PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur.

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman.

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPAIIU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

WALIKOTA BUKITTINGGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 14 TAHUN 2009

- 1 - BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, p

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 17 TAHUN 2017

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183); 4. Peraturan Pemerintah Nomor

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU BIDANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.445, 2014 BKPM. Pelimpahan Wewenang. Izin Usaha Kepala Administrator. KEK Sei Mangkei.

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 13 TAHUN 2009

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 24/PRT/M/2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.444, 2014 BKPM. Izin Prinsip. KEK Sei Mankei. Pelimpahan. Wewenang.

BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 4 Tahun 2010 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

2013, No.94 A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENANAMAN MODAL PROVINSI JAMBI

Transkripsi:

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4861); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL. 1

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Penanaman Modal adnlah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing, untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. 2. Penanaman Modal Asing achlah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. 3. Penanam Modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan Penanaman Modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. 4. Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan suatu Perizinan dan Nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat. 5. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan Penanaman Modal yang dikeluarkan ole11 Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6. Nonperizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai Penanaman Modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 7. Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat PDPPM adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintah provinsi, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah provinsi. 8. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat PDKPM adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota, dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintah kabupaten/kota, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah kabupaten/kota. 9. Pendelegasian Wewenang adalah penyerahan tugas, hak, kewajiban, dan pertanggungjawaban Perizinan dan Nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama pemberi wewenang, oleh: a. Menteri Teknis/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) kepada Kepala BIWM; b. Gubernur kepada kepala PDPPM; atau c. Bupati/Walikota kepnda kepala PDKPM, yang ditetapkan dengan uraian yang jelas. 10. Pelimpahan Wewenang adalah penyerahan tugas, hak, kewajiban, dan pertanggungjawaban Perizinan dan Nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama penerima wewenang, oleh: a. Menteri Teknis/Kepala LPND kepada Kepala BKPM sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; atau b. Kepala BKPM kepada Gubernur sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (8) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang ditetapkan dengan uraian yang jelas. 11. Penugasan adalah penyerahan tugas, hak, wewenang, kewajiban, dan pertanggungjawaban, termasuk penandatanganannya atas nama penerima wewenang, dari Kepala BKPM kepada pemerintah kabupatedkota untuk melaksanakan urusan pemerintahan di bidang Penanaman 2

Modal yang menjadi kewenangan Pemerintah berdasarkan hak substitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (8) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang ditetapkan dengan uraian yang jelas. 12. Penghubung adalah pejabat pada Kementerian/LPND, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota yang ditunjuk untuk membantu penyelesaian Perizinan dan Nonperizinan, memberi informasi, fasilitasi, dan kemudahan di bidang Penanaman Modal yang menjadi kewenangan Menteri Teknis/Kepala LPND, Gubernur atau Bupati/Walikota dengan uraian tugas, hak, wewenang, kewajiban, dan pertanggungjawaban yang jelas. 13. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 14. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 15. Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat BKPM adalah LPND yang bertanggung jawab di bidang Penanaman Modal yang dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. 16. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik yang selanjutnya disingkat SPIPISE adalah sistem pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang terintegrasi antara BKPM dengan Kementerian/LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan, PDPPM dan PDKPM. BAB II ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal berdasarkan asas: a. kepastian hukum; b. keterbukaan; c. akuntabilitas; d. perlakuan yang sama dai~ti dak membedakan asal negara; dan e. efisiensi berkeadilan. Pasal 3 PTSP di bidang Penanaman Modal bertujuan untuk membantu Penanan Modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai Penanaman Modal, dengan cara mempercepat, menyederhanakan pelayanan, dan meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan Perizinan dan Nonperizinan. Pasal 4 Ruang lingkup PTSP di bidang Penanaman Modal mencakup pelayanan untuk semua jenis Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang diperlukan untuk ~nelakukank egiatan Penanaman Modal. BAB III TOLOK UKUR PTSP DI BIDANG PENANAMAN MODAL Pasal 5 (1) Pelaksanaan PTSP di bidang Penanaman Modal harus menghasilkan mutu pelayanan prima yang diukur dengan indikator kecepatan, ketepatan, kesederhanaan, transparan, dan kepastian hukum. (2) PTSP di bidang Penanaman Modal harus didukung ketersediaan: a. sumber daya manusia yang profesional dan memiliki kompetensi yang handal; 3

