PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 62/Permentan/OT.140/5/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tamb

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97/Permentan/PD.410/9/ /9/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 149/PMK.03/2011 TENTANG SENSUS PAJAK NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 97/Permentan/PD.410/9/2013, dengan Peraturan Menteri Pertanian; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 t

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 60/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 85/Permentan/PD.410/8/2013 TENTANG

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR PEMASUKAN JENIS TERNAK POTONG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/Permentan/PD.410/10/2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/Permentan/PP.040/7/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2010 Kementerian Pertanian. Babi. Produknya. Pemasukan.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/PD.410/1/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/Permentan/PK.440/10/2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 35/permentan/OT.140/7/2011 PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

FORMULIR PERMOHONAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH, BIBIT TERNAK DAN TERNAK POTONG. No KODE NAMA FORMULIR DITANDATANGANI OLEH

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 071 TAHUN 2013 TENTANG PENGELUARAN TERNAK DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/PD.410/7/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMENTAN/HR.060/5/2017 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA

2016, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Neg

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 51/Permentan/OT.140/9/2011 TANGGAL : 7 September 2011

DAFTAR BENIH DAN/ATAU BIBIT TERNAK YANG DAPAT DIMASUKKAN KE WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 63/Permentan/OT.140/5/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 47/Permentan/OT.140/4/2013 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2008 TENTANG PERSYARATAN PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA BERUPA IKAN HIDUP

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 05/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR HEWAN

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PERMENTAN/PK.240/5/2017 TENTANG KEMITRAAN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 04/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG UNIT RESPON CEPAT PENYAKIT HEWAN MENULAR STRATEGIS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 38/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Larangan. Hewan Babi. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Budidaya. Izin Usaha.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.04/2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 73/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

2018, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permetan/PK.440/8/2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Syarat. Tata Cara. Karantina. Media. Organisme. Area.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor Sisa dan Skrap Logam; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 199

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 75/Permentan/OT.140/11/2011 TENTANG LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 34/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENETAPAN INSTALASI KARANTINA HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/3/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/Permentan/OT.140/5/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA KAMBING PERAH YANG BAIK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kewenangan. Izin Usaha. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.16/MEN/2011 TENTANG ANALISIS RISIKO IMPORTASI IKAN DAN PRODUK PERIKANAN

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR JAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2011 TENTANG ANALISIS RISIKO IMPORTASI IKAN DAN PRODUK PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2011 TENTANG INSTALASI KARANTINA IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 35/M-DAG/PER/5/2012

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 16/M-DAG/PER/5/2009 TENTANG LARANGAN SEMENTARA IMPOR HEWAN BABI DAN PRODUK TURUNANNYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Izin Usaha. Obat Hewan. Pemberian. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2011 TENTANG INSTALASI KARANTINA IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahu

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/Permentan/PD.300/8/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG REKOMENDASI PERSETUJUAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN TERNAK KE DALAM DAN KELUAR WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan daging di dalam negeri untuk menunjang swasembada daging perlu memasukan ternak potong ke dalam wilayah negara Republik Indonesia; b. bahwa apabila kebutuhan daging asal ternak potong di dalam negeri sudah tercukupi dapat dilakukan pengeluaran ternak potong dari wilayah negara Republik Indonesia; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, serta sekaligus sebagai pelaksanaan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, perlu mengatur Rekomendasi Persetujuan Pemasukan dan Pengeluaran Ternak Ke Dalam dan Keluar Wilayah Negara Republik Indonesia, dengan Peraturan Menteri Pertanian; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan, dan Pengobatan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Nomor 28 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4002); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4347); 9. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II; 10. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 11. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 12. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan Jenis-Jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa; 13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/ 10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG REKOMENDASI PERSETUJUAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN TERNAK KE DALAM DAN KELUAR WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian. 2. Ternak potong adalah sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi yang tujuan pemeliharaannya sebagai penghasil daging. 3. Bakalan ternak potong yang selanjutnya disebut bakalan adalah ternak bukan bibit yang mempunyai sifat unggul untuk dipelihara selama kurun waktu tertentu guna tujuan produksi daging. 4. Pemasukan bakalan adalah kegiatan untuk memasukan bakalan dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. 5. Pengeluaran ternak potong adalah kegiatan untuk mengeluarkan ternak potong dari wilayah negara Republik Indonesia. 6. Negara asal pemasukan yang selanjutnya disebut negara asal adalah suatu negara yang mengeluarkan bakalan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. 7. Negara tujuan pengeluaran yang selanjutnya disebut negara tujuan adalah negara yang memasukan ternak potong dari wilayah negara Republik Indonesia. 2

8. Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut tindakan karantina adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah hama penyakit hewan karantina masuk ke, tersebar di, dan/atau keluar dari wilayah negara Republik Indonesia. 9. Rekomendasi Persetujuan Pemasukan yang selanjutnya disebut RPP adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya kepada pelaku usaha yang akan melakukan pemasukan bakalan. 10. Rekomendasi Persetujuan Pengeluaran yang selanjutnya disebut RPP-l adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya kepada pelaku usaha yang akan mengeluarkan ternak potong. 11. Penyakit hewan menular adalah penyakit yang ditularkan antara hewan dan hewan, hewan dan manusia, serta hewan dan media pembawa penyakit hewan lainnya melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan media perantara mekanis. 12. Penyakit hewan strategis adalah penyakit hewan yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau kematian hewan yang tinggi. 13. Penyakit hewan eksotik adalah penyakit yang belum pernah terjadi atau muncul di suatu negara atau wilayah baik secara klinis, epidemiologis maupun laboratoris. 14. Dinas Provinsi adalah satuan kerja pemerintah daerah yang membidangi fungsi Peternakan dan/atau Kesehatan Hewan. 15. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian yang selanjutnya disingkat PPVTPP adalah suatu unit kerja yang membidangi fungsi perizinan secara administratif. 16. Pelaku usaha adalah orang perorangan atau korporasi, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, yang melakukan kegiatan pemeliharaan ternak potong. Pasal 2 (1) Pemasukan bakalan dapat dilakukan untuk: a. memenuhi kebutuhan ternak potong dalam negeri; b. memenuhi kebutuhan daging segmen khusus; dan c. meningkatkan nilai tambah serta menciptakan lapangan kerja. (2) Pengeluaran ternak potong dapat dilakukan apabila: a. kebutuhan daging di dalam negeri telah terpenuhi; dan b. populasi ternak potong dalam negeri stabil. BAB II PEMASUKAN BAKALAN Bagian Kesatu Persyaratan Pemasukan Bakalan Pasal 3 Bakalan yang dapat dimasukan seperti tercantum pada Lampiran I sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Menteri ini. 3

Pasal 4 Persyaratan pemasukan bakalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis. Pasal 5 Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi: a. Kartu Tanda Penduduk atau identitas pimpinan perusahaan; b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); c. surat izin usaha di bidang peternakan dan kesehatan hewan; d. akte pendirian perusahaan dan perubahannya; e. rekomendasi dinas provinsi; f. surat pernyataan bersedia mengembangbiakan ternak lokal minimal 10% dari kapasitas kandang; g. surat pemilikan atau kontrak kerja dengan Rumah Potong Hewan (RPH); dan h. keputusan penunjukan instalasi karantina hewan dari Badan Karantina Pertanian. Pasal 6 Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi: a. status kesehatan hewan di negara asal dan di lokasi peternakan asal; dan b. berat badan sapi potong per ekor maksimal 350 kg pada saat tiba di pelabuhan pemasukan, dan berumur tidak lebih dari 30 bulan serta harus digemukan minimal 60 hari setelah masa karantina; atau c. berat badan kerbau potong per ekor maksimal 400 kg pada saat tiba di pelabuhan pemasukan dan berumur tidak lebih dari 36 bulan serta harus digemukan minimal 60 hari setelah masa karantina. Pasal 7 (1) Persyaratan teknis status kesehatan hewan di negara asal dan lokasi peternakan asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a ditetapkan setelah mendapat pertimbangan teknis dari Tim Penilai Negara Asal. (2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan tersendiri yang keanggotaanya terdiri dari unsur Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Badan Karantina Pertanian. (3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam memberikan pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada penilaian sistem kesehatan hewan di negara asal. Pasal 8 Penilaian sistem kesehatan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) didasarkan pada: a. kewenangan, infrastruktur dan struktur organisasi kesehatan hewan dan karantina hewan; b. pelaksanaan surveilans penyakit/pengamatan penyakit hewan menular; c. sistem informasi dan tatacara pelaporan penyakit hewan menular; d. sistem identifikasi peternakan (farm) dan hewan; e. status penyakit hewan menular; f. pelaksanaan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan; g. status vaksinasi; h. tingkat pelaksanaan ketentuan kesejahteraan hewan; 4

