BAB I PENDAHULUAN. yang dipayungi oleh Pasal 18 Undang-Undang Dasar Sedangkan inti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkedaulatan rakyat yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip

PENUTUP. diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa : dilapangan oleh komisi III DPRD Kabupaten Ketapang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

PELAKSANAAN PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA PADANG TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang baik (good local governace) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pengambil keputusan dalam pemerintahan di era reformasi ini. Pemerintah telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 (dilihat juga dalam

BAB I PENDAHULUAN. Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang dibatasi oleh lautan, sehingga di dalam menjalankan sistem pemerintahannya

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah menempatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. pembaruan dan perubahan untuk menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

PENGARUH PERSONAL BACKGROUND, POLITICAL BACKGROUND DAN PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN TERHADAP PERAN DPRD DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

Kinerja Pengawasan DPRD Dalam Pelaksanaan APBD Tahun 2013 Di Kabupaten Halmahera Barat. Nama : Risal Hady Nim :

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. yang luas, nyata dan bertanggung jawab Kepada Daerah secara profesional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. diubah dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan

ANALISIS RETRIBUSI PASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. fungsi-fungsi tersebut. Sebagaimana lembaga legislatif DPRD berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan. transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

I. PENDAHULUAN. sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. kecamatan (Widjaya, HAW 2008: 164). Secara administratif desa berada di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SORONG,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

I. PENDAHULUAN. daerah (dioscretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berpolitik di Indonesia baik secara nasional maupun regional. Salah satu agenda

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. fenomena dari era reformasi yang sangat menarik untuk dikaji oleh berbagai kalangan

BAB I PENDAHULUAN. tekhnologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. pembangunan. Oleh karena itu peran masyarakat dalam Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan Daerah Istimewaan yang berbeda dengan Provinsi yang lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, yang disebut dengan Desentralisasi adalah penyerahan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

KEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN SUKOHARJO T E S I S

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance. Hal ini memang wajar, karena beberapa penelitian

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia karena sejak berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia sudah dikenal adanya otonomi daerah yang dipayungi oleh Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 1. Sedangkan inti dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keleluasaan pemerintah daerah (dioscretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreatifitas, dan peran serta masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya. Tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk menjamin, mekanisme demokrasi ditingkat daerah untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat baik untuk kepentingan daerah setempat maupun untuk mendukung kebijaksanaan politik nasional dalam era reformasi saat ini. Untuk mencapai tujuan dimaksud Undang-undang No.32 tahun 2004 menekankan tiga faktor yang mendasar sebagai berikut: 1. Memberdayakan masyarakat. 2. Menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas. 1 Syamsudin Haris, Desentralisasi & otonomi Daerah, LIPI Press, Jakarta, 2005, hlm. 101.

2 3. Meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif dan meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat. Faktor 1 dan 2 di atas merupakan perwujudan, demokratisasi, daerah yang harus ditumbuh kembangkan, sehingga otonomi yang diberikan pusat kepada daerah betul-betul dirasakan manfaatnya oleh rakyat di daerah, sedangkan faktor ke-3 adalah berkaitan dengan fungsi-fungsi yang dipunyai DPRD sebagai Badan Perwakilan Rakyat. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, posisi DPRD ditempatkan pada posisi yang sangat strategis dan menentukan dalam pelaksananaan otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten / kota, penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah daerah. Fungsi pengawasan terhadap peraturan daerah sangatlah penting, karena memberikan kesempatan kepada DPRD untuk lebih aktif dan kreatif menyikapi berbagai kendala terhadap pelaksanaan peraturan daerah. Melalui pengawasan oleh dewan, eksekutif sebagai pelaksana kebijakan akan terhindar dari berbagai penyimpangan dan penyelewengan, dari hasil pengawasan