b. tempat, sarana dan prasarana kerja, dan media informasi; c. mekanisme kerja dalam bentuk petunjuk pelaksanaan PTSP di bidang Penanaman Modal yang jelas, mudah dipahami dan mudah diakses oleh Penanam Modal; d. layanan pengaduan (help desk) Penanam Modal; dan e. SPIPISE. (3) BKPM melakukan penilalan terhadap PTSP di bidang Penanaman Modal di daerah berdasarkan tolok ukur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) BKPM melakukan penetapan kualifikasi PTSP di bidang Penanaman Modal di daerah berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3). BAB IV PENYELENGGARAAN PTSP DI BIDANG PENANAMAN MODAL Bagian Pertama Umum Pasal 6 PTSP di bidang Penanaman Modal diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Bagian Kedua Penyelenggaraan PTSP di Bidang Penanaman Modal oleh Pemerintah Pasal 7 (1) Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh Pemerintah dilaksanakan oleh BKPM. (2) Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. Kepala BKPM mendapat Pendelegasian atau Pelimpahan Wewenang dari Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal; dan b. Menteri Teknis/Kepala LPND, Gubernur atau Bupati/ Walikota yang berwenang mengeluarkan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal dapat menunjuk Penghubung dengan BKPM. (3) Pendelegasian atau Pelimpahan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan melalui Peraturan Menteri Teknis/Kepala LPND. (4) Pelimpahan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat memunt pemberian hak substitusi kepada Kepala BKPM. (5) Kepala BKPM memberikan rekomendasi kepada Menteri/Kepala LPND, untuk mendapatkan Perizinan dan Nonperizinan yang berdasarkan undang-undang tidak dilimpahkan. (6) Penunjukan Penghubung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan Menteri Teknis/ Kepala LPND, Gubernur, atau Bupati/ Walikota. Pasal 8 (1) Urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal yang menjadi kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a terdiri atas: a. Penyelenggaraan Penanaman Modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi; b. Urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal yang meliputi: 1) Penanaman Modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi; 2) Penanaman Modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional; 3) Penanaman Modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi; 4

4) Penanaman Modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahannn dan keamanan nasional; 5) Penanaman Modal Asing dan Penanam Modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain; dan 6) Bidang Penanaman Modal lain yang menjadi urusan Pemerintah menurut undang-undang. (2) Penanaman Modal Asing dan Penanam Modal yang menggunakan modal asing, sebagaimana dimaksud pada ayat (I) huruf b angka 5) meliputi: a. Penanaman Modal Asing yang dilakukan oleh pemerintah negara lain; b. Penanaman Modal Asing yang dilakukan oleh warga negara asing atau badan usaha asing; c. Penanam Modal yang menggunakan modal asing yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan pada perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain. (3) Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal, menyusun dan menetapkan bidangbidang usaha Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1), angkn 2), angka 3), angka 4), dan angka 6). (4) Kepala BKPM berkoordirlasi dengan Menteri/Pimpinan Instansi terkait untuk menginventarisasi perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 5). Pasal 9 (1) Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal, menetapkan jenis-jenis Perizinan dan Nonperizinan untuk penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal. (2) Tata cara Perizinan dan Nonperizinan untuk setiap jenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan tersebut dalam bentuk Petunjuk Teknis yang meliputi: a.persyaratan teknis dan nonteknis; b.tahapan memperoleh Perizinan dan Nonperizinan; dan c.mekanisme pengawasan dan sanksi. (3) Tata cara Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan penyederhanaan tanpa mengurangi faktor keselamatan, keamanan, kesehatan, dan perlindungan lingkungan dari kegiatan Penanaman Modal, mengacu kepada standar yang ditetapkan oleh lembaga/instansi yang berwenang. (4) Dalam menetapkan jenis dan tata cara Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Menteri Teknis/Kepala LPND berkoordinasi dengan lembaga/instansi terkait. Bagian Ketiga Penyelenggaraan PTSP di Bidang Penanaman Modal oleh Pemerintah Daerah Pasal 10 Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pasal 11 (1)Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh pemerintah provinsi dilaksanakan ole11 5

