BAB I PENDAHULUAN. ongkos angkot, berbelanja, berjalan, dan lain-lain. Bahkan Niss (Hadi, 2005)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas dari pemelihara dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Angie (Uno : 2009) menyatakan tanpa disadari

BAB I PENDAHULUAN. yang paling tepat untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan. berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

I. PENDAHULUAN. berkualitas dan satu satunya wadah yang berfungsi sebagai alat untuk. membangun SDM yang bermutu tinggi adalah pendidikan.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

OPTIMALISASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN PENALARAN SISWA DI KELAS VIIA SMP MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan siswa tidak menyukai belajar matematika, karena mereka

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik

PENERAPAN STRATEGI SCAFFOLDING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana seseorang mendapat masalah sesuai kemampuannya. Setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa melalui model matematika. sebagai produk yang siap pakai. Selain itu guru-guru tidak mengetahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Efektivitas pembelajaran di sekolah merupakan indikator penting yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Guru merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 siswa, diketahui kegiatan belajar mengajar fisika yang berlangsung dikelas hanya mencatat dan mengerjakan soal-soal, hal ini menyebabkan siswa kuran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. konsep-konsep sehingga siswa terampil untuk berfikir rasional. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH DI SMAN 1 MEDAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW

: PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DENGAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KETUNTASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari serta dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan tertentu. Agar siswa dapat mencapai tujuan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengaplikasikan materi ajar yang didapatnya di kelas ke dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran siswa dapat memahami konsep yang dipelajarinya. mengingat dan membuat lebih mudah dalam mengerjakan soal-soal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan. Proses pembelajaran di dalam kelas harus dapat menyiapkan siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah nilai yang melebihi dari KKM. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan tersebut, salah satunya bekal kemampuan untuk berpikir kritis

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang telah hendak dicapai,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Proses pendidikan dipandang sebagai aktivitas yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. sumbangan langsung terhadap berbagai bidang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembelajaran adalah suatu proses yang tidak hanya sekedar menyerap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada proses belajar mengajar ada interkasi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan guru, dimana

JKPM VOLUME 3 NOMOR 2 SEPTEMBER 2016 ISSN :

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA

BAB I PENDAHULUAN. selalu diupayakan pemerintah dengan berbagai cara, seperti penataan guru-guru,

BAB I PENDAHULUAN. Individu tidak akan berkarya jika karya itu tidak bermanfaat bagi dirinya ataupun

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk menciptakan manusia yang cerdas, trampil

Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Tumbuhan Hijau di Kelas V SDN 3 Tolitoli

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran matematika secara tuntas di setiap jenjang pendidikan.

Penerapan Metode Penugasan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Perubahan Wujud Benda dalam Pembelajaran IPA Kelas IV SDN 21 Ampana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun oleh: BIVIKA PURNAMI A

BAB I PENDAHULUAN. belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan pelajaran yang penting, banyak aktivitas yang dilakukan manusia berhubungan dengan matematika, contohnya menghitung ongkos angkot, berbelanja, berjalan, dan lain-lain. Bahkan Niss (Hadi, 2005) menyatakan lebih luas lagi bahwa: Salah satu alasan utama diberikan matematika kepada siswa-siswa di sekolah adalah untuk memberikan kepada individu pengetahuan yang dapat membantu mereka mengatasi berbagai hal dalam kehidupan, seperti pendidikan atau pekerjaan, kehidupan pribadi, kehidupan sosial, dan kehidupan sebagai warga Negara. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan lepas dengan berbagai masalah. Masalah yang dihadapi manusia semakin hari semakin kompleks seirama dengan bertambah tanggungjawab yang diembannya. Setiap manusia mempunyai cara tersendiri untuk menyikapi masalah. Ada yang berusaha untuk menyelesaikannya dan ada yang berusaha untuk menghindar dari masalah yang dihadapinya. Orang yang berani menghadapi dan berusaha memecahkan masalah adalah lebih baik dari orang yang menghindar dari masalah. Untuk mengatasi masalah orang harus belajar bagaimana mengelola masalah yang dihadapinya. Dalam mengelola masalah dibutuhkan kemampuan berpikir secara kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Kecakapan hidup (life skill) merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi masalah hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya 1

