Produktivitas tanaman antara lain dipengaruhi oleh

dokumen-dokumen yang mirip
Parameter Genetik Jagung Populasi Bisma pada Pemupukan yang Berbeda. II. Ragam dan Korelasi Genetik Karakter Sekunder

SUTORO: SELEKSI TANAMAN JAGUNG PADA LINGKUNGAN PEMUPUKAN BERBEDA

SUTORO: SELEKSI BOBOT BIJI JAGUNG PADA LINGKUNGAN BERBEDA

Parameter Genetik Jagung Populasi Bisma pada Pemupukan Berbeda. I. Ragam Aditif-Dominan Bobot Biji Jagung

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.)

KAJIAN GENETIK DAN SELEKSI GENOTIPE S5 KACANG HIJAU (Vigna radiata) MENUJU KULTIVAR BERDAYA HASIL TINGGI DAN SEREMPAK PANEN

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

RESPON SELEKSI PADA 12 GENOTIPE KEDELAI MELALUI SELEKSI LANGSUNG DAN SIMULTAN SKRIPSI

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

HAKIM: HERIBILITAS DAN HARAPAN KEMAJUAN GENETIK KACANG HIJAU

Evaluasi Heterosis Tanaman Jagung

EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS KETURUNAN KEDUA DARI HASIL SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI

PERANAN JUMLAH BIJI/POLONG PADA POTENSI HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) F6 PERSILANGAN VARIETAS ARGOMULYO DENGAN BRAWIJAYA

UJI DAYA HASIL DELAPAN GALUR HARAPAN PADI SAWAH (Oryza sativa L.) YIELD TRIAL OF EIGHT PROMISING LINES OF LOWLAND RICE (Oryza sativa, L.

Lahan pertanian di Indonesia didominasi oleh lahan

KORELASI FENOTIPIK, GENOTIPIK DAN SIDIK LINTAS SERTA IMPLIKASINYA PADA SELEKSI PADI BERAS MERAH

Tanggap 210 Galur Rekombinan Jagung terhadap Cekaman Kekeringan. R. Neni Iriany, M., Andi Takdir, Marcia B. Pabendon, dan Marsum M.

PYRACLOSTROBIN ROLE IN IMPROVING EFFICIENCY NITROGEN FERTILIZER AND EFFECT ON QUALITY OF YIELD SEEDS CORN (Zea mays L.)

Teknik pemuliaan kedelai pada umumnya

KAJIAN KETERKAITAN ANTAR SIFAT KUANTITATIF KETURUNAN HASIL PERSILANGAN ANTARA SPESIES KACANG TUNGGAK DENGAN KACANG PANJANG

KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN RESPON SELEKSI SEPULUH GENOTIPE KEDELAI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG

ANALISIS LINTAS KOMPONEN PERTUMBUHAN, KOMPONEN HASIL DENGAN HASIL TANAMAN PADI SAWAH ABSTRAK

Rancangan Persilangan 2 Pengertian dan kegunaan, Tujuan Bahan dan pelaksanaan Perancangan bagan persilangan Penempatan lapang Analisis ragam rancangan

VI. PENGGUNAAN METODE STATISTIKA DALAM PEMULIAAN TANAMAN. Ir. Wayan Sudarka, M.P.


VARIABILITAS GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMIS GALUR JAGUNG DENGAN TESTER MR 14

KERAGAAN GENERASI SELFING-1 TANAMAN JAGUNG (Zea mays) VARIETAS NK33

BAB. IV ABSTRAK. Kata kunci: jagung pulut, komponen hasil, daya gabung umum, daya gabung khusus, dan toleran kekeringan

EFEKTIFITAS METODE SELEKSI MASSA PADA POPULASI BERSARI BEBAS JAGUNG MANIS

KERAGAAN DAN SELEKSI GALUR KEDELAI HITAM HOMOSIGOT

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL

Jurnal Pertanian Kepulauan, Vol.3. No.2, Oktober 2004 : ( ) 115

EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS KETURUNAN PERTAMA DARI HASIL SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) SKRIPSI.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

VARIASI GENETIK, HERITABILITAS, DAN KORELASI GENOTIPIK SIFAT-SIFAT PENTING TANAMAN WIJEN (Sesamum indicum L.)

