BAB II KONSEP JUAL BELI SALAM DALAM ISLAM DAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN



dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV. A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Barang Promo di Sophie Martin Bc Kho Pwee Bing Surabaya

A. Analisis Terhadap Praktek Perubahan Harga Secara Sepihak dalam Jual Beli Rak Antara. Produsen dan Pedagang Pengecer di Jalan Dupak No. 91 Surabaya.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

1. Analisis Hukum Islam Terhadap Bentuk Dan Tata Cara Akad Ija>rah Sale. menghadapi resiko-resiko yang disebabkan karena suatu musibah yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERUBAHAN HARGA SECARA SEPIHAK DALAM JUAL BELI DAGING SAPI DI PASAR PLOSO JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya pada. ditangguhkan sampai waktu yang akan datang.

As-salam (ا لس ل م ) dalam istilah fikih disebut juga as-salaf. Secara

BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS MENURUT EMPAT MAZHAB TERHADAP JUAL BELI CABE DENGAN SISTEM UANG MUKA DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN BANYUPUTIH KABUPATEN SITUBONDO

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI SUKU CADANG MOTOR HONDA DI DEALER HONDA CV. SINARJAYA KECAMATAN BUDURAN KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM dan UU NO.7 TAHUN 2011 TERHADAP PENUKARAN MATA UANG RUSAK

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1320 TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE BLACK MARKET DI MAJID CELL

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam

Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam Dalam Jual Beli

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH BORONGAN PADA BURUH PABRIK PT INTEGRA INDOCABINET BETRO SEDATI SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. saling mengisi dalam rangka mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Semakin

BAB IV ANALISIS PRAKTEK MAKELAR. A. Praktek Makelar Dalam Jual Beli Mobil di Showroom Sultan Haji Motor

BAB IV ANALISIS FIKIH MAZHAB SYAFII TERHADAP PRAKTIK JIAL BELI HARGA SEPIHAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

BAB II LANDASAN TEORITIS. " artinya menggadaikan atau merungguhkan. 1 Gadai juga diartikan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI GANDA KENDARAAN BERMOTOR DI KELURAHAN PAGESANGAN KECAMATAN JAMBANGAN KOTA SURABAYA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. A. Analisis Praktik Jual Beli Produk atau Barang Replika di Darmo Trade

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV REKSADANA EXCHANGE TRADED FUND DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. sedang menjamur di kalangan masyarakat desa Sidomulyo kecamatan. Silo kabupaten Jember, di mana kasab (penghasilannya) mereka

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS BAGI HASIL PADA AKAD APLIKASI MULTI SUKUK DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

Khiya>r merupakan salah satu akad yang berkaitan erat dengan jual

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KETERLAMBATAN PENYERAHAN BARANG PADA AKAD ISTISHNA DALAM JUAL BELI ANYAMAN KEPANG DI DESA RINGINHARJO KEC.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SALE AND LEASE BACK (BA I DAN IJA>RAH) DI BEI (BURSA EFEK INDONESIA) DI SURABAYA

BAB IV UPAH (IJARAH) MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH CATONAN DI DESA CIEURIH KEC. MAJA KAB. MAJALENGKA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA

BAB III. Koperasi (Syirkah Ta awuniyah) bersal dari perkataan Co dan Operation yang mengandung arti kerja sama untuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN UANG MUKA SEWA MOBIL PADA USAHA TRANSPORTASI MAJU JAYA DI BANYUATES SAMPANG MADURA

HUKUM JUAL BELI DENGAN BARANG-BARANG TERLARANG. Djamila Usup ABSTRAK

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB IV ANALISIS TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI HASIL BUMI DENGAN SISTEM PANJAR DI DESA JENARSARI GEMUH KENDAL

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN PASAL 106 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI TANAH MILIK ANAK YANG DILAKUKAN OLEH WALINYA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rachmad Syafei, Ilmu Usul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung, 1999, hlm. 283.