2 (Depdiknas,2003:5). Sikap dan cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya. Diharapkan bahwa semua yang belajar matematika dapat berpikir secara rasional sehingga dapat menjadi pemecah masalah yang baik. Akan tetapi fakta dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah. Hal ini didasarkan hasil penelitian menurut Wardani (Purba : 2010) bahwa secara klasikal kemampuan pemecahan masalah matematika siswa belum mencapai taraf ketuntasan belajar. Setiawan (2008) juga mengungkapkan di dalam pembelajaran siswa tidak dibiasakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan matematika yang membutuhkan rencana, strategi, dan mengeksplorasikan kemampuan menggeneralisasi dalam penyelesaian masalah. Dalam pembelajaran matematika di kelas XI Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SMA Plus Al-Azhar Medan dijumpai beberapa siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal matematika terutama yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah. Pada beberapa soal trigonometri kelas XI Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) misalnya, dijumpai soal-soal yang memerlukan pemecahan masalah yang tidak setiap siswa mampu menyelesaikannya. Sebagai contoh terlihat dari jawaban siswa tentang suatu soal yang mengukur pemecahan masalah matematika siswa di kelas XI Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SMA Plus Al-Azhar Medan sebagai berikut: Tentukan semua nilai x yang memenuhi cos 2x 3cos x + 2 = 0 untuk 0 0 x 360 0.

3 Dari 20 siswa, 4 orang di antaranya tidak menjawab soal tersebut, 9 orang menjawab dengan jawaban yang salah dan 7 orang menjawab dengan jawaban yang benar. Data tersebut menunjukkan bahwa masih cukup banyak siswa dalam pemecahan masalah trigonometri yang masih lemah. Siswa mengalami kesulitan untuk memahami maksud soal tersebut, merumuskan apa yang diketahui dari soal tersebut, rencana penyelesaian siswa kurang terarah dan proses perhitungan atau strategi penyelesaian dari jawaban yang dibuat siswa belum benar serta siswa tidak memeriksa kembali jawabannya. Hal ini diperkuat dengan laporan TIMSS (Setiawan : 2000) juga menyebutkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam pemecahan masalah matematik hanya 25% dibanding dengan negara-negara seperti Singapura, Hongkong, Taiwan dan Jepang yang sudah di atas 75%. Berdasarkan hasil pengamatan dan interview sementara terhadap siswa diperoleh bahwa; Pertama, ternyata dikalangan siswa masih membudaya cara belajar hafalan yang dilakukan siswa saat ulangan, hal ini dapat diketahui dari jawaban ulangan siswa dimana siswa tidak mampu menggunakan rumus yang telah diajarkan dalam menyelesaikan pemecahan masalah matematika. Kedua, siswa hanya mau belajar ketika di kelas saja dan malas untuk mengerjakan pekerjaan rumah (PR), hal ini dapat diketahui dari nilai tugas siswa yang masih rendah. Ketiga, Cara menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika siswa juga cendrung tidak terstruktur seperti langkah-langkah yang telah digariskan Polya. Ini disebabkan soal yang diberikan selama ini adalah soal berbentuk pilihan ganda yang menyediakan pilihan jawaban sehingga siswa dengan mudahnya menetukan jawaban dari soal yang diberikan tanpa memperhitungkan benar atau