3 dewan akan diambil tindakan penyempurnaan memperbaiki pelaksanaan kebijakan tersebut. Untuk menghindari berbagai kesalahan administratif dalam tata laksana birokrasi pemerintahan daerah tanpa mereka sadari dapat bermuara pada dugaan tindak pidana korupsi bagi pejabat publik yang menanggani urusan publik tersebut, dengan adanya pengawasan DPRD akan dapat memberikan perlindungan yang cukup efektif terhadap eksekutif dalam menjalankan tata laksana birokrasi pemerintahan secara optimal. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh DPRD adalah pengawasan politik, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh lembaga legislatif (DPRD) terhadap lembaga eksekutif (Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah besarta perangkat daerah) yang lebih bersifat kebijakan strategis dan bukan pengawasan teknis maupun administratif, sebab DPRD adalah lembaga politik. Berdasarkan fungsi, tugas, wewenang dan hak yang dimilki DPRD diharapkan DPRD mampu memainkan perannya secara optimal mengemban fungsi kontrol terhadap pelaksanaan peraturan daerah. Tujuannya adalah terwujudnya pemerintahan daerah yang efisien, bersih, berwibawa dan terbebas dari berbagai praktek yang berindikasi korupsi, kolusi dan nepotisme ( KKN ). Menurut Mardiasmo: ada tiga aspek utama yang mendukung keberhasilan otonomi daerah, yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Ketiga hal tersebut pada dasarnya berbeda baik konsepsi maupun aplikasinya. Pengawasan mengacu pada tingkatan atau

4 kegiatan yang dilakukan diluar pihak eksekutif yaitu masyarakat dan DPRD, untuk mengawasi kinerja pemerintahan. 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menempatkan Pemerintah Daerah dan DPRD selaku penyelenggara pemerintahan daerah. Sesama unsur pemerintahan daerah pada dasarnya kedudukan Pemerintah Daerah (eksekutif) dan DPRD (legislatif) adalah sama, yang membedakannya adalah fungsi, tugas dan wewenang serta hak dan kewajibannya. Karena itu hubungan yang harus dibangun antara pemerintah daerah dan DPRD mestinya adalah hubungan kemitraan dalam rangka mewujudkan pemerintahan daerah yang baik (good local governance). Fungsi pengawasan DPRD mempunyai kaitan yang erat dengan fungsi legislasi, karena pada dasarnya objek pengawasan adalah menyangkut pelaksanaan dari peraturan daerah itu sendiri dan pelaksanaan kebijakan publik yang telah tertuang dalam peraturan daerah 3. Kewenangan DPRD mengontrol kinerja eksekutif agar terwujud good governance seperti yang diharapkan rakyat. Demi mengurangi beban masyarakat, DPRD dapat menekan eksekutif untuk memangkas biaya yang tidak perlu, dalam memberikan pelayanan kepada warganya. Kewenangan DPRD untuk mengawasi pelaksanaan Peraturan Daerah disebutkan dalam Undang-Undang No.32 tahun 2004 pasal 42 huruf c yaitu melaksanakan pengawasan terhadap 2 Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta, 2002, hlm. 219. 3 Inosentius Syamsul, Meningkatkan Kinerja Fungsi legislasi DPRD, Adeksi, Jakarta, 2002, hlm. 73.

5 pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan perundang-undang lainnya, peraturan Kepala Daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah, dalam melaksakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah tanpa dirinci lebih lanjut tentang batas kewenangan serta cara pengawasan. Dalam hal memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada di daerah, pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan memeliharanya, salah satu kewenangan daerah tidak adalah berupa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk mengelola dan mengatur kekayaan alam. Potensi kekayaan alam yang ada di daerah terutama hasil hutan tentunya perlu pengawasan dari rakyat melalui lembaga perwakilan rakyat daerah, sebagai suatu mekanisme pengawasan atas pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Fungsi pengawasan peraturan daerah sangatlah penting yang memberikan kesempatan kepada DPRD untuk lebih aktif dan kreatif menyikapi berbagai kendala terhadap pelaksanaan peraturan daerah. Melalui pengawasan dewan, eksekutif sebagai pelaksana kebijakan akan terhindar dari berbagai penyimpangan dan penyelewengan, dari hasil pengawasan dewan akan diambil tindakan penyempurnaan memperbaiki pelaksanaan kebijakan tersebut. Untuk menghindari berbagai kesalahan administratif dalam tata laksana birokrasi pemerintahan daerah tanpa mereka sadari dapat bermuara