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli*

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME JUAL BELI IKAN LAUT DALAM TENDAK

BAB IV ANALISIS DATA

18.05 Wib. 5 Wawancara dengan Penanggung Jawab Pertambangan, Bpk. Syamsul Hidayat, tanggal 24 september 2014, pukul.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD AS-SALA>M DALAM SISTEM JUAL BELI ONLINE DI SUPPLIER HERBAL MURAH SURABAYA

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB IV. A. Analisis Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) terhadap. 26, dan 27, yang telah diuraikan pada bab II mengenai pertanggungjawaban

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI SEMARANG

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY

TADLI> <S KUALITAS DALAM JUAL-BELI

BAB V PENUTUP. harta milik tidak sempurna di Veeva Rent Car n Motor Malang maka peneliti

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

BAB I PENDAHULUAN. baik secara individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan seharihari

BAB IV ANALISIS TRANSAKSI JUAL BELI BBM DENGAN NOTA PRINT BERBEDA SPBU PERTAMINA DI SURABAYA UTARA

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. dan keadaan, mengangkat dan menghilangkan segala beban umat. Hukum

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP SETATUS UANG MUKA YANG HANGUS DALAM PRAKTEK JUAL BELI ANAKAN BURUNG LOVE PONOROGO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO

BAB II KAJIAN TENTANG SEWA MENYEWA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Transkripsi:

BAB II KONSEP JUAL BELI SALAM DALAM ISLAM DAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Jual Beli Salam dalam Hukum Islam 1. Pengertian Jual Beli Salam.(ا لس ل ف ) dalam istilah fikih disebut juga as-salaf (ا لس ل م ) As-salam Secara etimologis, kedua kata memiliki makna yang sama, yaitu mendahulukan pembayaran dan mengakhirkan barang. Penggunaan kata assalam biasanya digunakan oleh orang-orang Hijaz, sedangkan penggunaan kata as-salaf biasanya digunakan oleh orang-orang Irak. Secara terminologis, salam adalah menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan dengan jelas dengan pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan dikemudian hari. 1 Menurut Sayyid Sabiq, as-salam atau as-salaf (pendahuluan) adalah penjualan sesuatu dengan kriteria tertentu (yang masih berada) dalam tanggungan dengan pembayaran segera atau disegerakan. 2 Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, salam adalah jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang 1 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 143. 2 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz 12, (Bandung: Al-Ma arif, 1988), 110. 20

21 pembiayaannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang. 3 Selain definisi tersebut, terdapat beberapa definisi lain mengenai salam yang berkembang di kalangan fuqaha, antara lain: adalah: 4 Fuqaha Syafi iyah dan Hanbali mendefinisikan jual beli salam ه و ع ق د ع لى م و ص و ف ب ذ مة م و جل ب ث م ن م ق ب و ض ب م ج ل س ا لع ق د Artinya: "Akad yang disepakati dengan menentukan ciri-ciri tertentu dengan membayar harganya lebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian dalam suatu majlis akad." Fuqaha Malikiyah mendefinisikan jual beli salam sebagai berikut: ب ي ع ي ت ق دم ف ي ه ر ا س ال ما ل و ي ت ا خر ال م ث م ن لا ج ل Artinya: "Jual beli yang modalnya dibayar dahulu, sedangkan barangnya diserahkan sesuai dengan waktu yang disepakati" Dari beberapa definisi di atas, disimpulkan bahwa yang dimaksud jual beli salam adalah transaksi jual beli yang pembayarannya dilaksanakan ketika akad berlangsung dan penyerahan barang dilaksanakan di akhir sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli. Dalam menggunakan akad salam, hendaknya menyebutkan sifatsifat dari objek jual beli salam yang mungkin bisa dijangkau oleh pembeli, baik berupa barang yang bisa ditakar, ditimbang maupun diukur. Disebutkan juga jenisnya dan semua identitas yang melekat pada barang 359. 3 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Pasal 20 ayat (34). 4 Wahbah al-zuhaili>, al-fiqh al-islami> wa Adillatuhu, Juz IV, (Damaskus: Darul Fikr, 2008),

