BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang kreatif, inovatif, dinamis, dan proaktif terhadap tantangan yang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

BAB I PENDAHULUAN. fantastis dan memiliki potensi yang strategis jika dipandang sebagai potensi

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baru dapat dikatakan bermanfaat apabila dapat dikelola oleh sumber daya manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengangguran menjadi suatu permasalahan khususnya di negara

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah No. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Jumlah Kiki Liasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kerja, dunia kerja yang semula menggunakan tenaga kerja manusia pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan (Saiman, 2009:22). Masalah pengangguran telah menjadi momok

2015 PENGARUH SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN EFIKASI DIRI TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. terbatas. Suryana (2006 : 4) mengatakan secara makro, peran wirausaha adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mengembangkan pola kehidupan bangsa yang lebih baik. berorientasi pada masyarakat Indonesia seutuhnya, menjadikan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak masyarakat yang kesulitan dalam mendapatkan penghasilan untuk

BAB I PENDAHULUAN. jumlah pengangguran terutama pengangguran yang berasal dari lulusan perguruan

PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bidang perekonomiannya. Pembangunan ekonomi negara Indonesia di. ide baru, berani berkreasi dengan produk yang dibuat, dan mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengembangan sumber daya manusia dewasa ini telah menjadi hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang berkualitas, bukan hanya kekayaan alam yang berlimpah. Sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 13,86% pada Agustus 2010, yang juga meningkat dua kali lipat dari

BAB I PENDAHULUAN. sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Tertinggi yang Ditamatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1 SD ke bawah , , ,69. 2 Sekolah Menengah Pertama , ,

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang tinggi. Salah satunya adalah negara Indonesia. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin hari penduduk dunia bertambah jumlahnya. Ini dikarenakan angka

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah,

BAB I PENDAHULUAN. 7,6%, Diploma I/II/III dengan 6,01% dan universitas sebesar 5,5%. Pada posisi

BAB I PENDAHULUAN. Semakin hari penduduk dunia bertambah jumlahnya. Ini dikarenakan angka

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masa depan pembangunan bangsa mengharapkan penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti dan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan tegnologi. menciptakan SDM yang berkualitas adalah melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkreasi serta melakukan inovasi secara optimal yaitu mewujudkan gagasangagasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Neng Sri Nuraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. memadai untuk mendapatkan peluang kerja yang kian terbatas. Bukan saja yang

BAB I PENDAHULUAN. semua orang terlahir dengan bakat berwirausaha, namun sifat-sifat kewirausahaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kaya sumber daya manusia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia hingga beberapa waktu mendatang. Data statistik pada Februari 2012 yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah pengangguran di kalangan masyarakat. Pengangguran di Indonesia terjadi

IRRA MAYASARI F

manusianya.setiap tahun ribuan mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi tersebut di Indonesia. Hal ini seharusnya dapat memberikan keuntungan besar

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kelangsungan hidup dan perkembangan suatu bangsa. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Aditya Anwar Himawan, 2014 Sikap Kewirausahaan Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

I. PENDAHULUAN. Teknologi (IPTEK) yang semakin kompleks di berbagai bidang kehidupan. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Di Indonesia banyaknya para pencari kerja tidak di imbangi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang masalah. Setiap mahasiswa mempunyai perhatian khusus terhadap mata kuliah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dibandingkan. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang mau tidak mau harus dihadapi. Tuntutan masyarakat semakin. memperoleh ilmu pengetahuan yang mereka butuhkan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengembangan sumber daya manusia dewasa ini telah menjadi hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Buruh Internasional (ILO) memperkirakan, pengangguran global

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan menengah kejuruan merupakan pendidikan vokasi yang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Tingkat pengangguran terbuka penduduk usia 15 tahun ke atas menurut

BAB I PENDAHULUAN. Ilham Taufik Effendi, 2015 PENGARUH MINAT BELAJAR, LINGKUNGAN BELAJAR, DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP HASIL BELAJAR

HUBUNGAN ANTARA KREATIVITAS BERWIRAUSAHA DENGAN MINAT BERWIRAUSAHA PERBENGKELAN OTOMOTIF SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. kerja kalah cepat dengan kenaikan jumlah lulusan. Sangat ironis bila kita

