Rekomendasi/Usulan Perubahan UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1... Aliansi Indonesia Damai (AIDA) No Rumusan Awal Status Usulan Perubahan Argumentasi 1 Bab I Ditambahkan tiga Tidak ada ketentuan mengenai ketentuan/penjelasan korban, kompensasi, yang mengatur dan rehabilitasi mengenai definisi Korban adalah seseorang atau ahli warisnya yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana terorisme. Kompensasi adalah ganti rugi yang bersifat materiil atas penderitaan dan atau hal-hal yang hilang/rusak dari seseorang akibat tidak pidana terorisme. Korban Kompensasi Rehabilitasi 2 BAB VI Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi Klausul Restitusi dihapuskan dan menambahkan klausul penanganan korban. Rehabilitasi adalah pemulihan pada kedudukan semula, seperti kehormatan, nama baik, jabatan, atau hak-hak lain termasuk penyembuhan dan pemulihan fisik atau psikis serta perbaikan harta benda. BAB VI PENANGANAN KORBAN, KOMPENSASI, DAN REHABILITASI Bab ini tidak memasukkan penanganan korban. Padahal dalam banyak kasus, korban terorisme sempat
3 Pasal 36 Sebelum pasal 36 ditambahkan pasal 36A Pasal 36A 1. Pada masa kritis, negara mengumumkan jaminan terabaikan perawatan medisnya akibat tidak adanya jaminan pembiayaan dari pemerintah Restitusi tidak logis karena kebanyakan terpidana terorisme tingkat ekonominya rendah. Secara faktual restitusi tidak pernah terlaksana. Dalam UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, hak restitusi bagi korban tindak pidana terorisme juga tak diatur. Seluruh pasal dan ayat yang mengatur tentang restitusi dalam Bab VI dihapuskan. Dalam banyak kasus selama ini, saat masa kritis, banyak korban terorisme terabaikan
pembiayaan medis yang dibutuhkan oleh korban tindak pidana terorisme. 2. Masa kritis yang dimaksud dalam ayat (1) adalah sesaat setelah terjadinya tindak pidana terorisme yang menimbulkan jatuhnya korban meninggal dunia, cedera fisik, dan/atau trauma psikis. 3. Implementasi terhadap ayat (1) dan (2) dilaksanakan oleh dan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang perlindungan saksi dan korban. perawatan medisnya akibat tidak adanya jaminan pembiayaan dari pemerintah, bahkan hingga beberapa hari usai peristiwa. Justru yang lebih banyak membantu adalah pihak swasta, NGO, maupun kedutaan besar negara asing. 4 Pasal 36 (1) Setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidana terorisme berhak mendapatkan kompensasi atau restitusi. (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (1) Restitusi dihapuskan (2) Diubah Pasal 36 (1) Setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidana terorisme berhak mendapatkan kompensasi. (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pembiayaannya Tak perlu dengan keputusan pengadilan, cukup putusan lembaga negara yang berwenang dalam pelaksanaan perlindungan dan pemulihan korban terorisme
pembiayaannya dibebankan kepada negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah. (3) Restitusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku kepada korban atau ahli warisnya. (4) Kompensasi dan/atau restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan. (3) Dihapus (4) Diganti dibebankan kepada lembaga negara yang berwenang dalam perlindungan dan pemulihan korban terorisme. Ayat 3 dihapus (3) Kompensasi tersebut diberikan berdasarkan keputusan lembaga negara yang berwenang dalam korban terorisme 1. Sejauh ini korban terorisme belum ada yang mendapatkan kompensasi sejak UU ini diberlakukan. Alasan: A. Karena harus ada amar putusan pengadilan. B. Baru satu amar putusan yang mengamanatka n kompensasi. (Teror Bom JW Marriot 2003). Itupun tidak mencantumkan nama-nama korban yang berhak menerima. 2. Proses hukum (termasuk terbitnya amar putusan pengadilan) membutuhkan waktu yang lama.