4 22 yang dipertukarkan yang menyangkut kualitas barang tersebut. Jual beli salam juga dapat berlaku untuk mengimport barang-barang dari luar negeri dengan menyebutkan sifat-sifatnya, kualitas dan kuantitasnya. Penyerahan uang muka dan penyerahan barangnya dapat dibicarakan bersama dan biasanya dibuat dalam suatu perjanjian. 5 Dalam dunia bisnis modern, bentuk jual beli salam dikenal dengan pembelian dengan cara pesan (indent). 6 Tujuan utama dari jual beli pesanan adalah untuk saling membantu dan menguntungkan antara konsumen dengan produsen. 2. Dasar Hukum Jual Beli Salam Jual beli salam ini diperbolehkan dalam Islam berdasarkan dalil al- Qur an, al-hadits, dan Ijma (kesepakatan ulama ), yaitu diantaranya: a. Firman Allah yang menjelaskan tentang diperbolehkannya jual beli salam terdapat dalam surat al-baqarah ayat 282: =çgõ3u ø9uρ çνθç7çfò2$sù wκ Β 9 y_r& # n<î) A ø y Î/ Λä Ζtƒ#y s? #sœî) (#þθãζtβ#u š Ï%!$# $yγ ƒr' tƒ... ÉΑô yèø9$î/ 7=Ï?$Ÿ2 öνä3uζ / Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar... 7 b. Hadits Nabi yang menerangkan tentang hukum jual beli salam, yaitu: 5 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, 144. 6 Mustafa Kamal, et. al., Fikih Islam, (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003), 356. 7 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahannya, 70.

23 ق د م الن ب ى ص لى االله ع ل ي ه و س ل م : الم د ي ن ة و ه م ي س ل م و ن ف ىال تم ر الس ن ت ي ن وا لث لا ث ف قا ل ر س و ل االله ص لى االله ع ل ي ه و س ل م : م ن ا س ل ف ف ال ي س ل ف ف ى ث م ر م ع لو م و و ز ن م ع لو م ا لى ا ج ل م ع لو م Artinya: Rasulullah SAW datang ke Madinah, dan pada saat itu orang banyak sedang mengadakan salam pada tamar untuk jangka waktu dua dan tiga tahun. Maka Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa menghutangkan, hendaklah ia menghutangkan dalam harga yang diketahui dan timbangan yang diketahui, hingga masa yang diketahui." 8 Sabda Rasulullah SAW ini muncul ketika beliau pertama kali hijrah ke Madinah, dan mendapati para penduduk Madinah melakukan transaksi jual beli salam. Jadi Rasulullah SAW membolehkan jual beli salam asal akad yang dipergunakan jelas, ciri-ciri barang yang dipesan jelas, dan ditentukan waktunya. 9 Ibnu Abbas r.a., berkata: ا ش ه د ا ن ال سل ف الم ض م ن ذ ن ف ي ه. ب ه و ا ك ت ا ف ى االله قد ا ح ل ه ا لى ا ج ل ث م ق ر ا ق و ل ه. çνθç7çfò2$sù wκ Β 9 y_r& # n<î) A ø y Î/ Λä Ζtƒ#y s? #sœî) (#þθãζtβ#u š Ï%!$# $yγ ƒr' tƒ ت ع ال ى : Artinya: Aku bersaksi bahwa as-salaf yang dijamin untuk waktu tertentu benar-benar dihalalkan Allah di dalam kitabullah dan diizinkan. Kemudian ia membaca ayat Allah: Hai orangorang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara 8 Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardzabah Bukhari Ju fi, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al Fikr, 1992), 61. 9 Nasroen Haroen, Fiqih Muamalah, 148.

24 tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaknya kamu menuliskannya dengan benar. 10 Berdasarkan kedua hadits tersebut, jual beli salam ini hukumnya dibolehkan, selama ada kejelasan ukuran, timbangan, dan waktunya yang ditentukan. Dasar hukum jual beli ini telah sesuai dengan tuntutan syariat dan kaidah-kaidahnya. Bahkan dalam prakteknya, jual beli salam juga tidak menyalahi qiyas yang membolehkan penangguhan penyerahan barang seperti halnya dibolehkannya penangguhan dalam pembayaran. 11 c. Ijma Ibnu Mundzir dan lainnya meriwayatkan adanya ijma ulama atas kebolehan transaksi jual beli salam. Kebutuhan manusia untuk bertransaksi itulah yang mendorong diperbolehkannya jual beli salam. Karena satu pihak yang bertransaksi ingin mendapatkan pembayaran yang dipercepat, sementara pihak yang lain ingin mendapatkan barang yang jelas atau pasti. 12 Transaksi salam juga memberikan kemudahan kepada manusia yang berkepentingan terhadap bentuk transaksi jual beli salam ini. Selain itu, transaksi salam juga merupakan dispensasi bagi manusia yang di dalamnya juga terdapat unsur yang sejalan dengan upaya merealisasikan kemaslahatan perekonomian. 10 Abi Dawud, Sunan Abi Dawud, Juz II, h. 482. Hadis no. 3463. 11 Burhanuddin S., Hukum Kontrak Syariah, (Yogyakarta: BPFE, 2009), 213. 12 Saleh al-fauzan, Fikih Sehari-hari, (Jakarta: Gema Inani Press, 2005), 407.

