UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

-1- BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 9 TAHUN 2004 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS SYARIAT ISLAM DAN KELUARGA SEJAHTERA KOTA BANDA ACEH

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2000 PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PIDIE JAYA DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PIDIE JAYA DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undagan dalam sistem dan prinsip Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PIDIE JAYA DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 6 TAHUN 2009

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PIDIE JAYA DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI

BUPATI PIDIE. 4. Undang-Undang...

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI

PEMERINTAH KABUPATEN PIDIE PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR: 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM DI KECAMATAN KOTA SIGLI KABUPATEN PIDIE

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RGS Mitra 1 of 7 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

8 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA ADAT MELAYU RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG DALAM KOTA LANGSA DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA LANGSA,

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHIDUPAN ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 29 TAHUN 2004 T E N T A N G

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KOTA BANDA ACEH

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN IMUM MUKIM DI ACEH

PENGURUS BESAR IGPKhI SELAKU PIMPINAN MUNAS I IGPKhI Sekretaris Jenderal,

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

ANGGARAN DASAR PARTAI PENGUSAHA DAN PEKERJA INDONESIA

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BIREUEN DAN KABUPATEN SIMEULUE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 11 TAHUN 2016

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 159 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI KELURAHAN MENTERI DALAM NEGERI,

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT BAITUL MAL KABUPATEN ACEH TENGAH

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG

-1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG KEMUKIMEN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN IMEUM MEUNASAH DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS ADAT ACEH KOTA BANDA ACEH

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOALEMO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KOTA SABANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT LEMBAGA KEISTIMEWAAN KOTA SABANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LEMBATA

QANUN PROPINSI NAGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN LUAR NEGERI DAN PINJAMAN PROVINSI

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI

-1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2017 TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 12 TAHUN 2002 BANTUAN PEMERINTAH DAERAH KEPADA DESA BUPATI BANGKA,

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

PERUBAHAN KEEMPAT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh membuktikan adanya ketahanan dan daya juang yang tinggi, yang bersumber dari kehidupan yang religius, adat yang kukuh, dan budaya Islam yang kuat dalam menghadapi kaum penjajah; b. bahwa kehidupan religius rakyat Aceh yang telah membentuk sikap pantang menyerah dan semangat nasionalisme dalam menentang penjajah dan mempertahankan kemerdekaan merupakan kontribusi yang besar dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia meskipun rakyat Aceh kurang mendapat peluang untuk menata diri; c. bahwa kehidupan masyarakat Aceh yang religius, menjunjung tinggi adat, dan telah menempatkan ulama pada peran yang terhormat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara perlu dilestarikan dan dikembangkan bersamaan dengan pengembangan pendidikan; d. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut serta untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memerlukan adanya jaminan kepastian hukum dalam melaksanakan segala urusan, perlu dibentuk Undang-undang tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103); 3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390); 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

- 2-5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai badan eksekutif Daerah. 3. Gubernur adalah Gubernur Daerah Istimewa Aceh. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. 5. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. 6. Propinsi Daerah Istimewa Aceh adalah Daerah Otonom yang bersifat istimewa, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 7. Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 8. Keistimewaan adalah kewenangan khusus untuk menyelenggarakan kehidupan beragama, adat, pendidikan, dan peran ulama dalam penetapan kebijakan Daerah. 9. Kebijakan Daerah adalah Peraturan Daerah atau Keputusan Gubernur yang bersifat mengatur dan mengikat dalam penyelenggaraan keistimewaan. 10. Syariat Islam adalah tuntunan ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan. 11. Adat adalah aturan atau perbuatan yang bersendikan syariat Islam

- 3 - yang lazim dituruti, dihormati, dan dimuliakan sejak dahulu yang dijadikan sebagai landasan hidup. BAB II KEWENANGAN Pasal 2 (1) Daerah diberi kewenangan untuk mengembangkan dan mengatur Keistimewaan yang dimiliki. (2) Kewenangan untuk mengembangkan dan mengatur Keistimewaan yang dimiliki, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di Kabupaten dan Kota diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. BAB III PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 3 (1) Keistimewaan merupakan pengakuan dari bangsa Indonesia yang diberikan kepada Daerah karena perjuangan dan nilai-nilai hakiki masyarakat yang tetap dipelihara secara turun temurun sebagai landasan spiritual, moral, dan kemanusiaan. (2) Penyelenggaraan Keistimewaan meliputi : a. penyelenggaraan kehidupan beragama; b. penyelenggaraan kehidupan adat; c. penyelenggaraan pendidikan; dan d. peran ulama dalam penetapan kebijakan Daerah. Bagian Kedua Penyelenggaraan Kehidupan Bersama Pasal 4 (1) Penyelenggaraan kehidupan beragama di Daerah diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan syariat Islam bagi pemeluknya dalam bermasyarakat. (2) Daerah mengembangkan dan mengatur penyelenggaraan kehidupan beragama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama.

- 4 - Pasal 5 (1) Daerah dapat membentuk lembaga agama dan mengakui lembaga agama yang sudah ada dengan sebutan sesuai dengan kedudukannya masing-masing. (2) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan bagian perangkat Daerah. Bagian Ketiga Penyelenggaraan Kehidupan Adat Pasal 6 Daerah dapat menetapkan berbagai kebijakan dalam upaya pemberdayaan, pelestarian, dan pengembangan adat serta lembaga adat di wilayahnya yang dijiwai dan sesuai dengan syariat Islam. Pasal 7 Daerah dapat membentuk lembaga adat dan mengakui lembaga adat yang sudah ada sesuai dengan kedudukannya masing-masing di Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Pemukiman, dan Kelurahan/Desa atau Gampong. Bagian Keempat Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 8 (1) Pendidikan di Daerah diselenggarakan sesuai dengan Sistem Pendidikan Nasional. (2) Daerah mengembangkan dan mengatur berbagai jenis, jalur, dan jenjang pendidikan serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan syariat Islam. (3) Daerah mengembangkan dan mengatur Lembaga Pendidikan Agama Islam bagi pemeluknya di berbagai jenis, jalur, dan jenjang pendidikan. Bagian Kelima Peran Ulama dalam Penetapan Kebijakan Daerah Pasal 9 (1) Daerah membentuk sebuah badan yang anggotanya terdiri atas para ulama.

- 5 - (2) Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat independen yang berfungsi memberikan pertimbangan terhadap kebijakan Daerah, termasuk bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan serta tatanan ekonomi yang Islami. Bagian Keenam Pembiayaan Pasal 10 Sumber pembiayaan penyelenggaraan Keistimewaan dialokasikan dari dana : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Bagian Ketujuh Peraturan Pelaksanaan Pasal 11 Penyelenggaraan Keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,4,5,6,7,8, dan 9 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 12 Ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dan/atau tidak sesuai dengan undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 13 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

- 6 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA, ttd MULADI Disahkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 1999 PRESIDEN, ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE LEMBARAN NEGARA TAHUN 1999 NOMOR 172