4 salah, hal ini tentunya tidak dapat mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Keempat, kecakapan sosial yang dimiliki siswa masih sangat rendah di antara kemampuan siswa dalam menghargai pendapat orang lain dan bekerjasama di dalam kelompok pada proses pembelajaran matematika. Masalah yang dihadapi dalam pembelajaran matematika saat ini adalah kurang diterapkannya pembelajaran siswa aktif (active learning). Ini dapat dilihat dari kurangnya siswa mendominasi aktifitas pembelajaran, siswa malu bahkan takut bertanya, mengemukakan gagasan, mempertanyakan gagasan orang lain dan gagasannya. Guru lebih banyak mengajarkan matematika secara tradisional, yaitu secara informatif dengan metode ceramah, dan pemberian tugas. Pembelajaran matematika dengan metode ini kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi sesamanya, mengeluarkan pendapat. Kegiatan belajar seperti ini lebih bersifat individual ( Lie, 2002: 26). Keberhasilan metode ini sangat bergantung kepada kemampuan siswa untuk mengingat dan kemampuan improvisasi guru. Diperkuat oleh Hadi (2005) menyatakan: Beberapa hal yang menjadi ciri pembelajaran matematika di Indonesia selama ini adalah pembelajaran berpusat pada guru. Guru menyampaikan pelajaran dengan menggunakan metode ceramah atau ekspositori sementara para siswa mencatatnya pada buku catatan. Guru dianggap berhasil apabila dapat mengelola kelas sedemikian rupa sehingga siswa-siswa tertib dan tenang mengikuti pelajaran yang disampaikan guru, pengajaran dianggap sebagai proses penyampaian fakta-fakta kepada para siswa. Siswa dianggap berhasil dalam belajar apabila mampu mengingat banyak fakta dan mampu menyampaikan kembali fakta-fakta tersebut kepada orang lain atau menggunakannya untuk menjawab soal-soal dalam ujian. Guru sendiri merasa belum mengajar kalau tidak menjelaskan materi kepada para siswa. Pendapat yang sama juga dikemukakan dari hasil penjajakan yang dilakukan Slameto (2006) menunjukkan bahwa umumnya proses pembelajaran

5 matematika yang ditemuinya masih dilakukan secara konvensional, driil bahkan ceramah. Proses pembelajaran seperti ini hanya menekankan kepada tuntutan pencapaian kurikulum ketimbang mengembangkan kemampuan belajar siswa. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Hudojo (2003) menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran seperti ini tidak mengakomodasi pengembangan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, penalaran, koneksi dan komunikasi matematika siswa. Oleh karena itu perlu adanya metode yang bervariasi agar jalannya proses belajar mengajar tidak membosankan, sehingga dapat menarik perhatian siswa untuk belajar dan pada akhirnya kualitas pembelajaran semakin meningkat. Selain tidak membosankan, matematika juga dapat dibuat menjadi rekreatif dan menyenangkan. Matematika yang menyenangkan dapat disuguhkan dalam bentuk permainan, lagu-lagu yang diciptakan sendiri atau gambar-gambar yang memadukan angka dengan hewan atau bunga dan buah-buahan. Jika anak salah menjawab jangan pernah memarahi, menghukum atau mencela, tetap berikan pujian dan kemudian mengulangi pertanyaan sambil menjelaskan jawaban yang tepat. Matematika tidak hanya lagi terfokus pada hitungan aritmatika semata tetapi matematika lebih kepada penalaran yang menggunakan logika. Matematika bukan hanya sekedar aktivitas penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian. Belajar matematika harus aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan hidup. Sehingga siswa senang dan tertarik untuk belajar matematika yang akan berdampak pada penguasaan dan pemahaman materi matematika yang merupakan ilmu dasar pengembangan sains dan teknologi.

6 Menyikapi permasalahan yang timbul dalam proses pembelajaran matematika di sekolah, terutama yang berkaitan dengan pentingnya pemecahan masalah matematika siswa yang akhirnya mengakibatkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, maka perlu dicari solusi model dan teknik pembelajaran yang dapat mengakomodasi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Salah satu model pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berbasis teknik pemecahan masalah menurut Polya. Hal ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Nasution, (2008:123) bahwa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada pembelajaran Matematika dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, membuat suasana belajar lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan Ibrahim (2000:7) bahwa Model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar dan perubahan norma yang berhubungan dengan kemampuan pemecahan masalah. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dilaksanakan agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara kelompok, sehingga dapat mengakomodir kesempatan yang sama bagi siswa untuk mencapai keberhasilan pada kelas yang siswanya berjumlah banyak. Jigsaw