25 3. Rukun dan Syarat Jual Beli Salam Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa rukun jual beli salam ini hanya i>ja>b (ungkapan dari pihak pemesan dalam memesan barang) dan qabu>l (ungkapan pihak produsen untuk mengerjakan barang pesanan). Lafaz yang dipakai dalam jual beli pesanan (indent) menurut ulama Malikiyah, Hanafiyah, dan Hanabilah adalah lafaz as-salam, as-salaf, atau al-bay (jual beli). Sedangkan menurut ulama Syafi iyah, lafaz yang boleh dipergunakan dalam jual beli pesanan ini hanya as-salam dan as-salaf. Alasan ulama Syafi iyah adalah bahwa menurut kaidah umum (analogi) jual beli seperti ini tidak dibolehkan, karena barang yang dibeli belum kelihatan ketika akad. Akan tetapi, syara membolehkan jual beli ini dengan mempergunakan lafaz as-salam dan as-salaf. Oleh sebab itu, perlu pembatasan dalam pemakaian kata itu sesuai dengan pemakaian syara. Adapun rukun jual beli salam menurut jumhur ulama, selain Hanafiyah, terdiri atas:

26 a. Al-A>qid Al-A>qid adalah orang yang melakukan akad. Dalam perjanjian salam, pihak penjual disebut dengan al-muslam Ilaih (orang yang diserahi) dan pihak pembeli disebut al-muslam atau pemilik as-salam (yang menyerahkan). 13 Keberadaan a>qid sangatlah penting, sebab tidak dapat dikatakan akad jika tidak ada a>qid, begitu pula tidak akan terjadi I>ja>b dan qabu>l tanpa adanya a>qid. b. Objek jual beli salam Yaitu harga dan barang yang dipesan. Barang yang dijadikan sebagai objek jual beli disebut dengan al-muslam Fi<h. Barang yang dipesan harus jelas ciri-cirinya dan waktu penyerahannya. Harga (ra su ma>lis salam) dalam jual beli salam harus jelas serta diserahkan waktu akad. c. S}iga>t (I>ja>b dan Qabu>l) I>ja>b (pernyataan melakukan ikatan) dan qabu>l (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syari at yang berpengaruh pada objek perikatan. Yang dimaksud dengan "sesuai dengan kehendak syari at" adalah bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak boleh, apabila tidak sejalan dengan kehendak syara. 13 Chairuman pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), 48.

27 Misalnya, kesepakatan untuk melakukan transaksi riba, menipu orang lain, atau merampok kekayaan orang lain. Sedangkan pencantuman kalimat "berpengaruh pada objek perikatan" maksudnya adalah terjadinya perpindahan pemilikan dari satu pihak (yang melakukan i>ja>b) kepada pihak lain (yang menyatakan qabu>l). Adapaun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam jual beli salam adalah sebagai berikut: a. Syarat orang yang berakad (Al-A>qid) Ulama Malikiyah dan Hanafiyah mensyaratkan a>qid harus berakal, yakni sudah mumayyiz, anak yang agak besar yang pembicaraan dan jawaban yang dilontarkannya dapat dipahami, serta berumur minimal 7 tahun. Oleh karena itu, anak kecil, orang gila dan orang bodoh tidak boleh menjual harta sekalipun miliknya. 14 Sebagaimana firman Allah dalam surat an- Nisa ayat 5: و لا ت و ت و ال سف ها ء ا م و ال ك م... Artinya: "Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya..." 15 Adapun ulama Syafi iyah dan Hanabilah mensyaratkan a>qid harus balig (terkena perintah syara ), berakal, telah mampu memelihara agama dan hartanya. Dengan demikian, ulama Hanabilah membolehkan 14 Hendi Suhendi, Fiqh Mu'amalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), 74. 15 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahannya, 115.

