PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI MINYAK GORENG

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA.

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI GULA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN RUMPUT LAUT.

2016, No Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PETROKIMIA HULU

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

2016, No Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan K

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG IJIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH DI KABUPATEN CILACAP

PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PERIZINAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE LAUT

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG

G U B E R N U R JAMB I

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BESI

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 27

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 128 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tahun 2014 Tanggal :

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH TIMAH

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAN EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah usaha dan/atau kegiatan

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH NIKEL

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 113 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BATU BARA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

-1- BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM,

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 04 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG IZIN PEMBUANGAN DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

DENGAN TAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE AIR, SUMBER AIR DAN BADAN AIR

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan limbah berupa limbah padat, cair dan gas yang apabila tidak di kelola akan menimbulkan pencemaran lingkungan b. bahwa Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 Lampiran B. IV, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2003 sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Tentang Pengelolaan Limbah Industri Minyak Sawit; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725); 2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Tambahan Lembaran Negara Tahun Nomor 5059); 3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan lembaran Negara Nomor 4737); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); Draf Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 1

6. 7. 8. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853); Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor..., Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor...); Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan adalah seseorang atau badan hukum yang bertanggung jawab dalam Industri Minyak Sawit. 2. Pengelolaan limbah Industri Minyak Sawit adalah upaya mengendalikan, mengolah dan/atau memanfaatkan air limbah, limbah gas, gangguan lainnya dan limbah padat yang bukan merupakan limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3) yang dihasilkan sehingga mengurangi dampak pencemaran. 3. Industri minyak sawit adalah usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit (Crude Palm Oil) dan/atau minyak inti sawit (Palm Kernel Oil). 4. Lahan perkebunan kelapa sawit adalah kawasan kebun kelapa sawit yang masuk dalam satu wilayah studi lingkungan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan. 5. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) adalah sarana untuk mengolah air limbah. 6. Air limbah industri minyak sawit yang selanjutnya disebut air limbah adalah sisa dari industri minyak sawit yang berwujud cair yang meliputi air sisa produksi, air pembersihan lantai pabrik, air dari hydrocyclon/claybath (proses pemisahan kernel dan cangkang), air abu ketel uap (boiler), blowdown ketel uap (boiler, air pembersihan (reject) instalasi pengolahan air (IPA) dan/atau air lindi. 7. Air limbah gabungan adalah air limbah dari air sisa produksi, air dari hydrocyclon/claybath (proses pemisahan kernel dan cangkang), air abu ketel uap (boiler), blowdown ketel uap Draf Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 2

(boiler), air pembersihan (reject) instalasi pengolahan air (IPA) dan/atau air lindi yang proses pengolahannya dilakukan dalam satu proses pengolahan (IPAL). 8. Limbah padat adalah sisa dari hasil usaha dan/atau kegiatan industri minyak sawit yang berwujud padat yang berasal dari proses produksi atau penunjang proses produksi (utilitas) meliputi: tandan kosong sawit, serabut, cangkang, solid decanter, abu boiler, sludge dan skam IPAL. 9. Skam adalah padatan yang berupa buih yang mengeras yang terbentuk dipermukaan IPAL 10. Minyak kotor (palm sludge oil) adalah air limbah yang masih memiliki kandungan minyak dengan kadar asam lemak bebas (Free Fatty Acid/ FFA) tinggi. 11. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara. 12. Laut adalah ruang wilayah lautan yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. 13. Tanah adalah salah satu komponen lahan, berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat fisik, kimia, biologi dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya 14. Mutu air limbah adalah kondisi kualitas air limbah yang diukur dan diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundangundangan. 15. Baku mutu air limbah pembuangan adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan. 16. Baku mutu air limbah pemanfaatan adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dimanfaatkan ke tanah di lahan perkebunan kelapa sawit dari industri minyak sawit. 17. Kadar maksimum air limbah adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur pencemar dalam air limbah yang diperbolehkan di buang ke sumber air. 18. Kuantitas air limbah maksimum adalah volume air limbah terbanyak yang diperbolehkan di buang ke sumber air setiap satuan ton produk. 19. Beban pencemaran maksimum adalah jumlah tertinggi suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air limbah 20. Pemanfaatan adalah penggunaan kembali air limbah dan/atau limbah padat untuk proses produksi, proses pendukung produksi dan/atau diaplikasikan pada tanah di lahan perkebunan kelapa sawit; 21. Titik penaatan adalah satu lokasi atau lebih yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan peraturan lingkungan meliputi: outlet pembuangan, outlet pemanfaatan, sumur pantau dan/atau tanah perkebunan. 22. Pengenceran adalah menambahkan air dari luar proses produksi dengan kualitas yang lebih baik dari air limbah yang akan dibuang ke sumber air dan atau dimanfaatkan ke tanah di lahan perkebunan dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan yang berlaku 23. Penanaman kembali (replanting) adalah kegiatan penanaman ulang atau peremajaan tanaman kelapa sawit pada waktu tertentu di lahan perkebunan yang sebelumnya telah ditanami kelapa sawit. 24. Rorak adalah parit yang digunakan untuk menampung air limbah yang dimanfaatkan ke tanah di lahan perkebunan kelapa sawit Draf Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 3