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Prestasi Praktik Kerja Industri (Prakerin) terhadap Minat Berwisata Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Gugun Ruslandi, 2016 Pengaruh Program Mahasiswa Wirausaha Terhadap Minat Berwirausaha

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan pencerminan kehendak untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari- hari. Lesunya pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor riil, telah

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan merupakan kendaraan untuk pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Randi Rizali, 2013

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan banyak sekali pengangguran khususnya di Kota Denpasar. Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara miskin dan negara baru berkembang, Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, namun juga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Tangan Di Atas Visi dan Misi Tangan Di Atas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN ENTREPRENEURSHIP PADA MAHASISWA UMS

BAB I PENDAHULUAN. sebagian pihak yang menjadikan kewirausahaan ini sebagai trend-trend-an. enggannya lulusan perguruan tinggi untuk berwirausaha.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Horne (Mulyasana, 2011, h. 5) menyatakan bahwa : peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk ( 2015). Sementara itu, McClelland dalam

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia yaitu tingginya tingkat pengangguran. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia, sehingga membuat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab. I, pasal 1:

BAB I PENDAHULUAN. global telah menciptakan multi crisis effect yang membuat perusahaan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan di tengah masyarakat modern memiliki tingkat persaingan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pencari kerja. Orang yang mencari kerja lebih banyak, sehingga banyak orang

semakin sulit dan kecil peluangnya akibat krisis ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia merupakan aspek penting terhadap kemajuan suatu negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu, hal tersebut dapat dilihat dari semangat dan prestasi belajar siswa

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa menjadi bibit wirausaha (Indra 2010). Pengembangan

STUDI AWAL PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini pengangguran menjadi permasalahan di suatu negara khususnya

BAB I PENDAHULUAN. baru menjadi kegiatan yang nyata dalam setiap usahanya. ada namun lapangan kerja yang tersedia sangat sedikit.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wirausaha (entrepreneur) yaitu sumber daya manusia yang memiliki kemampuan yang kreatif, inovatif, dinamis, dan proaktif terhadap tantangan yang ada. Sosok wirausaha sangat dibutuhkan oleh negara, dinanti oleh setiap instansi, dan diperlukan oleh setiap perusahaan. Dengan banyaknya wirausaha, maka dua indikator penting dalam suatu negara secara ekonomi dapat terpenuhi, yaitu rendahnya angka pengangguran dan tingginya devisa terutama dari hasil barangbarang ekspor yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh pernyataan PBB yang mengatakan bahwa: Suatu Negara akan mampu membangun apabila memiliki wirausahawan sebanyak 2% dari jumlah penduduknya. Jadi, jika Negara berpenduduk 200 juta jiwa, maka wirausahawannya harus lebih kurang sebanyak 4 juta. Katakanlah jika kita hitung semua wirausahawan Indonesia mulai dari pedagang kecil sampai perusahaan besar ada sebanyak 3 juta, tentu bagian terbesarnya adalah kelompok kecil-kecil yang belum terjamin mutunya dan belum terjamin kelangsungan hidupnya (kontinuitasnya) (B. Alma, 2009:4). Pendapat ini diperkuat oleh David McClelland seorang ilmuwan dari Amerika Serikat dalam (Gallyn, 2011:3) menyatakan bahwa suatu negara dapat dikatakan makmur apabila minimal harus memiliki jumlah entrepreneur atau wirausaha sebanyak 2% dari jumlah populasi penduduknya. Di Indonesia itu sendiri minat berwirausaha masih kurang. Hal itu sesuai dengan pernyataan Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan dalam VIVAnews