PDPPM. (2)Dalam menyelenggarakan ITSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (I), Gubernur memberikan Pendelegasian Wewenang, pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi urusan pemerintah provinsi kepada kepala PDPPM. (3)Urusan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi: a.urusan pemerintah provinsi di bidang Penanaman Modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi; dan b.urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) yang diberikan Pelimpahan Wewenang kepada Gubernur. Pasal 12 (1)Penyelenggaraan ESP di bidang Penanaman Modal oleh pemerintah kabupaten/kota dilaksanakan oleh PDKPM. (2)Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (I), Bupati/Walikota memberikan Pendelegasian Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota kepada kepala PDKPM. (3)Urusan pemerintah kabupatedkota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi: a.urusan pemerintah kabupaten/kota di bidang Penanaman Modal yang rung lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan pemerintahan kabupaten/kota; dan b.urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (I) yang diberikan Penugasan kepada pemerintah kabupaten/kota. Pasal 13 (1)Dalam penyelenggaraan IPTSP di bidang Penanaman Modal oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b dan Pasal 12 ayat (3) huruf b, Kepala BKPM berdasarkan hak substitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dapat memberikan Pelimpahan Wewenang kepada Gubernur atau memberikan sebagai Penugasan kepada pemerintah kabupaten/kota. (2)Pelimpahan Wewenang kepada Gubernur atau Penugasan kepada pemerintah kabupatedkota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas kualifikasi ITSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4). (3)Pelimpahan Wewenang kepada Gubernur atau Penugasan kepada pemerintah kabupatedkota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Kepala BKPM. BAB V TATA CARA PELAKSANAAN PTSP DI BIDANG PENANAMAN MODAL Pasal 14 (1)Permohonan untuk mendapatkan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal diajukan kepada BKPM, PDPPM atau PDKPM, sesuai kewenangannya. (2)Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara manual, atau elektronik melalui SPIPISE. 6

Pasal 15 (1)Tata cara pelaksanaan PTSE) di bidang Penanaman Modal dalam Bab ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala BKPM. (2)Pemerintah Daerah menyusun tata cara pelaksanaan PTSP di bidang Penanaman Modal berdasarkan Peraturan Kepala BKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB VI PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PTSP DI BIDANG PENANAMAN MODAL Pasal 16 (1)Kepala BKPM melakukan pembinaan atas penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal di PDPPM dan PDKPM berdasarkan kualifikasi PTSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4). (2)Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila PDPPM belum ma~npu melaksanakan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang berasal dari Pelimpahan Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (I), maka Kepala BKPM sesuai dengan kewenangannya atau atas persetujuan Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal, untuk sementara menyelenggarakan Perizinan dan Nonperizinan tersebut. (3)Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila PDKPM belum mampu melaksanakan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang berasal dari Penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), Kepala BKPM sesuai dengan kewenangannya atau atas persetujuan Menteri Teknis/Kepala LPND yang memilih kewenangan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal, untuk sementara menyerahkan kewenangan tersebut kepada kepala PDPPM, guna menyelenggarakan Perizinan dan Nonperizinan dimaksud. (4)PDPPM dan PDKPM dinyatakan belum mampu melaksanakan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal, apabila belum memenuhi tolok ukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2). (5)Penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan oleh Kepala BKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), diberikan kembali kepada kepala PDPPM dan kepala PDKPM setelah Kepala BKPM melakukan pembinaan dan apabila tolok ukur PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) telah dipenuhi. (6)Tata cara pembinaan atas penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala BKPM. Pasal 17 (1)Urusan pemerintah provinsi di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a dan urusan pemerintah kabupatedkota di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a, untuk sementara penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah, apabila Pemerintah Daerah tersebut setelah mendapat pembinaan temyata belum mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang Penanaman Modal. (2)Penyelenggaraan sementara oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada Kepala BKPM. (3)Tata cara pembinaan dan penyelenggaraan sementara oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (I) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden di bidang pembinaan pemerintahan daerah. 7

