BAB I PENDAHULUAN. Efek pemanasan global terhadap perubahan cuaca dan iklim semakin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi akan semakin meningkat bersamaan dengan. perkembangan teknologi dan pertumbuhan penduduk. Saat ini sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan energi merupakan persoalan yang terus berkembang di

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kapasitas..., Prolessara Prasodjo, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Posisi Energi Fosil Utama di Indonesia ( Dept ESDM, 2005 )

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan bahan bakar minyak yang ketersediaannya semakin

I. PENDAHULUAN. dengan laju penemuan cadangan minyak bumi baru. Menurut jenis energinya,

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 1. 1 Pola konsumsi energi di Indonesia ditinjau dari sumbernya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pembuatan karbon..., Pujiyanto, FT UI, 2010.

I. PENDAHULUAN. produksi minyak per tahunnya 358,890 juta barel. (

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dengan semakin banyaknya pengguna kendaraan sebagai sarana transportasi,

Iklim Perubahan iklim

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU

I. PENDAHULUAN. tahun 2010 hanya naik pada kisaran bph. Artinya terdapat angka

Gambar 1 menunjukkan komponen-komponen yang menjalankan mobil kriogenik (cryocar) ini. Nitrogen cair yang sangat dingin disimpan dalam tangki

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian

BAB I PENDAHULUAN. beracun dan berbahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. kendaraan bermotor dan konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemanfaatan potensi..., Andiek Bagus Wibowo, FT UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013)

ANALISIS GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DENGAN MEDIA ABSORBSI KARBON AKTIF JENIS GAC DAN PAC

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Global Carbon Dioxide Emissions from Fossil-Fuels (EPA, 2012)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

ADSORBED NATURAL GAS (ANG) TEKANAN RENDAH UNTUK KENDARAAN BERMOTOR. Rudy Indarto

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGUJIAN PENGGUNAAN KATALISATOR BROQUET TERHADAP EMISI GAS BUANG MESIN SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH

BAB I PENDAHULUAN I.1

Solusi Cerdas Membantu Program Pembatasan BBM Dengan Pengunaan BBG

Gambar 1.1 Statistik Energi total Indonesia (sumber:bppt, Outlook Energi Indonesia. 2013)

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi di dunia terus berjalan seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1

APA ITU GLOBAL WARMING???

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu masalah terbesar yang dihadapi oleh negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan yang cukup serius selama 30 tahun terakhir ini.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia saat ini, dimana hampir semua aktivitas manusia berhubungan

I. PENDAHULUAN. mengimpor minyak dari Timur Tengah (Antara News, 2011). Hal ini. mengakibatkan krisis energi yang sangat hebat.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

BAB I PENDAHULAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Efisiensi PLTU batubara

BAB 1 PENDAHULUAN. Melihat semakin banyaknya kendaraan di Indonesia mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis Penggunaan Venturi..., Muhammad Iqbal Ilhamdani, FT UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN I-1

I. BAB I PENDAHULUAN

MODIFIKASI MESIN MOTOR BENSIN 4 TAK TIPE 5K 1486 cc MENJADI BAHAN BAKAR LPG. Oleh : Hari Budianto

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia.

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

SOLUSI PENGHEMATAN BENSIN DENGAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI SEDERHANA GEN TANDON SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL Oleh: Benny Chandra

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab III Rancangan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

BAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan potensial/ Potential Reserve. Cadangan Terbukti/ Proven Reserve. Tahun/ Year. Total

