B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

KATA PENGANTAR. Saya Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. terperinci serta dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bangsa yang mampu bertahan dan mampu memenangkan persaingan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terhadap masa depan seseorang. Seperti yang dituturkan oleh Menteri Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

Untuk mewujudkan generasi unggul di masa depan, orang tua perlu :

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk bertahan hidup di tengah zaman yang serba sulit ini. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

Remaja Pertengahan (15-18 Tahun)

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu untuk

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi ( Mengenyam pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat modern yang sangat kompleks dan heterogen,

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi keberlanjutan pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara, sekaligus sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. lapar dia akan menangis, dan ketika disuapin ia akan diam, hal ini menunjukan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. yang masih lengkap keduanya sedangkan keluarga tidak utuh atau yang sering

Perkembangan Sepanjang Hayat

Lampiran 1. Hasil Validitas dan Reliabilitas

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

HASIL UJI VALIDITAS KUESIONER EMOTIONAL AUTONOMY

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

LAMPIRAN C ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk

KUESIONER PENELITIAN

Nomer : Fakultas : Semester : PETUNJUK PENGISIAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah survei menunjukkan bahwa salah satu sumber kegelisahan terbesar para siswa di Sekolah Menengah adalah soal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak

BLUE PRINT SKALA KEMATANGAN VOKASIONAL. Kematangan vokasional merupakan kesiapan dan kemampuan individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang terlibat dalam proses pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

KEMANDIRIAN PADA ANAK TENGAH DARI LATAR BELAKANG BUDAYA YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI HALAMAN SAMPUL DEPAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Dasar dari konsep diri

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

Transkripsi:

B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang nyaman dan bahagia, yaitu hidup dengan perlindungan dan kasih sayang dari kedua orang tua dan dalam kehangatan keluarga. Sebagian besar individu yang hidup dalam kehangatan keluarga diharapkan dapat membuat mereka memiliki kesempatan untuk memperoleh bimbingan, dukungan, pengarahan, banyak latihan dan pemberian umpan balik atas segala hal yang dilakukan agar mereka mampu mengungkapkan potensi diri secara mandiri dan maksimal. Sayangnya hal tersebut tidak selalu dapat terwujud, banyak hal yang membuat beberapa orang terpaksa hidup jauh dari orang tua, bisa saja terpaksa hidup di jalan tanpa tempat tinggal, maupun hidup di panti asuhan. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, karena kehidupan yang kurang beruntung seperti itu seringkali membuat mereka tidak dapat mengenyam pendidikan dengan baik, kurang memiliki pengetahuan, bimbingan dan arahan dari figur orang dewasa yang signifikan mengenai berbagai hal, yang dikhawatirkan membuat banyak potensi diri mereka yang seharusnya dapat berkembang maksimal menjadi tidak terolah. Adanya kepedulian dan perhatian seperti panti asuhan yang bersedia menampung dan mendidik orang orang yang kurang beruntung seperti itu diharapkan dapat memberikan titik cerah bagi masa depan mereka. Kehidupan di 1

2 panti asuhan adalah kehidupan anak asuh yang hidup bersama teman teman yang kurang lebih bernasib sama dan beberapa pengasuh yang bertugas menjaga, membantu, melindungi, memberikan peraturan, kebijaksanaan dan membimbing anak anak tersebut yang seringkali dianggap sebagai pengganti orang tua. Hidup di panti asuhan bukan berarti mereka sepenuhnya kehilangan bentuk kasih sayang dan perlindungan. Anak asuh tetap memperolehnya namun tentu berlainan dengan kehidupan di dalam sebuah keluarga yang dimana kasih sayang bisa lebih mudah diberikan dengan intensitas yang lebih banyak dibanding yang mereka peroleh. Interaksi sosial yang terjalin diantara anggota panti asuhan membuat anak panti tetap memperoleh hal hal yang penting bagi perkembangan hidup mereka, hanya saja banyaknya anak asuh dan tersedianya hanya beberapa orang pengasuh tentu saja membuat mereka memiliki sedikit waktu untuk dapat berinteraksi, bertukar pikiran, memperoleh bimbingan maupun dalam menerima kasih sayang dari pengasuh. Hal ini kemudian membuat mereka diharapkan dapat bersikap mandiri, tidak bergantung maupun terus menerus mengandalkan kehadiran pengasuh, untuk mendukung maupun mengawasi kehidupan mereka sehari hari. Berdasarkan wawancara dengan salah satu pengurus panti, ia menuturkan bahwa anak asuh di panti asuhan ini diusahakan memperoleh kasih sayang yang memadai dari pengasuh. Kebutuhan pendidikan dan kehidupan keseharian anak asuh tetap diperhatikan, mereka juga dapat meminta bantuan ataupun dukungan dari pengasuh, meski hal tersebut tidak dapat terus menerus mereka peroleh karena jumlah pengasuh yang terbatas membuat para anak panti harus berbagi

