991. hlm 47

3 Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi adalah mereka yang melakukan pekerjaan dibidang penyembuhan dan pemulihan kesehatan gigi dan tidak mempunyai pendidikan berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran gigi dan telah memiliki izin dari menteri kesehatan untuk melakukan pekerjaannya. Dalam melakukan pekerjaannya tukang gigi memiki wewenang untuk: a. membuat gigi tiruan lepasan dari arkilik sebagian atau penuh. b. membuat gigi tiruan lepasan. Dalam melaksanakan kegiatannya, tukang gigi dilarang untuk melakukan kegiatan kegiatan sebagai berikut : a. melakukan penambalan gigi dengan tambalan apapun. b. melakukan pembuatan dan pemasangan tiruan cekat mahkota tumpatan tuang atau sejenisnya. c. menggunakan obat-obatan yang berhubungan dengan bahan tambalan gigi, baik sementara maupun tetap. d. melakukan pencabutan gigi, baik dengan suntikan maupun tanpa suntikan. e. melakukan tindakan-tindakan secara medis termasuk pemberian obatobatan. f. mewakili perkerjaannya kepada siapapun. 3 3 Ibid

4 Sebagaimana tertera pula dalam Pasal 73 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dinyatakan bahwa setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik. Akan tetapi dalam perkembangannya saat ini, maraknya para tukang gigi yang melakukan kegiatan yang menyalahi peraturan yang ada, seperti melakukan pencabutan gigi, maupun yang sedang tren saat ini, yaitu pemasangan kawat gigi. Padahal tukang gigi sama sekali tidak pernah mempelajari langsung gigi yang terdapat pada tengkorak manusia. Jadi, pada dasarnya tukang gigi tidak tahu dan belajar mengenai aspek medis terkait dengan alat-alat yang mereka gunakan. Peran pemerintah dalam mengatur keberadaan tukang gigi di Indonesia pertama kali adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53/DPK/I/K/1969 Tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Menjalankan Pekerjaan Tukang Gigi. Peraturan tersebut mengatur tentang pendaftaran dan pemberian izin menjalankan pekerjaan tukang gigi, peraturan ini dikeluarkan dengan latar belakang bahwa pada waktu itu Indonesia masih banyak orang-orang yang melakukan pekerjaan di bidang kesehatan tidak memiliki pengetahuan ilmiah yang diperlukan dalam melakukan pekerjaannya di luar batas wewenang dan kemampuannya yang dapat membahayakan atau merugikan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu maka Pemerintah pada waktu itu hal tersebut perlu untuk ditetibkan. Peraturan tersebut kemudian dicabut dengan dikeluarkannya

5 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi. Pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 adalah bahwa upaya pengobatan berdasarkan ilmu atau cara lain dari pada ilmu kedokteran, diawasi oleh pemerintah agar tidak membahayakan kesehatan masyarakat. Oleh karena tukang gigi dalam melakukan pekerjaannya banyak berhubungan dengan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang menggunakan cara dan alat yang sebagian besar ada kesamaannya dengan alat yang digunakan oleh dokter gigi, akan tetapi tidak memiliki pendidikan di bidang ilmu pendidikan kedokteran gigi, sehingga perlu diawasi dan ditertibkan agar tidak merugikan masyarakat. Dalam rangka penertiban menurut peraturan ini maka izin pekerjaan tukang gigi secara bertahap akan dihapus yaitu dengan tidak diaturnya tentang pengeluaran izin baru bagi tukang gigi sehingga tidak ada lagi tukang gigi yang baru membuka praktik memiliki izin, namun bagi tukang gigi yang sudah memiliki izin berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53/DPK/I/K/1969 dimungkinkan untuk memperpanjang izin yang sudah dimiliki, izin yang diperpanjang tersebut berlaku selama tiga tahun dan dapat diperpanjang kembali. Pada pasal 4 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 dijelaskan bahwa pembaharuan izin diberikan apabila tukang gigi memenuhi syarat sebagai berikut: a. Telah mendaftarkan kembali izin yang telah dimilikinya seperti dimaksud dalam pasal 2