28 seorang anak kecil membeli barang yang sederhana atas seizin walinya. 16 Kecakapan yang sempurna yang dimiliki oleh orang yang telah balig itu dititikberatkan pada adanya pertimbangan akal yang sempurna, bukan pada bilangan umur atau bilangan tahun yang dilaluinya. Kualitas kekuatan akal pikiran juga dapat mempengaruhi secara signifikan kecakapan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum atau hal-hal yang membawa dampak akan tanggungjawab yang dipikulnya nanti dikemudian hari, seiring dengan pengambilan posisi sebagai personal yang melakukan perbuatan itu. 17 b. Syarat yang terkait dengan pembayaran atau harga, antara lain: 1) Alat bayar harus diketahui dengan jelas jumlah dan jenisnya oleh pihak yang terlibat dalam transaksi. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan ketidakjelasan dalam transaksi yang akhirnya dikhawatirkan dapat menimbulkan perselisihan dikemudian hari. 2) Pembayaran harus dilakukan seluruhnya ketika akad telah disepakati. Hal ini dimakudkan untuk menjaga maksud utama jual beli salam, yaitu membantu pihak yang butuh modal untuk biaya produksi. 16 Rahmat Syafi i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 54. 17 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), (Yogyakarta: UII Press, 2000), 31.

29 3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang. 18 c. Syarat yang terkait dengan barang, diantaranya: 1) Barangnya menjadi utang atau tanggungan bagi penjual. Dengan demikian, barang pesanan yang telah menjadi tanggungan pihak penjual, keberadaannya tidak boleh diserahkan kepada pihak lain. Rasulullah SAW bersabda: م ن ا س ل م ف ي ش ي ء ف لا ي ص ر ف ه ف ى غ ي ر ه Artinya: Barang siapa mengadakan salam terhadap sesuatu, maka janganlah ia memberikannya kepada orang lain. 19 2) Komoditinya harus dengan sifat-sifat yang jelas, misalnya dengan disebutkan jenis, warna, ciri-ciri, macam dan ukurannya. 20 Hal ini dilakukan agar tidak terjadi konflik antara seorang Muslim dengan saudaranya yang menyebabkan dendam dan permusuhan di antara keduanya. 21 Pada era modern seperti sekarang, untuk menambah kejelasan spesifikasi pengetahuan tentang macam komoditi yang akan dijadikan al-muslam fi>h dapat ditambahkan dengan menghadirkan bentuk visual dari al-muslam fi>h. 18 Muhammad, Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syariah (Panduan Teknis Pembuatan Akad atau Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syariah), (Yogyakarta: UII Press, 2009), 79. 19 Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardzabah Bukhari Ju fi, Shahih Bukhari, 58. 20 Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Kifayatul Akhyar Terjemahan Ringkas Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 141. 21 Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, (Jakarta: Darul Falah, 2000), 511.

30 3) Barang yang dipesan harus selalu tersedia di pasaran sejak akad berlangsung sampai tiba waktu penyerahan. Aturan ini ditetapkan guna menjamin sebuah kepastian dapat diserahkannya barang tersebut tepat pada waktunya. Karena kesanggupan penjual untuk penyerahan barang didasarkan pada upayanya untuk menyediakan barang tersebut. 4) Barang yang dipesan dalam akad salam harus berupa al-misliyat, yakni barang yang banyak padanannya di pasaran yang kuantitasnya dapat dinyatakan melalui hitungan, takaran atau timbangan. Pendapat ini menurut Ulama Hanafiyah, Syafi iyah dan Hanabilah. Sedangkan menurut Malikiyah, akad salam dibolehkan atas barang al-qimiyyah yaitu yang dapat dinyatakan dengan kriteria tertentu. 22 5) Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari. 23 Barangnya dapat diberikan sesuai dengan waktu yang dijanjikan (pendapat ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah). Akan tetapi, ulama Syafi iyah menyatakan bahwa dalam jual beli pesanan boleh saja barang diserahkan waktu akad, sebagaimana dibolehkan 148. 22 Ghufron Mas adi, Fiqh Mu'amalah Kontekstual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 23 Burhanuddin S., Hukum Kontrak Syariah, 215.

31 penyerahannya pada waktu yang disepakati bersama, sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penipuan. 24 6) Disebutkan tempat penyerahan barang pesanannya. 25 d. Syarat tentang waktu dan tempat penyerahan barang 1) Syarat tentang waktu penyerahan barang Mengenai tenggang waktu penyerahan barang dapat saja ditentukan tanggal dan harinya, tetapi tidak semua jenis barang dapat ditentukan demikian. 26 Ulama Hanafiyah dan Hanabilah mengatakan satu bulan. Sedangkan ulama Malikiyah memberi tenggang waktu setengah bulan. Wahbah az-zuhayli (guru besar fiqih Islam Universitas Damaskus) menyatakan, bahwa tenggang waktu penyerahan barang itu sangat bergantung pada keadaan barang yang dipesan dan sebaliknya diserahkan kepada ( ال ع ر ف ) kesepakatan kedua belah pihak yang berakad dan tradisi yang berlaku pada suatu daerah. 27 2) Syarat tentang tempat penyerahan barang. Pihak-pihak yang bertransaksi harus menunjuk tempat untuk penyerahan barang yang dipesan. Ketentuan ini ditetapkan 24 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, 150. 25 Dewi Gemala, et. al., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), 114. 26 Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 93. 27 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, 146.

32 apabila untuk membawa barang pesanan diperlukan biaya pengiriman atau tempat terjadinya transaksi tidak layak dijadikan tempat penyerahan barang pesanan, seperti di tengah gurun. Namun, apabila tempat terjadnya transaksi itu layak dijadikan tempat penyerahan atau untuk membawanya tidak diperlukan biaya pengiriman, maka tidak harus menunjuk tempat penyerahan barang. Jika kedua belah pihak yang berakad tidak mencantumkan penentuan tempat serah terima, jual beli salam tetap dinyatakan sah, dan tempat penyerahan bisa ditentukan kemudian. Hal ini dikarenakan tidak ada hadits yang menjelaskannya. Apabila penyerahan barang merupakan syarat sah jual beli salam, maka Rasulullah akan menyebutkannya seperti beliau menyebutkan takaran, timbangan dan waktu. 28 Yang perlu diperhatikan adalah dalam melakukan akad salam syarat tentang waktu dan tempat penyerahan barang tergantung pada kesepakatan diantara kedua belah pihak, agar lebih memberikan rasa aman dan lebih menjaga agar tidak terjadi perselisihan. Apabila penyerahan barang pada saat tengang waktu yang disepakati sudah jatuh tempo, maka pihak penjual atau produsen wajib 28 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz 12, 122.

33 menyerahkan barang itu pada waktu dan tempat yang telah disepakati. Jika barang yang ditransaksikan itu tidak kunjung ditemukan hingga waktu penyerahannya, maka pihak konsumen atau pemesan hendaknya bersabar hingga barang yang dipesannya itu tersedia atau konsumen boleh membatalkan transaksinya dan meminta kembali uangnya. Karena, jika transaksi itu gagal, maka harganya harus dikembalikan. Dan jika uangnya hilang, maka produsen harus menggantinya. 29 Apabila barang yang dipesan telah diterima dan kemudian terdapat cacat pada barang itu atau tidak sesuai dengan sifat-sifat, ciriciri, kualitas, kuantitas barang yang dipesan, maka pihak pemesan atau konsumen boleh meminta ganti rugi atau menyatakan apakah ia menerima atau tidak, sekalipun dalam jual beli pesanan ini tidak ada hak khiyar. 30 Dalam fiqh Islam juga menyebutkan bahwa apabila pada barang yang dibeli terdapat cacat, kerusakan dan ketidaksesuaian dengan apa yang dipesan, maka barang yang dibeli dapat dikembalikan kepada penjualnya. Ketentuan ini sesungguhnya untuk menjamin hakhak pembeli atau konsumen agar mendapatkan barang yang sesuai dengan yang dipesan. 31 e. Syarat I>ja>b dan Qabu>l (S}iga>t) 29 Saleh al-fauzan, Fikih Sehari-hari, 409. 30 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, 146-147. 31 Samsul Ma arif, et. al., Fiqih Progresif Menjawab Tantangan Modernitas, (Jakarta: FKKU Press, 2003), 133-134

