KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PADA PERTANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KECAMATAN PALOLO KABUPATEN SIGI

dokumen-dokumen yang mirip
J. Agroland 22 (2) : , Agustus 2015 ISSN : X E-ISSN :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian adalah

BAB III METODOLOGI PENELITAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

POLA FLUKTUASI POPULASI Plutella xylostella (L.) (LEPIDOPTERA: PLUTELLIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA BUDIDAYA BROKOLI DENGAN PENERAPAN PHT DAN ORGANIK

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

TEKNIK PENGAMATAN POPULASI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DAN MUSUH ALAMI SERTA ANALISIS KERUSAKAN

BAB III METODE PENELITIAN. dalam penelitian adalah indeks keanekaragaman (H ) dari Shannon, indeks

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

KEANEKARAGAMAN FAUNA TANAH PADA PERKEBUNAN JAMBU BIJI SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA BUMIAJI KOTA BATU. Aniqul Mutho

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena

BAB III METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERKEBUNAN APEL SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DESA PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian

KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR

FITOPLANKTON DI PERAIRAN AREAL PERTAMBANGAN NIKEL BULI HALMAHERA TIMUR PHYTOPLANKTON IN NICKEL AREA GULF OF BULI EAST HALMAHERA

BAB III METODE PENELITIAN. segala cara untuk menetapkan lebih teliti atau seksama dalam suatu

BAB III METODOLOGI PENELITAN

BAB V PEMBAHASAN. diidentifikasi dengan cara membandingkan ciri-ciri dan dengan menggunakan

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Analisis Keanekaragaman..I Wayan Karmana 1

Keanekaragaman Jenis Serangga Di Berbagai Tipe Lahan Sawah

IDENTIFIKASI MAKROFAUNA TANAH DI ZONA PASIF TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KLOTOK KOTA KEDIRI

BAB III METODE PENELITIAN. pengambilan sampel secara langsung dari lokasi pengamatan.

BAB III METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

BAB IV METODE PENELITIAN

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

BAB IV METODE PENELITIAN

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA PADA FASE VEGETATIF DAN GENERATIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max) DI LAPANGAN SKRIPSI OLEH:

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Makroarthropoda Tanah di Lahan Persawahan Padi Organik dan Anorganik, Desa Bakalrejo Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang

3. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI GUDANG BERAS

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo

BAB III METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PERMUKAAN TANAH PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) DENGAN SISTEM PERTANAMAN YANG BERBEDA DI KABUPATEN SIGI

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

Keanekaragaman arthropoda pada perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kakao milik masyarakat di

INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DI BERBAGAI TIPE LAHAN SKRIPSI OLEH : ANNA SARI SIREGAR AGROEKOTEKNOLOGI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman bawang merah merupakan salah satu komoditas rempah-rempah

POKOK BAHASAN KERUSAKAN AKIBAT HAMA

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

MATERI DAN METODE. Alat yang digunakan adalah jaring serangga ( insect net), jaring serangga

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

MATERI DAN METODE PENELITIAN

BIOMA : JURNAL BIOLOGI MAKASSAR, 2(2):12-18, 2017

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH

STUDI KELIMPAHAN DAN SEBARAN PHYTOPLANKTON SECARA HORIZONTAL (KASUS SUNGAI KURI LOMPO KABUPATEN MAROS) Abdul Malik dan Saiful ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

BAB III METODE PENELITIAN

Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Serangga Predator Selama Satu Musim Tanam Padi Ratun di Sawah Pasang Surut

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DI BEBERAPA AREAL HUTAN KOTA MALANG Tree Species Diversity in Several Urban Forest Area Of Malang City

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu

KOMPOSISI ZOOPLANKTON DI PERAIRAN RAWA BANJIRAN SUNGAI RUNGAN KOTA PALANGKARAYA

PENINGKATAN KERAGAMAN TUMBUHAN BERBUNGA SEBAGAI DAYA TARIK PREDATOR HAMA PADI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008).

