Prospek Gaharu Budidaya & Regulasi yang dibutuhkan. Deden Djaenudin Puspijak 2012

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

ITTO CITES (Phase II-CFBTIR) PUSLITBANG HUTAN Bogor, 8 Desember 2015

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Asmat merupakan salah satu kabupaten pemekaran baru dari

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Oleh/By : Yana Sumarna Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp , ; Fax Bogor

BAB I PENDAHULUAN. kehutanan yang bernilai ekonomi tinggi. Gaharu digunakan sebagai bahan baku

13/05/2014. SRI SUHARTI PUSKonseR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transnational Organized Crime (TOC)

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

PRATEK PERDAGANGAN GAHARU DI INDONESIA. Oleh : Sulistyo A. Siran Maman Turjaman. Bogor, 8 Desember 2015 DAFTAR ISI

PROSPEK PENGEMBANGAN JENIS TANAMAN GAHARU DI KALIMANTAN SELATAN

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BP2LHK Manabo Kampus Kreatif Sahabat Rakyat

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

RESPON PEMBERIAN DOSIS PUPUK KCL DAN DOSIS PUPUK KANDANG SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN GAHARU (Aquilaria crassna) DI POLIBAG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.21/Menhut-II/2009 TANGGAL : 19 Maret 2009 I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2011 TENTANG

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

MASTER PLAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GAHARU TAHUN

I. INVESTOR SWASTA. BISNIS: Adalah Semua Aktifitas Dan Usaha Untuk Mencari Keuntungan Dengan

MENGGALAKAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU SEBAGAI PRODUK UNGGULAN

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

Kota, Negara Tanggal, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

PENGGUNAAN PAKU BERPORI DALAM INOKULASI POHON GAHARU. (Inovasi Baru Dalam Teknologi Rekayasa Pembentukan Gubal Gaharu Yang Berkualitas)

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan paru-paru dunia karena hutan dapat memproduksi oksigen

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013

BAB 2 Perencanaan Kinerja

KEGIATAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TAHUN Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 31 Mei 2016

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 21/Menhut-II/2009 TENTANG

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

PROSIDING WORKSHOP PENGEMBANGAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

EKONOMI GAHARU. Oleh : Firmansyah, Penyuluh Kehutanan. Budidaya pohon gaharu saat ini tak terlalu banyak dikenal masyarakat.

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK PENYELAMATAN RAMIN DI INDONESIA 1)

KODEFIKASI RPI 25. Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS

*) Diterima : 27 Desember 2007; Disetujui : 8 Juli 2008

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5.

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

DAFTAR PUSTAKA. Aksi Agraris Kanisius Bercocok Tanam Lada. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

Transnational Organized Crime

POTENSI DAN KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT Oleh: Billy Hindra 1)

Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA

Lampiran.1 Perkembangan Produksi Bayam Di Seluruh Indonesia Tahun

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165 Bogor, Jawa Barat, Indonesia Telp ; Fax ,3

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

I. PENDAHULUAN. air. Karena alasan tersebut maka pemerintah daerah setempat biasanya giat

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

HASIL HUTAN YANG DIABAIKAN : SAGU NASIBMU KINI

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

Transkripsi:

Prospek Gaharu Budidaya & Regulasi yang dibutuhkan Deden Djaenudin Puspijak 2012

Outline Perkembangan gaharu Ketersediaan alam Budidaya Kelayakan ekonomi profitability Daya saing: domestik dan internasional Pemasaran Domestik Internasional Kebijakan Budidaya Pemasaran/perdagangan Tariff / NTB

Perkembangan Gaharu Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.35/Menhut-II/2007 telah ditetapkan jenis-jenis HHBK yang terdiri dari 9 kelompok HHBK yang terdiri dari 557 spesies tumbuhan dan hewan. Pada saat ini terdapat 5 jenis HHBK yang mendapat prioritas pengembangannya yaitu Rotan, Bambu, Lebah, Sutera dan Gaharu. Gaharu merupakan HHBK yang bernilai tinggi dan mendapat prioritas pengembangan oleh Departemen Kehutanan Di Indonesia terdapat ± 27 jenis tumbuhan penghasil gaharu, salah satunya berasal dari genus Aquilaria spp. yang memiliki kualitas produksi yang banyak diminati pasar Indonesia saat ini merupakan negara pengekspor gaharu terbesar di dunia, namun sebagian besar gaharu yang dihasilkan masih berasal dari alam, sedangkan gaharu hasil budidaya belum tercatat dengan baik