6 b. Belum melewati usia 65 (enam puluh lima) tahun dan masih mampu melakukan pekerjaan sebagai tukang gigi, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. c. Tidak sedang menjalani hukuman administrative atau pidana. Akan tetapi berdasarkan kenyataan yang terjadi dilapangan masih ada tukang gigi menjalankan pekerjaannya tidak hanya berdasarkan kewenangannnya saja, banyak ahli gigi yang melakukan tindakan medis yang seharusnya dilakukan oleh tanaga kesehatan yang berwenang dalam hal ini yaitu dokter gigi. Oleh karena itu untuk melindungi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan gigi maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011, dasar hukum tukang gigi untuk melakukan praktik pelayanan kesehatan gigi dihapuskan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011 berisi tentang pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 tentang Pekerjaan Tukang gigi. Pertimbangan dikeluarkannya peraturan tersebut bahwa pelayanan kesehatan gigi dan mulut hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang dan bukan merupakan kewenangan tukang gigi. Yang menjadi dasar penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011 berisi tentang pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989

7 tentang Pekerjaan Tukang gigi yaitu Pasal 73 Ayat (2) dan pasal 78 Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Pada Pasal 73 ayat (2) UU Praktik Kedokteran dinyatakan bahwa, "Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik, kecuali tukang gigi yang mendapat izin praktik dari Pemerintah". Serta Pasal 78 UU Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa "Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik, kecuali tukang gigi yang mendapat izin praktik dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) adalah tukang gigi". Berdasarkan kedua pasal tersebut maka dapat dikatakan bahwa pekerjaan tukang gigi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat merupaka suatu tindakan pidana. Setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011, Hamdani Prayogo salah satu tukang gigi mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran kepada Mahkamah Konstitusi (MK), yang kemudian

8 pada tanggal 15 Januari 2013, MK memutuskan mengabulkan Permohonan pengujian Pasal 73 Ayat (2) dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam pertimbangannya MK mengemukakan, penyimpangan maupun pelanggaran yang dilakukan oleh tukang gigi ataupun juga karena terbatasnya kemampuan yang dimiliki oleh tukang gigi dalam menjalankan pekerjaannya dapat diselesaikan melalui pembinaan, perizinan, dan pengawasan oleh Pemerintah. Dengan keputusan MK tersebut, tukang gigi tidak dapat langsung menjalankan pekerjaannya melainkan hanya tukang gigi yang mendapatkan izin dari pemerintah saja yang dapat membuka praktik. tukang gigi yang mendapat izin dari pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan adalah mereka yang telah mendapatkan izin berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53/DPK/I/K/1969 dan diperpanjang berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/Menkes/Per/1989. Kewenangan Tukang gigi sendiri tetap hanya sebatas membuat gigi tiruan lepasan dari arkilik sebagian atau penuh dan membuat gigi tiruan lepasan, sedangkan larangan pemasangan kawat gigi, penambalan dan pencabutan gigi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi tetap diberlakukan. Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Palembang, Sumatera Selatan, Erwan Naufal mengatakan, kawat gigi yang dipasang tidak sesuai dengan prosedur selain dapat menyebabkan gigi bergeser juga dapat menimbulkan

9 berbagai macam penyakit, pemasangan kawat gigi seharusnya dilakukan oleh seorang dokter gigi bukan dilakukan oleh sembarangan orang yang bukan ahlinya. Kawat gigi yang dipasang oleh bukan dokter gigi dan tidak diawasi oleh dokter gigi, belum tentu prosedurnya aman dan memenuhi standar.akibat pemasangan kawat gigi yang tidak benar itu, selain terjadi pergeseran gigi yang mengakibatkan pemakainya sulit untuk mengunyah, juga rentan menimbulkan randang gusi. 4 Seperti yang dialami oleh Annisa warga Karya Kasih yang memasang behel dengan tukang gigi. Ia sama sekali tidak menduga usahanya untuk merapikan letak giginya lima tahun lalu berakibat ia harus menjalani perawatan perbaikan sendi rahangnya sedikitnya tiga tahun ke depan. Nisa mengaku, awalnya memasang behel sekitar lima tahun lalu karena ingin merapikan posisi giginya. Namun, untuk memasang behel tersebut gigi ginsulnya harus dicabut agar mempermudah pemasangan. Setelah pemasangan behel selesai, ia kerap kali merasa ngilu dan merasa sakit apalagi saat makan. Permasalahan keluhan itu, menurut ketua Persatuan dokter gigi Indonesia (PDGI) drg Iskandar Muda Siregar mengatakan lebih karena ketidakfahaman masyarakat kemana pergi untuk kesehatan gigi mereka. Sementara untuk keluhan Nisa, menurut Iskandar, dirinya akan melakukan evaluasi, melakukan foto sebagai prosedur. Namun, rumitnya ruang bekas pencabutan gigi sudah tidak ada lagi. Praktik pemasangan kawat gigi oleh tukang gigi sangat ditentang oleh PDGI. PDGI berpendapat bahwa pelayanan 4 http://www.mediaindonesia.com/read/2011/09/15/259566/293/14/awas-pemasangan-kawat-. Salah-Sebabkan-Gigi-Bergeser awas pemasangan kawat salah sebabkan gigi bergeser diakses pada tanggal 4 november 2013 pukul 22.08 WIB.