VARIABILITAS DAN HERITABILITAS BERBAGAI KARAKTER TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) HASIL SELFING PADA GENERASI F2 SKRIPSI. Oleh: ABDILLAH

SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN TETUA BETINA IRR 111 DENGAN BEBERAPA TETUA JANTAN TAHUN PADA TANAMAN KARET

Korelasi Dan Analisis Lintas Komponen Komponen Hasil Kedelai Famili F 6 Hasil Persilangan Wilis X B3570

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2009

POTENSI JAGUNG VARIETAS LOKAL SEBAGAI JAGUNG SEMI

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

ANALISIS LINTAS BEBERAPA KARAKTER TANAMAN LADA PERDU DI KEBUN PERCOBAAN PAKUWON

PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK, DAYA GABUNG, DAN SEGREGASI BIJI PADA JAGUNG MANIS KUNING KISUT

Penelitian I: Pendugaan Ragam dan Model Genetik Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai pada Jagung Pendahuluan

Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung (Zea mays L.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Pada Sistem Pola Tumpang Sari

PENAMPILAN MORFOFISIOLOGI AKAR BEBERAPA HASIL PERSILANGAN (F1) JAGUNG (Zea mays L.) PADA DUA MEDIA TANAM DI RHIZOTRON SKRIPSI OLEH:

KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai

BAB. VI. Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL

PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH :

Pendugaan Kemajuan Seleksi Gabungan Keturunan Saudara Tiri 45

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS GALUR-GALUR JAGUNG TROPIS DI DUA LOKASI

IDENTIFIKASI GEN PENANDA MOLEKULER KADAR ISOFLAVON KEDELAI HITAM ADAPTIF PERUBAHAN IKLIM

AKSI GEN DAN HERITABILITAS KANDUNGAN ANTOSIANIN BERAS MERAH PADA HASIL PERSILANGAN GALUR HARAPAN PADI BERAS MERAH TOLERAN KEKERINGAN X KALA ISI TOLO

UJI KARAKTER BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA (Zea mays L.) DI LAHAN PASANG SURUT PADA PERLAKUAN PUPUK HAYATI SKRIPSI. Oleh:

Variabilitas Karakter Fenotipe Dua Populasi Jagung Manis (Zea mays L. Kelompok Saccharata)

Sudika, Idris, Erna Listiana Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram ABSTRAK

KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN JAGUNG HASIL PERSILANGAN : STUDI HERITABILITAS BEBERAPA SIFAT TANAMAN JAGUNG SKRIPSI. Oleh

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

PENGARUH POPULASI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) DAN JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADA SISTEM POLA TUMPANG SARI SKRIPSI

Estimasi Parameter Genetik Induk Babi Landrace Berdasarkan Sifat Litter Size dan Bobot Lahir Keturunannya

RESPON LIMA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) PADA APLIKASI PYRACLOSTROBIN. RESPONSE OF FIVE MAIZE VARIETIES (Zea mays L.) ON PYRACLOSTROBIN APPLICATION

PENGARUH JENIS PUPUK KANDANG DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays L. var. saccharata Sturt) SKRIPSI

ANALISIS GABUNGAN DAN SELEKSI TAK LANGSUNG BEBERAPA GENOTIPE KEDELAI PADA ENTISOL DAN INCEPTISOL

TINDAK GEN KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT KARAT (Pucinnia arachidis, Speg.) PADA KACANG TANAH GENE ACTION OF THE RUST DISEASE RESISTANCE IN GROUNDNUT

Dalam genetika kuantitatif telah dijelaskan

Variabiltas Genetik, Fenotipik dan Heritabilitas Galur Elite Kedelai pada Cekaman Genangan

Pendugaan Parameter Genetik dan Hubungan Antarkomponen Hasil Kedelai

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

ANALISIS LINTAS KOMPONEN UMUR MASAK BEBERAPA GENOTIPE KEDELAI TAHAN KARAT DAUN GENERASI F5

SCREENING GALUR TETUA JAGUNG (Zea mays L.) MUTAN GENERASI M4 BERDASARKAN ANALISIS TOPCROSS DI ARJASARI, JAWA BARAT

SKRIPSI Disusun oleh : Rifqi Maulana NIM : PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MURIA KUDUS

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida

Hajroon Jameela *), Arifin Noor Sugiharto dan Andy Soegianto

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi

KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH :

KORELASI ANTARA KANDUNGAN KLOROFIL, KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT BERCAK DAUN DAN DAYA HASIL PADA KACANG TANAH ABSTRAK

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

SKRIPSI OLEH : MUTIA RAHMAH AET-PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGARUH PENGAPURAN DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L) Merril

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung

304. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No

The Potential of Some Maize Varieties for Production of Baby Corn (Zea mays L.). Daya Genetik Pertanian ABSTRACT

ANALISIS RERATA GENERASI HASIL PERSILANGAN DUA VARIETAS PADI TAHAN TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

PENGARUH CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP HASIL GENOTIPE JAGUNG

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG VARIETAS P-23 TERHADAP BERBAGAI KOMPOSISI VERMIKOMPOS DENGAN PUPUK ANORGANIK

Transkripsi:

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009 Analisis Lintasan Genotipik dan Fenotipik Karakter Sekunder Jagung pada Fase Pembungaan dengan Pemupukan Takaran Rendah Sutoro Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Jl. Tentara Pelajar 3A Bogor, Jawa Barat ABSTRACT. Path Analysis of the Genotypic and Phenotypic Secondary Characters of Maize Plant at Flowering Stage under Low Fertilizer Input. High yielding potential of corn varieties which adaptive under low fertilizer input is needed in part of corn breeding program, because few farmers usually apply fertilizer less than the optimal dosage. Plant selection on primary character (grain yield) could be intensified based on selection of secondary plant characters, namely plant traits which contributed to grain yield as direct effect or indirect effect. Study was conducted to identify the contribution of direct and indirect effect of secondary plant characters to grain yield of corn under low fertilizer application. The contributions of traits were identified by using path analysis, which partitions the correlation among plant characters into direct and indirect effects. Genetic and phenotypic correlations were studied using material developed by North Caroline Design II mating. The progenies consisted of 27 sets, namely each of 6 S 1 parent lines (3 as females and 3 as males). The progenies (243 full-sib families) were evaluated under low fertilizer dosage, at Cikeumeuh, experiment station Bogor in 2002, using incomplete randomized block design, 3 replications. Direct and indirect effects of secondary characters (anthesis silking interval (ASI), chlorophyll, ear position on the stem, leaf number above ear, leaf area index and leaf number at flowering stage, and seed initiation rate) to grain yield showed that genetic and phenotypic correlation between ASI, seed initiation rate and grain yield resulted in the same direction, and most of their correlation contributed by direct effect. Therefore, ASI and seed initiation rate could be considered as selection criteria for grain yield of corn. Keywords: Corn, path analysis, secondary characters ABSTRAK. Kegiatan pemuliaan tanaman perlu mendapatkan varietas yang berdaya hasil tinggi dan adaptif pada kondisi pemupukan takaran rendah, mengingat seringnya petani memberkan pupuk dalam jumlah yang kurang optimum. Untuk meningkatkan efisiensi seleksi karakter primer (bobot biji) dalam pemuliaan jagung dapat digunakan karakter sekunder. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang kontribusi pengaruh langsung dan tidak langsung dari karakter sekunder secara genetik dan fenotipik antara bobot biji jagung dengan karakter sekunder pada kondisi pemupukan takaran rendah. Untuk mendapatkan koefisien korelasi genetik fenotipik dibuat persilangan antargalur S 1 yang berasal dari populasi Bisma menurut rancangan persilangan NCD II. Biji hasil persilangan antargalur S 1 terdiri atas 27 set persilangan, masingmasing set terdiri atas enam galur S 1 (tiga galur sebagai tetua jantan dan tiga galur sebagai tetua betina). Selanjutnya biji hasil persilangan (243 famili full-sib) dievaluasi dalam rancangan acak kelompok tidak lengkap (Incomplete randomized block design) di Kebun Percobaan Cikeumeuh, Bogor, pada tahun 2002. Pengaruh langsung dan tidak langsung yang menjelaskan hubungan antar karakter sekunder dengan bobot biji dipelajari melalui analisis lintasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korelasi fenotipik dan genotipik antara bobot biji dengan ASI dan laju pengisian biji memberikan arah yang sama dan sebagian besar diperoleh dari kontribusi pengaruh langsung. Oleh karena itu, karakter ASI dan laju pengisian biji dapat dipertimbangkan dalam seleksi hasil biji jagung. Kata kunci: Jagung, analisis lintasan, karakter sekunder Produktivitas tanaman antara lain dipengaruhi oleh hara yang tersedia dalam tanah. Kemampuan petani dalam memberikan hara dalam bentuk pupuk pada tanaman semakin terbatas, dengan semakin mahalnya harga pupuk. Dengan demikian pupuk yang diberikan tidak dalam jumlah yang optimum. Oleh karena itu, kegiatan pemuliaan tanaman perlu mendapatkan varietas yang berdaya hasil tinggi dan adaptif pada kondisi pemupukan rendah. Varietas yang adaptif pada kondisi pemupukan takaran rendah dapat diperoleh melalui seleksi populasi tanaman terhadap karakter primer maupun sekunder. Untuk meningkatkan efisiensi seleksi karakter primer (bobot biji) dapat digunakan karakter sekunder (Banziger and Lafitte 1997; Chapman and Edmeades 1999). Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter sekunder terhadap bobot biji pada pemupukan takaran rendah dapat diduga melalui analisis lintasan (path analysis) berdasarkan korelasi genotipik dan fenotipik. Dalam analisis lintasan pada dasarnya korelasi dua karaker terdiri atas dua komponen lintasan, langsung dan tidak langsung melalui karakter lain. Berdasarkan analisis lintasan maka bila korelasi genetik antar karakter primer (berat biji) dengan karakter sekunder hampir sama dengan pengaruh langsungnya, maka korelasi yang dihasilkan menunjukkan hubungan yang sebenarnya dari kedua karakter tersebut, sehingga seleksi langsung pada karakter sekunder tersebut akan efektif. Jika koefisien korelasi berlawanan tanda dengan koefisien lintasan pengaruh langsung maka korelasi genetik atau fenotipik disebabkan oleh pengaruh tidak langsung. Dalam situasi ini maka pengaruh seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder yang lain perlu dipertimbangkan (Singh dan Chaudhary 1979). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa karakter sekunder seperti anthesis silking interval (ASI), klorofil, jumlah daun, dan LAI saat berbunga memiliki korelasi genetik yang nyata dengan bobot biji (Sutoro et al. 2007). Namun belum diketahui besarnya pengaruh 17

SUTORO: KARAKTER SEKUNDER JAGUNG PADA PEMUPUKAN TAKARAN RENDAH langsung maupun tidak langsung karakter sekunder tersebut. Jika korelasi fenotipik lebih besar daripada korelasi genetik dan memiliki tanda (+/-) yang sama berarti pengaruh lingkungan dan atau gen nonaditif berperan dalam arah yang sama (Sidwell et al. 1976). Jika pengaruh langsung fenotipik dan genotipik karakter sekunder hampir sama besarannya maka karakter tersebut dipengaruhi oleh gen aditif (Kang et al. 1983) atau sedikit dipengaruhi oleh pengaruh gen nonaditif dan atau lingkungan (Sidwell et al. 1976). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang kontribusi pengaruh langsung dan tidak langsung dari karakter sekunder secara genetik dan fenotipik antara bobot biji jagung dengan karakter sekunder pada kondisi pemupukan takaran rendah. BAHAN DAN METODE Untuk mendapatkan koefisien korelasi genetik dan fenotipik, dibuat persilangan antargalur S 1 yang berasal dari populasi Bisma menurut rancangan persilangan NCD II. Biji hasil persilangan antargalur S 1 terdiri atas 27 set persilangan, masing-masing set terdiri atas enam galur S 1 (tiga galur sebagai tetua jantan dan tiga galur sebagai tetua betina). Selanjutnya, biji hasil persilangan dievaluasi dalam rancangan acak kelompok tidak lengkap (Incomplete randomized block design) dengan tiga ulangan pada pemupukan takaran rendah (75 kg urea dan 25 kg SP36/ha) di Kebun Percobaan Cikeumeuh, Bogor, pada tahun 2002. Masing-masing progeni ditanam sebanyak 20 tanaman tiap plot. Karakter sekunder tanaman jagung yang diamati adalah ASI, kadar klorofil yang diukur dengan Chlorophylmeter Minolta SPAD-502, tinggi letak tongkol, jumlah daun, dan LAI (leaf area index), jumlah daun di atas tongkol pada saat pembungaan, dan laju pengisian biji yang dihitung dengan bobot biji pada saat panen dibagi dengan selisih umur panen dan umur berbunga betina (silking). Besaran ragam aditif 2 A dan dominan 2 D dihitung menurut Subandi et al. (1972), dan rasio 2 D / 2 A digunakan untuk menduga derajat dominansi karakter menurut Robinson et al. (1955). Korelasi genetik antardua karakter i dan j (Falconer and Mackay 1996), yaitu Cov z (ij) r G (ij) =, ( 2 z(i) 2 z(j) )1/2 dan korelasi fenotipik antar dua karakter i dan j yaitu Cov z (ij) + Cov e (ij) /r r P (ij) =, [( 2 z(i) + 2 e(i) /r)( 2 z(j) + 2 e(j) /r]1/2 Berat biji (Y) X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 di mana Cov z (ij) = peragam genotipik antara karakter i dan j, Cov e (ij) = peragam galat antara karakter i dan j, 2 = ragam genotipik karakter i dan j, z(i) 2 = ragam galat karakter i, e(i) r = banyaknya ulangan. Besaran 2 dan Cov serta z(i) z (ij) 2 diduga dari tabel e(i) analisis ragam peragam berdasarkan rancangan persilangan NCDII. Pengaruh langsung dan tidak langsung yang menjelaskan hubungan antarkarakter sekunder dengan bobot biji diasumsikan seperti disajikan pada diagram analisis lintasan (Gambar 1). Koefisien pengaruh langsung dan tidak langsung diduga menurut arahan Singh dan Chaudhar y (1979). Pendugaan derajat dominansi dari setiap karakter digunakan pendugaan menurut Robinson et al. (1955). Rasio ragam dominan dan ragam aditif untuk satu lokus 2 D / 2 = A 4q2 (1 q) 2 a 2 / 2q(1-q){1 + (1 2q)a} 2, sedangkan q = frekuensi alel favorable, a = derajat dominansi. Sisaan (X0) Gambar 1. Diagram analisis lintasan. 18

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009 HASIL DAN PEMBAHASAN Pendugaan Derajat Dominansi Karakter Nilai dugaan rasio ragam dominan/aditif dari karakter tanaman jagung varietas Bisma pada pemupukan takaran rendah disajikan pada Tabel 1. Derajat dominansi apabila bernilai 1 merupakan dominan lengkap, >1 sebagai over dominan dan < 1 sebagai parsial dominan (Kearsy and Pooni 1996). Dengan asumsi semua lokus memiliki derajat dominansi yang sama, dan frekuensi alel favorable untuk semua karakter pada pemupukan takaran rendah 0,7<q<0,9. Nilai q dipilih dengan nilai tersebut dengan pertimbangan pada pemupukan optimal frekuensi alel favorable >90% (q>0,9) karena varietas Bisma terbentuk setelah mengalami seleksi pada kondisi pemupukan optimal sehingga alel favorable tinggi. Pada pemupukan takaran rendah dipilih nilai q lebih kecil karena varietas Bisma tidak diseleksi langsung pada lingkungan pemupukan yang lebih rendah sehingga alel favorable-nya diduga lebih kecil. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka derajat dominansi bobot biji pada pemupukan takaran rendah adalah parsial dominan, karena rasio ragam dominan/ aditif sebesar 0,3 dan nilai derajat dominansi 0,6<a<0,7 (Robinson et al. 1955). Hallauer dan Miranda (1985) menyatakan aksi gen bobot biji kebanyakan mengekspresikan secara parsial dominan daripada dominan lengkap maupun overdominan. Karakter sekunder ASI, klorofil dan laju pengisian biji memiliki dominansi parsial yang sangat kecil pada kondisi pemupukan rendah (Tabel 1). Tinggi letak tongkol dan jumlah daun di atas tongkol memiliki derajat dominansi parsial. L AI berbunga memiliki dominan lengkap, sedangkan karakter jumlah daun saat pembungaan memiliki derajat dominansi parsial. yang bersifat dominan. Hal ini menunjukkan sebagian besar dipengaruhi oleh gen nonaditif dan atau lingkungan. Penduga derajat dominansi ASI tidak memiliki derajat dominan. Dengan demikian kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan gen nonaditif selain dominan. Pengaruh Lintasan Bobot Biji-Khlorofil Khlorofil daun mempengaruhi laju fotosintesis tanaman, semakin hijau daun diharapkan semakin efisien proses fotosintesis. Korelasi bobot biji dengan khlorofil daun antara fenotipik dan genotipik memberikan arah dan besaran yang hampir sama (Tabel 3). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh gen aditif, tetapi bukan karena pengaruh langsung. Pengaruh tidak langsung secara genotipik adalah karakter tinggi letak tongkol, jumlah daun saat pembungaan, dan laju pengisian biji berkontribusi cukup besar, dalam hubungan ini yang direduksi oleh pengaruh langsung khlorofil. Pengaruh tidak langsung dari laju pengisian biji terhadap fenotipik bobot biji cukup besar, pengaruh langsungnya sangat kecil. Tabel 1. Nilai dugaan rasio ragam dominan/aditif ( 2 D / 2 A ) untuk karakter jagung pada pemupukan takaran rendah. Karakter tanaman 2 D / 2 A Derajat dominansi Bobot biji (g/tanaman) 0,30 Parsial dominan ASI 0,09 Parsial dominan Khlorofil 0,00 - Tinggi letak tongkol 0,56 Parsial dominan Jumlah daun di atas tongkol 0,78 Parsial dominan LAI saat pembungaan 1,07 Dominan lengkap Jumlah daun saat pembungaan 0,28 Parsial dominan Laju pengisian biji 0,03 - Pengaruh Lintasan Bobot Biji-ASI ASI merupakan perbedaan antara umur keluarnya bunga jantan dengan bunga betina. Makin besar nilai ASI, kemungkinan terjadinya penyerbukan secara sempurna menjadi semakin kecil dan akibatnya tongkol tidak berbiji penuh. Korelasi fenotipik dan genotipik antara bobot biji dengan ASI memberikan arah yang sama, tetapi besarannya berbeda (Tabel 2). Korelasi genotipik dan fenotipik hampir sama dengan pengaruh langsungnya. Korelasi tersebut sebagian besar diperoleh dari kontribusi pengaruh langsung ASI secara genotipik dan fenotipik. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi langsung terhadap ASI dapat memberikan respon terkorelasi terhadap hasil biji. Perbedaan korelasi genetik dan fenotipik nampaknya tidak disebabkan oleh gen Tabel 2. Pengaruh langsung dan tidak langsung ASI terhadap bobot biji jagung. Lintasan bobot biji-asi Genotipik Fenotipik Pengaruh langsung ASI -0,1855-0,1047 khlorofil -0,0057 0,0003 Tinggi letak tongkol 0,0078-0,0001 Jumlah daun di atas tongkol -0,1396-0,0035 Jumlah daun saat pembungaan 0,1566 0,0159 LAI saat pembungaan -0,0154-0,0025 Laju pengisian biji -0,0367-0,0014 Korelasi bobot biji-asi -0,2186-0,0960 19

SUTORO: KARAKTER SEKUNDER JAGUNG PADA PEMUPUKAN TAKARAN RENDAH Pengaruh langsung secara fenotipik dan genotipik berbeda dan berlawanan arah. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh gen nonaditif dan atau lingkungan. Hasil pendugaan derajat dominansi dari khlorofil menunjukkan tidak ada dominansi. Oleh karena itu, hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor lingkungan. Nampaknya khlorofil daun lebih besar pengaruhnya sebagai indikator lingkungan daripada indikator nilai pemuliaan suatu genotipe (Banzinger and Laffite 1997). Dengan demikian karakter khlorofil daun kurang memberikan harapan sebagai karakter sekunder untuk seleksi. Pengaruh Lintasan Bobot Biji-Tinggi Keberadaan Tongkol Tinggi letak tongkol diduga berkontribusi terhadap bobot biji, karena berkaitan dengan jarak antara source dengan sink (tongkol). Korelasi genotipik dan fenotipik bobot biji dengan tinggi letak tongkol menunjukkan Tabel 3. Pengaruh langsung dan tidak langsung khlorofil terhadap bobot biji jagung. Lintasan bobot biji-klorofil Genotipik Fenotipik Pengaruh langsung klorofil -0,1733 0,0110 ASI -0,0061-0,0025 Tinggi letak tongkol 0,1204-0,0005 Jumlah daun di atas tongkol -0,0358 0,0002 Jumlah daun saat pembungaan 0,1566 0,0077 LAI saat pembungaan -0,0252-0,0022 Laju pengisian biji 0,1103 0,1409 Korelasi bobot biji-klorofil 0,1470 0,1545 besaran yang berbeda tetapi arahnya sama. Hal ini mengindikasikan gen aditif berperan dalam hubungan tersebut. Tetapi tinggi letak tongkol tidak berpengaruh langsung terhadap bobot biji secara genotipik dan fenotipik (Tabel 4). Besaran dan arah pengaruh langsung secara genotipik dan fenotipik dari tinggi letak tongkol berbeda. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh gen nonaditif tinggi letak tongkol dan atau lingkungan yang cukup besar kontribusinya. Dari penduga derajat dominansi karakter tinggi letak tongkol, pengaruh gen nonaditif kemungkinan besar berasal dari aksi gen parsial dominan. Korelasi fenotipik sebagian besar berasal dari kontribusi pengaruh tidak langsung dari laju pengisian biji. Pengaruh Lintasan Bobot Biji-Jumlah Daun di Atas Tongkol Jumlah daun di atas tongkol sebagai indikator banyaknya daun jagung yang menerima langsung sebagian besar sinar matahari dalam melakukan fotosintesis mempengaruhi bobot biji jagung. Seperti pada pengaruh lintasan bobot biji-tinggi letak tongkol, korelasi genetik dan fenotipik jumlah daun di atas tongkol, dengan bobot biji memberikan arah yang sama tetapi dengan besaran yang berbeda (Tabel 5). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh gen aditif. Pengaruh langsung secara genotipik jumlah daun di atas tongkol terhadap bobot biji sangat besar kontribusinya, tetapi secara fenotipik tidak menunjukkan hal itu. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh gen nonaditif dan atau lingkungan. Berdasarkan aksi gen, jumlah daun di atas tongkol sebagai parsial dominan. Secara fenotipik, korelasi jumlah daun di atas tongkol dengan bobot biji terutama disebabkan oleh adanya pengaruh tidak langsung dari laju pengisian biji. Tabel 4. Pengaruh langsung dan tidak langsung tinggi letak tongkol terhadap bobot biji jagung. Lintasan bobot biji-tinggi letak tongkol Genotipik Fenotipik Pengaruh langsung tinggi tongkol -0,2280 0,0022 ASI 0,0064 0,0034 Khlorofil 0,0915-0,0024 Jumlah daun di atas tongkol 0,1062 0,0030 Jumlah daun saat pembungaan -0,0827-0,0107 LAI saat pembungaan 0,0047 0,0022 Laju pengisian biji -0,3657-0,1988 Korelasi bobot biji-tinggi letak tongkoi -0,4676-0,2011 Tabel 5. Pengaruh langsung dan tidak langsung jumlah daun di atas tongkol terhadap bobot biji jagung. Lintasan bobot biji-jumlah daun di atas tongkol Genotipik Fenotipik Pengaruh langsung jumlah daun di atas tongkol 0,3591 0,0125 ASI 0,0721 0,0292 Khlorofil 0,0173 0,0002 Tinggi keberadaan tongkol -0,0674 0,0005 Jumlah daun saat pembungaan -0,3093-0,0300 LAI saat pembungaan 0,0101 0,0029 Laju pengisian biji 0,2789 0,1765 Korelasi bobot biji-jumlah daun di atas tongkol 0,3609 0,1917 20

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009 Tabel 6. Pengaruh langsung dan tidak langsung jumlah daun saat pembungaan terhadap bobot biji jagung. Tabel 8. Pengaruh langsung dan tidak langsung laju pengisisn biji (LPB) terhadap bobot biji jagung. Lintasan bobot biji-jumlah daun saat pembungaan Genotipik Fenotipik Lintasan bobot biji-lpb Genotipik Fenotipik Pengaruh langsung jumlah daun saat pembungaan -0,4190-0,0586 ASI 0,0693 0,0284 Khlorofil 0,0648-0,0014 Tinggi letak tongkol -0,0450 0,0004 Jumlah daun di atas tongkol 0,2651 0,0064 LAI saat pembungaan 0,0211 0,0046 Laju pengisian biji 0,1923 0,1027 Korelasi bobot biji-jumlah daun saat pembungaan 0,1485 0,0825 Pengaruh langsung LAI 0,8331 0,9778 Pengaruh tak langsung melalui: ASI 0,0082 0,0002 Khlorofil -0,0229 0,0016 Tinggi letak tongkol 0,1001-0,0004 Jumlah daun di atas tongkol 0,1202 0,0023 Jumlah daun saat pembungaan -0,0967-0,0062 LAI saat pembungaan 0,0141 0,0016 Korelasi berat biji-lpb 0,9561 0,9768 Tabel 7. Pengaruh langsung dan tidak langsung LAI saat pembungaan terhadap bobot biji jagung. Lintasan bobot biji-lai saat pembungaan Genotipik Fenotipik Pengaruh langsung LAI saat pembungaan 0,0319 0,0091 ASI 0,0894 0,0290 Khlorofil 0,1369-0,0027 Tinggi letak tongkol -0,0338 0,0005 Jumlah daun di atas tongkol 0,1142 0,0040 Jumlah daun saat pembungaan -0,2770-0,0296 Laju pengisian biji 0,3691 0,1725 Korelasi bobot biji-lai saat pembungaan 0,4307 0,1828 Pengaruh Lintasan Bobot Biji-Jumlah dan LAI saat Pembungaan Jumlah daun dan LAI saat pembungaan sebagai indikator kapasitas source yang dimiliki tanaman. Produktivitas tanaman dipengaruhi oleh kapasitas source tanaman. Pengaruh langsung secara genotifik dan fenotipik dari jumlah daun saat pembungaan negatif dan berlawanan arah dengan korelasi nya dengan bobot biji (Tabel 6). Pengaruh langsung secara genotipik lebih besar daripada secara fenotipik mengindikasikan adanya hubungan negatif dari pengaruh gen nonaditif dan atau lingkungan (Kang et al. 1983). Berdasarkan derajat dominansi dari jumlah daun saat pembungaan memiliki aksi gen parsial dominan. Laju pengisian biji memiliki pengaruh tidak langsung yang cukup besar dalam mewujudkan hubungan pengaruh jumlah daun saat pembungaan dengan bobot biji. Pengaruh langsung LAI saat pembungaan, baik secara fenotipik maupun genotipik, relatif kecil kontribusinya terhadap korelasi fenotipik dan genotipik (Tabel 7). Korelasi genotipik yang lebih besar daripada korelasi fenotipik menunjukkan adanya hubungan negatif aksi gen parsial dominan dan atau lingkungan. Aksi gen LAI saat pembungaan diduga bersifat dominan lengkap. Pengaruh Lintasan Bobot Biji-Laju Pengisian Biji Korelasi fenotipik (0,9768) dan genotipik (0,9561) antara laju pengisian biji dengan bobot biji memiliki besaran dan arah yang sama (Tabel 8). Korelasi fenotipik dihasilkan oleh pengaruh langsung secara genotipik maupun fenotipik. Berdasarkan penduga derajat dominansi, laju pengisian biji tidak memiliki dominansi, sehingga lebih dipengaruhi oleh gen aditif. Hasil analisis lintasan memberikan petunjuk karakter sekunder ASI, dan laju pengisian biji dapat dipertimbangkan sebagai karakter untuk seleksi jagung adaptif pada kondisi pemupukan takaran rendah. Pengaruh sisa dari analisis lintasan dengan karakterkarakter sekunder tersebut diperoleh 2,6% untuk genotipik dan 18,5% untuk fenotipik. Hal ini berarti sekitar 97,4% secara genotipik dan 81,5% secara fenotipik dapat diterangkan oleh karakter-karakter sekunder yang diamati dalam peenelitian ini. KESIMPULAN DAN SARAN Derajat dominansi bobot biji pada pemupukan takaran rendah dari populasi varietas Bisma adalah parsial dominan dengan rasio ragam dominan/aditif sebesar 0,3. 21