4 4 34 S}iga>t adalah pernyataan i>ja>b dan qabu>l, i>ja>b merupakan pernyataan yang keluar lebih dahulu dari salah seorang yang melakukan transaksi yang menunjukkan atas keinginan melakukan transaksi. Adapun qabu>l adalah pernyataan yang terakhir dari pihak kedua yang menunjukkan atas kerelaannya menerima pernyataan pertama. 32 Unsur penting dari jual beli salam adalah kerelaan kedua belah pihak, sama halnya dengan jual beli lainnya. Sesuai dengan apa yang ditentukan oleh Allah SWT dalam surat an- Nisa ayat 29: οt pgïb šχθä3s? βr& HωÎ) È ÏÜ t6ø9$î/ Μà6oΨ t/ Νä3s9 uθøβr& (#þθè=à2ù's? Ÿω (#θãψtβ#u š Ï%!$# $yγ ƒr' tƒ $VϑŠÏmu öνä3î/ tβ%x.!$# βî) öνä3 à Ρr& (#þθè=çfø)s? Ÿωuρ öνä3ζïiβ <Ú#t s? tã Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. 33 Adapun syarat-syarat i>ja>b qabu>l yang harus dipenuhi dalam jual beli salam adalah: 1) Tujuan yang terkandung di dalam pernyataan i>ja>b dan qabu>l harus jelas dan terdapat kesesuaian, sehingga dapat dipahami oleh masing-masing pihak. 2) Pelaksanaan i>ja>b dan qabu>l harus berhubungan langsung dalam suatu majlis. Apabila kedua belah pihak hadir dan saling bertemu 32 Wahbah al-zuhaili, al-fiqh al-islami> Wa adillatuhu, Juz IV, 348. 33 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahannya, h. 122.

35 dalam satu tempat untuk melaksanakan transaksi, maka tempat tersebut adalah majlis akad. Adapun jika masing-masing pihak saling berjauhan maka majlis akad adalah tempat terjadinya qabu>l. 34 Pernyataan i>ja>b dan qabu>l dapat dilakukan dengan cara lisan, tulisan atau surat menyurat, atau isyarat yang memberikan pengertian dengan jelas tentang adanya i>ja>b dan qabu>l, dan dapat juga berupa perbuatan yang telah menjadi kebiasaan dalam i>ja>b qabu>l. 35 3) Menggunakan kata as-salam atau as-salaf. Bila menggunakan katakata jual beli (al-bay ) maka tidak sah, menurut pendapat yang lebih kuat. Alasan yang dikemukakan adalah karena jual beli pesanan termasuk jual beli yang secara qiyas tidak diperbolehkan, akan tetapi pelarangan ini telah dihapuskan dengan pertimbangan kebutuhan masyarakat terhadap kontrak salam. Sehingga para ulama berpendapat perlu adanya sebuah pembatasan terhadap penggunaan kata yang hanya sesuai dengan apa yang diajarkan oleh syara. Oleh karena itu, syara membolehkan akad ini hanya dengan menggunakan kata-kata salam dan salaf. Tetapi ada pula pendapat yang membolehkan akad ini dengan menggunakan kata jual beli (al-bay ) biasa dan tetap sah sebagai transaksi jual beli salam. 34 Rahmat Syafi i, Fiqih Muamalah, h. 51. 35 Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalah, 68.

36 B. Ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha Di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah konsumen sebagai defenisi yuridis formal ditemukan pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), yang menyatakan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia di dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 36 Di dalam Pasal 1 butir 2 UUPK tersebut, tidak menyebutkan kata pembeli, yang dipergunakan adalah pemakai. Pengertian pemakai di dalam defenisi tersebut menunjukkan bahwa barang dan/atau jasa dalam rumusan pengertian konsumen tidak harus sebagai hasil dari transaksi. Sehingga setiap orang (perorangan, badan atau kegiatan usaha) yang mengkonsumsi ataupun memakai suatu produk dapat melakukan klaim atas kerugian yang diderita dari pemakaian produk tersebut. Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah setiap orang yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan 36 Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

37 hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Sedangkan konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang dan/atau jasa lain untuk diperdagangkan. 37 Pengertian konsumen dalam UUPK adalah konsumen akhir. Istilah pelaku usaha umumnya lebih dikenal dengan sebutan pengusaha. Pengusaha adalah setiap orang atau badan usaha yang menjalankan usaha, memproduksi, menawarkan, menyampaikan atau mendistribusikan suatu produk kepada masyarakat luas selaku konsumen. Pengusaha memiliki arti yang luas, tidak semata-mata membicarakan pelaku usaha, tetapi juga pedagang, perantara atau pengusaha. 38 Sedangan berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, memberikan pengertian pelaku usaha sebagai berikut: Pelaku Usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. 37 Celina Tri Siwi Krisyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung: Mandar Maju, 2009), 25. 38 Mariam Darus, Perlindungan Konsumen dilihat dari Perjanjian Baku (Standar, Kertas Kerja pada Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen), (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1988), 57.