3 perhatian maupun kasih sayang. Kondisi ini kemudian membuat anak panti tidak bisa terus menerus mengandalkan pengasuh untuk membantu, mendampingi, atau meminta pengasuh menyelesaikan masalah kehidupan sehari hari mereka. Anak panti asuhan diharapkan memiliki kemandirian agar dapat menentukan hal yang terbaik bagi dirinya tanpa harus selalu menerima pengawasan dari pengasuh. Menjadi mandiri sangat penting bagi anak di panti asuhan ini, terutama remaja yang memasuki masa SMA (remaja madya). Remaja madya di panti asuhan ini harus mempersiapkan diri untuk memasuki masa bakti dan waktu keluar dari panti asuhan. Mereka diharapkan mampu menentukan hidup mereka sendiri kelak karena pihak panti tidak lagi dapat membantu maupun mengawasi mereka. Remaja madya di panti asuhan ini diharapkan tidak lagi selalu minta didampingi pengasuh untuk meminta bantuan mengatasi masalah masalahnya. Mereka tidak lagi selalu meminta pengasuh memberi keputusan tentang apa yang harus dilakukan ketika mengalami masalah dengan teman sebaya maupun terus menerus merasa bingung tentang tepat atau tidak perilakunya padahal prinsipprinsip tentang mana yang baik dan tidak baik telah diberikan sebelumnya. Mengembangkan dan meningkatkan kemandirian anak asuh merupakan salah satu misi yang ingin diwujudkan pihak panti asuhan, namun hal ini belum sempat terealisasi. Pihak yayasan dan pengurus panti saat ini masih terfokus pada pembangunan fasilitas, pembebasan lahan, pengumpulan dana, pengaturan struktur dan penyusunan program kerja. Pihak panti menyatakan bahwa mereka menyadari pentingnya latihan maupun pemberian feed back bagi setiap tingkah laku para remaja madya untuk

4 dapat melatih pembentukan kemandirian. Sayangnya, kurangnya waktu dan terbaginya perhatian para pengasuh membuat hal tersebut agak terabaikan. Mereka memahami bahwa kemandirian penting bagi remaja yang telah memasuki masa SMA. Pihak panti mengharapkan remaja SMA di panti asuhan ini dapat menjadi mandiri sehingga ketika keluar dari panti asuhan mereka telah siap dengan kehidupan yang dipilih dan tidak sering kembali ke panti asuhan seperti yang terjadi pada lulusan panti di masa sebelumnya, misalnya untuk bertanya mengenai apa yang harus mereka lakukan setiap kali mereka mengalami masalah, baik itu mengenai masalah hidup, pendidikan maupun pekerjaan. Kemandirian secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengatur diri sendiri secara bertanggungjawab dalam ketidakhadiran atau jauh dari pengawasan langsung dari orang tua ataupun orang dewasa lain. (Steinberg, 2002). Kemandirian pada masa remaja meliputi tiga aspek, yaitu emotional autonomy, behavioral autonomy, dan value autonomy. Emotional autonomy merupakan aspek kemandirian yang berhubungan dengan perubahan kedekatan hubungan emosional individu, terutama dengan orang tua (dalam hal ini adalah pengasuh) atau figur orang dewasa lain. Behavioral autonomy merupakan suatu kemampuan membuat keputusan keputusan secara bertanggungjawab dan siap melaksanakannya. Sedangkan value autonomy merupakan kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, tentang apa yang penting dan tidak penting (Steinberg, 2002). Kemandirian memang memegang peranan penting dalam kehidupan remaja. Menjadi individu mandiri merupakan salah satu tugas pokok remaja