Persebaran gaharu Terdapat 8 jenis gaharu di Indonesia (Sidiyasa, 1986 dalam Mai and Suripatty, 1996) Aetoxylon (1 species), Aquilaria (2 species), Enkleia (1 species), Gonystylus (2 species) dan Wikstroemia (2 species) Misran and Sukendar (1988): Kalimantan Barat: pohon angkaras (Aquilaria malaccensis Lak) Universitas Nusa Cendana (1996): NTT: cue atau sue (Wikstroemia adorosaemifolia) dan homa (Gyrinops cumingia). Yang keduanya masuk dalam famili Thymeleaceae Mai and Suripatty 1996: Papua: gaharu sirsak (Wikstroemia polyantha) dan gaharu cengkeh (Wikstroemia tenuiramis)

Harga gaharu sangat tinggi tingginya permintaan dan sedikitnya penawaran Hampir semua gaharu berasal dari hutan alam. Dikarenakan cara pemungutan yang tidak terkendali dan cenderung tidak berkelanjutan menjadikan tumbuhan penghasil gaharu menjadi terancam dan langka Oleh karena itu, tumbuhan dari genus Aquilaria, Gyrinops dan Gonystylus (terdapat sekitar 30 species) penghasil gaharu sekarang terdaftar dalam Appendix II the Convention for the International Trade of Endangered Species (CITES). Gaharu tidak dapat diperdagangkan di pasar internasional tanpa memenuhi prosedur (ijin) dari CITES dimana CITES Scientific Authority mengharuskan pemerintah menjamin bahwa perdagangan gaharu tidak merusak keberlangsungan spesies tersebut pemanenan secara berkelanjutan Disamping itu gaharu banyak diperdagangkan tanpa memenuhi persyaratan CITES diperdagangkan secara ilegal http://www.fao.org/docrep/008/y5918e/y5918e10.htm

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan gaharu cukup kompleks: kelembagaan, budidaya, hingga pemasaran/ perdagangan.

Upaya budidaya Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan HHBK Nasional setiap provinsi perlu menggali potensi daerah dalam pengembangan HHBK sebagai elternatif sumber pangan dan penghasil getah-getahan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Provinsi Kep. Bangka Belitung melalui Keputusan Gubernur No. 188.44/37/Dishut/2009 tentang Penetapan Jenis Tanaman Unggulan Lokal (TUL) telah menetapkan gaharu (Aquilaria malaccensis) sebagai salah satu TUL yang menjadi prioritas budidaya

1994/1995: sebuah perusahaan pengekspor gaharu di Riau dengan menanam A. malaccensis seluas lebih dari 10 hektar Dinas Kehutanan Riau juga menanam jenis yang sama seluas 10 hektar di Taman Hutan Raya Syarif Hasyim. 2001-2002: beberapa individu atau kelompok tani juga mulai tertarik untuk membudidayakan jenis pohon penghasil gaharu. para petani di Desa Pulau Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten Merangin, Jambi, yang menanam gaharu dari jenis A. malacensis dan A. microcarpa. BP DAS Batanghari bekerjasama dengan Badan Litbang Kehutanan pada 2004/2005 membuat demplot budidaya gaharu di antara tegakan tanaman karet rakyat seluas 50 ha (Sumarna, 2007). 2008: KHDTK Carita dengan pola PHBM

Kelayakan ekonomi Budidaya Karyono (2009): Gonystylus spp di Propinsi Riau dengan jarak tanam 3x3m; output kemedangan & gubal gaharu (500 kg/ha) Proporsi biaya Persiapan lahan 68,89% penanaman 13,30% Pemeliharaan 11,72% Penyuntikan 0,95% pemanenan 5,44%. Kelayakan: IRR = 49,4% NPV = Rp 69.948.889,-/ha nilai B/C rasio = 5,56

Sri Suharti dalam Siran & Turjaman, 2011: jarak tanam 5x5m; output kemedangan 1,2 & 3 (480 kg/ha) Proporsi biaya Persiapan lahan sd penanaman 18,74% Bahan & alat 28,55% Tenaga kerja 52,71% Kelayakan: IRR = 48,53% NPV = Rp 147,74 juta,-/ha nilai B/C rasio = 3,32