25. Pengomposan adalah proses penguraian materi organik (seperti tandan kosong sawit, solid decanter, abu boiler, skam dan/atau sludge IPAL) oleh mikroorganisma menjadi material yang lebih sederhana, sifatnya relatif stabil (seperti humus) atau disebut sebagai kompos. 26. Air lindi (leachate) adalah sebagai suatu cairan yang dihasilkan dari pemaparan air limbah dan/atau air hujan pada timbunan kegiatan pengomposan dan/atau limbah padat. 27. Studi lingkungan adalah studi yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang dituangkan dalam sebuah dokumen lingkungan. 28. Rona awal adalah kondisi lingkungan awal sebelum tersentuh oleh kegiatan untuk keperluan perencanaan, konstruksi (pembangunan fisik) dan kegiatan operasi. 29. Lahan kontrol adalah lahan yang tidak digunakan sebagai lokasi pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan sawit dan mempunyai jenis tanah sama dengan lokasi lahan pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan sawit. 30. Lahan aplikasi adalah lahan yang digunakan sebagai lokasi pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan sawit 31. Mitigasi gas rumah kaca adalah usaha penanggulangan untuk mencegah terjadinya perubahan iklim yang semakin buruk yang dilakukan pihak industri antara lain melalui inventarisasi GRK dan penurunannya, penerapan teknologi bersih dan prinsip 5R, penggunaan sumber EBT, sistem manager pengendalian dan pencegahan pencemaran (EIP). 32. Tungku bakar tandan kosong sawit adalah tungku yang digunakan untuk pembakaran tandan kosong sawit dengan tujuan untuk memusnahkannya 33. Pembakaran terbuka (open burning) melakukan pembakaran limbah padat Industri Minyak Sawit di area terbuka 34. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 35. Izin Pengelolaan air limbah adalah izin yang diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan industri minyak sawit yang melakukan pembuangan air limbah, dan/atau pemanfaatan air limbah ke tanah 36. Kejadian tidak normal adalah kondisi di mana peralatan proses produksi, instalasi pengolahan air limbah dan/atau sarana pemanfaatan limbah tidak beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya kerusakan dan/atau tidak berfungsinya peralatan tersebut. 37. Keadaan darurat adalah keadaan tidak berfungsinya peralatan proses produksi, tidak beroperasinya instalasi pengolahan air limbah dan/atau tidak berfungsinya sarana pemanfaatan limbah sebagaimana mestinya karena adanya bencana alam, kebakaran, dan/atau huru-hara. 38. Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya; 39. Pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara; 40. Sumber pencemar adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya; 41. Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dalam suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar; Draf Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 4

42. Mutu emisi adalah emisi yang boleh dibuang oleh suatu kegiatan ke dalam udara ambien; 43. Sumber emisi adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dari sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, maupun sumber tidak bergerak spesifik; 44. Sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pada suatu tempat; 45. Baku mutu emisi sumber tidak bergerak adalah batas kadar maksimal dan/atau beban emisi maksimum yang diperbolehkan masuk atau dimasukkan ke dalam udara ambien; 46. Sumber gangguan adalah sumber pencemar yang menggunakan mesin udara atau padat untuk penyebarannya, yang berasal dari sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak atau sumber tidak bergerak spesifik; 47. Baku tingkat gangguan adalah batas kadar maksimum sumber gangguan yang diperbolehkan masuk ke udara dan/atau zat padat; 48. Mutu Udara adalah emisi yang boleh dibuang dan atau tingkat gangguan yang boleh dilepaskan oleh suatu kegiatan ke udara ambien 49. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang mempunyai tanggung jawab atau ditunjuk untuk tanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup 50. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup Pasal 2 Peraturan Menteri ini bertujuan memberikan pedoman bagi: a. Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin dan pengawasan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan industri minyak sawit b. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan industri minyak sawit dalam melaksanakan pengelolaan limbah. Pasal 3 Ruang Lingkup yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi : a. Pengelolaan dan Baku Mutu Air Limbah b. Pengelolaan mutu udara dan baku mutu emisi c. Pengelolaan Limbah Padat d. Pemantauan, Pelaporan dan Evaluasi e. Mekanisme Perizinan pengelolaan air limbah PENGELOLAAN DAN BAKU MUTU AIR LIMBAH Pasal 4 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat membuang dan/atau memanfaatkan air limbah yang dihasilkan (2) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang akan membuang dan/atau memanfaatkan air limbah wajib: a. mengolah seluruh air limbah yang dihasilkan sehingga memenuhi persyaratan dan ketentuan teknis pembuangan dan/atau pemanfaatan air limbah. Draf Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 5

