Rekomendasi/Usulan Perubahan UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Aliansi Indonesia Damai (AIDA)

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

-2- Di dalam Pasal 7 ayat (4) dinyatakan bahwa pemberian Kompensasi bagi Korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Un

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

Institute for Criminal Justice Reform

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang d

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Draft RPP pemberian Kompensasi & Restirusi Korban Pemerintah 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

-2- dialami pihak korban dalam bentuk pemberian ganti rugi dari pelaku atau Orang Tua pelaku, apabila pelaku merupakan Anak sebagai akibat tindak pida

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-2- Anak secara terintegrasi, terpadu, dan holistik, perlu dilakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan yang dilakukan oleh Menteri dan Komisi. Oleh

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perubahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

ABSTRACT. Keywords : Compensation, Restitution, Rehabilitation, Terrorism.

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA. R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN Tentang KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI

KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

Opini H ukum: Gugatan Ganti Kerugian dalam mekanisme Pengadilan Tipikor. Disiapkan oleh:

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

DAFTAR ISI Halaman...3 Halaman...33 Halaman...49 Halaman...59

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

Rekomendasi/Usulan Perubahan UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1... Aliansi Indonesia Damai (AIDA) No Rumusan Awal Status Usulan Perubahan Argumentasi 1 Bab I Ditambahkan tiga Tidak ada ketentuan mengenai ketentuan/penjelasan korban, kompensasi, yang mengatur dan rehabilitasi mengenai definisi Korban adalah seseorang atau ahli warisnya yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana terorisme. Kompensasi adalah ganti rugi yang bersifat materiil atas penderitaan dan atau hal-hal yang hilang/rusak dari seseorang akibat tidak pidana terorisme. Korban Kompensasi Rehabilitasi 2 BAB VI Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi Klausul Restitusi dihapuskan dan menambahkan klausul penanganan korban. Rehabilitasi adalah pemulihan pada kedudukan semula, seperti kehormatan, nama baik, jabatan, atau hak-hak lain termasuk penyembuhan dan pemulihan fisik atau psikis serta perbaikan harta benda. BAB VI PENANGANAN KORBAN, KOMPENSASI, DAN REHABILITASI Bab ini tidak memasukkan penanganan korban. Padahal dalam banyak kasus, korban terorisme sempat

3 Pasal 36 Sebelum pasal 36 ditambahkan pasal 36A Pasal 36A 1. Pada masa kritis, negara mengumumkan jaminan terabaikan perawatan medisnya akibat tidak adanya jaminan pembiayaan dari pemerintah Restitusi tidak logis karena kebanyakan terpidana terorisme tingkat ekonominya rendah. Secara faktual restitusi tidak pernah terlaksana. Dalam UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, hak restitusi bagi korban tindak pidana terorisme juga tak diatur. Seluruh pasal dan ayat yang mengatur tentang restitusi dalam Bab VI dihapuskan. Dalam banyak kasus selama ini, saat masa kritis, banyak korban terorisme terabaikan

pembiayaan medis yang dibutuhkan oleh korban tindak pidana terorisme. 2. Masa kritis yang dimaksud dalam ayat (1) adalah sesaat setelah terjadinya tindak pidana terorisme yang menimbulkan jatuhnya korban meninggal dunia, cedera fisik, dan/atau trauma psikis. 3. Implementasi terhadap ayat (1) dan (2) dilaksanakan oleh dan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang perlindungan saksi dan korban. perawatan medisnya akibat tidak adanya jaminan pembiayaan dari pemerintah, bahkan hingga beberapa hari usai peristiwa. Justru yang lebih banyak membantu adalah pihak swasta, NGO, maupun kedutaan besar negara asing. 4 Pasal 36 (1) Setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidana terorisme berhak mendapatkan kompensasi atau restitusi. (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (1) Restitusi dihapuskan (2) Diubah Pasal 36 (1) Setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidana terorisme berhak mendapatkan kompensasi. (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pembiayaannya Tak perlu dengan keputusan pengadilan, cukup putusan lembaga negara yang berwenang dalam pelaksanaan perlindungan dan pemulihan korban terorisme

pembiayaannya dibebankan kepada negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah. (3) Restitusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku kepada korban atau ahli warisnya. (4) Kompensasi dan/atau restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan. (3) Dihapus (4) Diganti dibebankan kepada lembaga negara yang berwenang dalam perlindungan dan pemulihan korban terorisme. Ayat 3 dihapus (3) Kompensasi tersebut diberikan berdasarkan keputusan lembaga negara yang berwenang dalam korban terorisme 1. Sejauh ini korban terorisme belum ada yang mendapatkan kompensasi sejak UU ini diberlakukan. Alasan: A. Karena harus ada amar putusan pengadilan. B. Baru satu amar putusan yang mengamanatka n kompensasi. (Teror Bom JW Marriot 2003). Itupun tidak mencantumkan nama-nama korban yang berhak menerima. 2. Proses hukum (termasuk terbitnya amar putusan pengadilan) membutuhkan waktu yang lama.

Sedangkan penanganan korban, termasuk pemenuhan kompensasi butuh tempo yang secepat-cepatnya. 3. Harmonisasi dengan pasal 7 UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban 5 Pasal 38 Dipecah menjadi Pasal 38 A dan Pasal 38 B Pemecahan untuk membedakan pembahasan hak korban (kompensasi) dan hak terdakwa terorisme (rehabillitasi). 38 A membicarakan hak korban terorisme yang berdiri di atas asas kecepatan waktu sementara 38 B membicarakan soal hak terdakwa terorisme yang diputus bebas yang berdiri di atas asas

ketetapan hukum. Pasal 38 Pasal 38 A (1) Pengajuan kompensasi dilakukan oleh korban atau kuasanya kepada Menteri Keuangan berdasarkan amar putusan pengadilan negeri. (2) Pengajuan restitusi dilakukan oleh korban atau kuasanya kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan amar putusan. Ayat (1) diganti dan Menambahkan dua ayat setelahnya Ayat (2) dihapuskan dan diganti (1) Pemberian kompensasi dilakukan berdasarkan hasil asesmen oleh lembaga negara yang berwenang dalam korban terorisme. (2) Pelaksanaan asesmen sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dan diselesaikan selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak peristiwa. (3) Khusus untuk korban terorisme yang terjadi sebelum UU ini diberlakukan, pelaksanaan asesmen dilakukan dan diselesaikan selambatlambatnya 30 hari kerja 1) Tidak etis korban yang masih cedera atau ahli warisnya yang masih berduka disuruh untuk mengurus permohonan pengajuan kompensasi. 2)Sesuai dengan argumentasi pada usulan perubahan pasal 36, khususnya poin 3. 3) Agar proses pencairan kompensasi dilaksanakan secara

terhitung sejak UU ini diberlakukan. (4) Nominal kompensasi ditentukan berdasarkan hasil asesmen sesuai dengan kadar penderitaan fisik, tanggung jawab keluarga, pekerjaan, dan jabatan. cepat dan efektif, maka pemenuhan hak korban dilaksanakan melalui satu pintu (5) Keputusan kompensasi mencantumkan nama-nama korban dan nominal kompensasi sesuai hasil asesmen. 6 Pasal 38 ayat (3) Pengajuan rehabilitasi dilakukan oleh korban kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Ayat (3) diganti dan dijadikan pasal tersendiri (38 B) Pasal 38B Permohonan rehabilitasi dilakukan oleh setiap orang atau kuasa hukumnya yang oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Kementerian Hukum dan HAM Rehabilitasi yang dimaksud dalam pasal 37 adalah hak mantan terdakwa terorisme, Bukan korban sebagai pihak yang terkena dampak langsung aksi terorisme. Namun pasal 38 ayat 3 mencampuradukkan definisi korban terorisme dengan

terdakwa yang menjadi korban salah sidik/tuntut. 7 Pasal 39 Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) memberikan kompensasi dan/atau restitusi, paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak penerimaan permohonan. Pasal 41 Diganti Lembaga yang berwenang dalam korban terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 A ayat (1) memberikan kompensasi, paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak terbitnya keputusan. Agar proses pencairan kompensasi dilaksanakan secara cepat dan efektif, maka pemenuhan hak korban dilaksanakan melalui satu pintu 8 Pasal 40 (1) Pelaksanaan pemberian kompensasi dan/atau restitusi dilaporkan oleh Menteri Keuangan, pelaku, atau pihak ketiga kepada Ketua Pengadilan yang memutus perkara, disertai dengan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi, dan/atau rehabilitasi Ayat (1) diganti (1) Pelaksanaan pemberian kompensasi dilaporkan oleh Lembaga yang berwenang dalam korban terorisme kepada Kementerian Keuangan disertai dengan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi tersebut. Karena keputusan kompensasi diterbitkan oleh Lembaga yang berwenang dalam perlindungan dan pemulihan korban terorisme, maka dana kompensasi yang dikeluarkan

tersebut. (2) Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi, dan/atau restitusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada korban atau ahli warisnya. Ayat (2) diganti (2) Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi disampaikan oleh Lembaga yang berwenang dalam korban terorisme, kepada korban atau ahli warisnya. dilaporkan kepada Kemenkeu sebagai bendahara negara. (3) Setelah Ketua Pengadilan menerima tanda bukti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Ketua Pengadilan mengumumkan pelaksanaan tersebut pada papan pengumuman pengadilan yang bersangkutan. Ayat (3) dihapus 9 Pasal 41 (1) Dalam hal pelaksanaan pemberian kompensasi dan/atau restitusi kepada pihak korban melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, korban atau ahli warisnya dapat melaporkan hal Ayat (1) diganti Pasal 41 (1) Dalam hal pelaksanaan pemberian kompensasi kepada pihak korban melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, korban, ahli warisnya, atau kuasa hukumnya Karena amanat kompensasi tidak berdasarkan amar putusan pengadilan, maka apabila lembaga yang berwenang dalam pelaksanaan perlindungan dan pemulihan korban terorisme tidak menjalankan

tersebut kepada pengadilan. (2) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) segera memerintahkan Menteri Keuangan, pelaku, atau pihak ketiga untuk melaksanakan putusan tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal perintah tersebut diterima. Ayat (2) diganti dapat melaporkan hal tersebut kepada Presiden (2) Presiden sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) segera memerintahkan Lembaga yang berwenang dalam pelaksanaan korban terorisme untuk melaksanakan keputusan tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak perintah tersebut diterima. tugasnya, pihak korban dapat mengadukan masalah tersebut kepada Presiden sebagai atasan. Hal ini dimaksudkan agar presiden bisa memerintahkan langsung lembaga negara terkait perlindungan saksi untuk memenuhi hakhak korban terorisme. 10 Pasal 42 Dalam hal pemberian kompensasi dan/atau restitusi dapat dilakukan secara bertahap, maka setiap tahapan pelaksanaan atau keterlambatan pelaksanaan dilaporkan kepada pengadilan. Bunyi pasal 42 diganti Pasal 42 (1) Dalam hal pemberian kompensasi dapat dilakukan secara bertahap, maka setiap tahapan pelaksanaan atau keterlambatan pelaksanaan dilaporkan kepada Kementerian Keuangan. Pelaporan tahapantahapan transaksi ini dimaksudkan untuk menegakkan azas transparansi dan akuntabilitas.