BAB VII TIM PERTIMBANGAN PTSP DI BIDANG PENANAMAN MODAL Pasal 18 (1)Pemerintah membentuk Tim Pertimbangan PTSP di bidang Penanaman Modal. (2)Tim Pertimbangan PTSP di bidang Penanaman Modal mempunyai tugas: a.mendorong percepatan pelaksanaan Pendelegasian Wewenang dan Pelimpahan Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, Pasal 11 ayat (Z), dan Pasal 12 ayat (2); b.melakukan pemantauan dan meminta laporan perkembangan pelaksanaan Pendelegasian Wewenang dan Pelimpahan Wewenang sebagaimana dimaksud pada huruf a; c.menetapkan langkah-langkah penyelesaian kendala pelaksanaan Pendelegasian Wewenang dan Pelimpahan Wewenang sebagaimana dimaksud pada huruf a; d.memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala BKPM atas keberatan yang diajukan oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota kepada Tim Pertimbangan PTSP di bidang Penanaman Modal terkait dengan penyelenggaraan sementara PTSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3) ; dan e.memberikan saran daiz pertimbangan kepada Kepala BKPM, PDPPM dan PDKPM atas pengaduan Penanam Modal mengenai penyelenggaraan PTSP. (3)Ketua Tim Pertimbangan PTSP di bidang Penanaman Modal adalah Menteri Koordinator yang bertanggung jawab di bidang perekonomian, dengan Wakil Ketua yang merangkap Ketua Harian adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang pemerintahan dalam negeri. (4)Tugas, fungsi serta susunan keanggotaan Tim Pertimbangan PTSP di bidang Penanaman Modal diatur lebih lanjut oleh Menteri Koordinator yang bertanggung jawab di bidang perekonomian. BAB VIII SISTEM PELAYANAN INFORMAS1 DAN PERIZINAN INVESTASI SECARA ELEKTRONIK Pasal 19 Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal didukung oleh SPIPISE. Pasal 20 (1)Penanam Modal yang mengajukan permohonan Perizinan dan Nonperizinan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (Z), menerima Perizinan dan Nonperizinan secara elektronik melalui SPIFISE. (2)Perizinan dan Nonperizinan bempa dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (I), merupakan alat bukti hukum yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan pemndang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik. Pasal 21 (1)BKPM membangun dan mengelola SPIPISE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, yang terdiri atas: a.sistem otomasi elektronik penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal; dan b.informasi Penanaman Modal. (2)Sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (I) huruf a mencakup aplikasi otomasi proses kerja (business process) pelayanan Perizinan dan Nonperizinan. (3)Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a.informasi publik, meliputi informasi Penanaman Modal yang dapat diperoleh publik tanpa dibatasi dengan hak akses sekurang-kurangnya mengenai: 8