b. memenuhi baku mutu pembuangan dan/atau pemanfaatan air limbah (3) Pengolahan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a wajib diolah dengan fasilitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) (4) Kandungan minyak dalam air limbah segar yang akan disalurkan ke IPAL dan/atau pengomposan wajib tidak melebihi 0,65 % Pasal 5 (1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang memanfaatkan air limbah: a. Ke tanah diluar lingkup kajian di dalam dokumen lingkungan. b. ke tanah di lahan perkebunan yang melakukan peremajaan tanaman (replanting) dan/atau lahan perkebunan baru dengan usia tanaman di bawah 3 tahun. c. untuk penyiraman pada pembibitan tanaman kelapa sawit (nursery) (2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang memberikan skam atau minyak kotor yang di kutip dari IPAL (setelah deoiling pond) kepada pihak ketiga (3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang mendistribusikan air limbah dari titik penaatan (outlet IPAL) ke lahan pemanfaatan selain menggunakan instalasi saluran limbah ( parit dan atau pemipaan) yang kedap air. Pasal 6 (1) Baku mutu air limbah pembuangan dan/atau pemanfaatan air limbah Industri Minyak Sawit sebagaimana lampiran I (2) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan: a. baku mutu air limbah bagi industri minyak sawit dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini; dan/atau b. parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setelah mendapat persetujuan Menteri. (3) Menteri dapat menyetujui atau menolak parameter tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan tersebut dengan memperhatikan saran dan pertimbangan instansi teknis terkait. (4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri tidak memberikan keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, permohonan dianggap disetujui. (5) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan alasan penolakan. (6) Baku mutu air limbah dan/atau penambahan parameter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 7 Draf Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 6

Dalam hal pemerintah daerah provinsi menetapkan baku mutu air limbah bagi industri minyak sawit lebih ketat dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), diberlakukan baku mutu air limbah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah provinsi. Pasal 8 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari industri minyak sawit mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diberlakukan baku mutu air limbah sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL. Pasal 9 Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan dan/atau pemanfaatan air limbah bagi industri minyak sawit dan perizinan pembuangan dan/atau pemanfaatan air limbah yang mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian dan/atau izin pembuangan dan/atau pemanfaatan air limbah. PENGELOLAAN LIMBAH PADAT Pasal 10 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah padat. (2) Pengelolaan limbah padat sebagaimana ayat (1) meliputi: a. Penyimpanan b. Pemanfaatan (3) Pengelolaan limbah padat berupa penimbunan dilarang untuk dilakukan Pasal 11 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan pembakaran limbah padat baik terbuka (open burning) maupun dengan tungku pembakaran (incinerator) kecuali dimanfaatkan sebagai bahan bakar dalam proses produksi energi. PERIZINAN Pasal 12 Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pembuangan air limbah dan/atau pemanfaatan air limbah ke tanah wajib memiliki izin pengelolaan air limbah. Pasal 13 (1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan mengajukan izin pengelolaan air limbah kepada: Draf Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 7