i. barier alam yang berbatasan; j. pelaksanaan pengawasan lalu lintas hewan; k. demografi ternak dan pemasarannya; l. kesiagaan darurat penyakit hewan menular; m. perkarantinaan hewan di negara asal; dan n. unsur lain berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 9 (1) Pemasukan bakalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dilakukan oleh pelaku usaha setelah memeroleh izin pemasukan dari Menteri Perdagangan. (2) Menteri Perdagangan dalam memberikan izin pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah diterbitkan RPP dari Menteri Pertanian. Pasal 10 (1) Penerbitan RPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) pelaksanaannya dilakukan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri Pertanian. (2) RPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Pertanian yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri Pertanian. (3) RPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling kurang memuat: a. nomor RPP; b. nama, alamat perusahaan, dan instalasi karantina hewan; c. nomor dan tanggal surat permohonan; d. negara asal, jumlah dan klasifikasi bakalan; e. tempat pemasukan; f. lokasi Rumah Potong Hewan (RPH); dan g. tanggal terbit dan masa berlaku RPP. (4) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam menerbitkan RPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah dipenuhinya persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. (5) Masa berlaku RPP selama 90 (sembilan puluh) hari sejak ditandatanganinya permohonan RPP. (6) Periodisasi RPP dilakukan triwulanan: Januari Maret, April Juni, Juli September, Oktober -Desember. (7) Penetapan rencana pemasukan bakalan untuk tahun berikutnya dilakukan pada setiap akhir bulan Oktober. Pasal 11 Pelaku usaha yang memasukan bakalan harus melakukan pencegahan masuk dan menyebarnya penyakit hewan menular serta menjaga kelangsungan pengembangan populasi ternak dalam negeri. Pasal 12 (1) Dalam hal bakalan merupakan bangsa baru yang pertama kali dimasukan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, harus mendapat saran dan pertimbangan teknis dari Komisi Bibit Ternak. (2) Komisi Bibit Ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Pertanian. 5

Bagian Kedua Tata Cara Memeroleh RPP Pasal 13 (1) Untuk memeroleh RPP bakalan, pelaku usaha mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui Kepala PPVTPP, sesuai format model-1. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disampaikan secara online dan/atau langsung. Pasal 14 Kepala PPVTPP setelah menerima permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja harus sudah memberikan jawaban ditolak atau diterima. Pasal 15 (1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 apabila persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) tidak benar dan/atau tidak lengkap. (2) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan oleh Kepala PPVTPP kepada Pemohon secara tertulis disertai alasan penolakannya, sesuai format model-2. Pasal 16 (1) Permohonan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 apabila telah memenuhi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2). (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kepala PPVTPP disampaikan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian untuk dilakukan analisis teknis perkarantinaan. (3) Kepala Badan Karantina Pertanian setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja harus sudah menyampaikan hasil analisis teknis perkarantinaan kepada Kepala PPVTPP. (4) Kepala PPVTPP setelah menerima hasil analisis teknis perkarantinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja harus menyampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk dilakukan analisis persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. 6