1)potensi dan peluang Penanaman Modal; 2)daftar bidang usaha tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan; 3)jenis, persyaratan teknis, mekanisme penelusuran posisi dokumen pada sctiap proses, biaya, dan waktu pelayanan; 4)tata cara layanan pengaduan Penanaman Modal; dan 5)peraturan perundang-undangan di bidang Penanaman Modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keterbukaan informasi publik. b.informasi mengenai Yenanam Modal, meliputi informasi atas semua dokumen elektronik, jejak, dan status kegiatan Penanam Modal berdasar batasan hak akses. (4)Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b hanya dapat diberikan kepada: a.pejabat yang berwenang di instansi penyelenggara PTSP; b.penanam Modal atau kuasanya; dan c.calon Penanam Modal atau-kuasanya. Pasal 22 Dalam mengelola SPIPISE, BKPM mempunyai kewajiban: a.menjamin SPIPISE beroperasi secara terms menerus sesuai standar tingkat layanan, keamanan data, dan informasi; b.menjaga SPIPISE agar sebagui aset Pemerintah tidak berpindah tangan kepada pihak lain; c.melakukan manajemen sistem aplikasi otomasi proses kerja (business process) pelayanan Perizinan dan Nonperizinan, serta data dan informasi; d.melakukan koordinasi dan sinkronisasi pertukaran data dan informasi secara langsung (online) di antara Kementerian/ LPND, PDPPM dan PDKPM yang menggunakan SPIPISE; e.melakukan tindakan untuk mengatasi gangguan terhadap SPIPISE; f.menyediakan jejak audit (audit trail); dan g.menjamin keamanan dan kerahasiaan data dan informasi yang disampaikan KementeriadLPND, PDPPM, dan PDKPM melalui SPIPISE. Pasal 23 (1)Kementerian Teknis/LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal membuka akses sistem informasi Penanaman Modal yang dikelolanya dan secara bertahap mengintegrasikan dengan SPIPISE. (2)Kementerian Teknis/LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal yang belum memberikan Pendelegasian Wewenang atau Pelimpahan Wewenang kepada Kepala BKPM: a.menetapkan tingkat layanan (Service Level Arrangement yang selanjutnya disingkat SLA); dan b.menggunakan standar data referensi yang ditetapkan SPIPISE. (3)Kementerian Teknis/LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang ~nerupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal menyampaikan dan membuka akses informasi Perizinan dan Nonperizinan terkait dengan Penanaman Modal meliputi jenis, persyaratan teknis, mekanisme, biaya, dan SLA serta informasi potensi Penanaman Modal kepada BKPM. (4)PDPPM dan PDKPM yang menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal men~gunakan standar data referensi yang ditetapkan SPIPISE serta menyampaikan dan membuka akses informasi Perizinan dan Nonperizinan terkait dengan Penanaman Modal yang meliputi jenis, persyaratan teknis, mekanisme, biaya dan SLA serta informasi potensi Penanaman Modal daerah kepada BKPM. (5)Kementerian Teknis/LPND, PDPPM, dan PDKPM menyediakan perangkat pendukung untuk pengolahan data, jaringan, dan keterhubungan (interkoneksi) SPIPISE di lingkungan masing- 9

masing. (6)Dalam rangka menerinla permohonan untuk mendapatkan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, PDPPM dan PDKPM menggunakan aplikasi ofomasi proses kerja (business process) pelayanan Perizinan dan Nonperizinan SPIPISE. Pasal 24 (1)KementeriadLPND, PDPPM, dan PDKPM memiliki hak akses terhadap SPIPISE. (2)Kementerian/LPND, PDPPM, dan PDKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab menjaga keamanan atas penggunaan hak akses tersebut. (3)Kementerian/LPND, PDPPM, dan PDKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas data dan informasi yang disampaikan kepada BKPM melalui SPIPISE. Pasal 25 (1)Kementerian/LPND, PDPPM, dan PDKPM yang menggunakan SPIPISE menyediakan jejak audit atas seluruh kegiatan dalam SPIPISE. (2)Jejak audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk mengetahui dan menguji. kebenaran proses transaksi elektronik melalui SPIPISE. (3)BKPM, KementeriadLPND, PDPPM, dan PDKPM menggunakan jejak audit yang ada di SPIPISE sebagai dasar penelusuran apabila terjadi perbedaan data dan informasi. Pasal 26 Dalam menyelenggarakan SPIPISE tanggung jawab pembiayaan dibebankan kepada: a.bkpm, untuk antarmuka sistem (interface) dari BKPM ke Kementerian Teknis/LPND, PDPPM, dan FDKPM; b.kementerian Teknis/LPND, untuk jaringan dan keterhubungan dari Kementerian Teknis/LPND ke BKPM; c.pemerintah Provinsi, untuk jaringan dan keterhubungan dari PDPPM ke BKPM; dan d.pemerintah kabupaten/kota, untuk jaringan dan keterhubungan dari PDKPM ke BKPM. Pasal 27 Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan SPIPISE sebagaimana dimaksud dalam Bab ini diatur dengan Peraturan Kepala BKPM. BAB IX PEMBIAYAAN Pasal 28 (1)Biaya yang diperlukan BKFM untuk penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2)Biaya yang diperlukall PDPPM dan PDKPM untuk penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah masing-masing. Pasal 29 Segala penerimaan negara yang timbul dari pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal yang mznjadi kewenangan Pemerintah diserahkan kepada KementeriadLPND sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerimaan negara bukan pajak. 10