6 pada dugaan tindak pidana korupsi bagi pejabat publik yang menanggani urusan publik tersebut, dengan adanya pengawasan DPRD akan dapat memberikan perlindungan yang cukup efektif terhadap eksekutif dalam menjalankan tata laksana birokrasi pemerintahan secara optimal. Sesuai dengan tugas dan wewenang DPRD sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang DPRD dapat melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif dan efisien. Dalam penulisan ini hukum akan dikaji apakah DPRD Kabupaten Ketapang dengan fungsi pengawasannya dapat berperan dalam mengawasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Ketapang dalam pemanfaatan dan pengelolaan hasil hutan berupa izin pengelolaan dan pemanfaatan hutan. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas dapat dikemukakan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah peranan DPRD Kabupaten Ketapang dalam pengawasan terhadap retribusi pengelolaan hutan dan hasil hutan? 2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi DPRD Kabupaten Ketapang dalam pengawasan terhadap retribusi pengelelolaan hutan dan hasil hutan? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah tersebut diatas bagian maka penelitian ini bertujuan:

7 1. Untuk mengetahui bagaimanakah peranan DPRD Kabupaten Ketapang dalam pengawasan terhadap retribusi pengelolaan hutan dan hasil hutan. 2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi DPRD Kabupaten Ketapang dalam pengawasan terhadap retribusi pengelelolaan hutan dan hasil hutan. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1 Manfaat teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada masyarakat dan ilmu hukum tata Negara pada khusunya. 2 Manfaat praktis hasil penelitian ini dapat menjadi masukkan bagi pelaksanaan Pemerintah Daerah terutama DPRD dalam melaksanakan fungsinya. E. Keaslian Penelitian Sejauh pengamatan peneliti, belum ada penelitian yang secara khusus melakukan penelitian tentang Peranan DRPD dalam Pengawasan Retribusi Pengelolaan Hutan dan Hasil Hutan di Kabupaten Ketapang. Memang ada hasil penelitian yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini yang telah dilakukan oleh mahasiswa fakultas hukum Atma Jaya Yogyakarta bernama Stefanus Agung Samodro ( 2009 ) tentang Pelaksanaan Fungsi pengawasan DPRD terhadap Pembangunan Sarana Umum di Kota Tegal

8 Dengan diambil penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian yang sebelumnya, baik dalam tema maupun obyek yang diteliti. F. Variabel Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, terdapat 2 varibel penelitian, yaitu: 1. Fungsi DPRD, yaitu fungsi pengawasan DPRD terhadap kebijakan sebagai independent variabel (variabel pengaruh) 2. Kebijakan Pengelolaan hutan dan hasil hutan, sebagai dependent variabel (variabel terpengaruh) 1. Fungsi Pengawasan : Sebagai badan legislatif Daerah kepada DPRD diberikan fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi anggaran. Namun dalam penelitian ini hanya dibahas tentang fungsi pengawasan saja. Fungsi pengawasan merupakan fungsi manajemen yang sangat penting menunjang lancarnya pelaksanaan program pembangunan nasional, sehingga diharapkan dengan pelaksanaan pengawasan yang efektif akan terwujud tujuan yang dikehendaki. Peranan pengawasan di dalam pelaksanaan adalah untuk mendeteksi secara dini terhadap penyimpangan yang mungkin terjadi.

9 Sebagai bentuk fungsi pengawasan yaitu DPRD melakukan penilaian terhadap eksekutif dengan mengawasi sejauh mana pelaksanaan tugas, dengan melihat program kerja eksekutif sebagai tolok ukurnya dan berpegang pada peraturan daerah serta peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Fungsi pengawasan dilakukan dengan mengadakan rapat dengar pendapat atau peninjauan lapangan. Dalam kaitannya dengan kebijakan pengelolaan hutan dan hasil hutan, pengawasan yang dilakukan mulai pada saat penentuan target retribusi ijin pengelolaan hutan dan hasil hutan yang berasal dari kebijakan pengelolaan hasil hutan, pelaksanaan obyek pungutan, dan pada waktu laporan, baik laporan semesteran maupun akhir tahun. Fungsi pengawasan yang dimaksud dalam penulisan skripsi ini adalah fungsi pengawasan DPRD terhadap efektifitas pelaksanaan Peraturan Daerah No.26 Tahun 2000 tentang pengelolaan hutan khususnya (khususnya kebijakan retrebusi ijin pengelolaan hutan dan hasil hutan.) Sebaik apapun suatu Peraturan Daerah itu dibuat, tetapai apabila pelaksana dan pelaksanaannya kurang baik maka hasilnya kurang dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu perlu adanya pengawasan agar peraturan daerah khususnya pengelolaan hutan dan hasil hutan tersebut benarbenar dilaksanakan sebagaimana mestinya. Melalui fungsi pengawasan yang baik diharapkan melalui kebijakan retrebusi ijin pengelolaan hutan dan hasil hutan menjadi upaya dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