a. Bupati/Walikota apabila lokasi pembuangan air limbah dan/atau pemanfaatan air limbah ke tanah berada pada satu wilayah kabupaten/kota b. Gubernur apabila lokasi pembuangan air limbah dan/atau pemanfaatan air limbah ke tanah berada pada lebih dari satu wilayah kabupaten/kota atau lintas kabupaten/kota. c. Menteri apabila pembuangan air limbah dan/atau pemanfaatan air limbah ke tanah berada pada lebih dari satu wilayah provinsi atau lintas provinsi dan/atau pembuangan air limbah ke laut. (2) Menteri dapat mendelegasikan kewenangan penerbitan izin pengelolaan air limbah kepada Gubernur apabila pembuangan air limbah kelaut (3) Masa berlaku Izin pengelolaan air limbah 5 tahun. Pasal 14 Menteri atau Gubernur atau Bupati/walikota wajib mencantumkan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 8, atau Pasal 9 serta ketentuan dan persyaratan teknis sebagaimana lampiran I ke dalam persyaratan izin pengelolaan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri minyak sawit. Pasal 15 Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pemanfaatan limbah padat tidak diwajibkan memiliki izin pemanfaatan limbah padat. PENGELOLAAN EMISI DAN SUMBER GANGGUAN Pasal 16 Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib: a. melakukan pengelolaan seluruh sumber emisi tidak bergerak sehingga memenuhi baku mutu emisi b. memenuhi persyaratan dan ketentuan teknis pengelolaan emisi sumber tidak bergerak. c. melakukan pengelolaan seluruh sumber gangguan sehingga memenuhi baku mutu tingkat gangguan d. melakukan upaya mitigasi gas rumah kaca yang dihasilkan dari pengolahan air limbah dan pengelolaan limbah padat mulai tahun 2020. Pasal 17 (1) Baku mutu emisi sumber tidak bergerak dan baku mutu tingkat gangguan dari Industri Minyak Sawit sebagaimana lampiran II (2) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan: a. baku mutu emisi sumber tidak bergerak di industri minyak sawit dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini; dan/atau Draf Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 8

b. parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setelah mendapat persetujuan Menteri. (3) Menteri dapat menyetujui atau menolak parameter tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan tersebut dengan memperhatikan saran dan pertimbangan instansi teknis terkait. (4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri tidak memberikan keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, permohonan dianggap disetujui. (5) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan alasan penolakan. (6) Baku mutu emisi sumber tidak bergerak dan/atau penambahan parameter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Pasal 17 Dalam hal pemerintah daerah provinsi menetapkan baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi industri minyak sawit lebih ketat dari baku mutu emisi sumber tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), diberlakukan baku mutu emisi sumber tidak bergerak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah provinsi. Pasal 18 Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari industri minyak sawit mensyaratkan baku mutu emisi sumber tidak bergerak lebih ketat daripada baku mutu emisi sumber tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diberlakukan baku mutu emisi sumber tidak bergerak sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL. KETENTUAN DAN PERSYARATAN TEKNIS PENGELOLAAN Pasal 19 Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan industri minyak sawit wajib memiliki SOP Tanggap Darurat pengelolaan limbah industri minyak sawit Pasal 20 (1) Ketentuan dan Persyaratan Teknis Pengelolaan dan Baku Mutu Air Limbah sebagaimana Lampiran 1 (2) Ketentuan dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Emisi dan baku mutu emisi sebagaimana Lampiran II (3) Ketentuan dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Padat sebagaimana Lampiran III (4) Pemantauan, pelaporan dan evaluasi sebagaimana Lampiran IV Draf Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 9

(5) Mekanisme Perizinan Pengelolaan Limbah Industri Minyak Sawit sebagaimana Lampiran V (6) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), (4) dan (5) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 21 (1) Pemerintah atau pemerintah daerah sebagai pemberi izin pengelolaan limbah industri minyak sawit berkewajiban melakukan evaluasi terhadap hasil pemantuan dan pelaporan yang disampaikan oleh Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan industri minyak sawit (2) Evaluasi dilakukan secara rutin sesuai kewajiban penanggung jawab usaha dan atau kegiatan industri minyak sawit dan evaluasi secara berkala sebagai dasar perpanjangan izin pengelolaan limbah industri minyak sawit Pasal 22 (1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Industri Lampiran B IV dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (2) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Dari Industri Minyak Sawit dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2003 tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (3) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, bagi industri minyak sawit yang belum menerapkan terhadap pengelolaan limbah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan. (4) Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku maka industri minyak sawit sudah wajib memenuhi Buku mutu air limbah, baku mutu emisi udara dan baku mutu gangguan (5) Peraturan lain yang terkait dengan industri minyak sawit dan tidak bertentangan dengan peraturan menteri ini masih tetap berlaku. Pasal 22 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal: MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Draf Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 10

Draf Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 11

Draf Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 12