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Efek pemanasan global terhadap perubahan cuaca dan iklim semakin dirasakan dampaknya saat ini. Penyebab utama pemanasan global adalah jumlah polutan (CO, dll) yang tidak terkendali. Pada tahun 2010, sektor transportasi menghasilkan 23 % total emisi CO 2 yang berasal dari pembakaran bahan bakar minyak (BBM) di mesin kendaraan bermotor. Berdasarkan Energy Technology Perspectives 2010 (ETP 2010) Baseline Scenario, jumlah tersebut diperkirakan akan menjadi 2 kali lipat di tahun 2050 seiring dengan bertambahnya penduduk. Di Indonesia, peningkatan jumlah kendaraan bermotor lebih cepat dibandingkan negara lainnya. Menurut Subekti (2011), jumlah kendaraan bermotor meningkat 2 kali lipat di tahun 2003-2008 (dari 26,7 juta unit menjadi 65,3 juta unit). Diperlukan suatu usaha masif dan nyata untuk mengendalikan polusi udara akibat emisi kendaraan bermotor. Pengendalian polusi udara di sektor transportasi dengan pengolahan emisi gas buang (pendekatan end of pipe) menjadi sangat mahal dan tidak dapat menyelesaikan masalah saat jumlah penduduk dan kendaraan bermotor terus bertambah, daya dukung lingkungan semakin terbatas, dan sumber daya alam semakin menipis. Pendekatan yang lebih komprehensif untuk menyelesaikan masalah ini adalah merancang proses pembakaran di mesin Andy Cahyadi (11/341546/PTK/8517) 1

kendaraan bermotor yang menghasilkan polusi udara minimum, memperhatikan kelestarian alam, dan pemanfaatan berkelanjutan. Polusi udara dapat ditekan dengan mengubah/mengoptimalisasikan proses pembakaran bahan bakar yang menghasilkan emisi gas sehingga lebih efisien dalam mengkonversi bahan bakar menjadi energi gerak dan menghasilkan emisi gas lebih sedikit. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengubah konstruksi mesin pembakaran atau bahan bakar yang digunakan. Menipisnya cadangan minyak bumi, tidak stabilnya harga minyak bumi, dan semakin tingginya kepedulian masyarakat terhadap perubahan iklim global mengarahkan pada keinginan untuk mengganti bahan bakar konvensional (gasoline, diesel oil, dll) dengan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan. Gas alam merupakan bahan bakar alternatif paling menjanjikan saat ini karena memiliki harga lebih murah, efisiensi pembakaran lebih tinggi, dan menghasilkan polusi lebih sedikit dibandingkan minyak bumi (Alson et al., 1989). Selain itu, penggantian bahan bakar ke gas alam hanya membutuhkan sedikit modifikasi di mesin kendaraan bermotor. Secara umum, gas alam lebih unggul dibandingkan bahan bakar minyak (BBM) kecuali dalam teknik penyimpanan (Talu, 1992). Teknik penyimpanan gas alam yang sulit berdampak pada sulitnya distribusi ke berbagai daerah sehingga mengurangi penggunaan gas alam sebagai bahan bakar pengganti minyak bumi. Sulitnya penyimpanan dan penyaluran gas alam merupakan salah satu hambatan utama penggunaan gas alam. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki persebaran sumur gas alam tidak merata Andy Cahyadi (11/341546/PTK/8517) 2

sehingga membutuhkan jalur distribusi gas yang baik. Penyaluran gas alam menggunakan pipa membutuhkan biaya investasi infrastruktur besar, waktu pengembalian modal lama, dan tidak fleksibel karena saluran bersifat statis. Untuk dapat memanfaatkan gas alam secara lebih optimal, diperlukan teknologi penyaluran gas alam dengan biaya murah dan fleksibel. Teknologi penyimpanan gas alam terbaru (teknologi Compressed Natural Gas (CNG) dan teknologi Adsorbed Natural Gas (ANG)) memungkinkan pendistribusian gas alam secara ekonomis karena tidak melalui proses pencairan gas alam yang mahal. Teknologi ANG dan CNG memungkinkan penyaluran gas alam tidak tergantung pada jalur transmisi pipa karena gas alam disimpan dan didistribusikan dengan vessel-nya. Saat ini, gas alam sebagai bahan bakar kendaraan bermotor biasa disimpan dalam vessel bertekanan tinggi dan suhu ruangan (teknologi CNG). Pada teknologi CNG, semakin banyak gas alam di tangki maka semakin besar tekanan tangki. Kendaraan yang menggunakan CNG (atau Natural Gas Vehicle/NGV) memiliki tangki silinder 50 L berisi gas alam bertekanan 17,2-20,7 MPa (2.500-3.000 psi) (Mota et al., 1995). Tekanan operasi penyimpanan gas alam yang tinggi menyebabkan tingginya biaya investasi dan biaya operasi stasiun pengisian gas alam sehingga teknologi CNG kurang diminati (Elliott dan Topaloglu, 1986). Teknologi penyimpanan gas alam yang sedang berkembang adalah penjerapan (adsorpsi) gas alam dengan adsorben berpori (teknologi ANG) (Vasiliev et al., 2000; Bastos-Neto et al., 2005; Mota, 2008). Gas alam Andy Cahyadi (11/341546/PTK/8517) 3