10 2. Kebijakan Pengelolaan Hutan dan Hasil Hutan ( PERDA No.26 Tahun 2000) Perhatian terhadap hutan sebagai unsur penting sumber daya alam daerah, yang memiliki arti dan peranan yang sangat besar pengaruhnya pada aspek kehidupan sosial, lingkungan hidup dan pembangunan. Hutan sebagai penentu ekosistem, pengelolaannya ditingkatkan secara terpadu dan berwawasan lingkungan. Disamping itu, pengelolaan hutan sangat membantu pendapatan daerah dan devisa negara dalam rangka mencapai kemakmuran rakyat. 4 Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, maka perlu adanya dukungan dana atau sumber keuangan yang memadai salah satunya lewat kebijakan pengelolaan hutan dan hasil hutan. Adapun strategi dasar dalam pengerahan dana untuk pembangunan daerah, maka diusahakan PAD mengalami peningkatan. Melalui kebijakan mngenai retrebusi di dalam pengelolaan hutan dan hasil hutan berupa pemberian ijin, diharapkan PAD setiap tahunnya meningkat. Peningkatan retrebusi ijin pengelolaan hutan dan hasil hutan tidak mutlak menjadi tanggjung jawab Pemerintah Daerah (eksekutif), tetapi legislatif (DPRD) juga mempunyai tanggung jawab bersama eksekutif dan legislatif. 4 Alam Setia Zain, Kaidah-Kaidah Pengelolaan Hutan, Jakarta, 1995, hlm. 13-14.

11 G. Batasan Pengertian. Pengertian yang dipilih penulis untuk penulisan hukum dengan judul Peranan DPRD Dalam Pengawasan Terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan dan Hasil Hutan Di Kabupaten Ketapang adalah sebagai berikut: 1. Pengertian peranan dalam kamus bahasa Indonesia pengertiaan peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. 2. Pengertian DPRD menurut Pasal 40 UU. No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang dimaksud dengan DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. 3. Pengertian Pengawasan adalah kegiatan untuk menilai apakah segala sesuatu berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditentukan dengan instruksi yang telah digariskan, bertujuan untuk menunjukkan (menentukan) kelemahan-kelamahan dan kesalahan-kesalahan dengan maksud untuk memperbandingkan dan mencegah terulang kembali. 5 Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, pengawasan mempunyai makna yang sama dengan kontrol, seperti juga dalam bahasa Inggris control diartikan pengawasan. Berkaitan dengan pengawasan ini, pengawasan di tinggkat daerah dilakukan oleh DPRD. Pengawasan ini mencangkup pengawasan seluruh aspek penyelenggaraan pemerintah. Menurut UU No.22 Tahun 2003 Pasal 62 huruf c, pengawasan mencangkup pengawasan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah dan 5 Ni'matul Huda,Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa Media, Bandung, 2009, hlm. 103.

12 peraturan perundang-undangan yang lain, pelaksanaan kerja sama internasional di daerah. 4. Pengertian retribusi pengelolaan hutan dan hasil hutan ` Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Hutan Kebijakan pengelolaan hutan dan hasil hutan adalah bentuk kegiatan pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu, dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayudan bukan kayu, secara optimal dan berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariaannya. Secara komperhensif penulis meneliti tentang pelaksanaan meliputi, proses, cara, dan pelaksanaan peran DPRD yang dalam kali ini merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melaksankan fungsi pengawasan terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang khususnya retribusi ijin pengelolaan hutan dan hasil hutan sebagai kebijakan pemerintah daerah. Untuk lebih memfokuskan penelitian ini maka penulis membatasi penelitian DPRD sebagai lembaga pengawasan politis yang menjalankan pengawasan terhadap kebijakan pengelolaan hutan dan hasil hutan.yang berupa retribusi ijin pengelolaan hutan dan hasil hutan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka penulis mempunyai alasan