2 yang menyatakan bahwa persentase jumlah wirausaha saat ini baru 1,56% dari total penduduk Indonesia. Sedangkan menurut teori, suatu negara dapat maju kalau minimal punya entrepreneur 2%. (http://bisnis.news.viva.co.id) Menurut kriteria dari PBB dan McClelland, jumlah wirausaha di Indonesia itu masih sangat jauh dari ideal yang minimal dua persen untuk membangun pertumbuhan perekonomian secara optimal. Ini adalah suatu peluang besar yang menantang bagi generasi muda untuk berinovasi dan berkreasi mengadu keterampilan dalam rangka turut berpartisipasi membangun negara. Data secara nasional tersebut ternyata tidak jauh berbeda dengan data yang penulis peroleh dari hasil prapenelitian di SMA Pasundan 2 Bandung. Menurut hasil prapenelitian pada 34 siswa kelas XI dari SMA Pasundan 2 Bandung yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 didapat informasi sebagai berikut: Tabel 1.1 Minat Siswa SMA Setelah Belajar Mata Pelajaran Kewirausahaan Apakah setelah belajar mata pelajaran kewirausahaan anda memiliki minat berwirausaha? Jumlah (siswa) Persen (%) 1. Ya 9 26,47% a. Sambil sekolah 1 2,94% b. Setelah lulus SMA 2 5,88% c. Melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi dulu kemudian berwirausaha 6 17,65% 2. Tidak 25 73,53% a. Karyawan swasta 7 20,59% b. PNS 11 32,35% c. Pegawai BUMN 7 20,59% Total 34 100% Sumber : prapenelitian Berdasarkan Tabel 1.1 diatas diketahui bahwa minat berwirausaha siswa SMA Pasundan 2 Bandung setelah belajar mata pelajaran kewirausahaan sangat rendah yaitu sebesar 26,47% dibanding dengan yang tidak mempunyai minat berwirausaha yaitu sebesar 73,53%. Hal tersebut disebabkan karena pola pikir

3 siswa yang sudah melekat adalah bekerja di instansi pemerintahan dengan pekerjaan yang mudah dan mendapat gaji yang tinggi. Ini dibuktikan dengan hasil prapenelitian yang menunjukan 52,94 % siswa memilih menjadi PNS dan pegawai BUMN dibanding menjadi wirausaha. Jadi, dapat disimpulkan bahwa minat berwirausaha siswa SMA Pasundan 2 Bandung setelah belajar mata pelajaran kewirausahaan merupakan minat yang paling rendah dibanding dengan minat-minat lain. Sangat disayangkan sekali karena melihat standar kompetensi yang ditetapkan pada mata pelajaran kewirausahaan ini yaitu merencanakan pengelolaan usaha kecil, bertujuan untuk mengenali, memahami serta mengidentifikasi mengenai pengelolaan usaha kecil. Maka untuk menumbuhkan minat berwirausaha pada generasi muda tersebut, dibutuhkan hal yang menunjang agar minat berwirausaha pada generasi muda tumbuh. Salah satu hal yang bisa menunjang tumbuhnya minat berwirausaha pada generasi muda yaitu pendidikan. Sebagaimana yang diungkapkan Astim dalam (Eman Suherman, 2008:22) bahwa pendidikan kewirausahaan merupakan semacam pendidikan yang mengajarkan agar orang mampu menciptakan kegiatan usaha sendiri. Di Indonesia, kewirausahaan sebagai suatu mata pelajaran pada awalnya hanya diberikan pada jenjang pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) saja. Padahal sudah seharusnya kewirausahaan harus dipelajari sejak dini, hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Eman Suherman (2008:66) bahwa kewirausahaan harus dipelajari sejak dini, karena kewirausahaan mengandung

4 nilai-nilai ideal dan semangat menuju kesuksesan bagi hidup dan kehidupan seseorang. Hasil belajar kewirausahaan ialah wirausaha. Jadi, menanamkan jiwa wirausaha sebaiknya sudah diawali sejak anakanak melalui lembaga pendidikan. Di Provinsi Jawa Barat, mulai tahun 2011 yang lalu pengetahuan kewirausahaan dapat siswa dapatkan di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) sesuai dengan adanya gagasan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, dalam acara peringatan Hari Koperasi yang mengusulkan agar pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship) juga diberikan pada jenjang pendidikan SMP dan SMA. Pendidikan kewirausahaan sangat penting, relevan, dan strategis sifatnya untuk diberikan di tingkat SMP dan SMA. Tidak hanya berbicara konteks kepentingan sekarang, tetapi juga masa yang akan datang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Iwan Kartiwa dalam Dokumentasi Online Karya Tulis Anggota AGP PGRI Jawa Barat bahwa: Secara filosofis, hakikat pendidikan adalah upaya untuk mengubah perilaku peserta didik agar menjadi lebih baik dalam banyak hal baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Secara yuridis, melalui pendidikan kewirausahaan di SMP dan SMA upaya meningkatkan mutu keterampilan peserta didik dalam berbagai kehidupan menjadi semakin terbuka lebar. Secara psikologis, konsep-konsep kewirausahaan sangat relevan diberikan pada jenjang SMP dan SMA. Karena pada masa ini siswa berada pada masa pencarian jati diri. (http://agppgrijabar.blogspot.com) Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa pemberian mata pelajaran kewirausahaan adalah upaya sistematis dunia pendidikan untuk meningkatkan kemampuan daya pikir, sikap, dan keterampilan siswa supaya sejak awal memiliki jiwa dan semangat entrepreneurship (kewirausahaan) yang baik. Melalui pengajaran kewirausahaan, siswa diajak dan diarahkan agar mereka mampu

5 membuka wawasan bahwa betapa berartinya kewirausahaan karena dapat dijadikan potensi untuk dapat memberikan kehidupan yang baik pada kondisi dunia pekerjaan sekarang ini. Hal tersebut sangat dimengerti benar oleh Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) Pasundan 2 Bandung. SMA Pasundan 2 Bandung merupakan salah satu contoh SMA Swasta yang berusaha menanamkan aspek kewirausahaan guna menumbuhkan minat berwirausaha dalam diri setiap siswanya, sehingga nantinya diharapkan setiap siswa mempunyai kemampuan dibidang lain khususnya dibidang kewirausahaan selain bidang akademik. Hal ini dibuktikan dengan adanya mata pelajaran kewirausahaan. SMA Pasundan 2 Bandung merupakan satu-satunya Sekolah Menengah Atas (SMA) yang menempatkan kewirausahaan sama pentingnya dengan mata pelajaran yang lain. Jika di SMA lain kewirausahaan merupakan bagian dari mata pelajaran ekonomi dan diberikan kepada siswa kelas tiga, berbeda dengan di sekolah ini, kewirausahaan tidak hanya bagian dari mata pelajaran ekonomi melainkan ditempatkan sebagai mata pelajaran tersendiri dan diberikan kepada siswa kelas X di semester 2 selama satu jam pelajaran. Penguasaan tentang kewirausahaan pada siswa dapat dilihat pada nilai mata pelajaran kewirausahaan. Nilai ini dapat menunjukan seberapa besar perhatian siswa tentang kewirausahaan sehingga menunjukkan pula minatnya dalam mempelajari kewirausahaan, yang akhirnya dengan minat terhadap mata pelajaran kewirausahaan ini akan menjadi faktor pendorong bagi siswa untuk mau terjun secara langsung dalam berwirausaha dan bukan hanya secara teori saja.

6 Akan tetapi, hasil belajar mengajar di kelas pada mata pelajaran kewirausahaan di SMA Pasundan 2 Bandung menunjukan bahwa masih rendahnya prestasi belajar siswa. Hal ini dapat di lihat pada tabel 1.2 berikut : Tabel 1.2 Nilai Rata-Rata Mata Pelajaran Kewirausahaan Kelas X SMA Pasundan 2 Bandung Tahun Akademik 2011/2012 Kelas Nilai KKM X1 55.15 75 X2 47.79 75 X3 58.10 75 X4 46.64 75 X5 49.21 75 X6 60.51 75 X7 43.51 75 X8 43.29 75 Sumber: Daftar nilai UKK tahun pelajaran 2011/2012 (data diolah) Dari data diatas terlihat bahwa nilai mata pelajaran kewirausahaan di SMA Pasundan 2 Bandung masih dibawah KKM. Menurut data yang penulis peroleh, ada dua kelas yaitu kelas X2 dan X4 yang siswanya tidak ada satupun yang mencapai nilai KKM. Sedangkan nilai rata-rata tertinggi diperoleh kelas X6 dengan 5 orang siswa yang mendapat nilai diatas KKM. Banyak faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha siswa, menurut Suryana (2003:47) salah satunya yaitu faktor internal yang terdiri dari kemampuan afektif dan kemampuan kognitif. Kemampuan afektif mencakup sikap, nilai, aspirasi, perasaan, dan emosi yang semuanya bergantung pada lingkungan yang ada. Sedangkan kemampuan kognitif adalah pengetahuan mengenai kewirausahaan yang tercermin melalui prestasi belajar mata pelajaran kewirausahaan. Prestasi belajar kewirausahaan yang baik di SMA diharapkan mampu mengembangkan seluruh potensi yang ada, untuk mengembangkan

7 keseluruhan aspek pembelajaran kewirausahaan sehingga menghasilkan lulusan yang berjiwa wirausaha. Adanya mata pelajaran kewirausahaan ini bukan hanya untuk dilaksanakan tetapi harus sudah dimanfaatkan. Pada jenjang SMA, Siswa tidak hanya mengetahui materi tentang kewirausahaan tetapi harus sudah bisa menerapkan materi kepada praktek berwirausaha. Menurut Suryana (2003:47) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keinginan seseorang untuk berwirausaha adalah faktor internal yang terdiri dari kemampuan afektif dan kemampuan kognitif. Menurut Ibnoe Soedjono dalam (Suryana, 2006:62), kemampuan afektif mencakup sikap, nilai, aspirasi, perasaan, dan emosi yang semuanya sangat bergantung pada kondisi lingkungan yang ada. Sedangkan kemampuan kognitif yaitu pengetahuan mengenai kewirausahaan melalui prestasi belajar pada mata pelajaran kewirausahaan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Eka Aprilianty (2012) yang menunjukan bahwa pengetahuan kewirausahaan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap minat berwirausaha. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari, et all. (2012) juga menyatakan bahwa prestasi siswa dalam mata pelajaran kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat berwirausaha. Mahardhika Setia Kusumawardani dan Umi Rochayati, M.T. (2012) melakukan penelitian terhadap variabel yang sama, dengan hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara prestasi belajar kewirausahaan terhadap minat berwirausaha siswa. Sehubungan dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti minat berwirausaha siswa yang kemudian dirumuskan ke dalam judul Pengaruh

8 Prestasi Belajar Mata Pelajaran Kewirausahaan Terhadap Minat Berwirausaha Siswa (Survey pada Siswa Kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013) 1.2 Rumusan Masalah Salah satu faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha siswa adalah kemampuan kognitif yaitu pengetahuan mengenai kewirausahaan yang tercermin melalui prestasi belajar pada mata pelajaran kewirausahaan. Maka rumusan masalah yang diambil penulis adalah: 1. Bagaimana gambaran mengenai prestasi belajar mata pelajaran kewirausahaan dan minat berwirausaha siswa SMA Pasundan 2 Bandung? 2. Bagaimana pengaruh prestasi belajar mata pelajaran kewirausahaan terhadap minat berwirausaha siswa di SMA Pasundan 2 Bandung? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui gambaran mengenai prestasi belajar mata pelajaran kewirausahaan dan minat berwirausaha siswa SMA Pasundan 2 Bandung 2. Untuk mengetahui pengaruh prestasi belajar mata pelajaran kewirausahaan terhadap minat berwirausaha siswa di SMA Pasundan 2 Bandung

9 1.3.2 Manfaat Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Secara Teoritis Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas kajian ilmu pengetahuan khususnya mengenai kewirausahaan. 2. Secara Praktis Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha siswa SMA Pasundan 2 Bandung. 3. Untuk Penulis Sendiri Penelitian ini menjadi alat pengembangan keilmuan dan wawasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha siswa di SMA Pasundan 2 Bandung. 1.4 Asumsi 1. Prestasi belajar mencerminkan pengetahuan kewirausahaan sesungguhnya. 2. Pembelajaran kewirausahaan berorientasi menumbuhkan minat berwirausaha.