Pasal 17 (1) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja harus sudah memberikan jawaban ditolak atau disetujui. (2) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila tidak memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan kepada pelaku usaha secara tertulis disertai alasan penolakan melalui Kepala PPVTPP, sesuai format model-3. (3) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan RPP oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri Pertanian, sesuai format model-4. (4) RPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Menteri Perdagangan oleh Kepala PPVTPP melalui pelaku usaha dengan tembusan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Kepala Dinas Provinsi dan Kepala UPT Karantina Pertanian tempat pemasukan. (5) Menteri Perdagangan setelah menerima RPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menerbitkan izin pemasukan bakalan. Pasal 18 (1) Apabila suatu negara yang telah ditetapkan sebagai negara asal pemasukan bakalan terjadi wabah penyakit hewan menular, Menteri Pertanian menetapkan pelarangan pemasukan bakalan, dengan Keputusan tersendiri. (2) Keputusan penetapan pelarangan pemasukan bakalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Perdagangan. (3) Menteri Perdagangan setelah menerima Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mencabut izin pemasukan. BAB III PENGELUARAN TERNAK POTONG Bagian Kesatu Persyaratan Pengeluaran Pasal 19 Ternak potong yang dapat dikeluarkan seperti tercantum pada Lampiran II sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Menteri ini. Pasal 20 Pengeluaran ternak potong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis. 7

Pasal 21 (1) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 meliputi: a. Kartu Tanda Penduduk atau identitas pimpinan perusahaan; b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); c. surat izin usaha di bidang peternakan dan kesehatan hewan; d. akte pendirian perusahaan dan perubahannya; e. rekomendasi dinas provinsi; f. keputusan penunjukan instalasi karantina hewan dari Badan Karantina Pertanian. (2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi instansi pemerintah yang mengeluarkan ternak potong, kecuali ayat (1) huruf f. Pasal 22 Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 meliputi: a. status kesehatan hewan di daerah asal dan di lokasi peternakan asal; dan b. kambing jenis kacang dan/atau persilangannya, kambing Peranakan Ettawa (PE) berumur di atas 2,5 tahun; c. domba jenis ekor tipis dan/atau domba ekor gemuk berumur di atas 2,5 tahun; atau d. babi jenis penghasil daging. Pasal 23 (1) Pengeluaran ternak potong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dapat dilakukan oleh pelaku usaha setelah memeroleh izin pengeluaran dari Menteri Perdagangan. (2) Menteri Perdagangan dalam memberikan izin pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah diterbitkan RPP-I dari Menteri Pertanian. Pasal 24 (1) Penerbitan RPP-I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri Pertanian. (2) RPP-I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Pertanian yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri Pertanian. (3) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam menerbitkan RPP-I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah dipenuhinya persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. 8

Bagian Kedua Tata Cara Memeroleh RPP-I Pasal 25 (1) Untuk memeroleh RPP-I ternak potong, pelaku usaha mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui Kepala PPVTPP, sesuai format model-5. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara online dan/atau langsung. Pasal 26 Kepala PPVTPP setelah menerima permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja harus memberikan jawaban ditolak atau diterima. Pasal 27 (1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 apabila persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 tidak benar dan/atau tidak lengkap. (2) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan oleh Kepala PPVTPP kepada pemohon secara tertulis disertai alasan penolakannya, sesuai format model-6. Pasal 28 (1) Permohonan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 apabila telah memenuhi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kepala PPVTPP disampaikan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian untuk dilakukan analisis teknis perkarantinaan. (3) Kepala Badan Karantina Pertanian setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja harus menyampaikan hasil analisis teknis perkarantinaan kepada Kepala PPVTPP. (4) Kepala PPVTPP setelah menerima hasil analisis teknis perkarantinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) kerja harus menyampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk dilakukan analisis persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. 9