13 untuk mengkaji fungsi pengawasan DPRD sebagai upaya untuk meningkatkan program kerja eksekutif (Pemerintah Daerah) dalam kebijakan pengelolaan hutan dan hasil hutan yang berupa retribusi ijin pengelolaan hutan dan hasil hutan sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum yuridis empiris yaitu dengan mempelajari fenomena yang terjadi di masyarakat yang berhubungan dengan obyek yang diteliti,yaitu tentang peran DPRD dalam pengawasan kebijakan pengelolaan hasil hutan. 2. Sumber Data Meliputi peraturan perundang-undangan antara lain: a. Bahan Hukum Primer 1) Undang-Undang No.22 Tahun 2003 tentang Susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD. 2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 3) Undang-Undang No. 4 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi. 4) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. 5) Peraturan Daerah No. 26 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Hutan.

14 b. Bahan Hukum Sekunder Data yang diperoleh dari bahan hukum pustaka meliputi pendapat huku,hasil penelitian,buku-buku,majalah,jurnal,internet. 3. Metode Pengumpulan Data a. Interview, yaitu mengumpulkan data dengan cara tanya jawab langsung dengan nara sumber yang dapat memberikan informasi tentang obyek yang diteliti, dimana pertanyaan telah disusun secara terperinci dengan mengambil pokok-pokonnya saja sehingga data-data yang diperoleh benar-benar berkaitan langsung dengan obyek yang diteliti. b. Studi kepustakaan,yaitu mengumpulkan data sekunder dengan cara mempelajari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 4. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. 5. Nara Sumber Sumber dari Peneliti adalah: a. Ketua DPRD Kabupaten Ketapang. b. Ketua komisi II DPRD Kabupaten Ketapang. c. Sekretariat DPRD Kabupaten Ketapang. 6. Metode Analisa Data Data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini baik data primer maupun data sekunder diteliti kembali guna mengetahui kelengkapan data

15 yang diperoleh, kejelasan rumusan maupun relevansinya bagi peneliti. Sehingga apabila terdapat kekurangan atau hal-hal yang kurang jelas dapat dilengkapi kembali. Analisis data pada tahap selanjutnya adalah untuk menyederhanakan data agar menjadi informasi yang dapat digunakan dalam menjelaskan permasalahan penelitian. Setelah informasi dianggap cukup memadai langkah yang dilakukan untuk menganalisis data yaitu melakukan penyederhanaan informasi yang diperoleh dengan memililahmilah informasi berdasarkan kategori yang disiapkan dalam daftar wawancara dengan mengunakan teori-teori yang ada sehingga dapat ditafsirkan untuk merumuskan kesimpulan penelitian. I. Sistematika Penulisan Penulisan hukum ini terdiri tiga BAB yaitu BAB pendahuluan, BAB pembahasan, dan BAB penutup, adapun ketiga BAB tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Tujuan Penulisan D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian F. Variabel Penelitian G. Batasan Pengertian

16 H. Metode Penelitian I. Sistematika Penulisan BAB II PEMBAHASAN DAN PENELITIAN A. Gambaran Umum DPRD Kabupaten Ketapang Periode 2009-2014 1. Susunan dan Pembentukan DPRD Kabupaten Ketapang Periode 2009-2014 2. Fraksi-fraksi di DPRD Kabupaten Ketapang Periode 2009-2014 3. Alat kelengkapan DPRD Kabupaten Ketapang. B. Peranan Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Ketapang terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan dan Hasil Hutan 1. Data Pustaka 2. Data Lapangan a. Perkembangan realisasi retribusi pengelolaan hutan dan hasil hutan dari tahun 2005/2006 2009/2010. b. Realisasi penerimaan retribusi kehutanan terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Ketapang. 3. Pembahasan C. Kendala-Kendala yang Dihadapi DPRD Kabupaten Ketapang Dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan.