PENGOLAHAN AIR LIMBAH PEWARNA SINTETIS DENGAN MENGGUNAKAN REAGEN FENTON K-3 Tuty E. Agustina 1*, Enggal Nurisman 1, Prasetyowati 1, Nina Haryani 1, Lia Cundari 1, Alien Novisa 2 dan Oki Khristina 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Jl. Raya Inderalaya Km.32, Inderalaya 2 Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Univesitas Sriwijaya, Jl. Raya Inderalaya Km. 32, Inderalaya * Koresponensi Pembicara. Phone: +62 711 5303, Fax: +62 711 5303 Email: tutycurtin@yahoo.com ABSTRAK Saat ini, pencemaran lingkungan akibat limbah industri sudah cukup memprihatinkan. Salah satu limbah yang sangat mengganggu kelestarian lingkungan adalah air limbah yang mengandung pewarna sintetis yang dihasilkan oleh industri tekstil skala besar maupun Industri Kecil dan Menengah (IKM). Air limbah pewarna sintetis yang bersumber dari pabrik tekstil maupun tenun dapat mengakibatkan perubahan warna dan derajat keasaman badan penerima air. Limbah tersebut didominasi oleh pencemaran karena penggunaan zat warna sintetis dalam proses produksinya. Limbah ini dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Salah satu alternatif kemungkinan penanganan air limbah pewarna sintetis tekstil adalah dengan menggunakan metode Proses Oksidasi Lanjutan. Dalam studi ini akan diaplikasikan reagen Fenton, suatu senyawa Hydrogen peroksida dengan katalis besi, yang merupakan salah satu dari metode Proses Oksidasi Lanjutan (Advanced Oxidation Processes). Air limbah pewarna sintetis yang dijadikan model polutan adalah zat warna Procion Blue MR (Reactive Blue 4) dan Procion Red MR (Reactive Red 2) yang sering digunakan sebagai bahan pewarna dalam pembuatan kain jumputan. Reagen Fenton dibuat dengan menggunakan konsentrasi Hydrogen peroksida mm dan konsentrasi Ferro Sulfat 4 mm. Konsentrasi Procion Blue MR dan Procion Red MR yang digunakan antara 150 mg/l 250 mg/l. Kecepatan pengaduk divariasikan -250 rpm. Dalam semua eksperimen ph larutan diatur 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan putaran pengaduk 200 rpm dan konsentrasi zat warna sintetis masing-masing 150 mg/l, didapatkan penurunan zat warna Procion Blue MR sebesar 89% dan Procion Red MR sebesar 98%, dalam waktu 30 menit. Keywords: Proses Oksidasi Lanjutan, pengolahan air limbah, pewarna sintetis, Reagen Fenton. 1. PENDAHULUAN Perkembangan industri tekstil khususnya IKM di Sumatera Selatan saat ini mengalami kemajuan yang cukup berarti sehingga banyak menimbulkan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat. Akan tetapi disamping dampak positif, kegiatan di bidang sandang ini juga memberikan dampat negatif terhadap lingkungan. Saat ini penggunaan pewarna sintetis dalam industri tekstil sudah tidak dapat dihindari lagi, mengingat harganya yang murah, warnanya lebih tahan lama, dan pilihan warna Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 2
yang lebih beragam jika dibandingkan dengan pewarna alami. Namun, pewarna sintetis memiliki sifat yang sulit terurai di alam. Apalagi umumnya IKM maupun home industry banyak terdapat di daerah yang dekat dengan Sungai Musi. Sehingga apabila limbah tersebut dibuang ke badan air, maka akan mengakibatkan terjadinya perubahan kualitas air. Penurunan kualitas air, diantaranya ditunjukkan dengan meningkatnya kekeruhan air yang disebabkan adanya polusi zat warna, akan menghalangi masuknya cahaya matahari ke dasar perairan dan mengganggu keseimbangan proses fotosintesis, ditambah lagi adanya efek mutagenik dan karsinogen dari zat warna tersebut, membuatnya menjadi masalah yang serius. Selain itu air limbah pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/l padatan tersuspensi, 500 mg/l BOD, dan 750-1500 mg/l COD (http://one.indoskripsi.com). Nilai ini jauh melebihi standar baku mutu lingkungan. Oleh karena itu air limbah ini harus diolah dengan baik sebelum dibuang ke badan lingkungan. Masalah yang dihadapi masyarakat yang tinggal didaerah sekitar kegiatan IKM di Palembang seperti tenun, batik cap, songket, dan jumputan adalah tingkat pencemaran air tanah dan sungai yang sudah sangat memprihatinkan. Pencemaran ini disebabkan oleh air limbah hasil buangan industri yang tidak terkelola dengan baik. Masyarakat yang tinggal di sekitar IKM umumnya menggunakan air sungai dan air tanah sebagai sumber air untuk mencuci, mandi, memasak, bahkan air minum. Tentu saja hal ini sangat membahayakan karena kondisi air, tanah, dan sungai yang tercemar sangat membahayakan kesehatan masyarakat karena mengandung unsur-unsur kimia korosif, polutan organik dan tingkat keasaman yang cukup tinggi. Salah satu contoh hasil analisa air limbah kegiatan tekstil yang ada di Palembang dapat di lihat pada Tabel 1. Adapun standar yang dipergunakan berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 18 tahun 2005 tentang Baku Mutu Limbah cair untuk Industri Tekstil. Tabel 1 Hasil analisa air limbah pabrik batik cap khas Palembang (mg/l) Parameter Standar Sampel Limbah Cair Pencelupan Batik Cap ph 6-9 6 COD 150 4.230,366 Amoniak total 8 5,47 Fenol total 0,5 0,008 TSS 50 535 Sulfida 0,3 0,040 Chrom total 1 0,1385 Besi (Fe) - 2,0587 Tembaga (Cu) - 0,2696 Seng (Zn) - 54,7175 Cadmium (Cd) - 0,0063 Timbal (Pb) - 0,2349 (Sumber : Tuty dan Herni, 2009) Dari Tabel 1 dapat dilihat kadar COD dan TSS yang jauh melebihi baku mutu limbah cair industri tekstil. Untuk itu perlu disiapkan teknologi pengolahan limbah agar dampak pencemaran dapat dicegah dan dikendalikan. Beberapa teknologi pengolahan air limbah dengan biaya relatif murah telah diteliti untuk mengatasi permasalahan air limbah pewarna sintetis seperti adsorpsi dengan menggunakan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 261
karbon aktif dari tempurung kelapa (Tuty, 2011), ataupun kombinasi filtrasi dan adsorpsi (Tuty dan Herni, 2009). Beberapa metode lainnya dapat digunakan untuk mengolah air limbah, seperti koagulasi dengan bahan kimia, ozonasi, lumpur aktif, bioreaktor, semikonduktor fotokatalisis, maupun teknik peresapan alami. Namun, seringkali teknologi tersebut membutuhkan biaya operasional yang sangat mahal, baik dari segi pembelian bahan-bahan kimia, instalasi, dan penyediaan lahan, maupun dari segi waktu proses yang relatif lama, contohnya ketika menggunakan bioreaktor. Tentu saja hal ini kurang efisien diterapkan pada IKM karena biaya hasil produksi tidak sebanding dengan biaya pengolahan limbahnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan digunakan reagen Fenton sebagai salah satu dari Proses Oksidasi Lanjutan (Advanced Oxidation Process/AOPs) yang diharapkan dapat menghancurkan polutan organik, menghilangkan warna, dan COD (Simon, 2004). Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari penggunaan reagen Fenton dalam pengolahan air limbah pewarna sintetis. Percobaan dilakukan pada berbagai konsentrasi zat pewarna sintetis. Pada setiap eksperimen diukur perubahan warna yang dicapai. Setelah didapatkan kondisi yang optimum, metode ini akan diterapkan untuk mengolah air limbah kain jumputan. 2. BAHAN DAN ALAT Penelitian ini bertujuan untuk mengolah air limbah yang mengandung pewarna sintetis yang dihasilkan dari industri tekstil dengan proses oksidasi lanjutan yaitu menggunakan reagen Fenton. Reagen Fenton adalah Hydrogen peroksida yang diberi katalis logam. Yang dijadikan model polutan adalah zat warna sintetis Procion Blue MR dan Procion Red MR yang sering digunakan sebagai bahan pewarna dalam pembuatan kain jumputan. Limbah pewarna dintetis dibuat dengan melarutkan bahan pewarna dengan berat tertentu ke dalam aquadest, dan diatur sampai ph 3 dengan menambahkan NaOH atau H 2 SO 4. Reagen Fenton dibuat dengan konsentrasi Hidrogen peroksida mm dan konsentrasi katalis FeSO 4 7 H 2 O 4 mm. Konsentrasi zat pewarna sintetis divariasikan 150-250 mg/l. Kecepatan pengaduk divariasikan -250 rpm. Pengolahan limbah sintetis dilakukan untuk setiap jenis zat pewarna selama 30 menit. Sampel diambil selama selang waktu tertentu selanjutnya dianalisa degradasi warna untuk setiap run. Alat yang digunakan adalah Jar Test yang dilengkapi dengan kontrol waktu dan kecepatan pengadukan yang terdapat di Laboratorium Kesetimbangan Teknik Kimia, jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Absorbansi diukur dengan menggunakan Spektrofotometer. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel diambil secara periodik untuk dianalisa penurunan warnanya. Persentasi degradasi warna dihitung dengan persamaan berikut ini : % Degradasi warna = [1-(At/Ao)] x % (1) dimana Ao adalah absorbansi warna awal dan At adalah absorbansi warna pada waktu tertentu. Pada penelitian ini percobaan dilaksanakan dengan menggunakan ph yang paling tepat untuk reaksi dengan reagen Fenton yaitu ph 3 (Gulkaya et al., 2006). Sedangkan perbandingan antara katalis Fe dan Hidrogen peroksida yang digunakan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 262
Degradasi warna, % Degradasi warna, % Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3 adalah 1:20 berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusic et al. (2006) terhadap air limbah yang mengandung zat pewarna. 40 20 150 200 250 0 0 10 20 30 waktu, menit Gambar 1. Degradasi warna pada Procion Blue MR. Kondisi operasi : suhu 25 C, waktu reaksi 30 menit, kecepatan pengaduk 200 rpm. 40 20 150 200 250 0 0 10 20 30 waktu, menit Gambar 2. Degradasi warna pada Procion Red MR. Kondisi operasi : suhu 25 C, waktu reaksi 30 menit, kecepatan pengaduk 200 rpm. Pada Gambar 1 dan 2 dapat dilihat bahwa semakin bertambah waktu reaksi maka akan semakin besar persen degradasi warna yang dicapai. Semakin kecil konsentrasi zat warna yang dipakai, akan semakin besar persen degradasi warnanya, seperti ditunjukkan dalam kedua gambar. Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 263
degradasi warna, % Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3 90 150 ppm 200 ppm 250 ppm 70 0 200 300 kecepatan pengaduk, rpm Gambar 3. Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap persen degradasi warna Procion Blue MR. Kondisi operasi : suhu 20 C, konsentrasi 150 ppm, waktu reaksi 30 menit. Pada percobaan ini kecepatan pengaduk divariasikan dari -250 rpm. Dari hasil analisa didapat bahwa degradasi warna tertinggi dicapai dengan menggunakan kecepatan pengaduk 200 rpm, yaitu sebesar 89% untuk pewarna sintetis Procion Blue MR dan sebesar 98% untuk pewarna sintetis Procion Red MR, dimana konsentrasi zat pewarna yang digunakan adalah 150 ppm. Untuk kecepatan pengaduk yang sama (200 rpm), pada penggunaan konsentrasi Procion Blue MR 200 dan 250 ppm diperoleh degradasi warna berturut-turut sebesar 81 dan 79%. Sedangkan pada penggunaan konsentrasi Procion Red MR 200 dan 250 ppm diperoleh degradasi warna berturutturut sebesar 96 dan 94%. Dengan demikian pada putaran pengaduk yang sama, penggunaan konsentrasi zat pewarna sintetis yang semakin kecil akan mengakibatkan persen degradasi warna yang semakin besar. Atau dengan kata lain semakin besar konsentrasi zat warna yang digunakan, semakin kecil persen degradasi warna yang dicapai. Hal ini disebabkan dengan naiknya konsentrasi zat warna, maka jumlah molekul zat pewarna semakin banyak sedangkan jumlah reagen pereaksi tetap, sehingga kemampuan mendegradasikan warna akan turun. Hal serupa telah dilaporkan oleh Marco & Jose (2006), dalam penelitian mereka terhadap decolorasi azo dye Reactive Black 5 dengan menggunakan reagen Fenton. Akan tetapi ketika kecepatan pengaduk dinaikkan dari 200 menjadi 250 rpm, persen degradasi warna akan menurun, seperti diperlihatkan dalam Gambar 3 dan 4 di bawah ini. Pada kecepatan pengadukan 250 rpm dan konsentrasi zat pewarna 150 ppm, persen degradasi warna Procion Blue MR turun dari 89% menjadi 86%. Demikian pula pada kecepatan pengadukan 250 rpm dan konsentrasi zat pewarna 150 ppm persen degradasi warna Procion Red MR turun dari 98% menjadi 93%. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan putaran pengaduk optimum adalah 200 rpm. Dimana ketika kecepatan putaran pengaduk dinaikkan menjadi lebih cepat maka tidak terjadi perpindahan massa yang maksimal sehingga reaksi yang terjadi tidak sebaik ketika digunakan kecepatan pengaduk 200 rpm. Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 264
degradasi warna, % Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3 90 70 150 ppm 200 ppm 250 ppm 0 200 300 kecepatan pengaduk, rpm Gambar 4. Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap persen degradasi warna Procion Red MR. Kondisi operasi : suhu 20 C, konsentrasi 150 ppm, waktu reaksi 30 menit. Selanjutnya reagen Fenton dengan konsentrasi yang sama diujikan pada air limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan kain jumputan. Kecepatan pengaduk yang dipakai adalah 200 rpm. Setelah 30 menit hasil yang dicapai dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Hasil analisa air limbah kain jumputan sebelum dan setelah diolah dengan reagen Fenton selama 30 menit Sebelum COD 622 ph 5 Absorbansi warna 1,293 Setelah 385 7 1,9 Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai COD turun dari 622 menjadi 385 mg/l. Persen degradasi warna yang dicapai sebesar 10%. Sedangkan ph yang dihasilkan setelah proses adalah ph normal yaitu 7. Untuk nilai COD, penurunan sebesar 38% cukup besar mengingat waktu kontak yang cukup singkat. Apabila diteruskan untuk jangka waktu proses yang lebih lama, diharapkan persen penurunan COD akan semakin besar. Adapun degradasi warna yang dicapai relatif kecil, hal ini disebabkan panjang gelombang maksimal yang dipakai untuk mengukur absorbansi adalah panjang gelombang Procion Red MR, mengingat warna air limbah didominasi oleh warna merah. Seharusnya panjang gelombang maksimal yang dipakai adalah panjang gelombang air limbah yang bersangkutan, sehingga hasil absorbansi lebih mewakili nilai yang sebenarnya. 4. KESIMPULAN Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa reagen Fenton dapat diterapkan untuk mengolah air limbah pewarna sintetis. Semakin kecil konsentrasi zat warna maka persen degradasi warna akan semakin besar. Kondisi operasi optimal didapat pada kecepatan pengaduk 200 rpm. Dengan menggunakan putaran pengaduk 200 rpm dan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 265
konsentrasi zat warna sintetis masing-masing 150 mg/l, didapatkan penurunan zat warna Procion Blue MR sebesar 89% dan Procion Red MR sebesar 98%, dalam waktu 30 menit. Metode ini dapat diterapkan pada air limbah kain jumputan, dimana dicapai penurunan COD sebesar 38% dan persen degradasi warna 10% dalam waktu 30 menit. 5. REFERENSI Gulkaya I, Surucu Gulerman A, Dilek Filiz B. (2006). Importance of H 2 O 2 /Fe 2+ ratio in Fenton's treatment of a carpet dyeing wastewater. J. Hazard. Mater. 136: 763-769. http://one.indoskripsi.com, diunduh pada tanggal 13 Juni 2009 Kusic, H., A.L. Bozic, N. Koprivanac. (2007). Fenton type processes for minimization of organic content in coloured wastewaters: Part I: Processes optimization. Dyes and Pigments, 74: 3-387. Marco, S.L & Jose A.P. (2006). Decolorization of the azo reactive black 5 by Fenton and photo-fenton oxidation, Dyes and Pigments, 71: 236-244. Tuty, E.A., (2011). Pengolahan Air Limbah Pewarna Sintetis dengan Metode Adsorpsi Menggunakan Carbon Aktif, Jurnal Rekayasa Sriwijaya, No. 1 Vol. 20, Maret 2011, hal. 36-42 Tuty, E.A. & Herni, B. (2009). Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2009, Bandung 19-20 Oktober 2009 Simon, P. (2004). Advanced Oxidation Processes for Water and Wastewater Treatment, IWA Publishing: UK. Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 266