5 sebagai bagian penting untuk mempersiapkan diri menjadi dewasa. Kemandirian ini diharapkan muncul pada remaja, dimana mereka yang sebelumnya tidak mandiri dapat menampilkan tingkah laku yang mandiri melalui latihan yang berulang ulang yang dapat menguat atau melemah melalui bimbingan, pengarahan, dukungan dan umpan balik dari figur orang dewasa yang signifikan. Kemandirian tentu saja diharapkan dapat dimiliki oleh remaja remaja di panti asuhan ini, terutama pada remaja yang memasuki masa SMA/sederajat. Kondisi mereka yang anak yatim sekaligus dhua fa (lemah secara ekonomi) membuat mereka dihadapkan pada kondisi untuk harus mampu menentukan hidup mereka tanpa harus bergantung pada pengasuh yang tentu saja tidak dapat hadir untuk membantu mereka selamanya, terutama saat mereka harus keluar dari panti asuhan kelak, yang pada panti asuhan ini banyak terjadi ketika mereka lulus SMA/sederajat. Remaja madya di panti asuhan, yang dalam panti asuhan ini duduk di bangku SMA/sederajat diharapkan mampu menampilkan kemandirian, namun berdasarkan hasil wawancara dan survey awal pada sebelas orang siswa/i SMA/sederajat di panti asuhan X Cimahi, diperoleh hasil delapan orang menyatakan bahwa mereka menganggap pengasuh mereka adalah orang yang sangat paham segalanya, mereka akan merasa sangat kesulitan jika para pengasuh tidak ada, karena mereka merasa tidak lagi memperoleh dukungan, tidak memiliki tempat untuk bertanya, meminta saran, ataupun bantuan. Mereka menyatakan merasa resah, bingung dan khawatir jika menghadapi masalah tanpa adanya saran dan bantuan dari pengasuh, baik itu

6 mengenai masalah sekolah maupun masalah sehari hari. Mereka juga tidak berani melakukan sesuatu tanpa arahan dari pengasuh mereka, bahkan untuk menentukan jurusan di sekolah maupun cita cita sebelum pengasuh memberikan saran pada mereka karena takut tidak memperoleh motivasi untuk berprestasi di masa depan. Mereka juga menyatakan merasa kesulitan saat menghadapi masalah, dimana mereka belum mampu menyelesaikan masalah, masih sangat membutuhkan bantuan maupun dukungan dari orang lain, dan sangat kesulitan dalam membuat keputusan akan masalahnya sendiri karena belum berani mengambil resiko, bahkan dua orang diantaranya menyatakan akan sangat merasa aman jika selalu meminta saran pengasuh ketika menghadapi masalah dan meminta pengasuh memutuskan untuk mereka daripada harus memutuskan sendiri. Sebanyak enam orang lainnya menyatakan berusaha mencoba mengambil keputusan dan mengatasi masalah, misalnya ketika mengalami konflik dengan teman sekolah, kegiatan ekstrakulikuler yang akan dipilih maupun ketika dimintai pendapat mengenai masalah yang dihadapi adik asuh, namun biasanya pada akhirnya tetap membutuhkan bantuan pengasuh atau orang lain. Sebanyak tiga orang lainnya menyatakan bahwa mereka tidak lagi menganggap pengasuh sebagai orang yang serba tahu, merasa memiliki pemahaman yang cukup baik mengenai hal yang benar dan salah, namun mereka tetap meminta saran dan dukungan dari pengasuh, meski tidak selalu melakukan hal tersebut saat menghadapi masalah, misalnya saat menghadapi pertengkaran dengan salah seorang teman di sekolah. Namun satu orang diantaranya menyatakan bahwa ia masih merasa bingung dan resah jika pengasuh tidak ada