Sedangkan penanganan korban, termasuk pemenuhan kompensasi butuh tempo yang secepat-cepatnya. 3. Harmonisasi dengan pasal 7 UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban 5 Pasal 38 Dipecah menjadi Pasal 38 A dan Pasal 38 B Pemecahan untuk membedakan pembahasan hak korban (kompensasi) dan hak terdakwa terorisme (rehabillitasi). 38 A membicarakan hak korban terorisme yang berdiri di atas asas kecepatan waktu sementara 38 B membicarakan soal hak terdakwa terorisme yang diputus bebas yang berdiri di atas asas
ketetapan hukum. Pasal 38 Pasal 38 A (1) Pengajuan kompensasi dilakukan oleh korban atau kuasanya kepada Menteri Keuangan berdasarkan amar putusan pengadilan negeri. (2) Pengajuan restitusi dilakukan oleh korban atau kuasanya kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan amar putusan. Ayat (1) diganti dan Menambahkan dua ayat setelahnya Ayat (2) dihapuskan dan diganti (1) Pemberian kompensasi dilakukan berdasarkan hasil asesmen oleh lembaga negara yang berwenang dalam korban terorisme. (2) Pelaksanaan asesmen sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dan diselesaikan selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak peristiwa. (3) Khusus untuk korban terorisme yang terjadi sebelum UU ini diberlakukan, pelaksanaan asesmen dilakukan dan diselesaikan selambatlambatnya 30 hari kerja 1) Tidak etis korban yang masih cedera atau ahli warisnya yang masih berduka disuruh untuk mengurus permohonan pengajuan kompensasi. 2)Sesuai dengan argumentasi pada usulan perubahan pasal 36, khususnya poin 3. 3) Agar proses pencairan kompensasi dilaksanakan secara
terhitung sejak UU ini diberlakukan. (4) Nominal kompensasi ditentukan berdasarkan hasil asesmen sesuai dengan kadar penderitaan fisik, tanggung jawab keluarga, pekerjaan, dan jabatan. cepat dan efektif, maka pemenuhan hak korban dilaksanakan melalui satu pintu (5) Keputusan kompensasi mencantumkan nama-nama korban dan nominal kompensasi sesuai hasil asesmen. 6 Pasal 38 ayat (3) Pengajuan rehabilitasi dilakukan oleh korban kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Ayat (3) diganti dan dijadikan pasal tersendiri (38 B) Pasal 38B Permohonan rehabilitasi dilakukan oleh setiap orang atau kuasa hukumnya yang oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Kementerian Hukum dan HAM Rehabilitasi yang dimaksud dalam pasal 37 adalah hak mantan terdakwa terorisme, Bukan korban sebagai pihak yang terkena dampak langsung aksi terorisme. Namun pasal 38 ayat 3 mencampuradukkan definisi korban terorisme dengan
terdakwa yang menjadi korban salah sidik/tuntut. 7 Pasal 39 Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) memberikan kompensasi dan/atau restitusi, paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak penerimaan permohonan. Pasal 41 Diganti Lembaga yang berwenang dalam korban terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 A ayat (1) memberikan kompensasi, paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak terbitnya keputusan. Agar proses pencairan kompensasi dilaksanakan secara cepat dan efektif, maka pemenuhan hak korban dilaksanakan melalui satu pintu 8 Pasal 40 (1) Pelaksanaan pemberian kompensasi dan/atau restitusi dilaporkan oleh Menteri Keuangan, pelaku, atau pihak ketiga kepada Ketua Pengadilan yang memutus perkara, disertai dengan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi, dan/atau rehabilitasi Ayat (1) diganti (1) Pelaksanaan pemberian kompensasi dilaporkan oleh Lembaga yang berwenang dalam korban terorisme kepada Kementerian Keuangan disertai dengan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi tersebut. Karena keputusan kompensasi diterbitkan oleh Lembaga yang berwenang dalam perlindungan dan pemulihan korban terorisme, maka dana kompensasi yang dikeluarkan
tersebut. (2) Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi, dan/atau restitusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada korban atau ahli warisnya. Ayat (2) diganti (2) Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi disampaikan oleh Lembaga yang berwenang dalam korban terorisme, kepada korban atau ahli warisnya. dilaporkan kepada Kemenkeu sebagai bendahara negara. (3) Setelah Ketua Pengadilan menerima tanda bukti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Ketua Pengadilan mengumumkan pelaksanaan tersebut pada papan pengumuman pengadilan yang bersangkutan. Ayat (3) dihapus 9 Pasal 41 (1) Dalam hal pelaksanaan pemberian kompensasi dan/atau restitusi kepada pihak korban melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, korban atau ahli warisnya dapat melaporkan hal Ayat (1) diganti Pasal 41 (1) Dalam hal pelaksanaan pemberian kompensasi kepada pihak korban melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, korban, ahli warisnya, atau kuasa hukumnya Karena amanat kompensasi tidak berdasarkan amar putusan pengadilan, maka apabila lembaga yang berwenang dalam pelaksanaan perlindungan dan pemulihan korban terorisme tidak menjalankan
tersebut kepada pengadilan. (2) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) segera memerintahkan Menteri Keuangan, pelaku, atau pihak ketiga untuk melaksanakan putusan tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal perintah tersebut diterima. Ayat (2) diganti dapat melaporkan hal tersebut kepada Presiden (2) Presiden sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) segera memerintahkan Lembaga yang berwenang dalam pelaksanaan korban terorisme untuk melaksanakan keputusan tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak perintah tersebut diterima. tugasnya, pihak korban dapat mengadukan masalah tersebut kepada Presiden sebagai atasan. Hal ini dimaksudkan agar presiden bisa memerintahkan langsung lembaga negara terkait perlindungan saksi untuk memenuhi hakhak korban terorisme. 10 Pasal 42 Dalam hal pemberian kompensasi dan/atau restitusi dapat dilakukan secara bertahap, maka setiap tahapan pelaksanaan atau keterlambatan pelaksanaan dilaporkan kepada pengadilan. Bunyi pasal 42 diganti Pasal 42 (1) Dalam hal pemberian kompensasi dapat dilakukan secara bertahap, maka setiap tahapan pelaksanaan atau keterlambatan pelaksanaan dilaporkan kepada Kementerian Keuangan. Pelaporan tahapantahapan transaksi ini dimaksudkan untuk menegakkan azas transparansi dan akuntabilitas.