disimpan pada tangki berisi adsorben pada tekanan 3,5 MPa (500 psi) sehingga hanya membutuhkan sistem kompresi 1 stage tetapi mampu menyimpan gas alam sebanyak teknologi CNG (Matranga et al.; Mat et al., 2006). Penambahan zat dengan mikropori sebagai adsorben ke tabung ANG akan menurunkan tekanan tangki tanpa mengurangi jumlah gas alam yang disimpan (Gubbins dan Jiang, 1997). Gas alam di tangki berisi adsorben akan memiliki densitas energi lebih tinggi dibandingkan gas alam di tangki bertekanan sama tetapi tanpa adsorben. Teknologi ANG mengurangi biaya investasi dan operasi stasiun pengisian ulang gas alam secara signifikan dan merupakan cara penyimpanan gas alam paling menjanjikan saat ini (Remick dan Tiller, 1985; Mota, 1999). Teknologi ANG belum banyak diaplikasikan di kendaraan bermotor walaupun memiliki banyak kelebihan dibandingkan CNG. Salah satu penyebab hal tersebut adalah kemampuan adsorben untuk menjerap gas alam masih lebih sedikit dibandingkan teknologi CNG untuk ukuran tangki sama. Pengembangan adsorben sangat penting untuk meningkatkan jumlah gas alam yang dapat terjerap per satuan volum tangki ANG (Alchaniz et al., 1997). Kunci kesuksesan teknologi ANG adalah pengembangan bahan adsorben murah (< US $ 2/lb) dengan kemampuan menjerap tinggi (standar US Department of Energy/DOE adalah volumetric storage capacity adsorben > 180 volum per volum atau V/V) (Nelson, 1993b; Cook dan Horne, 1997; Ginzburg, 2006; Kumar, 2011). Andy Cahyadi (11/341546/PTK/8517) 4

I.2 Rumusan Masalah Pengembangan jenis adsorben sangat penting untuk memaksimalkan banyaknya gas alam yang dapat terjerap per satuan volum tangki ANG (Alchaniz et al., 1997). Untuk dapat mengembangkan adsorben secara lebih cepat, diperlukan suatu arahan sehingga untuk mengetahui kualitas suatu adsorben tidak perlu mengecek jumlah gas terjerap tetapi cukup melakukan karakterisasi sifat fisis adsorben tersebut. Dengan mengetahui hubungan antara sifat fisis adsorben dan jumlah gas terjerap, maka pembuatan adsorben dapat dilakukan dengan lebih cepat. Sifat fisis yang telah terbukti mempengaruhi banyaknya gas terjerap adalah luas permukaan internal adsorben dan volum pori. Do (1998) menjelaskan bahwa diameter pori juga dapat mempengaruhi jumlah gas terjerap karena ukuran pori menentukan interaksi molekuler antara molekul adsorben dan adsorbat. Diameter pori karbon aktif akan mempengaruhi gaya tarik menarik antar molekul gas dan adsorben. Diameter pori yang terlalu kecil dapat mempersulit molekul gas untuk masuk dan terjerap (memperbesar gaya tolak menolak antara molekul gas dan permukaan adsorben). Diameter pori yang terlalu besar dapat menyebabkan sedikit molekul gas yang terjerap karena terlalu lemahnya gaya tarik yang ada. Perlu dicari diameter optimum pori karbon aktif untuk menjerap adsorbat tertentu. Di antara berbagai macam adsorben yang ada, karbon aktif adalah adsorben yang paling cocok untuk sistem ANG karena memiliki luas Andy Cahyadi (11/341546/PTK/8517) 5

permukaan internal besar, potensi untuk dapat mengadsorpsi banyak gas alam (tergantung pada sifat mikropori dan massa jenis packing), sifat mekanis yang bagus untuk mencegah terjadinya erosi dan abrasi di mesin, serta sifat transfer massa dan transfer panas bagus (Biloe, 2001). Pengaruh luas permukaan internal dan diameter pori terhadap banyaknya adsorbat yang terjerap dapat dipelajari dengan meninjau kurva isoterm adsorpsi pada suhu tertentu. Hasil penelitian ini akan digunakan untuk memberikan arahan baru pada proses pembuatan karbon aktif sehingga dapat dihasilkan adsorben yang lebih baik untuk adsorpsi gas metana, tidak hanya dari segi luas permukaan internal tetapi juga diameter (lebar) pori adsorben. Cara pembuatan adsorben terbaru memungkinkan untuk membuat adsorben dengan karakteristik tertentu untuk menghasilkan sifat yang diinginkan (Kowalczyk, 2005). I.3 Keaslian Penelitian Berbagai penelitian tentang sistem ANG telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Mayoritas penelitian mengenai sistem ANG di literatur mengenai perilaku gas alam yang teradsorpsi, kondisi tangki, produksi adsorben karbon yang ekonomis, dan mencari adsorben yang dapat mengadsorpsi lebih banyak gas alam (Chang dan Talu, 1996). Remick dan Tiller (1985) mempelajari pengaruh panas adsorpsi terhadap banyaknya gas metana yang teradsorpsi di tangki ANG bervolum 1 liter. Mereka menggunakan karbon berpori sebagai adsorben. Adsorben yang digunakan mampu mengadsorpsi gas metana sebangak 100 V/V pada tekanan Andy Cahyadi (11/341546/PTK/8517) 6

500 psi dan delivery capacity sebesar 80 V/V saat beroperasi dari tekanan 500 psi sampai tekanan atmosferis. Proses adsorpsi gas metana dilakukan secara isotermis pada suhu 25 ⁰C dan 90 ⁰C dari tekanan vakum sampai 500 psi. Proses pengisian dan pengeluaran gas dilakukan dengan 2 cara, yaitu lambat dan cepat. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengisian cepat dapat menurunkan jumlah gas metana terjerap di adsorben dalam tangki ANG sebesar 25 % dibandingkan proses lambat. Chang dan Talu (1996) mempelajari pengaruh panas adsorpsi terhadap kinerja sistem ANG saat discharge dengan tangki silinder volum 35 liter pada kondisi dinamis. Dalam penelitian tersebut digunakan karbon aktif dan gas metana komersial. Jumlah metana teradsorpsi di tangki ANG diukur pada kisaran suhu dan tekanan tertentu yang disesuaikan dengan kondisi sistem ANG jika digunakan di kendaraan bermotor. Berdasarkan hasil penelitian, mereka menyimpulkan bahwa dalam penggunaannya di kendaraan bermotor yang berjalan, laju discharge gas metana dari tangki ANG ditentukan oleh kebutuhan bahan bakar di mesin (saat kendaraan kecepatan tinggi, rendah, atau berhenti). Perubahan laju gas keluar tangki sesuai kebutuhan bahan bakar mesin akan mengakibatkan perubahan suhu tangki ANG yang tidak teratur. Oleh sebab itu tidak mungkin mengoperasikan sistem ANG dalam kondisi isotermis di lapangan. Kenaikan suhu akan mempercepat laju gas keluar dan menyisakan gas alam terikat di tangki ANG lebih banyak (semakin besar delivery capacity loss). Mereka memperkirakan bahwa saat digunakan di Andy Cahyadi (11/341546/PTK/8517) 7