Interaksi Trofik Jenis Serangga di atas Permukaan Tanah dan Permukaan Tanah Beberapa Pertanaman Varietas Jagung (Zea mays Linn.)

Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan

Asam Klorogenat Alternatif Atraktan Hama PBK

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE KERJA. A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Primak et al, tahun 1998 bahwa Indonesia merupakan daerah yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dengan teknik penentuan lokasi

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PADA LAHAN BAWANG MERAH SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DESA TORONGREJO KOTA BATU

Transkripsi:

e-j. Agrotekbis 1 (5) : 421-428, Desember 2013 ISSN : 2338-3011 KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PADA PERTANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KECAMATAN PALOLO KABUPATEN SIGI Diversity of Arthropods In Cocoa Cropping (Theobroma cacao L.) In The Subdistrict of Palolo, Sigi District Yatno 1), Flora Pasaru 2), Abd.Wahid 2) 1) Mahasiswa pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tadulako 2) Staf Pengajar pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Jl. Soekarno-Hatta Km 9, Tondo-Palu 94118, Sulawesi Tengah. Telp. 0451-429738) e-mail: yatno008@yahoo.com. ABSTRACT This study aims to determine the diversity of arthropods in Cocoa plantations in the canopy (Sweep net) and soil surface (pitfall traps). The experiment was conducted at the village of Sejahtera, Subdistrict of Palolo, Sigi District and identification activities was carried out in the Laboratory of Pests and Plant Diseases, Faculty of Agriculture, Tadulako University. The study using purposive sampling method or set deliberately, carried out on an area of 1 ha, divided into 5 expanse cropping used as observation, with a total of 25 traps, done once every 7 days, observation for 3 times. Sampling was done by using insect nets and traps. The results showed that there were 11 orders consisting of 21 families and 307 population for canopy arthropods (sweep net) while the soil surface arthropods there are 5 orders consisting of 6 families and 871 population. Analysis diversity index showed that observation of canopy arthropods affects on the diversity (H ' ), abundance (N1), abundant population is a very abundance (N2), while the observation of soil arthropods have no effect, caused by habitat factors and food chain, so that the amount of the order, a smaller population. Keywords : diversity, arthropoda, cocoa ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman Arthropoda pada pertanaman Kakao pada bagian tajuk (Sweep net) dan permukaan tanah (pitfall trap). Penelitian dilaksanakan pada pertanaman kakao. di Desa Sejahtera, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi dan kegiatan identifikasi Arthropoda dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako. Penelitian menggunakan metode purposive sampling atau ditentukan secara sengaja, dilakukan pada lahan seluas 1 Ha yang dibagi dalam 5 hamparan pertanaman yang dijadikan pengamatan, dengan total 25 perangkap, dilakukan setiap 7 hari sekali, pengamatan selama 3 kali. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan jaring serangga dan perangkap jebakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 11 ordo yang terdiri dari 21 famili dan 307 populasi untuk arthropoda tajuk (Sweep net) sedangkan arthropoda permukan tanah terdapat 5 ordo yang terdiri dari 6 famili dan 871 populasi.analisis indeks keragaman menunjukkan bahwa pengamatan arthropoda tajuk berpengaruh terhadap keanekaragaman (H ), kemelimpahan (N1), kemelimpahan populasi sangat melimpah (N2), sedangkan pada pengamatan arthropoda tanah tidak berpengaruh, disebabkan oleh faktor habitat dan rantai makanan, sehingga jumlah ordo, populasi lebih sedikit. Kata Kunci : keanekaragaman, arthropoda, kakao 421

PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan yang terdapat di daerah Sulawesi Tengah, khususnya Kab. Sigi dan merupakan komoditas andalan nasional, karena berperan penting bagi perekonomian di indinesia. Sumber Pendapatan Petani dan sumber devisa bagi negara karena mendorong berkembangnya bisnis indutri cacao yang produknya dapat di Ekspor ke luar Negeri. Dengan adanya pengelolaan dan penanganan yang obyektif, diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi dari buah kakao itu sendiri, tidak lepas dari hal tersebut kendala hama PBK (Penggerek Buah Kakao) dapat mengakibatkan menurunnya hasil produksi dari buah kakao (Ratnasari dan Nova. 2006). Hama penggerek buah kakao (PBK), C. cramerella. merupakan hama yang sangat merugikan karena dapat menurunkan produksi lebih dari 80% dan sulit dikendalikan. Sebagian besar petani dan perkebunan besar masih menggunakan insektisida kimia sebagai alternatif pertama untuk mengendalikan PBK. Penggunaan insektisida secara terus-menerus dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lain yang lebih berat, antara lain terjadinya resistensi hama, pencemaran lingkungan, dan ditolaknya produk akibat residu pestisida yang melebihi ambang toleransi. Mengingat semakin luasnya penyebaran hama PBK dan besarnya kerugian yang ditimbulkan, maka perlu dicari metode penanggulangan hama PBK yang efektif dan efisien serta ramah lingkungan (Subagia, 2006). Pengendalian hama PBK dan Heliopeltis sp. petani kakao di Sulawesi Tengah melakukan pengendalian seperti cara kimia, penyelubungan buah, rampasan buah dan sistem pemangkasan, namun belum banyak dilaporkan berhasil. Pengendalian cara kimia yang sering digunakan oleh petani karena dianggap praktis, tapi ternyata kurang berhasil bahkan diduga hanya dapat menimbulkan dampak negatif misalnya pencemaran lingkungan, dapat mengganggu kesehatan petani dan konsumen serta membunuh flora dan fauna yang ada diperkebunan kakao (Subagia, 2006). Di Sulawesi Tengah, pemanfaatan musuh alami dalam pengendalian hama masih sangat sedikit dilaporkan, ini mungkin disebabkan karena kurangnya informasi tentang potensi arthropoda dalam pengendalian hama yang ada disekitar pertanaman kakao baik dipermukaan tanah maupun di dalam tanah, karena jenis populasi serangga yang berstatus hama sebenarnya lebih sedikit dibandingkan dengan jenis dan jumlah serangga berguna seperti musuh alami. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi keanekaragaman artrhopoda pada pertanaman kakao sebab semua serangga (insect) adalah anggota dari phylum artrhopoda yang sebagian besar dapat berperan sebagai pengendali hayati pada serangga hama. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman Arthropoda tajuk dan permukaan tanah. Sedangkan Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi dasar untuk mengetahui keanekaragaman Arthropoda dalam mengendalikan hama pada pertanaman kakao (Theobroma cacao L.) dan sekaligus sebagai bahan informasi untuk penelitian-penelitian berikutnya. BAHAN DAN METODA Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember sampai Januari 2013 yang bertempat di Desa Sejahtera Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi dan kegiatan identifikasi Arthropoda dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, tanaman kakao, alkohol 70%, label, deterjen dan air. 422

Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah jaring serangga (Sweep net), perangkap jebakan (pittfall trap), botol koleksi, kuas kecil, mikroskop binokuler, kamera digital, dan alat tulis menulis. Pemilihan dan penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling atau ditentukan secara sengaja, dilakukan pada lahan seluas 1 Ha yang dibagi dalam 5 hamparan pertanaman yang dijadikan pengamatan, dengan total 25 perangkap, dilakukan setiap 7 hari sekali, pengamatan selama 3 kali. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan jaring serangga dan perangkap jebakan. Lokasi yang dipilih yaitu Desa Sejahtera, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi yang merupakan sentra penghasil kakao di Propensi Sulawesi Tengah. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali, pada tanaman kakao yang berumur 4 tahun, dengan interval waktu pengamatan 7 hari yang menggunakan 2 teknik pengambilan sampel yaitu : 1. Teknik Jaring Serangga (Sweep Net) Teknik Jaring Serangga, Metode ini menggunakan jaring ayun berbentuk kerucut, mulut jaring terbuat dari kawat melingkar (diameter 30 cm) jaring terbuat dari kain blacu, dengan panjang tangkai 1 m. Jaring dimaksud untuk mengumpulkan Arthropoda tajuk yang aktif pada siang hari dengan cara mengayunkan jaring secara zigzag sebanyak 10 kali ayunan ganda pada plot areal tanaman kakao. Serangga yang tertangkap langsung dimasukkan ke dalam botol kecil yang telah berisi alcohol 70% dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. 2. Teknik Jebakan (Pitt Fall Trap) Teknik jebakan, Metode ini di gunakan untuk menangkap Arthropoda pada pertanaman kakao yang berada dipermukaan tanah. Perangkap ini dibuat dengan cara membenamkan gelas aqua (wadah) kedalam tanah dengan puncaknya sejajar dengan permukaan tanah, yang ditempatkan di bawah tanaman kakao. Gelas aqua tersebut diisi dengan air yang dicampur dengan diterjen sebagai larutan pembunuh, kemudian jebakan ini diberi penutup untuk melindungi dari air hujan atau gangguan lainnya. Penutup dapat terbuat dari tripleks dengan ukuran 10 cm x 10 cm, posisi penutup agak dimiringkan. Jumlah perangkap 20 buah yang dipasang secara acak dalam setiap Lokasi pertanaman kakao di Kabupaten Sigi. Pengamatan dilakukan terhadap : 1. Jumlah ordo, famili dan populasi 2. Keanekaragaman, keelimpahan dan kemerataan Arthropoda. Analisis data Keanekaragaman Jenis yaitu dengan menghitung keanekaragaman, kemelimpahan dan kemerataan Arthropoda pada tajuk dan permukaan tanah dianalisis dengan menggunakan perhitungan Hill yang dimodifikasi dari (Ludwig dan Reynold, 1988), dengan persamaan : - Indeks keanekaragaman H = - Pi ln Pi Keterangan : H : indeks diversitas Shanon weiner S : jumlah spesies Pi : proporsi famili ke-i dari total individu dalam sampel n : jumlah total individu 1. Kemelimpahan Menentukan kemelimpahan (N1) dan kemelimpahan populasi sangat melimpah (N2) Arthropoda tajuk dan permukaan tanah dengan persamaan : N 1 = e H N 2 = 1/ λ λ = ( ) ( ) Keterangan : λ : indeks simpson n : jumlah total individu ni : jumlah individu ke-1 Analisis data Kemerataan yaitu menentukan kemerataan Arthropoda pada tajuk dan permukaan tanah dihitung dengan persamaan : E = 423

Keterangan : E : indeks kemerataan N0 : jumlah famili N1 : jumlah kemelimpahan famili dalam contoh N2 : jumlah famili yang sangat melimpah HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Ordo, Famili dan Individu Arthropoda Berdasarkan hasil pengamatan pada pertanaman kakao menunjukkan bahwa jumlah Ordo pada kedua pengamatan berjumlah 11, jumlah famili pada kedua pengamatan berjumlah 27 dan jumlah individu arthropoda secara keseluruhan dengan jumlah 1178. Berdasarkan hasil pengamatan pada pertanaman kakao, arthropoda pada tajuk tanaman dan permukaan tanah menunjukkan bahwa selama pariode pengamatan jumlah arthropoda yang tertangkap pada tajuk tanaman diperoleh 11 ordo yang terdiri dari 21 famili dengan jumlah individu sebesar 307 ekor. Pada permukaan tanah diperoleh 6 famili dengan jumlah individu sebesar 871 ekor. Gambar 1 terlihat bahwa individu tertinggi pada kedua pengamatan pada Ordo Hymenoptera famili formicidae dengan jumlah 783 dan terendah pada Ordo Homoptera famili Cercopidae dan Ordo Odonata famili Gomphidae. Jumlah famili tertinggi pada pengamatan arthropoda tajuk dan terendah pada pengamatan arthropoda permukaan tanah. Hasil setiap pariode pengamatan menunjukkan bahwa individu arthropoda terendah terjadi pada pengamatan ke-2 pada arthropoda tajuk dan tertinggi pada pengamatan ke-2 pada arthropoda permukaan tanah. Tinggi rendahnya populasi Arthropoda tajuk dan permukaan tanah menunjukkan bahwa erat hubungannya dengan ketersediaan sumber makanan yang ada. Tinggi rendahnya individu Arthropoda tersebut berkesesuaian dengan fase tumbuh tanaman yang menyediakan sumber makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan Jumlah Arthropoda 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 109 229 Gambar 1. Fluktuasi Jumlah individu Arthropoda Tajuk dan Permukaan Tanah. Arthropoda. Riyanto (1995), bahwa tersedianya makanan dengan kualitas yang cocok dan kuantitas yang cukup akan menyebabkan naiknya populasi dengan cepat. Sebaliknya bila keadaan makanan kurang maka populasi dapat menurun pula. Penurunan jumlah Individu Arthropoda tajuk pada pengamatan ke-2 disebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal pada plot akibat serangan hama. Hama utama dari ordo Lepidotera famili Gracillaridae (Conopomorpha cramerella), menyebabkan ketersediaan sumber makanan bagi Arthropoda mulai berkurang. Sehingga banyak serangga berpindah ke habitat lain atau mati bila gagal beradaptasi. Indeks Keanekaragaman (H ), Kemelimpahan (N) dan Kemerataan (E) Berdasarkan analisis keanekaragaman (H ) menunjukkan bahwa keanekaragaman 86 382 112 Pengamatan Minggu Ke- Arthropoda Tajuk (Sweep Net) Permukaan Tanah (Pitfall Trap) 260 424

tertinggi pada Arthropoda tajuk dan terendah terjadi pada permukaan tanah. Hasil analisis indeks keanekaragaman (H ) menunjukkan bahwa indeks Arthropoda tajuk lebih tinggi rata-rata H = 2,669 di banding indeks Arthropoda permukaan tanah rata-rata H = 0,468. Indek Keanekaragaman (H') 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 2,733 2,636 2,639 0,465 0,38 Pengamatan Minggu ke- Tajuk (Sweep net) Permukaan Tanah(Pitfall Trap) 0,567 Gambar 2. Fluktuasi Indeks Keanekaragaman (H ) Arthropoda Tajuk dan Permukaan Tanah Indeks keanekaragaman Arthropoda di keseluruhan plot pengamatan berkisar antara rendah sampai sedang. Indeks keanekaragaman arthropoda tajuk termasuk dalam kategori sedang (1<H <3,32). Kondisi ini menunjukkan bahwa produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang. Sedangkan Arthropoda permukaan tanah indeks keanekaragaman rendah (H <1,00) menandakan bahwa plot tersebut miskin, produktivitas sangat rendah sebagai indikasi adanya tekanan yang berat dan ekosistem tidak stabil Berdasarkan (Gambar 2) menunjukkan bahwa pada awal pengamatan Arthropoda tajuk tampak H cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapatnya jumlah suatu famili yang mendominasi pertanaman, namun pada pengamatan Arthropoda pemukaan tanah H mulai rendah. Hal ini disebabkan jumlah famili Formicidae mendominasi pertanaman. Menurut Mahrub (1997), bahwa perubahan Arthropoda, indeks keanekaragaman dan kemelimpahan terjadi sejalan perkembangan fase tumbuh tanaman sebagai habitatnya. Hal ini disebabkan makin tua tanaman, populasi dan komposisi Arthropoda makin menurun, karena kondisi habitatnya menjadi kurang cocok, sehingga banyak serangga berpindah ke habitat baru atau mati bila gagal beradaptasi. Secara umum keanekaragaman berbagai spesies cenderung lebih rendah pada pertanaman agroekosistem, karena terganggu oleh adanya aktifitas manusia dibanding pertanaman vegetasinya masih alami yang masih terjaga dan belum ada campur tangan manusia (Odum, 1994). Berdasarkan analisis indeks kemelimpahan Arthropoda (N1) (Tabel 5) bahwa menunjukkan indeks kemelimpahan tertinggi pada arthropoda tajuk dan terendah pada arthropodapermukaan tanah. Hasil analisis indeks kemelimpahan (N1) (Gambarl 3) tertinggi terdapat pada arthropoda tajuk dengan rata-rata = 7,256, sedangkan ditunjukkan pada arhropoda permukaan tanah dengan rata-rata = 1,279. Indeks Kemelimpahan (N1) 8.000 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0 7.429 7.165 7.174 1.264 1.033 Pengamatan Minggu Ke- Arthropoda Tajuk (Sweep Net) Permukaan Tanah (Pitfall Trap) 1.541 Gambar 3. Fluktuasi Indeks Kemelimpahan (N1) Arthropoda Tajuk dan Permukaan Tanah. 425

Tingginya N1 pada Arthropoda tajuk awal pengamatan menunjukkan tidak adanya jumlah suatu famili yang mendominasi jumlah individu famili lain, sedangkan rendahnya N1 pada arthropoda permukaan tanah menunjukkan jumlah suatu famili mendominasi pertanaman yaitu famili Formicidae, sehingga indek kemelimpahan N1 pada permukaan tanah rendah. Secara keseluruhan kemelimpahan Arthropoda tajuk sebesar 7,256 yaitu terdapat pada anggota famili Xyelidae, Sierolomorphidae, proctopidae dan Acrididae, sedangkan pada Arthropoda permukaan tanah sebesar 1,279 yaitu terdapat pada anggota famili Formicidae, Scelionidae, Noctuidae dan Gryllotalpidae. Berdasarkan Indeks kemelimpahan populasi sangat melimpah (N2) tertinggi Arthropoda tajuk dan terendah permukaan tanah (Gambar 4), menunjukkan bahwa perbedaan yangsangat nyata. 100.000 Indeks N2 10.000 1.000 100 10 1 13.889 11.236 12.048 1.222 1.175 1.337 Pengamatan Minggu Ke- Arthropoda Tajuk (Sweep Net) Permukaan Tanah (Pitfall Trap) Gambar 4. Fluktuasi Indeks Kemelimpahan Individu Sangat Melimpah (N2) Arthropoda Tajuk dan Permukaan Tanah. Secara keseluruhan N2 pada Arthropoda tajuk dengan total nilai 12,391 yaitu terdapat pada anggota famili Xyelidae, Sierolomorphidae, proctopidae dan Acrididae, sedangkan pada Arthropoda permukaan tanah dengan total nilai 1,245 yaitu terdapat pada anggota famili Formicidae, Scelionidae, Noctuidae dan Gryllotalpidae. Berdasarkan Indeks Kemerataan (E) Arthropoda tajuk dan permukaan tanah (Gambar 5) menunjukkan aplikasi insektisida berpengaruh nyata terhadap kemerataan Arthropoda tajuk dan permukaan tanah. Indek Kemerataan (E) Ekor 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0,898 0,259 0,866 0,867 0,212 Pengamatan minggu ke- Arthropoda Tajuk (Sweep Net) Permukaan Tanah (Pitfall Trap) 0,316 Gambar 5. Fluktuasi Indeks Kemerataan (E) Arthropoda Tajuk dan Permukaan Tanah. Menurut Mahrub (1996), makin tinggi nilai E (Indeks Kemerataan) keadaan ekosistem akan lebih baik. Namun tidak perlu nilai E (Indeks Kemerataan) lebih dari 1 berada terus menerus. Hal itu bisa membawa efek negatif pada serangga karnivora (Predator) untuk generasi berikutnya sebab populasinya akan turun secara drastis bila mana kekurangan mangsa dalam kurun waktu terlalu lama. Menurut Oka (1995), nilai kemerataan akan cenderung tinggi bila jumlah populasi dalam suatu famili tidak mendominasi populasi famili lainnya sebaliknya 426

kemerataan cenderung rendah bila suatu famili memiliki jumlah populasi yang mendominasi jumlah populasi lain. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulan sebagai berikut : 1. Indeks Keanekaragaman (H ) tertinggi terjadi pada pengamatan Arthropoda tajuk dengan rata-rata = 2,669 dan terendah terjadi pada Arhropoda permukaan tanah dengan rata-rata = 0,468. 2. Indeks Kemelimpahan N1 tertinggi pada Arhropoda tajuk dengan rata-rata = 7,256 dan terendah pada arthropoda permukaan tanah dengan rata-rata = 1,279 serta N2 tertinggi Arthropoda tajuk dengan rata-rata = 12,391 dan terendah permukaan tanah dengan ratarata1,245. 3. Indeks Kemerataan (E) tertinggi Arthropoda tajuk dengan rata-rata = 0,877 dan terendah permukaan tanah dengan rata-rata = 0,262 nilai tersebut tidak berbeda nyata. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang peran masing-masing famili atau individu dalam ekosistem pertanaman Kakao. DAFTAR PUSTAKA Borror D.J., C.A. Triplehorn, N.F. Johnson, 1996. Terjemahan oleh S. Partosoedjono, 1996. Yogyakarta. Pengenalan Pelajaran Serangga. Gadjah Mada University Press, Jumar, 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta, Jakarta. Khasanah, N. dan Nasir B., 2004. Struktur Komunitas Arthropoda Pada Ekosistem Tanaman Bawang Merah. Jurnal Agroland II (4). Untad. Lilies C., 1994. Kunci Determinasi Serangga. Kanisius, Yogyakarta. Ludwig, J.A dan J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology. John Wiley and Sons, Inc. New York USA. Mahrub, E. 1997. Struktur Komunitas Arthropoda Pada Ekosistem Padi Tanpa Perlakuan Insektisida. Dalam Kumpulan Prosiding Konggres Perhimpunan Entomologi Indonesia V dan Simposium Entomologi. Bandung, 24 26 Juni 1997. Bandung. Mudjiono, G. 1994. Pengendalian Hayati Terhadap Serangga Hama: Peranan Serangga Entomofagus. Lembaga Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Odum, E.P. 1996. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 427

Oka, I.N., 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Pracaya, 2007. Hama dan Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya, Jakarta. Price, P. W. 1975. Insect Ecology. John Willey and Sons. New York. Ratnasari, Cicilia Nova. 2006. Pengaruh Penerapan Teknologi PHT Terhadap Keanekaragaman Hayati Arthropoda di Pertanaman Padi. Skripsi: Jurusan Pertanian Progran Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman. Universitas Brawijaya Malang. Restu, I.W. 2002. Kajian Pengembangan Wisata Mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Wilayah Pesisir Selatan Bali. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Riyanto, 1985. Ekologi Dasar. Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang. Shahabuddin, 2009. Dasar-Dasar Ekologi Serangga. Lembaga Pengkajian Pembaharuan Hukum dan Kebijakan Publik (LP2HKP), Palu. Subagia, 2006. Tehnik dan Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebat Swadaya, Jakarta. Sugianto, A., 2008. Ekologi Kuantitatif Metode Analisis Populasi Komunitas. Nasional, Surabaya. Usaha Suhardjono, 2000. Buku pegangan pengelolaan koleksi Spesimen Ekologi. Balai Penelitian dan Pengembangan Zoologi. Pusat Penelitian dan Pengembangan biologi LIPI. Subiyanto, H. 2007. Studi Keanekaragaman Serangga Pada Perkebunan Apel Organik dan Anorganik. Skripsi: Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Malang. Suheriyanto, D. 2008. Ekologi Serangga.UIN- Malang Press. Malang Tarumingkeng, R. C. 1992. Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga. IPB Press. Bogor. Trisnaningsih, Y dan J. Soejtno. 2001. Keragaman Hayati Arthropoda pada Berbagai Sistem Tanam Padi. Dalam Kumpulan Prosiding Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian Cipayung 16-18 Oktober 2000. Bogor. Untung, K., 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadja Mada University Press, Yogyakarta. 428