PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH

MENJAWAB GUGATAN TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) 1

RANCANGAN. : Ruang Rapat Komisi III DPR RI : Pembahasan DIM RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Kapita Selekta Ilmu Sosial

KEKHUSUSAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( MONEY LAUNDERING )

PHI 6 ASAS HUKUM PIDANA

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

PERTENTANGAN ASAS LEGALITAS FORMIL DAN MATERIIL DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG KUHP *

KONTROVERSI LANDASAN PENGHAPUSAN PIDANA MATI DALAM RUU KUHP NASIONAL. oleh

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

MEMPERTANYAKAN KEMBALI KEPASTIAN HUKUM DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN SISTEM HUKUM NASIONAL. Oleh : Mustafa Abdullah ABSTRAK

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DARI ANAK DIBAWAH UMUR YANG MELAKUKAN PEMBUNUHAN 1 Oleh : Safrizal Walahe 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

KENDALA DALAM PENANGGULANGAN CYBERCRIME SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

ASAS TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN (ASAS KESALAHAN) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. diperbincangkan dan dilansir media massa di seluruh dunia saat ini. Definisi terorisme

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009.

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA EKSIBISIONISME DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PUTUSAN HAKIM PIDANA YANG MELAMPAUI TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOBA YANG DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

III. METODE PENELITIAN. hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas, konsepsi,

I. PENDAHULUAN. kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

ANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA

PERLUASAN ASAS LEGALITAS DALAM RUU KUHP

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

BAB II TEORI UMUM MENGENAI PENEROBOSAN ASAS LEX POSTERIOR DEROGAT LEGI PRIORI DALAM PUTUSAN HAKIM

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. konstitus yang mengatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PERBUATAN SUMBANG (INCEST) DALAM KONSEP KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) BARU

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang

KEBIJAKAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN KEPADA KORBAN MALPRAKTEK MEDIS SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA

Presiden, DPR, dan BPK.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

PERGESERAN ASAS LEGALITAS FORMAL KE FORMAL DAN MATERIAL DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL

TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PROSTITUSI SECARA ONLINE BERDASARKAN PERSPEKTIF CYBER CRIME

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU PIDANA YANG DIANCAM DENGAN KETENTUAN PIDANA YANG MEMILIKI KETENTUAN ANCAMAN MINIMAL KHUSUS

Perkembangan Asas Hukum Pidana dan Perbandingan dengan Islam

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBUKTIAN TERBALIK MENGENAI PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

BAB I PENDAHULUAN. penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

TINDAK PIDANA MUTILASI DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK APOTEK

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

SILABI A. IDENTITAS MATA KULIAH

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

PENANGGULANGAN PERDAGANGAN ORANG DALAM (INSIDER TRADING) DI BIDANG PASAR MODAL DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) HUKUM PIDANA

Transkripsi:

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh : Pande I Putu Cahya Widyantara A. A. Sri Indrawati Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT To determine fault someone who commits a crime shall respect the principle of legality, which gives the sense that there is no one who can be in the criminal before any rules / laws that govern. There are a few exceptions to this principle which imposed a retroactive principle which gives the sense that the rules apply retroactively. Retroactive application of the principle of the Indonesian criminal code only in substantive criminal law, there is no retroactive principle in the formal criminal law. Keywords : Enforcement, Retroactive Principles, and the Indonesian Penal Code. ABSTRAK Untuk menentukan kesalahan seseorang yang melakukan kejahatan wajib memperhatikan asas legalitas, yang memberikan arti bahwa tiada orang yang dapat di pidana sebelum adanya suatu aturan/hukum yang mengatur. Ada beberapa pengecualian dari asas ini yakni memberlakukan asas retroaktif yang memberikan arti bahwa suatu aturan diberlakukan surut Pemberlakuan asas retroaktif pada hukum pidana Indonesia hanya terdapat pada hukum pidana materiil, asas retroaktif tidak ada pada hukum pidana formil. Keywords : Pemberlakuan, Asas Retroaktif, dan Hukum Pidana Indonesia. I. PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Mengkaji hukum pidana, tidak dapat dilepaskan dari masalah kejahatan. Hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan yakni bentuk kejahatan, kausalitas serta perkembangan kejahatan merupakan masalah yang tidak pernah selesai untuk dikaji dan sesuai menarik disiplin lain untuk turut serta mengkaji. 1 Kejahatan tidak terjadi dan tidak terdapat kekosongan artinya dimana ada manusia lebih dari satu orang atau dimana ada masyarakat, disitu ada kejahatan. 2 1 J.E.Sahetapy, 1979, Kausa Kejahatan, Pusat Studi Kriminologi Fakultas Hukum Unair, Surabaya, h.1. 2 Barda Nawawi Arief, 1994, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Ananta, Semarang, h.14. 1

Pemberlakuan pidana secara retroaktif merupakan pengecualian dari asas legalitas seperti pelanggaran terhadap HAM yang berat. Asas legalitas pada intinya berisi asas lex temporis delicti hanya memberikan perlindungan kepada individu pelaku tindak pidana dan kurang memberikan perlindungan kepada kelompok masyarakat yang menjadi korban tindak pidana, sehingga akses memperoleh keadilan bagi korban terhambat. Asas legalitas merupakan asas fundamental bagi Negara-Negara yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan, namun berlakunya tidak mutlak dalam arti pembentuk undang-undang dapat menyatakan suatu perbuatan yang telah terjadi sebagai tindak pidana dan dapat dipidana asalkan perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum tidak tertulis. Pemberlakuan hukum pidana secara retroaktif dilandasi oleh prinsip keadilan untuk semuanya dalam arti keadilan bagi pelaku tindak pidana maupun keadilan bagi korban tindak pidana, merupakan menyeimbang asas legalitas yang semata-mata berpatokan pada kepastian hukum dan asas keadilan untuk semuanya. Pemberlakukan hukum pidana secara retroaktif dengan kondisi-kondisi seperti baik kepentingan kelompok masyarakat. bangsa, maupun Negara yang selama ini kurang mendapat perlindungan dari asas legalitas dapat diterima guna memenuhi tuntutan moral pembalasan masyarakat. Berdasarkan hal diatas penulis bermaksud untuk membuat suatu karya ilmiah yang berjudul Pemberlakuan Asas Retroaktif dalam Hukum Pidana di Indonesia. 1. 2 TUJUAN PENELITIAN Secara umum tujuan dalam karya ilmiah ini untuk mendapatkan gambaran secara lengkap mengenai Pemberlakuan Asas Retroaktif dalam Hukum Pidana di Indonesia. Disamping itu juga terdapat tujuan secara khusus yaitu untuk mengetahui pemberlakuan hukum pidana materiil dan hukum formil/hukum acara secara retroaktif. 2

II. ISI MAKALAH 2.1. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum normatif karena lebih menekankan pada norma hukum dan sumbersumber hukum lainnya. Sumber Hukum yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui study kepustakaan, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Dalam hal pengumpulan bahan hukum penulis melakukan pencatatan teori-teori yang diperoleh dari bukum serta peraturan perundang-undangan. Dari jawaban tersebut dilakukan pencatatan sederhana yang kemudian diolah dan analisa. 3 2.2. HASIL DAN PEMBAHASAN 2.2.1. Pemberlakuan Hukum Pidana Materiil Secara Materiil Dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP menyatakan tiada suatu perbuatan yang dapat di pidana selain berdasarkan kekuatan ketentuan Perundang-Undangan pidana yang mendahuluinya. Pemberlakuan hukum pidana secara retroaktif, sebagaimana terdapat dalam undang-undang tentang HAM dan terorisme untuk kasus bom di bali, merupakan pemberlakuan secara retroaktif bagi hukum pidana materiil. Lebih lanjut dikemukanan bahwa hukum acara pidana baru berjalan kalau hukum pidana materiil ada. Fungsi hukum acara pidana adalah untuk menegakkan kaidah-kaidah hukum pidana materiil, atau lebih khusus lagi hukum pidana member tugas kepada para penegak hukum untuk mencari kebenaran materiil. Kebenaran materiil itu hanya ada pada fakta-fakta yang ada di dalam hukum pidana materiil. Jadi asas-asas hukum acara pidana hanya ditujukan kepada para penegak hukum terutama hakim yang akhirnya harus mencari kebenaran materiil. Dalam sejarah hukum pidana retroaktif itu hanya untuk hukum pidana materiil, tidak dalam hukum acara pidana, karena asas legalitas yang tercantum dalam pasal 1 ayat (1) KUHP itu memang dilahirkan sebagai akibat dari rezim yang otoriter. Asas legalitas dimaksudkan untuk membatasi kewenang-wenangan, dan hingga saat ini tidak ada perubahan. 3 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Ed.1, Cet.5, Kencana, Jakarta, h.95. 3