kendaraan bermotor yang berjalan di jalan raya, akan terjadi penurunan kinerja sebesar 15-20 % bila dibandingkan kondisi percobaan yang isotermis. Penelitian tentang tangki penyimpanan ANG yang lebih dalam dilakukan oleh Sejnoha et al. (1996). Penelitian mereka menekankan pada optimasi jumlah gas alam yang dapat teradsorpsi di tangki 71 liter berisi karbon aktif. Mereka menyimpulkan bahwa pengaturan suhu yang baik akan dapat meningkatkan kemampuan tangki dalam menjerap gas alam. Pada pengisian gas alam dengan proses cepat akan terjadi kenaikan suhu yang mengakibatkan pengurangan kemampuan tangki ANG dalam menjerap gas alam. Dengan adanya penurunan suhu sebesar 20 ⁰C, kemampuan tangki ANG dalam menjerap gas alam dapat ditingkatkan sampai 15 %. Mota et al. (1997) mempelajari tentang berbagai aspek dinamis pada tangki penyimpanan ANG berisi karbon aktif. Mereka membahas mengenai laju alir pengisian tangki dengan efek suhu dan efek hidrodinamis aliran di dalam tumpukan karbon untuk mengembangkan teori untuk mendekati keadaan dinamis saat pengisian tangki ANG. Untuk mempelajari pengaruh hambatan difusi, sebuah model intrapartikel ditambahkan ke dalam model matematis untuk perhitungan dengan komputer. Mereka juga sedikit membahas tentang proses pelepasan gas dan mengajukan saran untuk mengurangi efek merugikan dari panas adsorpsi terhadap jumlah gas alam teradsorpsi dengan in situ thermal energy storage. Mereka menyimpulkan bahwa membuat kondisi vakum sebagai kondisi awal saat pengisian tidak mungkin dilakukan di kendaraan bermotor, hal yang lebih mungkin adalah Andy Cahyadi (11/341546/PTK/8517) 8

menurunkan beda tekanan dalam tangki sekecil mungkin saat pelepasan gas. Kendaraan dengan sistem ANG disarankan memiliki alat pengontrol sehingga laju gas keluar sangat kecil dan beda tekanan dalam tangki dapat diabaikan. Cook dan Horne (1997) membuat adsorben dengan kemampuan penjerapan sangat bagus (mampu mengadsorpsi gas alam sebanyak 150 V/V) tetapi tetap murah dari segi biaya pembuatan. Mereka juga merancang dan membuat tangki penyimpan sistem ANG non-konvensional dan telah dicobakan di 2 buah kendaraan bermotor untuk diuji kemampuannya. Dari hasil penelitian, adsorben terbaik adalah dari kulit kelapa dan biji buah persik. Tangki yang dirancang berbentuk multi ruang dengan 22 ruang dan berbentuk kotak. Adanya banyak ruang untuk mempermudah pengaturan suhu dari tangki ANG. Kedua jenis kendaraan yang diuji coba menggunakan sistem ANG menunjukkan hasil tes yang bagus seperti saat menggunakan bensin. Penelitian adsorpsi metana pada sistem ANG dengan berbagai karbon aktif telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Himeno, Komatsu, dan Fujita (2005) meneliti kesetimbangan adsorpsi tekanan tinggi untuk metana dan karbon dioksida pada beberapa karbon aktif. Habib et al. (2010) mempelajari kinetika adsorpsi metana dengan karbon Maxorb III. Wang et al. (2011) mempelajari adsorpsi metana dengan berbagai karbon aktif granular. Pendekatan termodinamika statistik dengan metode Grand Canonical Monte Carlo (GCMC) untuk menyimulasikan fenomena adsorpsi baru mulai digunakan dalam beberapa tahun terakhir. Cao, Wang, dan Duan (2002) menggunakan metode GCMC untuk menentukan parameter optimum adsorpsi Andy Cahyadi (11/341546/PTK/8517) 9

