Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya,

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. khusus dari interaksi sosial. Menurut Soekanto (1983: 80), berlangsungnya

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang. terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam masyarakat suku bangsanya sendiri-sendiri. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Indonesia terkenal akan keberagamannya, keberagaman itu bisa dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. bantuan dari sesama di sekitarnya, dan untuk memudahkan proses interaksi manusia

BAB II KAJIAN TEORI. "Adat" berasal dari bahasa Arab,عادات bentuk jamak dari عاد ة (adah), yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

Dampak Perubahan Sosial Budaya

INTERAKSI MASYARAKAT YANG BERBEDA ETNIS DI KECAMATAN MASAMA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang dimiliki, kebudayaan merujuk pada berbagai aspek manusia

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau mengembangkan karakter individu. Karakter yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. interaksi manusia antara lain imitasi, sugesti, simpati, identifikasi, dan empati.

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. dalam merespons perubahan yang terjadi agar tetap eksis dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

Perubahan Sosial Mutia Rahmi Pratiwi Pengantar Sosiologi UDINUS Semarang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun luas serta

Interaksi Pustakawan Dan Pemustaka

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

a. Hakekat peradaban manusia Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata peradaban diistilahkan dengan civilization, yang biasanya dipakai untuk menyebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

KELOMPOK SOSIAL. Oleh Firdaus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan

MOTIVASI MELAKUKAN RITUAL ADAT SEBARAN APEM KEONG MAS DI PENGGING, BANYUDONO, BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

I. PENDAHULUAN. yang lainnya. Banyaknya suku bangsa dengan adat istiadat yang berbeda-beda ini

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

I.1 Latar Belakang Masalah

PEMERTAHANAN BAHASA JAWA PADA MASYARAKAT KAMPUNG CIDADAP KABUPATEN CIREBON. Oleh. Hesti Muliawati, Rendi Suhendra, dan M.

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

Perubahan social. Menurut Kingsley Davis, bahwa perubahan social ini merupakan bagian dari perubahanperubahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Masyarakat & Budaya

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya dilindungi oleh Undang-undang Dasar Dalam penjelasan Undangundang

KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN

10. Kunci : A Pembahasan : Dalam proses interaksi sosial maka harus melibatkan 2 orang atau lebih, dimana dari kedua belah pihak ada yang memberikan s

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di

INDONESIA DALAM SOSIAL MODERN

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya. Kemajemukan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. mencari dan menemukan pasangan hidup yang akhirnya akan. (Huvigurst dalam Hurlock, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

STUDI MASYARAKAT INDONESIA

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pasangan yang diinginkan menjadi bermacam-macam sesuai pandangan ideal

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi itu terjadi kalau satu individu dalam masyarakat berbuat sedemikian rupa,

BAB II LANDASAN TEORI

February 6, 2012 MK. ASKEB KOMUNITAS II : KONSEP DASAR MASYARAKAT : IG. DODIET ADITYA S, SKM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dihadapkan kepada masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan masyarakat, masyarakat dengan individu, dan masyarakat

Human Relations. Kebudayaan dan Human Relations. Amin Shabana. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB II KAJIAN TEORI. Pengertian dinamika menurut wibowo, ( 1998 : 41) bahwa dinamika adalah

II. Tinjauan Pustaka. masyarakat (Johanes Mardimin, 1994:12). Menurut Soerjono Soekanto, tradisi

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. psikografis. Gaya hidup seseorang juga dapat melambangkan prestise seseorang

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

MATA KULIAH : ILMU BUDAYA DASAR PERANAN BUDAYA LOKAL MENDUKUNG KETAHANAN BUDAYA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Rosyadi (2006) menjelaskan bahwa kebudayaan Cina banyak memberikan

Dinamika Kebudayaan. surono

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pulau sebanyak pulau, masing-masing pulau memiliki pendidikan formal

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat

Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional Tahun 1995 Anthropologi

BAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

Transkripsi:

BABI PENDAHULUAN

BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang satu berbeda dengan suku bangsa yang lain. Perbedaan suku bangsa yang ada melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya, yang tentunya akan memiliki suatu perbedaan pada masyarakat yang lain. Koentjaraningrat (1990: 146) menjelaskan bahwa suatu masyarakat tidak dapat dibayangkan tanpa adanya kebudayaan, begitu pula sebaliknya, suatu kebudayaan tidak dapat dibayangkan tanpa adanya suatu masyarakat. Suatu kebudayaan akan menjadi relevan karena adanya masyarakat yang menciptakannya. Hal ini disebabkan karena masyarakat memiliki hubungan dengan kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil dan keseluruhan karya dari masyarakat, sekalipun tidak dapat disangkal bahwa kebudayaan yang ada tersebut dapat membentuk kepribadian dan pola pikir masyarakatnya, begitu pula sebaliknya, pola pikir dan kepribadian suatu masyarakat dapat membentuk suatu kebudayaan. Berbicara tentang kebudayaan, akan lebih baik jika mengerti tentang arti dari kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhy dan daya, yang diartikan sebagai pikiran dan aka!. Koentjaraningrat (2002: 13) menjelaskan bahwa arti kebudayaan itu sendiri adalah segala pikiran dan perilaku manusia yang secara fungsional dan disfungsional ditata di dalam masyarakat. Sehingga kebudayaan itu sendiri dapat

2 dikondisikan bahwa suatu kebudayaan merupakan suatu pel~aran yang didapat dan diteruskan secara sosial, namun pembel~aran tersebut tidak didapatkan secara alamiah atau langsung, akan tetapi didapatkan dari proses belajar-belajar mengamati lingkungannya serta melakukan imitasi atau peniruan, sehingga suatu tindakan yang dilakukan akan relatif sama dengan lingkungan. Selain itu, Bamouw (dalam Matsumoto, 2004: 6) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kebudayaan adalah sekumpulan sikap, nilai keyakinan, dan perilaku yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari generasi ke generasi berikutnya lewat bahasa atau beberapa sarana komunikasi lainnya. Dalam hal ini budaya merupakan sebuah konstruk sosio psikologis, suatu kesamaan dalam sekelompok orang dalam fenomena psikologis, dimana anggota kebudayaan lain tidak (Matsumoto, 2004: 6). Kebudayaan tidak bersifat statis, namun bersifat dinamis, selalu bergerak dan berkembang ke arah yang lebih kompleks. Di dalam sebuah kebudayaan banyak sekali aspek-aspek yang tergabung di dalamnya seperti halnya aspek kepercayaan (aspek religi), aspek estetika dan aspek bahasa. Bagaimana suatu masyarakat dapat memenuhi kebutuhan religi dan kehidupan sosialnya selalu didasarkan pada norma dan nilai yang sedang berlaku. Nilai dan norma yang ada di dalam suatu masyarakat sebenamya bersifat relatif. Satu hal yang dinilai buruk dalam konteks budaya lain, belum tentu buruk bagi budaya yang lain lagi. Dalam tiap-tiap kebudayaan, yang hidup di dalam suatu masyarakat yang berwujud komunitas, dapat menampilkan suatu corak yang khas. Dimana

3 kebudayaan tersebut akan terlihat oleh masyarakat pada budaya lain, namun hal ini seringkali tidak terlihat oleh masyarakat pada budaya itu sendiri. Hal ini disebabkan karena apa yang ada dan dilakukan oleh masyarakat budaya setempat, sering kali tidak disadari oleh masyarakatnya. Sehingga masingmasing individu yang bergabung dalam suatu komunitas akan memiliki memiliki satu corak khas tersendiri dan membentuk suku bangsa. Koentjaraningrat (2002: I) mengemukakan bahwa suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan. Berbeda budaya, tentu nantinya akan berbeda pula dalam menentukan sikap dan pandangan dalam menanggapi sesuatu yang terjadi di lingkungan. Skinner (dalan Azwar, 2003: 34) menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dapat membentuk pribadi seseorang. Kepribadian tidak lain adalah pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah penguat atau reinforment yang kita alami. Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah. Kebudayaan pula yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggotanya (Azwar, 2003: 34). Sikap sering kali mengalami suatu perubahan seiring dengan waktu serta proses berpikir dan konsep diri yang ada pada manusia. Masyarakat yang keluar dari daerah atau sukunya, lambat laun pasti akan mengalami akulturasi psikologis, yaitu suatu proses yang dimana individu beradaptasi terhadap lingkungan dan kondisi kehidupan baru. Namun tidak akan menutup

4 kemungkinan budaya yang selama inipun mengalami akulturasi. Linton ( dalam Berry, 1999: 528) mendefinisikan konsep akulturasi. Akulturasi dipahami sebagai fenomena yang akan terjadi takkala kelompok-kelompok individu yang memiliki budaya berbeda terlibat dalam kontak yang berlangsung secara tangan pertama (langsung), disertai perubahan terus menerus, sejalan pola-pola budaya asal dari kelompok itu atau kedua kelompok itu. Ada banyak hal yang mempengaruhi suatu kebudayaan yang dimiliki oleh individu sehingga mengalami suatu perubahan. Kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan formal yang maju, sikap menghargai karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju, toleransi, sistem terbuka pada lapisan masyarakat, penduduk yang heterogen, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu dan orientasi ke masa depan merupakan faktor-faktor yang menyebabkan budaya yang dimiliki individu berubah (Soekanto, 2003: 326). Nilai-nilai tersebut merupakan ciri kepribadian individu, sikap individu bersifat evaluatif dan berakan pada nilai yang dianut dan terbentuk karena ada kaitannya dengan objek (Azwar 2003: 9). Budaya pada dasamya bersifat dinamis, begitu pula dengan masyarakat yang ada di dalamnya, pasti mengalami suatu perubahan. Perubahan-perubahan ini diharapkan dapat memperbaiki kehidupan di masa depan. Orientasi ini dapat ditunjang dengan adanya sistem pendidikan formal yang maju. Sehingga ada suatu kemungkinan, banyak masyarakat yang keluar dari daerahnya untuk mencari pendidikan yang dirasa lebih baik. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia. Pendidikan mengajarkan manusia untuk berpikir secara obyektif, yang nantinya akan memberi kemampuan untuk menilai apakah

5 kebudayaan yang dimilikinya selama itu sudah memenuhi kebutuhan zaman ataukah belum. Ketika suatu individu dalam kelompok masyarakat keluar dari daerahnya, mau atau tidak mau, individu tersebut harus melakukan kontak dengan kebudayaan lain. Individu harus mampu berorientasi dengan kebudayaan lingkungan sekitarnya. Salah satu prosesnya adalah difusi. Soekanto (2003: 326) menjelaskan bahwa difusi adalah proses penyebar luasan unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain, dari masyarakat ke masyarakat lain. Dalam hal ini, berarti individu sedang melakukan interaksi so sial. Bonner (dalam Gerungan, 2000: 57) menjelaskan, bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan indidu yang lain. Sekalipun kelangsungan interaksi sosial tersebut bentuknya sederhana, namun merupakan suatu proses yang kompleks, dimana didalam nya terdapat faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Manggarai, merupakan salah satu kabupaten yang terletak di pulau Flores, propinsi Nusa Tenggara Timur. Salah satu suku yang mendiami kabupaten tersebut adalah suku Manggarai. Sarna halnya dengan suku-suku lain, suku Manggarai memiliki corak kebudayaannya sendiri, yang membedakan dari suku yang lain. Salah satunya adalah pandangan mengenai bentuk dari mas kawin. Setiap kebudayaan tentu memiliki aturan tersendiri di dalam menentukan bentuk dan banyaknya jumlah dan mas kawin yang hendak diberikan pada pihak perempuan.

6 Koentjaraningrat (2002: I 0 I) menjeiaskan arti dari mas kawin. Mas kawin adalah sejumlah harga yang diberikan oleh pria kepada pihak gadis dahulu. Mas kawin, diberikan sesuai dengan tingkat sosial keluarga dari pihak yang hendak menikah. Semakin tinggi status sosial pihak keluarga gadis semakin tinggi pula nilai mas kawinnya. Begitu pula yang terjadi pada suku Manggarai, yang ada di Flores Nusa Tenggara Timur. Suku Manggarai juga mempunyai satu aturan tersendiri didalam menentukan bentuk serta banyaknya mas kawin yang hendak diberikan pada pihak keluarga perempuan. Mas kawin yang di berikan biasanya telah di tentukan oleh adat, yaitu kerbau, kuda, kambing dan uang. Bagaimana suku bangsa Manggarai melihat serta menentukan sikapnya terhadap bentuk mas kawin itu sendiri. Seperti halnya individu pada masyarakat Manggarai, tidak sedikit individu suku Manggarai keluar dari daerahnya untuk mencari pendidikan di luar daerah, yang dirasa lebih baik. Ketika individu dari suku Manggarai ini keluar dari daerahnya, dimanapun individu ini bertempat tinggal, mau tidak mau, suka-tidak suka ia harus mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan yang baru tersebut. Penyesuaian diri yang berlangsung lama, lambat laun akan dapat merubah sikap dan pola pikir yang sebelumnya. Banyak dari individu tersebut kemudian menikah dan menetap di tempatnya yang baru dan meninggalkan daerahnya yang lama, karena adanya penilaian baru terhadap budaya baru yang dimiliki, dan menilai bahwa budaya yang selama ini sudah tidak relevan lagi terhadap perkembangan zaman. Namun dari sisi lain, ada pula individu dari suku Manggarai ini tetap berpegang teguh pada

7 budaya yang dari ia dilahirkan telah dipegang. Hal ini bisa saja disebabkan karena adanya adat atau kebiasaan. Adat atau kebiasaan merupakan pola perilaku bagi anggota masyarakat di dalam memenuhi segala kebutuhan. Adat kebiasaan ini mencakup kepercayaan, cara berpakaian, perkawinan, kelahiran dan kematian yang begitu kokoh dan sukar untuk dirubah. Tidak semua individu suku Manggarai memiliki pandangan dan pola pikir yang sama antara satu dengan yang lainnya. lndividu yang telah tercampur dengan budaya lain tentu saja memiliki perbedaan pandangan dengan individu yang tidak pernah keluar dari daerahnya dan tidak mengenal budaya lain. Sikap yang dimunculkan terhadap suatu reaksi, tentu saja akan berbeda pula. Sikap ini merupakan suatu ciri yang paling mendasar dari suatu masyarakat majemuk yaitu sikap etnik yang mungkin muncul di antara anggota kelompok dalam dan kelompok luar. Seperti halnya dalam menanggapi bentuk serta banyaknya mas kawin yang menjadi syarat meminang pada keluarga pihak perempuan. Ketika individu pada suku Manggarai keluar dari sukunya kemudian merantau di tempat lain, maka sedikit banyak individu tersebut mulai belajar membedakan kebudayaan-kebudayaan dan kebiasaan yang berbeda di antara kebudayaannya yang baru dan kebudayaannya yang lama. Individu mulai membanding-bandingkan relevan atau tidakkah kebudayaan yang dimilikinya. Seperti halnya kebudayaan dalam pemberian mas kawin, ada kemungkinan ketika individu dari suku Manggarai yang ada di Surabaya merasa sudah tidak relevan dan menganggap mas kawin sebagai simbol formalitas saja,

8 bagaimanakah sikap individu pada suku Manggarai yang ada di daerah asal bagaimanakah pula, individu pada suku Manggarai tersebut menyikapinya. Apakah ketika individu pada suku Manggarai yang berada di Surabaya tidak dapat memberikan mas kawin yang telah ditentukan adat, ini berarti tidak memiliki sikap yang mendukung adat. Begitu pula sebaliknya, pada individu suku Manggarai yang berada di daerah asal, ketika dirinya mampu dan sanggup memberikan mas kawin sesuai dengan hukum adat, merasa memiliki suatu kebanggan dan merasa memiliki prestise atau gengsi yang tinggi. 1.2. Batasan Masalah Suku bangsa di Indonesia sangat beragam dengan corak dan ciri khasnya masing-masing. Namun yang hendak diteliti di dalam penelitian ini, yaitu perbedaan sikap individu suku Manggarai Flores Nusa Tenggara Timur yang tinggal di daerah asal dan yang tinggal di Surabaya terhadap bentuk mas kawin (belis). Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat suku bangsa Manggarai yang bertempat tinggal baik di Manggarai sendiri dan yang bertempat tinggal di Surabaya, yang berjenis kelamin laki-laki sebagai pihak pemberi belis dan perempuan, sebagai pihak penerima belis, dengan rentang usia 17 sampai 70 tahun. Hal ini di lakukan karena peneliti meyakini pada usia tersebut seseorang sudah mengerti, memahami bahkan mungkin sudah melalui proses perkawinan. Selain itu, pada usia tersebut seseorang dapat dikatakan dewasa, sehingga dapat menentukan sikapnya terhadap suatu

9 obyek yang ada dilingkungannya, termasuk menentukan sikap terhadap perkawinan dan obyek-obyek di dalam perkawinan, seperti halnya mas kawin. 1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan Jatar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini, ingin mengetahui dan mendeskripsikan apakah terdapat perbedaan sikap pada individu suku Manggarai Flores Nusa Tenggara Timur yang bertempat tinggal di daerah asal dengan masyarakat Manggarai yang tinggal di Surabaya terhadap bentuk be/is, serta ingin mengetahui faktorfaktor psikologis, ekonomis, dan sosial budaya yang dapat mempengaruhi individu dalam menentukan sikapnya terhadap bentuk be/is. 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan Jatar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan sikap individu suku Manggarai Flores Nusa Tenggara Timur yang bertempat tinggal di daerah asal dan tinggal di Surabaya terhadap bentuk be/is. Di mana be/is menjadi suatu hal yang dianggap penting, yang memberi nilai ekonomis dan gengsi tersendiri, baik bagi pemberi dan penerima be/is itu sendiri. b. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor psikologis, ekonomis, dan sosial budaya yang mempengaruhi individu suku Manggarai dalam menentukan sikapnya, terhadap bentuk be/is tersebut.

10 1.5. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Diharapkan dari penelitian ini akan didapatkan infonnasi baru mengenai salah satu kebudayaan yang ada di Indonesia, serta perbedaan-perbedaan yang ada di dalamnya, khususnya kebudayaan Manggarai dan bentuk mas kawinnya dalam proses pengembangan ilmu psikologi khususnya Psikologi Lintas Budaya dan ilmu Psikologi Sosial tentang teori sikap, serta perkembangan Ilmu Antropologi. b. Manfaat Praktis a). Diharapkan dari hasil penelitian m1 dapat memberikan infonnasikepada masyarakat umum yang memiliki budaya lain, tentang budaya suku Manggarai Flores Nusa Tenggara Timur dan bentuk mas kawinnya, serta menyadari bahwa di Indonesia terdapat berbagai macam budaya yang bersifat majemuk, yang berbeda dengan budaya pada masyarakat lain. Sehingga antara masyarakat satu dengan yang lain harus sating menghonnati perbedaan yang ada. b). Diharapkan dari hasil penelitian ini bagi masyarakat Manggarai pada khususnya adalah memberikan satu pandangan tentang budaya asal dan budaya luar, di dalam menentukan orientasi ke depan, dan dalam menentukan sikapnya terhadap be/is.