Tabel Nilai kelayakan usahatani pengembangan gaharu di NTB No Kriteria Kelayakan Unit Periode Investasi (8 tahun) Periode Investasi (11 tahun) 1 NPV (df 18%) Juta Rp 417,88 605,98 2 BCR (df 18%) - 9,01 11,88 3 IRR % 102,35 67,1 Sumber: Sidik (2007)

Perdagangan internasional

Perdagangan Gambar Perkembangan ekspor gaharu Indonesia 8000.0 7000.0 6000.0 5000.0 4000.0 3000.0 2000.0 1000.0 Volume (Ton) Nilai (000 US$) 0.0 2007 2008 2009 2010 2011

Produksi Gaharu Tahun Malaccensis group (ton) Kuota Filaria Group (ton) 1997/8 300-1998/9 150 70 1999/2000 300 250 Produksi (ton) 2000 225 200-2001 75 125-2002 75 125-2003 50 125-2004 50 125 6 175 2005 50 125 231 2006 50 125 668 2007-2008 - 2009 714 Sumber (Source) :Ditjen Bina ProduksiHutan (2009)

Pemasaran gaharu diatur dengan PP No 8 Tahun 1999 dan Konvensi Perdagangan Internasional tentang jenis flora dan fauna liar yang terancam punah (CITES) Pemanfaatan gaharu harus mengikuti tahapan dan aturan-aturannya, yaitu: penentuan kuota, pengambilan dari alam atau hasil budidaya, pengangkutan untuk peredaran dalam negeri dan pemasaran luar negeri

Produksi gaharu Kuota dan Realisasi Sumber: Siran & Turjaman, 2011

Rantai tataniaga gaharu di Kalimantan dan Sumatera

Tabel harga gaharu di tingkat petani, pengumpul, dan pengusaha tahun 1995/1996 Grade Pencari Gaharu (Rp/kg) Pengumpul Gaharu (Rp/kg) Pengusaha Gaharu (Rp/kg) Super 700 000 1000 000 1 500 000 Kelas II 300 000 400 000 600 000 Teri Hitam 75 000 100 000 150 000 Teri Bunting 40 000 60 000 100 000 Kacangan 25 000 35 000 50 000 Sumber: Universitas Nusa Cendana (1996).

Indonesia rotan dan gaharu Pemerintah mendukung budidaya skala besar untuk memenuhi permintaan dan pasar Pernah menjadi menguasai pasar untuk kedua komoditi tersebut Pasar yang sudah ada: China dan Jepang

Nilai impor gaharu Cina dan Jepang dari Indonesia dan Malaysia Tahun China Jepang Indonesia Malaysia Indonesia Malaysia 2007 $1,129 $332,646 $507,624 $4,505,892 2008 $45,394 $346,441 $654,233 $4,288,601 2009 $41,821 $296,965 $490,704 $4,215,961 2010 $2,393,725 $218,529 $603,529 $4,632,764 2011 $2,436,205 $169,145 $4,030,969 $4,933,580 Sumber: UN COMTRADE database

Karakteristik pemasaran/perdagangan gaharu Rendahnya elastisitas permintaan Rendahnya elastisitas pendapatan Rendahnya keterbukaan pasar Tingginya hambatan untuk masuk ke pasar Keterlibatan pemerintah yang tinggi peraturan, pajak dan subsidi Rendahnya kualitas keterlibatan pemerintah Belcher, B., Ruiz-Perez, M., Rohadi, D. & Achdiawan Ramadhani. 2000. Comparative Analysis of 12 Indonesian Non-Timber Forest Products Cases. IUFRO World Congress. Kuala Lumpur.

Penutup Pembuatan profil gaharu: data potensi dan sebarannya, produksi, pemasaran (dalam negeri dan ekspor) maupun perkembangan harga pasar, agar dapat diakses dan dimanfaatkan secara benar dan optimal oleh para pelaku usaha gaharu Mendorong spesialisasi produksi gaharu melalui: insentif untuk melakukan investasi dan budidaya gaharu melalui pengembangan teknologi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan internasional dari subsisten ke komersial dari pemungutan secara alam ke budidaya

Perlunya tata usaha pemungutan dan pemanfaatan Gaharu yang tidak berbelit-belit Terkait status gaharu yang masuk dalam daftar CITES