38 Pengertian pelaku usaha menurut ketentuan pasal 1 ayat (3) UUPK ini mempunyai cakupan yang luas karena meliputi penjual grosir, leveransir sampai pada pengecer. Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut, akan memudahkan konsumen korban menuntut ganti kerugian. 39 Dengan demikian, produsen tidak hanya diartikan sebagai pihak pembuat ataupun pabrik yang menghasilkan produk saja, tetapi juga mereka yang terkait dengan penyampaian atau perederan produk hingga sampai ke tangan konsumen. Mereka itu adalah pabrik (pembuat), distributor, eksportir atau importir dan pengecer baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum. Sebagai penyelenggara kegiatan usaha, pelaku usaha adalah pihak yang bertanggung jawab atas akibat kerugian yang ditimbulkan oleh usahanya terhadap pihak ketiga yaitu konsumen. 2. Hak dan Kewajiban Konsumen Sebagai pemakai barang atau jasa konsumen memiliki suatu hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan apabila terdapat adanya suatu tindakan yang tidak adil terhadap dirinya ia secara spontan menyadari akan hal itu. Dan 39 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Kencana, 2008), 67.

39 konsumen akan dapat bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hakhaknya. 40 Mengenai ketentuan hak dan kewajiban konsumen diatur dalam Bab III Bagian Pertama pasal 4 dan pasal 5 UUPK. Dalam pasal 4 menyebutkan hak konsumen adalah: a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Konsumen berhak mendapatkan keamanan dari barang dan jasa yang ditawarkan kepadanya. Produk dan jasa tersebut tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani ataupun rohani. 41 b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen berhak menentukan pilihannya, dan tidak boleh mendapatkan tekanan dari pihak manapun. 42 c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/jasa. Informasi tersebut dapat berbentuk keterangan lisan atau termuat dalam brosur, pamflet, label, iklan dan lain sebagainya. 43 d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 40 Happy Susanto, Hak-hak Konsumen jika Dirugikan, (Jakarta: Visimedia, 2008), 22. 41 Celina Tri Siwi Krisyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, 33. 42 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2006), 27. 43 A. Z. Nasution, Konsumen Dan Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), 25.

40 h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Selain memiliki beberapa hak sebagaimana dijelaskan di atas, seorang konsumen juga memiliki sejumlah kewajiban yang harus diperhatikan. Sebagaimana yang terdapat dalam UU perlindungan konsumen pasal 5 yang menyatakan bahwa kewajiban konsumen adalah sebagai berikut: a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. 3. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Hak dan kewajiban pelaku usaha diatur dalam Bab III Bagian Kedua pasal 6 dan 7 UUPK. Pasal 6 mengatur tentang hak bagi pelaku usaha, diantaranya:

41 a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen. d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. adalah: Pasal 7 mengatur tentang ketentuan kewajiban bagi pelaku usaha, a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan. f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

42 g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 4. Tanggung jawab Pelaku Usaha Selain hak dan kewajiban yang perlu diperhatikan oleh pelaku usaha, terdapat tanggung jawab yang harus diperhatikan dan dipikulnya. Tanggung jawab tersebut merupakan bagian dari kewajiban yang mengikat pelaku usaha dalam berusaha. Tanggung jawab ini juga disebut dengan istilah product liability (tanggung gugat produk), yang berarti seorang pelaku usaha bertanggungjawab atas segala kerugian yang timbul dari hasil produk atau jasanya. 44 Kerugian yang dialami konsumen bisa dikarenakan barang yang dibeli tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum. 45 Di dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen juga dijelaskan mengenai tanggung jawab dari pelaku usaha, ketentuan ini diatur dalam Bab VI, pasal 19 menyebutkan: (1) Pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian 44 Happy Susanto, Hak-hak Konsumen jika Dirugikan, 36-38. 45 Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 38.