7 karena merasa tidak ada yang bisa mendukung atau memberinya motivasi, tetapi masih belum berani mengambil keputusan sendiri karena menyatakan belum berani menempuh resiko. Mereka menganggap bahwa adanya dukungan dari orang lain sangat penting terutama jika mereka mengalami masalah setelah mengambil suatu keputusan. Remaja madya di panti asuhan ini juga menyatakan bahwa mereka telah mengetahui akan kewajiban mengikuti masa bakti maupun mempersiapkan diri untuk menentukan hidup ketika tiba waktunya keluar dari panti saat lulus SMA. Mereka menyadari bahwa menjadi mandiri merupakan aspek penting untuk dapat memenuhi tugas tugas tersebut, namun mereka mengakui bahwa menjadi individu yang mandiri tidaklah mudah. Mereka perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan mandiri dan tentu saja bagaimana cara untuk dapat menjadi mandiri. Pihak panti yang diwawancarai menyetujui pendapat tersebut, namun mereka menyesalkan ketersediaan waktu dari pengasuh dan tidak adanya kesempatan maupun pengetahuan yang dimiliki pihak panti untuk mengembangkan kemandirian para remaja madya. Selama ini pengembangan kemandirian bagi remaja hanya sebatas melatih para remaja untuk melakukan semua kegiatannya sendiri, namun belum mengetahui apakah hal tersebut bisa mengembangkan kemandirian para remaja madya. Jumlah pengasuh yang sedikit dan seringkali berganti ganti membuat para remaja madya membutuhkan pengetahuan yang lebih rinci mengenai apa yang dimaksud dengan kemandirian sekaligus mengetahui bagaimana cara mengembangkan dan melakukannya dalam kehidupan sehari hari.

8 Menurut staf panti asuhan, hal ini tentu saja dikhawatirkan dapat membuat para remaja madya yang dituntut untuk lebih mandiri belum dapat menampilkan perilaku mandiri karena belum berkembangnya kemandirian dan masih memiliki kebutuhan yang sangat tinggi untuk bergantung pada orang lain. Hal ini dikhawatirkan akan mempersulit diri mereka saat berada di perguruan tinggi, atau saat mereka berada di luar panti asuhan yang tidak lagi memperoleh dukungan dari pengasuh. Mereka dikhawatirkan akan sulit menyesuaikan diri dengan masyarakat, dan kurang dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Pada saat remaja memasuki masa SMA/sederajat, mereka diharapkan sudah dapat menampilkan perilaku mandiri secara emosional (Emotional Autonomy). Remaja yang mandiri secara emosional dapat menampilkan perilaku yang tidak lagi bergantung secara emosional terhadap orang tua (dalam hal ini pengasuh) atau figur orang dewasa lain. Mereka tidak lagi memandang pengasuh sebagai orang yang serba tahu, serba berkuasa, tidak lagi menyulitkan pengasuh saat mereka merasa bingung, khawatir atau membutuhkan bantuan mengenai masalah masalah yang dihadapi dan remaja yang mandiri secara emosional juga dapat menampilkan perilaku interaksi dengan pengasuh sebagai individu, bukan hanya sebagai figur orang tua mereka. Remaja yang mandiri secara emosional memiliki kemampuan untuk menyatakan sikap dan mendiskusikannya dengan pengasuh. Ia tidak tergesa meminta bantuan ketika mengalami masalah dan mampu memiliki kesediaan untuk mendengar saran, namun tidak langsung mengikuti. Hal tersebut karena mereka mampu menyadari bahwa hal yang baik dan benar tidak selalu berasal dari

9 pengasuh sehingga remaja mulai mengembangkan kemampuan pribadi untuk menyatakan apa yang cocok atau yang tepat bagi dirinya. Dengan adanya perilaku mandiri secara emosional, seorang remaja madya diharapkan memiliki kesiapan diri untuk mengembangkan Behavioral Autonomy. Remaja yang mandiri dalam aspek ini tidak mudah terpengaruh oleh individu lain, mampu memahami dan mengolah saran dan kritik dari orang lain. Ia dapat mengatasi atau menguasai permasalahan hidupnya sehari hari, termasuk di dalamnya mengambil keputusan yang dianggap tepat untuk menyelesaikan suatu permasalahan secara bertanggungjawab, seperti misalnya jurusan apa yang akan dipilih, keputusan untuk bermain atau belajar saat akan menghadapi ujian. Ia tidak mudah terpengaruh oleh saran saran orang lain karena menyadari bahwa keputusan yang dibuatnya sudah melalui serangkaian proses pemikiran sehingga membuat ia yakin akan keputusannya dan siap menerima konsekuensi dari keputusan tersebut. Terpenuhinya Emotional dan Behavioral Autonomy dapat mendorong berkembangnya Value Autonomy, dimana kemampuan berfikir menjadi lebih abstrak, mampu menilai yang benar dan salah tanpa harus selalu diberitahu atau karena adanya peraturan tertulis, dan kepercayaan yang dimiliki berdasarkan ideologi, tidak lagi tergantung pada sistem nilai yang diberikan oleh pengasuh maupun oleh pihak panti. Sebaliknya, seorang remaja panti asuhan yang tidak mandiri tidak mampu menentukan sendiri apa yang akan dilakukannya, misalnya ketika ia sedang menghadapi suatu masalah dengan temannya ataupun dengan orang orang di

10 sekitarnya, ia seringkali tidak berusaha untuk menyelesaikan masalahnya dan langsung meminta bantuan orang lain. Ia merasa bingung dan khawatir ketika diminta untuk memutuskan kegiatan ekstrakulikuler apa yang harus ia pilih meski sebelumnya telah memperoleh masukan dan saran dari pengasuh maupun temantemannya. Hal ini membuat remaja menjadi tidak terlatih untuk menyelesaikan masalahnya maupun dalam membuat keputusan sendiri, ia menjadi mudah menerima masukan sehingga kapasitas untuk mengolah dan menyaring informasi tentang mana yang benar dan salah menjadi sulit karena kurang berani untuk menetukan mana yang tepat bagi dirinya kecuali jika diputuskan oleh orang lain. Ia mudah menjadi bingung dan resah, cenderung bersikap pasif dan kurang percaya diri untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Pentingnya kemandirian pada remaja madya yang disesuaikan dengan data yang tersebut di atas, maka suatu pelatihan kemandirian diharapkan dapat membantu mereka untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai kemandirian. Secara umum, menjadi mandiri sangat penting bagi remaja. Hal tersebut agar remaja madya di panti asuhan dapat menjadi individu yang lebih siap saat keluar dari panti asuhan dan dapat berinteraksi dengan baik dalam masyarakat meskipun tidak memperoleh pengarahan dan pengawasan langsung dari para pengasuhnya, terutama agar mereka mampu mempersiapkan diri dengan lebih matang saat memasuki masa dewasa.

11 1.2. Identifikasi Masalah Dalam penelitian ini, peneliti menyusun suatu rancangan modul pelatihan kemandirian yang kemudian akan diuji cobakan pada siswa/i SMA/sederajat (remaja madya) di panti asuhan X Cimahi untuk mengetahui apakah rancangan modul pelatihan yang disusun dapat menghasilkan modul pelatihan untuk meningkatkan kemandirian pada sampel penelitian. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud dilakukannya penelitian ini adalah menyusun suatu rancangan modul program pelatihan kemandirian yang dapat menghasilkan modul pelatihan untuk meningkatkan kemandirian. 1.3.2. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menghasilkan modul program pelatihan kemandirian yang dapat digunakan untuk program pelatihan peningkatan kemandirian pada siswa/i SMA/sederajat (remaja madya) di panti asuhan X Cimahi. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Ilmiah a. Sebagai bahan masukan bagi ilmu Psikologi Perkembangan dan Psikologi Pendidikan mengenai suatu program pelatihan kemandirian pada siswa/i SMA/sederajat (remaja madya), terutama pada siswa/i SMA/sederajat (remaja madya) yang tinggal di panti asuhan.

12 b. Sebagai landasan informatif bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan suatu program pelatihan kemandirian pada siswa/i SMA yang tinggal di panti asuhan. 1.4.2. Kegunaan Praktis a. Bagi panti asuhan yang bersangkutan diharapkan program pelatihan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan diri para anak asuh yang memasuki tingkat SMA/sederajat (remaja madya) dan dapat dikembangkan untuk melatih kemandirian pada anak asuh lain di tahuntahun berikutnya. b. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi pengasuh dari panti asuhan lain mengenai pentingnya kemandirian pada anak asuh yang memasuki tingkat SMA/sederajat (remaja madya) untuk kemudian menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan suatu program pelatihan kemandirian. c. Bagi remaja madya di panti asuhan yang memasuki tingkat SMA/sederajat diharapkan dapat memahami pentingnya memiliki kemandirian sebagai bekal untuk mempersiapkan diri ketika keluar dari panti asuhan sekaligus mengetahui bagaimana cara yang efektif untuk mengembangkan kemandirian.