gas metana superkritis dalam pori berlapis-lapis. Simulasi dengan metode GCMC untuk adsorpsi gas metana pada permukaan grafit dan karbon slit like pada suhu 273 K telah dilakukan oleh Kowalczyk et al. (2005). Mosher (2011) melakukan simulasi dengan metode GCMC untuk mencari diameter pori optimum adsorpsi gas metana dan gas karbon dioksida pada batubara. Simulasi peristiwa adsorpsi pada karbon aktif melibatkan beberapa asumsi dalam jenis struktur karbon yang digunakan. Penelitian oleh Muller et al. (1996) yang juga dilakukan Do dan Do (2003) memodelkan karbon aktif sebagai kumpulan pori berbentuk infinite slit dengan lebar bermacam-macam. Maddox et al. (1995) menggunakan asumsi karbon aktif sebagai kumpulan pori berbentuk silinder infinite dengan diameter bermacam-macam. Pada penelitian ini digunakan 3 buah karbon aktif dengan luas permukaan internal berbeda (Maxorb, RTBPF, Ajax) dan 2 karbon aktif dengan luas permukaan sama tetapi diameter pori berbeda (Ajax dan RPF- EG2) untuk mengevaluasi pengaruh luas permukaan internal dan diameter pori terhadap banyaknya metana yang teradsorpsi di karbon aktif. Adsorpsi dilakukan pada kisaran suhu dan tekanan operasi sistem ANG (303-323 K dan 0-4 MPa). Untuk mengetahui besarnya pengaruh struktur adsorben untuk sistem ANG, akan dilakukan adsorpsi gas CNG yang memiliki komposisi sama dengan gas alam dengan karbon aktif terbaik pada adsorpsi metana. Penelitian ini juga mencari lebar pori optimum untuk adsorpsi gas metana karbon aktif dengan simulasi metode Grand Canonical Monte Carlo dan pori berbentuk slit. Keaslian penelitian ini adalah penggunaan karbon Andy Cahyadi (11/341546/PTK/8517) 10

aktif RTBPF dan RPF-EG2 buatan sendiri. Berbagai penelitian telah membuktikan pengaruh luas permukaan internal terhadap jumlah metana teradsorpsi di karbon aktif, tetapi tidak memperhitungkan pengaruh lebar pori terhadap jumlah metana yang teradsorpsi jika dibandingkan dengan luas permukaan internal. I.4 Manfaat Penelitian Peneliti berharap penelitian ini bermanfaat secara khusus untuk memberikan arahan baru pengembangan karbon aktif sistem Adsorbed Natural Gas (ANG) yang tidak hanya memperhitungkan efek luas permukaan tetapi juga lebar pori adsorben. Manfaat umum penelitian ini adalah untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga penelitian ini menjadi salah satu pendukung pembangunan bangsa dan negara Indonesia. I.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mempelajari pengaruh luas permukaan internal karbon aktif terhadap jumlah metana teradsorpsi. 2. Mempelajari pengaruh lebar pori karbon aktif terhadap jumlah metana teradsorpsi. 3. Mencari lebar pori optimum untuk adsorpsi metana-karbon aktif dengan pori berbentuk slit menggunakan metode Grand Canonical Monte Carlo (GCMC). Andy Cahyadi (11/341546/PTK/8517) 11

4. Mencari perbedaan jumlah gas alam (CNG) dan gas metana yang teradsorpsi di karbon aktif pada kondisi operasi sama. Andy Cahyadi (11/341546/PTK/8517) 12