Pasal 29 (1) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja harus memberikan jawaban ditolak atau disetujui. (2) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila tidak memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan kepada pelaku usaha secara tertulis disertai alasan penolakan melalui Kepala PPVTPP, sesuai format model-7. (3) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan RPP-I oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri Pertanian, sesuai format model- 8. (4) RPP-I sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Menteri Perdagangan oleh Kepala PPVTPP melalui pelaku usaha dengan tembusan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Kepala Dinas Provinsi dan Kepala UPT Karantina Pertanian tempat pengeluaran. (5) Menteri Perdagangan setelah menerima RPP-I sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menerbitkan izin pengeluaran ternak potong. BAB IV PENGANGKUTAN Pasal 30 Pelaku usaha yang melakukan pemasukan bakalan dan/atau pengeluaran ternak potong, selain harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis harus memenuhi kaidah kesejahteraan hewan dalam pengangkutan. Pasal 31 Untuk mencegah masuknya penyakit hewan menular dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia melalui transit alat angkut yang membawa bakalan, transit hanya dapat disetujui pada tempat-tempat yang ditetapkan, sesuai peraturan perundang-undangan di bidang karantina hewan. BAB V KEWAJIBAN PEMEGANG RPP DAN RPP-I Pasal 32 (1) Pelaku usaha yang telah memeroleh RPP atau RPP-I dari Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan harus mengajukan izin pemasukan bakalan atau pengeluaran ternak potong kepada Menteri Perdagangan. (2) Setelah memeroleh izin pemasukan atau pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku usaha wajib melaksanakan kegiatan pemasukan atau pengeluaran sesuai dengan RPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) atau RPP-I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (5). (3) Setelah pelaksanaan kegiatan pemasukan atau pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pelaku usaha dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kalender wajib menyampaikan laporan realisasi pemasukan atau pengeluaran kepada Menteri Perdagangan, dengan tembusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kepala Badan Karantina Pertanian, dan Kepala Dinas Provinsi, sesuai format model-9, model-10 dan model 11. 10

BAB VI PENGAWASAN Pasal 33 Pengawasan pemasukan bakalan atau pengeluaran ternak potong dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pasal 34 (1) Pengawasan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dilakukan oleh petugas karantina hewan, dan petugas dinas provinsi. (2) Pengawasan oleh petugas karantina hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di tempat pemasukan atau pengeluaran. (3) Pengawasan oleh petugas dinas provinsi dilakukan di tempat usaha peternakan dan dalam peredaran. (4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap persyaratan administratif dan fisik bakalan dan ternak potong. Pasal 35 Pengawasan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dilakukan berdasarkan laporan. Pasal 36 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 diatur dengan Peraturan tersendiri. BAB VII KETENTUAN SANKSI Pasal 37 Pelaku usaha setelah memeroleh RPP atau RPP-I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) tidak mengajukan permohonan izin kepada Menteri Perdagangan dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam RPP atau RPP-I menjadi bahan pertimbangan untuk memeroleh RPP atau RPP-I berikutnya. Pasal 38 (1) Pelaku usaha setelah memeroleh izin dari Menteri Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) tidak melaksanakan kegiatan pemasukan atau pengeluaran, dan tidak melaksanakan laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan secara tertulis; b. penghentian sementara dari kegiatan peredaran; c. penarikan bakalan atau pengeluaran ternak potong dari peredaran; d. pencabutan izin; dan e. pengenaan denda. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Menteri Pertanian kepada Menteri Perdagangan. 11

BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 39 SPP bakalan dan SPP-I ternak potong yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan masih tetap berlaku sampai habis masa berlaku. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 40 Dengan diundangkannya Peraturan ini, ketentuan mengenai pemasukan bakalan atau pengeluaran ternak potong yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/OT.140/1/2008 tentang Syarat dan Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Benih, Bibit Ternak, dan Ternak Potong, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 41 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Pertanian ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal, 7 September 2011 MENTERI PERTANIAN, Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 September 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, SUSWONO PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 571 12