10 tukang gigi yang ada saat ini tidak didasarkan pada pemahaman dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran gigi. Jika hal ini dilakukan oleh pihak yang tidak kompeten, maka akan membawa efek samping yang lebih parah bagi pasien. Efek itu mulai dari infeksi ringan pada gusi sampai kejaringan yang lebih dalam pada tulang yang mengakibatkan pembengkakan. Selain itu, ada pula risiko tumbuhnya jaringan yang tidak normal arahnya yang berakibat pada timbulnya penyakit yang lebih parah. Bukan hanya itu, penanganan yang tidak tepat juga dapat berakibat pada penyakit infeksi lainya. Misalnya pada ibu hamil dapat berakibat pada kelahiran bayi yang prematur dengan berat badan yang rendah. 5 Meskipun telah diatur mengenai batas kewenangan tukang gigi dalam peraturan menteri kesehatan, masih banyak masyarakat yang belum mengerti apa sebenarnya risiko yang timbul dari jasa yang diberikan tukang gigi dibanding dengan jasa yang diberikan oleh spesialis dokter gigi dikarenakan tarif jasa yang diberikan oleh ahli gigi lebih murah dibanding dengan jasa yang ditawarkan oleh dokter gigi. Karena tarif yang lebih murah itu, maka timbul permintaan dari konsumen tukang gigi untuk melakukan tindakan perawatan gigi dan mulut yang diluar batas kewenangan dari tukang gigi. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik mengadakan penelitian yang dituangkan dalam bentuk proposal skripsi dengan judul Perlindungan 5 Kompas.com tukang gigi dan resiko infeksi gigi <http://health.kompas.com/read/2011/04/04/1457241/tukang.gigi.dan.resiko.infeksi>, diakses pada 5 november 2013 pukul 09.05 WIB

11 Konsumen Terhadap Jasa Pelayanan Oleh Tukang Gigi Ditinjau Dari Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen B. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang tersebut,maka terdapat beberapa permasalahan yang akan dirumuskan oleh penulis antara lain : 1. Bagaimana hubungan hukum yang terjadi antara tukang gigi dengan konsumen? 2. Apa akibat hukum yang timbul dari hubungan hukum antara tukang gigi dengan konsumen? 3. Bagaimana tanggung jawab tukang gigi kepada konsumen penerima jasa yang merasa dirugikan? C. Tujuan Penelitian Sehubungan dengan permasalahan diatas maka yang menjadi tujuan penelitian adalah: 1. Agar lebih mengetahui dan memahami bagaimana hubungan hukum yang terjadi antara tukang gigi dengan konsumen. 2. Mengetahui dan memahami Apa akibat hukum yang timbul dari hubungan hukum antara tukang gigi dengan konsumen. 3. Untuk lebih mengetahui dan memahami bagaimana tanggung jawab tukang gigi kepada konsumen penerima jasanya yang merasa dirugikan.

12 D. Kegunaan Penelitian Kegunanaan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat,memberikan sumbangan pemikiran di bidang ilmu hukum pada umumnya khusunya hukum perlindungan konsumen mengenai Perlindungan konsumen pengguna jasa tukang gigi berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Hukum Perlindungan konsumen. 2. Jika memungkinkan memberikan sumbangan pemikiran baru terhadap eksistensi dan efektifitas UUPK dalam memberikan pelayanan khususnya dibidang jasa tukang gigi b. Manfaat Praktis Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat, khususnya khususnya bagi masyarakat yang menggunakan jasa tukang gigi untuk dapat mengetahui dan memahami apa saja hak dan kewajiban dari tukang gigi dan konsumennya.