BAB X PELAPORAN Pasal 30 (1)Kepala BKPM menyampaikan laporan penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal secara nasional kepada Presiden dengan tembusan Menteri Teknis/Kepala LPND yang membina urusan Pemerintah di sektor/bidang usaha Penanaman Modal setiap tahun paling lambat bulan April tahun berikutnya. (2)Dalam rangka penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala PDPPM dan kepala PDKPM menyampaikan data dan informasi kepada Kepala BKPM mengenai penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal di daerah masing-masing yang tidak dapat diperoleh melalui SPIPISE, paling lambat 2 (dua) bulan sebelum laporan kepada Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3)Dalam hal interkoneksi dengan SPIPISE belum terbangun, kepala PDPPM dan kepala PDKPM wajib menyampaikan laporan data perkembangan dan informasi Penanaman Modal secara berkala kepada Kepala BKPM dengan tembusan kepada Menteri Teknis/Kepala LPND yang membina urusan Pemerintah di sektor/bidang usaha Penanaman Modal. (4)Ketentuan lebih lanjut tentang pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala BKPM. 11

BAB XI KOORDINASI PENYELENGGARAAN PTSP Pasal 31 Dalam rangka koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan Penanaman Modal di PTSP, BKPM melaksanakan koordinasi dengan Kementerian Teknis/LPND, PDPPM, dan PDKPM. Pasal 32 (1)PDPPM dan PDKPM merupakan perangkat daerah yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. (2)Fungsi utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas fungsi PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (1) dan fungsi lain sebagai berikut: a.melaksanakan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang Penanaman Modal di daerah; b.mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan Penanaman Modal di daerah; c.memberikan insentif daerah dan/atau kemudahan Penanaman Modal di daerah; d.membuat peta Penanaman Modal daerah; e.mengembangkan peluang dan potensi Penanaman Modal di daerah dengan memberda yakan badan usaha; f.mempromosikan Penanaman Modal daerah; g.mengembangkan sektor usaha Penanaman Modal daerah melalui pembinaan Penanaman Modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan Penanaman Modal; dan h.membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi Penanam Modal dalam menjalankan kegiatan Penanaman Modal di daerah. (3)Pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja PDPPM dan PDKPM sebagai perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (11), diatur dengan Peraturan Daerah. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku: (1)Peraturan Menteri Teknis/Kepala LPND tentang Pelimpahan Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang diberikan kepada Kepala BKPM sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang merupakan urusan Pemerintah dan belum disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini. (2)Permohonan Penanaman Modal dan permohonan lainnya yang berkaitan dengan Penanaman Modal yang telah disampaikan kepada BKPM, Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal, PDPPM dan PDKPM yang menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal dan belum memperoleh persetujuan Pemerintah, wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini. Pasal 34 (1)Perizinan dan Nonperizinan yang telah diperoleh dari Pemerintah sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhimya Perizinan dan Nonperizinan tersebut dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2)Penanam Modal yang sebelumnya telah memperoleh Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang membutuhkan Perizinan dan Nonperizinan lebih lanjut, 12

permohonannya diajukan kepada BKPM, PDPPM, atau PDKPM sesuai kewenangannya. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini: a.keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1981 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal yang telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2004; b.keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 1 17 Tahun 1999; dan c.keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri melalui Sistem Pelayanan Satu Atap, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 36 (1)Peraturan Menteri Teknis/Kepala LPND tentang Pendelegasian Wewenang atau Pelimpahan Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) yang diberikan kepada Kepala BKPM sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini, disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini paling lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku. (2)Pendelegasian Wewenang atau Pelimpahan Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) yang belum diberikan Menteri Teknis/Kepala LPND kepada Kepala BKPM pada saat ditetapkannya Peraturan Presiden ini, dilakukan paling lambat 24 (dua puluh empat) bulan sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku. (3)Peraturan pelaksanaan dalam penyelenggaraan VTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (2), Pasal 15 ayat (I), Pasal 16 ayat (6), Pasal 18 ayat (4), Pasal 30 ayat (4), dan Pasal 32 ayat (3) ditetapkan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku. (4)Perangkat pendukung dalam penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal sebaganmana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d disediakan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku. (5)Penyelenggaraan PTSP dengan dukungan SPIPISE sebagaimana dimaksud dalam Bab VIII diberlakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan berlaku sepenuhnya paling lambat 36 (tiga puluh enam) bulan sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku. Pasal 37 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Juni 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO 13