Penentuan delik berkaitan dengan ranah hukum pidana materiil, yang ditetapkan oleh pembuat undang-undang (legislatif). Dengan demikian pemberlakuan secara retroaktif sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) secara jelas menunjuk pada hukum pidana materiil, tetapi asas non retroaktif dapat disampingi berdasarkan pasal 103 KUHP. Asas non retroaktif merupakan asas yang sangat fundamental dalam hukum pidana, sehingga tidak dapat disampingi begitu saja, hanya karena telah diatur dalam sebuah undang-undang. Dengan kata lain, penyimpangan yang diperolehkan menurut pasal 103, tidak berlaku terhadap asas non retroaktif. Pemberlakuan asas retroaktif hanya berkaitan dengan hukum pidana materiil. Dari kalimat nullum delictum yang artinya tidak ada delik dan nulla poena yang artinya tidak ada pidana menunjukan bahwa hal tersebut merupakan ranah hukum pidana materiil. Penentuan delik dan pidana, ditentukan dalam hukum pidana materiil. Suatu ketentuan adalah mengandung pemberlakuan secara retroaktif jika ketentuan tersebut : menyatakan seseorang bersalah karena melakukan suatu perbuatan yang ketika perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan yang dapat dipidana dan menjatuhkan hukuman atau pidana yang lebih berat daripada hukuman atau pidana yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan. 2.2.2. Pemberlakuan Hukum Pidana Formil Secara Retroaktif Sebagaimana telah dikemukakan diatas, bahwa retroaktif hanya berkaitan dengan hukum pidana materiil, tidak berarti tertutup kemungkinan bahwa terdapat hukum pidana formil, yang diberlakukan secara retroaktif. Pemberakuan hukum pidana formil secara retroaktif sangat mungkin terjadi. Undang-Undang KPK sebagai contoh Undang-Undang yang mengatur sesuatu perbuatan tetapi disertai dengan hukum acara yang baru misalnya pembuktian dengan alat elektronik yang diberlakukan terhadap suatu peristiwa tertentu yang telah ada sebelumnya. Ketika perbuatan tersebut dilakukan pembuktian dengan alat elektronik, belum diberlakukan, sehingga dalam hal ini hukum acara pidana diberlakukan secara retroaktif. Bila diamati dalam Undang-Undang KPK, hal-hal teknis yang menyangkut proses beracara tidak ada yang baru. KPK sebagai institusi yang baru dibentuk, 4

hanya dapat mengambil alih proses penyidikan. KPK dibentuk setelah adanya beberapa kasus korupsi. Maka dari itu tidak ada pemberlakuan hukum acara secara retroaktif. III. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas penulis memberikan simpulan yaitu sebagai berikut : a. Dalam hukum pidana materiil dapat di berlakukan secara retroaktif sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) secara jelas menunjuk pada hukum pidana materiil. Pemberlakuan asas retroaktif hanya berkaitan dengan hukum pidana materiil. Dari kalimat nullum delictum yang artinya tidak ada delik dan nulla poena yang artinya tidak ada pidana menunjukan bahwa hal tersebut merupakan ranah hukum pidana materiil. Penentuan delik dan pidana, ditentukan dalam hukum pidana materiil. b. Bila diamati dalam Undang-Undang yang bersifat khusus (specialis) misalnya Undang-Undang KPK, hal-hal teknis yang menyangkut proses beracara tidak ada yang baru. KPK sebagai institusi yang baru dibentuk, hanya dapat mengambil alih proses penyidikan. KPK dibentuk setelah adanya beberapa kasus korupsi. Maka dari itu tidak ada pemberlakuan hukum acara secara retroaktif. Daftar Pustaka 1. Buku-Buku J.E.Sahetapy, 1979, Kausa Kejahatan, Pusat Studi Kriminologi Fakultas Hukum Unair, Surabaya. Barda Nawawi Arief, 1994, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Ananta, Semarang. Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Ed.1, Cet.5, Kencana, Jakarta. 2. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 5