PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG KOMITE AKSI NASIONAL PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG KOMITE AKSI NASIONAL PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG KOMITE AKSI ACEH PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOMITE AKSI NASIONAL PENGHAPUSAN BENTUK.BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR... TAHUN... T E N T A N G

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG ZONA BEBAS PEKERJA ANAK

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2004 T E N T A N G ZONA BEBAS PEKERJA ANAK DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 3.A TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak

N OMOR 13 TAHUN 20 14

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

BUPATI SIAK PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA PENGARUSUTAMAAN GENDER

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2013

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI DAERAH LANJUT USIA PROVINSI JAMBI

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 77 / HUK / 2010 TENTANG PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

-2-3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Repu

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LAYAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PIHAK LUAR NEGERI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGELOLAAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2007 SERI D ===============================================================

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2012 TENTANG KOORDINASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE AKSI DAERAH, PENETAPAN RENCANA AKSI DAERAH, DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa bekerja bagi anak terutama pada jenis pekerjaan-pekerjaan terburuk akan sangat membahayakan bagi anak, menghambat anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar, serta bertentangan dengan hak asasi anak dan nilai-nilai kemanusiaan yang diakui secara universal; b. bahwa anak Indonesia sebagai individu maupun sebagai generasi penerus bangsa harus dijaga pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga dapat berkembang secara wajar baik fisik, mental, sosial, dan intelektualnya; c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Bagi Anak, telah dibentuk Komite Aksi Nasional dan telah ditetapkan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak; d. bahwa penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di daerah, perlu diselenggarakan secara terarah, terkoordinasi, terpadu, dan berkesinambungan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pembentukan Komite Aksi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO 138 mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3835); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi International Labour Organization 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Bagi Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3941); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

- 2-5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 12. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak); 13. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2001 tentang Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak; 14. Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE AKSI DAERAH, PENETAPAN RENCANA AKSI DAERAH, DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah

- 3 - Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah Kabupaten dan/atau daerah Kota di bawah Kecamatan. 5. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 6. Pekerja anak adalah anak yang melakukan jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan menghambat proses belajar serta tumbuh kembang anak. 7. Tumbuh kembang anak adalah tumbuh dalam arti bertambahnya ukuran dan masa yaitu tinggi, berat badan, tulang, dan panca indera tumbuh sesuai dengan usia, dan kembang dalam arti bertambahnya dalam kematangan fungsi tumbuh yaitu pendengaran, penglihatan, kecerdasan, dan tanggung jawab. 8. Lembaga kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan, mempunyai tugas membantu pemerintah desa atau kelurahan dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, Karang Taruna, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat atau sebutan lain. 9. Komite Aksi Daerah atau sebutan lain adalah wadah koordinasi penghapusan bentukbentuk pekerjaan terburuk untuk anak di daerah. 10. Rencana Aksi Daerah adalah tahapan program/kegiatan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di daerah, yang diselenggarakan secara terarah, terkoordinasi, terpadu, dan berkesinambungan. 11. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. BAB II BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK Pasal 2 Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak antara lain: a. perbudakan atau praktek sejenis perbudakan seperti penjualan dan perdagangan anak, kerja ijon (debt bondage), dan perhambaan serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk pengerahan anak secara paksa atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata; b. pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno; c. pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan terlarang, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional yang relevan; dan

- 4 - d. pekerjaan yang sifat atau keadaan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak-anak. Pasal 3 Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berupa eksploitasi secara fisik maupun ekonomi terhadap anak yang antara lain: a. dilacurkan; b. bekerja di pertambangan; c. bekerja sebagai penyelam mutiara; d. bekerja di sektor konstruksi; e. bekerja di jermal; f. bekerja sebagai pemulung sampah; g. dilibatkan dalam produksi dan kegiatan yang menggunakan bahan-bahan peledak; h. bekerja di jalan; i. bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga; j. bekerja di industri rumah tangga; k. bekerja di perkebunan; l. bekerja pada penebangan, pengolahan dan pengangkutan kayu; dan m. bekerja pada industri dan jenis kegiatan yang menggunakan bahan kimia yang berbahaya. BAB III KOMITE AKSI DAERAH Bagian Kesatu Pembentukan dan Kedudukan Pasal 4 (1) Gubernur dan Bupati/Walikota membentuk Komite Aksi Daerah Provinsi dan Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. (2) Pembentukan Komite Aksi Daerah Provinsi dan Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan Keputusan Bupati/Walikota. (3) Komite Aksi Daerah Provinsi dan Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan susunan keanggotaan sebagai berikut: a. Pengarah : Kepala Daerah b. Penanggung Jawab : Wakil Kepala Daerah c. Ketua Umum : Sekretaris Daerah d. Ketua I : Kepala Bappeda e. Ketua II : Kepala Dinas/Badan/Kantor yang membidangi Ketenagakerjaan f. Sekretaris Umum : Dinas/Badan/Kantor yang membidangi Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa g. Sekretaris I : Kepala Dinas yang membidangi pendidikan h. Sekretaris II : Kepala Dinas yang membidangi sosial i. Anggota : Unsur satuan kerja perangkat daerah terkait, para ahli, dan masyarakat