SUTORO: KARAKTER SEKUNDER JAGUNG PADA PEMUPUKAN TAKARAN RENDAH Korelasi fenotipik dan genotipik antara bobot biji dengan ASI dan laju pengisian biji memberikan arah yang sama dan sebagian besar diperoleh dari kontribusi pengaruh langsung. Seleksi awal untuk pertanaman jagung adaptif pada pemupukan takaran rendah dapat dilakukan pada ASI yang lebih cepat dan laju pengisian biji yang tinggi. Pengamatan laju pengisian biji yang dilakukan sejak saat pembungaan hingga menjelang panen dengan cara memotong tanaman kurang praktis. Karena itu diperlukan teknik seleksi yang dapat dilakukan pada fase pertumbuhan awal tanaman seperti melalui marka molekuler. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Saudara Sunarto, teknisi di Kebun Percobaan Cikeumeuh, Bogor, yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan dan pengumpulan data percobaan. DAFTAR PUSTAKA Banziger, M. and H.R. Lafitte. 1997. Efficiency of secondary traits for improving maize for low-nitrogen target environments. Crop Sci. 37:1110-1117. Chapman, S.C. and G.O. Edmeades. 1999. Selection improved drought tolerance in tropical maize population. II. Direct and correlated responses among secondary traits. Crop Sci. 39:1315-1324. Falconer, D.S. and T.F. Mackay. 1996. Introduction to quantitative genetics. Longman Group Ltd. Essex. Hallauer AR and J.B.F.Miranda. 1981. Quantitatve genetic maize breeding. Iowa State Univ. Press. Ames. Kang, M.S., J.D. Miller, and P.Y.P. Tai. 1983. Genetic and phenotypic analysis and heritability in sugarcane. Crop Sci. 23:643-647. Kearsey, M.J. and H.S. Pooni. 1996. The genetical analysis of quantitative traits. Chapman & Hall. London. Robinson, H.F., R.E. Comstock, and P.H. Harvey. 1955. genetic variance in open pollinated varieties of corn. Genetics 40:45-60. Sidwell, R.J., E.L. Smith, and R.W. McNew. 1976. Inheritance and interrelationship of grain yield and selected yield-related traits in hard red winter wheat cross. Crop Sci. 16:650-654. Singh R.K. and B.D. Chaudary. 1979. Biometrical methods in quantitative genetic analysis. Kalyani Publ. New Delhi. Subandi. 1972. Estimate of genetic parameters in an exotic population of corn (Zea mays L.) grown under different plant population densities. Dissertation. Faculty of the Graduate College Univ. of Nebraska. Lincoln. Sutoro, A. Bari, Subandi, dan S.Yahya. 2007. Parameter genetik jagung populasi Bisma pada pemupukan yang berbeda. II. ragam dan korelasi genetik karakter sekunder. J. AgroBiogen 3(1):9-14. 22