PENJELASAN UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH I. UMUM Dua abad sebelum Masehi, Aceh dalam sejarahnya dikenal sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara, yang disinggahi pedagang Timur Tengah menuju ke negeri Cina. Ketika Islam lahir pada abad VI Masehi, Aceh menjadi wilayah pertama di Nusantara yang menerima Islam. Setelah melalui proses yang panjang, Aceh menjadi sebuah kerajaan Islam pada abad XIII Masehi, yang kemudian berkembang menjadi sebuah kerajaan yang maju pada abad XIV Masehi. Dari sinilah Islam berkembang ke seluruh Asia Tenggara. Pada sekitar abad XV, ketika orang-orang Barat memulai petualangannya di Timur, banyak wilayah di Nusantara yang dikuasainya, tetapi Aceh tetap bebas sebagai sebuah kerajaan yang berdaulat. Dalam percaturan politik internasional, hubungan Kerajaan Aceh Darussalam dengan Belanda yang semula cukup baik, pada abad XIX mengalami krisis. Meskipun demikian, dalam Traktat London 17 Maret 1824, Pemerintah Belanda berjanji kepada Pemerintah Inggris untuk tetap menghormati kedaulatan Kerajaan Aceh. Empat puluh tujuh tahun kemudian, dengan berbagai kelicikan, Belanda meyakinkan Inggris untuk tidak menghalanginya menguasai Aceh melalui Traktat Sumatera 1 November 1871. Dua tahun kemudian (1873) Belanda menyerang Aceh, yang berlangsung puluhan tahun dengan korban yang tidak terkira banyaknya pada kedua belah pihak. Sejak waktu itu sampai Perang Dunia II Belanda kehilangan enam orang jenderal dan ribuan perwira serta prajurit. Demikian juga dengan Aceh yang tidak hanya kehilangan harta dan jiwa, bahkan yang lebih penting, Aceh telah kehilangan kedaulatannya. Dari latar belakang sejarah yang cukup panjang inilah masyarakat Aceh menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya. Islam telah menjadi bagian dari mereka, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Masyarakat Aceh amat tunduk kepada ajaran Islam dan mereka taat serta memperhatikan fatwa ulama karena ulamalah yang menjadi ahli waris Nabi. Penghayatan terhadap ajaran agama Islam dalam jangka yang panjang itu melahirkan budaya Aceh yang tercermin dalam kehidupan adat. Adat itu lahir dari renungan para ulama, kemudian dipraktekkan, dikembangkan, dan dilestarikan, lalu disimpulkan menjadi "adat bak Poteumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala, Qanun bank Putro Phang, Reusam bak Laksamana" yang artinya "hukum adat di tangan pemerintah dan hukum syariat ada di tangan ulama". Kata-kata ini merupakan pencerminan dari perwujudan syariat Islam dalam praktek hidup sehari-hari bagi masyarakat Aceh. Aceh kemudian dikenal sebagai Serambi Mekah karena dari wilayah paling barat inilah, kaum Muslimin dari wilayah lain di Nusantara berangkat ke Tanah Suci Mekah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.

- 2 - Pada saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945, masyarakat Aceh sangat mendukung proklamasi itu karena mereka merasa senasib dan sepenanggungan dengan saudara-saudaranya yang lain. Dukungan ini dinyatakan dengan kerelaan menyerahkan harta dan nyawa untuk tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perjuangan untuk mengusir penjajah Belanda di Medan Area Sumatera Utara dan membeli dua pesawat terbang untuk perjuangan menegakkan kedaulatan negara ini merupakan bukti kesetiaan masyarakat Aceh kepada Republik Indonesia. Selama revolusi fisik, Aceh merupakan satu-satunya wilayah yang tidak dapat diduduki oleh Belanda sehingga Aceh disebut sebagai Daerah Modal bagi perjuangan bangsa Indonesia. Dalam era mempertahankan kemerdekaan ini peran para ulama sangat menentukan karena melalui fatwa dan bimbingan para ulama ini rakyat rela berjuang dan berkorban mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Atas dasar perjuangan itu pula Aceh mendapat kedudukan tersendiri sehingga dengan Peraturan Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah No. 8/Des/WKPM/49 tertanggal 17 Desember 1949, Aceh dinyatakan sebagai satu propinsi yang berdiri sendiri yang lepas dari Propinsi Sumatera Utara. Namun, setelah Republik Indonesia kembali ke negara kesatuan, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1950 status daerah Aceh kembali ditetapkan menjadi salah satu karesidenan dalam Propinsi Sumatera Utara. Ketetapan ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan pemimpin dan rakyat Aceh, yang pada akhirnya menimbulkan gejolak perlawanan pada tahun 1953 yang melibatkan hampir seluruh rakyat Aceh, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga Daerah Aceh kehilangan peluang untuk menata diri. Guna memenuhi aspirasi dan tuntutan rakyat Aceh, Pemerintah menetapkan kembali status Karesidenan Aceh menjadi daerah otonom Propinsi Aceh. Kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang "Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara". Salah satu faktor yang menentukan dalam menuntaskan penyelesaian masalah keamanan Aceh adalah setelah Pemerintah Pusat mengirimkan satu missi khusus di bawah pimpinan Wakil Perdana Menteri yang memberikan status Daerah Istimewa melalui Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959, yang meliputi agama, peradatan, dan pendidikan. Sesungguhnya, melalui pemberian status Daerah Istimewa bagi Propinsi Aceh ini, merupakan jalan menuju penyelesaian masalah Aceh secara menyeluruh. Namun, karena adanya kecenderungan pemusatan kekuasaan di Pemerintah Pusat melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, maka penyelenggaraan keistimewaan Aceh tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, yang kemudian melahirkan hal-hal yang tidak sejalan dengan aspirasi Daerah. Isi Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959 tentang Keistimewaan Propinsi Aceh yang meliputi agama, peradatan, dan pendidikan, yang selanjutnya diperkuat dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, bahkan disertai dengan penambahan peran ulama dalam menentukan kebijakan Daerah. Untuk menindaklanjuti ketentuan mengenai

- 3 - Keistimewaan Aceh tersebut dipandang perlu untuk menyusun penyelenggaraan Keistimewaan Aceh tersebut dalam suatu undang-undang. Undang-undang yang mengatur mengenai penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh ini dimaksudkan untuk memberikan landasan bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh dalam mengatur urusan-urusan yang telah menjadi keistimewaannya melalui kebijakan Daerah. Undang-undang ini mengatur hal-hal pokok untuk selanjutnya memberi kebebasan kepada Daerah dalam mengatur pelaksanaannya sehingga kebijakan Daerah diharapkan lebih akomodatif terhadap aspirasi masyarakat Aceh. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh tentang kewenangan untuk mengembangkan dan mengatur Keistimewaannya berlaku di seluruh Kabupaten/Kota. Pasal 3 Pasal 4 Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud dengan mengembangkan dan mengatur penyelenggaraan kehidupan beragama adalah mengupayakan dan membuat kebijakan Daerah untuk mengatur kehidupan masyarakat yang sesuai dengan ajaran Islam serta meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Di samping itu, pemeluk agama lain dijamin untuk melaksanakan ibadah agamanya sesuai dengan keyakinan masing-masing. Pasal 5 Ayat (1) Yang dimaksud dengan lembaga agama adalah lembaga yang hidup di dalam masyarakat dan berperan dalam mengembangkan kehidupan beragama, seperti Badan Amil Zakat dan meunasah. Kedudukannya masing-masing adalah hubungan dan peran setiap lembaga dengan lembaga lainnya yang sejenis menurut keadaan yang berlaku saat undang-undang ini ditetapkan. Ayat (2) Lembaga ini tidak merupakan perangkat Daerah sepanjang tidak dibentuk

- 4 - dengan maksud sebagai perangkat Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 6 Pasal 7 Kemukiman dipimpin oleh Imum Mukim yang bertugas sebagai koordinator beberapa Desa. Gampong adalah Desa sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 8 Ayat (1) Yang dimaksud dengan sesuai dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah bahwa kurikulum dalam setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan di Propinsi Daerah Istimewa Aceh sama dengan kurikulum pada Sistem Pendidikan Nasional. Ayat (2) Yang dimaksud dengan menambah materi muatan lokal adalah menambah materi pelajaran yang berkaitan dengan pelajaran agama, adat, dan budaya yang Islami. Ayat (3) Pasal 9 Ayat (1) Peran ulama dalam penentuan kebijakan Daerah bersifat terus menerus sehingga dipandang perlu dilembagakan dalam suatu badan. Badan tersebut dibentuk di Propinsi dan dapat juga dibentuk di Kabupaten/Kota yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. Ayat (2) Yang dimaksud independen adalah kedudukan badan yang tidak berada di bawah Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tetapi sejajar. Pertimbangan badan tersebut dapat berbentuk fatwa atau nasihat, baik secara tertulis maupun secara lisan, yang dapat digunakan dalam pembahasan kebijakan Daerah. Pasal 10 Untuk pembiayaan penyelenggaraan Keistimewaan yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dialokasikan dana khusus melalui Dana Alokasi Khusus dari Dana Perimbangan. Untuk pembiayaan penyelenggaraan Keistimewaan yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dialokasikan dana yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah. Pasal 11

- 5 - Pasal 12 Pasal 13 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 3893