- 5 - Pasal 5 (1) Komite Aksi Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berkedudukan di ibukota provinsi. (2) Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berkedudukan di ibukota kabupaten/kota. Bagian Kedua Tugas Pasal 6 Komite Aksi Daerah Provinsi dan Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mempunyai tugas : a. melaksanakan kebijakan pemerintah; b. melakukan pendataan untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi permasalahan; c. menyampaikan permasalahan kepada instansi/lembaga terkait untuk penyelesaian tindak lanjut melalui forum pertemuan satuan kerja perangkat daerah; d. menyusun dokumen rencana aksi daerah; e. menyalurkan aspirasi masyarakat dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat; f. melakukan bimbingan, pembinaan, fasilitasi, dan advokasi pelaksanaan rencana aksi daerah; g. memfasilitasi, menggerakkan, dan meningkatkan pemberdayaan masyarakat untuk mendukung rencana aksi daerah; h. melaksanakan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan rencana aksi daerah; i. mengembangkan kemitraan; j. mengupayakan adanya sumber pendanaan untuk mendukung rencana aksi daerah; dan k. menyusun laporan hasil pelaksanaan rencana aksi daerah. Pasal 7 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Komite Aksi Daerah Provinsi dan Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota dapat mengikutsertakan atau meminta saran dan pertimbangan dari pihak terkait lain dan/atau para ahli. Pasal 8 (1) Komite Aksi Daerah Provinsi dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 bertanggungjawab kepada Gubernur. (2) Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota. Bagian Ketiga Sekretariat Pasal 9 (1) Gubernur dan Bupati/Walikota membentuk sekretariat pada dinas/badan/kantor yang membidangi pemberdayaan masyarakat dan pemerintah desa untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas Komite Aksi Daerah Provinsi dan Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota.

- 6 - (2) Keanggotaan sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur satuan kerja perangkat daerah yang membidangi pemberdayaan masyarakat dan pemerintah desa, pendidikan, dan ketenagakerjaan atau unsur satuan kerja perangkat daerah terkait sesuai kebutuhan. (3) Pembentukan sekretariat dan keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan Keputusan Bupati/Walikota. Bagian Keempat Kelompok Kerja Pasal 10 Ketua Umum Komite Aksi Daerah Provinsi dan Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c, dapat membentuk kelompok kerja untuk kelancaran pelaksanaan tugas sehari-hari sesuai dengan kebutuhan. Bagian Keenam Tata Kerja Pasal 11 Komite Aksi Daerah Provinsi dan Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugas menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi. Pasal 12 Rapat koordinasi Komite Aksi Daerah Provinsi dan Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota diadakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Pasal 13 Hubungan Kerja antara Komite Aksi Daerah Provinsi dan Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota bersifat fasilititatif, koordinatif, dan konsultatif. BAB IV RENCANA AKSI DAERAH Bagian Kesatu Penyusunan Pasal 14 Rencana Aksi Daerah penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak disusun melalui tahapan: a. Kesatu, sasaran yang ingin dicapai setiap tahun; b. kedua, sasaran yang ingin dicapai setelah 5 (lima) tahun; c. ketiga, sasaran yang ingin dicapai setelah 10 (sepuluh) tahun; dan d. keempat, sasaran yang ingin dicapai setelah 20 (dua puluh) tahun. Bagian Kedua Sasaran Tahunan Pasal 15 Sasaran setiap tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a terdiri atas :

- 7 - a. program umum; dan b. program khusus. Pasal 16 (1) Program umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a antara lain: a. pelarangan dan penghapusan segala bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak; b. pemberian perlindungan yang sesuai bagi anak yang melakukan pekerjaan ringan; c. perbaikan pendapatan keluarga agar anak tidak bekerja dan menciptakan suasana tumbuh kembang anak dengan wajar; dan d. pelaksanaan sosialisasi program penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak kepada pejabat birokrasi, pejabat politik, lembaga kemasyarakatan dan masyarakat. (2) Program khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b antara lain: a. penyediaan rujukan bagi pekerja anak yang putus sekolah ke bangku sekolah dengan memberikan bantuan beasiswa; b. pemberian pendidikan non-formal; dan c. pelatihan ketrampilan bagi anak. Bagian Ketiga Sasaran Setelah 5 (Lima) Tahun Pasal 17 Sasaran setelah 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b antara lain: a. tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk menghapus bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak; b. terpetakannya permasalahan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dan upaya penghapusannya; dan c. terlaksananya program penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dengan prioritas permasalahan pekerja anak yang ada di daerah. Bagian Keempat Sasaran Setelah 10 (Sepuluh) Tahun Pasal 18 Sasaran setelah 10 (sepuluh) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c antara lain: a. terlaksananya replikasi model penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak pada tahap 5 (lima) tahun; b. berkembangnya program penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di sektor lain yang belum dilaksanakan; dan c. tersedianya kebijakan pelaksanaan dan perangkat pelaksana penghapusan bentukbentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Bagian Kelima Sasaran Setelah 20 (Dua Puluh) Tahun Pasal 19 Sasaran setelah 20 (dua puluh) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d antara lain:

- 8 - a. terlembaganya gerakan daerah untuk penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak secara efektif; dan b. terlaksananya pengarusutamaan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Bagian Keenam Strategi Pasal 20 Rencana Aksi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 19 dilaksanakan melalui strategi: a. penentuan prioritas penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak secara bertahap; b. pelibatan semua pihak; c. pengembangan dan pemanfaatan potensi daerah secara cermat; dan d. kerja sama dan bantuan teknis antar daerah, daerah dengan pihak ketiga, daerah dengan negara lain atau dengan lembaga internasional berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 21 Pelaksanaan strategi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. BAB V PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Pasal 22 (1) Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak dilaksanakan secara terpadu dengan program pembangunan masyarakat yang ada dengan prinsip transparansi, partisipatif, dan akuntabilitas, serta memperhatikan nilai agama dan budaya/norma masyarakat setempat. (2) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memberikan motivasi agar masyarakat tahu, mau, dan mampu menangani bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. (3) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melibatkan antara lain warga masyarakat, lembaga kemasyarakatan, Badan Permusyawaratan Desa, Kader Pemberdayaan Masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan swasta. Pasal 23 Pemberdayaan Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dapat dilaksanakan melalui: a. peningkatan kepekaan masyarakat terhadap penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dan rencana aksi daerah; b. penguatan kelembagaan masyarakat; c. peningkatan pendidikan dan keterampilan masyarakat; d. peningkatan pendapatan masyarakat, khususnya orang tua pekerja anak; dan e. pengembangan jaringan kerja sama dan informasi masyarakat.

- 9 - BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 24 (1) Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan atas penyelenggaraan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. (2) Pembinaan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. koordinasi penyelenggaraan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di daerah; b. pemberian pedoman pembentukan Komite Aksi Daerah Provinsi dan Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota, penetapan Rencana Aksi Daerah, dan pemberdayaan masyarakat dalam penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di daerah; c. fasilitasi dan konsultasi penyelenggaraan pembentukan Komite Aksi Daerah Provinsi dan Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota, penetapan Rencana Aksi Daerah, dan pemberdayaan masyarakat dalam penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di daerah; dan d. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyelenggaraan pembentukan Komite Aksi Daerah Provinsi dan Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota, penetapan Rencana Aksi Daerah, dan pemberdayaan masyarakat dalam penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di daerah. Pasal 25 (1) Gubernur melakukan pembinaan atas penyelenggaraan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. (2) Pembinaan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. koordinasi penyelenggaraan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di kabupaten/kota; b. fasilitasi dan konsultasi penyelenggaraan pembentukan Komite Aksi Kabupaten/Kota, penetapan Rencana Aksi Daerah, dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak di kabupaten/kota; dan c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyelenggaraan pembentukan Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota, penetapan Rencana Aksi Daerah, dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak di provinsi dan kabupaten/kota. Pasal 26 (1) Bupati/Walikota melakukan pembinaan atas penyelenggaraan penghapusan bentukbentuk pekerjaan terburuk untuk anak. (2) Pembinaan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa koordinasi, fasilitasi, konsultasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di desa/kelurahan.

- 10 - Bagian Kedua Pengawasan Pasal 27 (1) Menteri Dalam Negeri melakukan pengawasan penyelenggaraan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di Daerah. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menjamin agar penyelenggaraan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di Daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pasal 28 (1) Gubernur melakukan pengawasan penyelenggaraan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di kabupaten/kota. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menjamin agar penyelenggaraan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di kabupaten/kota berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pasal 29 (1) Bupati/Walikota melakukan pengawasan penyelenggaraan penghapusan bentukbentuk pekerjaan terburuk untuk anak di desa/kelurahan. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menjamin agar penyelenggaraan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di desa/kelurahan berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. BAB VII PELAPORAN Pasal 30 (1) Bupati/Walikota melaporkan penyelenggaraan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di kabupaten/kota kepada Gubernur. (2) Laporan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun dengan bentuk laporan kemajuan (progress report) dan laporan akhir tahun (annual report). Pasal 31 (1) Gubernur melaporkan penyelenggaraan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di provinsi kepada Menteri Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. (2) Laporan Guburnur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setahun 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun dengan bentuk laporan kemajuan (progress report) dan laporan akhir tahun (annual report). BAB VIII PENDANAAN Pasal 32 (1) Pendanaan penyelenggaraan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk

- 11 - anak di provinsi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat. (2) Pendanaan penyelenggaraan penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak di kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat. (3) Pendanaan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penghapusan bentukbentuk pekerjaan terburuk untuk anak di daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Departemen Dalam Negeri dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 33 Komite Aksi Daerah Provinsi dan Komite Aksi Daerah Kabupaten/Kota atau sebutan lain yang telah ada tetap melaksanakan tugas dan menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkan. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 34 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 5 Tahun 2001 tentang Penanggulangan Pekerja Anak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 35 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Januari 2009 MENTERI DALAM NEGERI, ttd H. MARDIYANTO