7 didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Mengumumkan pengakuan atau penghargaan dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah salah satu hal yang dapat meningkatkan motivasi dan semangat siswa dalam belajar. Hal seperti ini tidak didapatkan pada pembelajaran kelompok biasa. Dalam kaitannya dengan kemampuan pemecahan masalah, teknik/langkahlangkah pemecahan masalah yang dikemukakan George Polya menjadi penting dilaksanakan oleh guru sebagai acuan guru dalam memberikan skor terhadap langkah-langkah hasil penyelesaian siswa sehingga guru tidak hanya sekilas mengoreksi kemudian memberikan skor. Penilaian tidak hanya pada hasil akhir tetapi juga memalui proses. Sedangkan bagi siswa dapat menuntun siswa untuk berfikir logis, kreatif, melatih keterampilan membaca dan membuat pernyataan yang benar, membuat analisis serta mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian sangat tepat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berbasis teknik pemecahan masalah menurut Polya dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik mengadakan penelitian tentang Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Berbasis Teknik Pemecahan Masalah Menurut Polya Dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Kecakapan Sosial Siswa di Kelas XI A SMA Plus Al-Azhar Medan.

8 1.2 Identifikasi Masalah Beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam kegiatan pembelajaran sebagai berikut: (1) Model pembelajaran yang selama ini digunakan kurang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran; (2) Kemampuan menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika siswa masih rendah, ini disebabkan selama ini siswa terbiasa mengerjakan soal pilihan ganda. (3) Siswa kurang menguasai langkahlangkah pemecahan masalah yang dijelaskan Polya sehingga belum mampu menggunakannya dalam menyelesaikan soal yang mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan baik; (4) Motivasi siswa kurang dalam proses belajar mengajar; (5) Siswa kurang menguasai materi pelajaran, sehingga tingkat keberhasilan siswa juga rendah. (6) kurangnya kecakapan sosial siswa dalam proses pembelajaran Matematika. 1.3 Batasan Masalah Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berbasis teknik pemecahan masalah menurut Polya dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan kecakapan sosial siswa di Kelas XI A SMA Plus Al-Azhar Medan T.P. 2012/2013. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan permasalahan penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berbasis

9 teknik pemecahan masalah menurut Polya dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah Matematika siswa di Kelas XI A SMA Plus Al-Azhar Medan? 2. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di Kelas XI A SMA Plus Al-Azhar Medan yang diajarkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berbasis teknik pemecahan masalah menurut Polya? 3. Bagaimana efektivitas pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berbasis teknik pemecahan masalah menurut Polya terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di Kelas XI A SMA Plus Al-Azhar Medan? 4. Bagaimana level kecakapan sosial siswa di Kelas XI A SMA Plus Al-Azhar Medan? 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah Matematika siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berbasis teknik pemecahan masalah menurut Polya di Kelas XI A SMA Plus Al-Azhar Medan. 2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di Kelas XI A SMA Plus Al-Azhar Medan yang diajarkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berbasis teknik pemecahan masalah menurut Polya.

10 3. Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berbasis teknik pemecahan masalah menurut Polya terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di Kelas XI A SMA Plus Al-Azhar Medan. 4. Untuk meningkatkan level kecakapan sosial siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berbasis teknik pemecahan masalah menurut Polya di Kelas XI A SMA Plus Al-Azhar Medan. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian tindakan kelas ini adalah: 1. Bagi siswa, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berbasis teknik pemecahan masalah menurut Polya merupakan salah satu teknik dan model pembelajaran yang memberi kesempatan memperkaya pengalaman belajarnya. Dengan demikian diharapkan siswa tidak lagi menganut budaya belajar menghafal, dan sekedar menyelesaikan tugas dan pekerjaan rumah yang diberikan guru tetapi berubah menjadi budaya belajar bermakna. 2. Bagi guru, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berbasis teknik pemecahan masalah menurut Polya merupakan salah satu alternatif teknik dan model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah matematika siswa selain metode belajar yang sudah dilakukan. 3. Bagi Sekolah/kelembagaan, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berbasis teknik pemecahan masalah menurut Polya di sekolah diharapkan dapat mengembangkan/meningkatkan kemampuan guru dalam mengatasi masalah-masalah pembelajaran.