Perda No. 2/2001 tentang Penetapan Sisa Perhitungan APBD Kabupaten Magelang Tahun PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2002

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 07 TAHUN 2004 PAJAK PARKIR

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 45 TAHUN : 2004 SERI : B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 8 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 63 TAHUN : 2002

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2006 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR : 03 TAHUN 2000 SERI : A NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA. Nomor : 11 Tahun : 2010 Seri : B Nomor : 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 11 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 13 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 5

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG SRITI DAN ATAU WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2000 Seri A

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 8 Tahun 2005 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

LEMBARAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perda No. 15 / 2002 tentang Perubahan Pertama Perda 11/1998 tentang Pajak Penerangan jalan. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 15 TAHUN 2002

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PAJAK RESTORAN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 05 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR : 17 TAHUN 2004 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK RESTORAN

SALINAN PAJAK PENERANGAN JALAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 1 TAHUN 2004 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PASIR NOMOR: 2 TAHUN: 1999 SERI: A NOMOR: 02

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 6 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 05 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR: 17 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PAJAK PENERANGAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG Nomor : 29 Tanggal : 27 Januari 1999 Seri : A Nomor : 3

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 37 TAHUN 2003

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN BUPATI PATI,

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENGGUNAAN LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 05 TAHUN 2009 ( DICABUT ) TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 2 TAHUN 2002 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA

L E M B A R A N D A E R A H

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 02 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 05 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BIAK NUMFOR NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI,

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 9 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 28 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGUSAHAAN PENANGKARAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK RESTORAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 3 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 4 TAHUN 2002 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 5, TAHUN : 2004 SERI : A NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

PAJAK RESTORAN BUPATI MUSI RAWAS,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 13 TAHUN 2005 PAJAK RESTORAN

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 25 TAHUN 2001

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DELI SERDANG NOMOR 5 TAHUN 2000 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DELI SERDANG NOMOR : 27 TAHUN 2000 T E N T A N G

Transkripsi:

Perda No. 2/2001 tentang Penetapan Sisa Perhitungan APBD Kabupaten Magelang Tahun 2001. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka Pajak Parkir di tetapkan menjadi Pajak Daerah ; b. bahwa potensi parkir di Daerah Kabupaten Magelang cukup memadai untuk meningkatkan Pendapatan Daerah yang mendukung kemandirian Daerah dalam pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggungjawab; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut maka Pajak Parkir perlu diatur dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 13 Tahun 1950 jis Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Berita Negara Tahun 1950) dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1982 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Magelang dari Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Magelang ke Kecamatan Mungkid di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Magelang (Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 1982 Nomor 36); 2. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209 ) ; 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3639); 4. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 5. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Magelang Nomor 5 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Magelang; 6. Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Magelang. Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAGELANG v. 2001

2 MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TENTANG PAJAK PARKIR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kabupaten Magelang ; b. Bupati adalah Bupati Magelang ; c. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah; d. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Perpajakan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; e. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah; f. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditier, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi sejenis, Lembaga Dana Pensiun, Badan Usaha Tetap serta bentuk usaha lainnya ; g. Parkir adalah penempatan suatu kendaraan bermotor yang bersifat sementara diluar badan jalan; h. Penyelenggara Parkir diluar badan jalan adalah penyelenggaraan parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor atau persewaan garasi kendaraan bermotor yang dipungut bayaran; i. Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor atau persewaan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran; j. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terhutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah; k. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran yang terhutang ke Kas Daerah atau ke tempat lain yang ditetapkan oleh Bupati; l. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang; m. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar; n. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan; o. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak;

3 p. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda; q. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang disingkat SKPDN adalah surat Keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak; r. Penyidik adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil dalam Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah yang memuat ketentuan Pidana yang selanjutnya disebut PPNS. Nama Pajak adalah Pajak Parkir. (1) Objek Pajak adalah : BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK Pasal 2 Pasal 3 a. Penyelenggaraan parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan ; b. Penyelenggaraan / persewaan garasi kendaraan bermotor atau penitipan kendaraan bermotor dengan dipungut bayaran. (2) Dikecualikan dari obyek pajak adalah penyelenggaraan parkir yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Daerah atau Pemerintah Daerah. Pasal 4 Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan perparkiran di luar badan jalan, penitipan kendaraan bermotor atau persewaan garasi kendaran bermotor dengan memungut bayaran. BAB III DASAR PENGENAAN DAN TARIP PAJAK Pasal 5 Dasar pengenaan Pajak adalah jumlah pendapatan pembayaran parkir di luar badan jalan. Pasal 6 Tarip Pajak ditetapkan sebesar 20% ( dua puluh persen ) Pasal 7 Tata cara pemungutan pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati. BAB IV DAERAH PEMUNGUTAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 8 (1) Pajak yang terutang dipungut di daerah Kabupaten Magelang.

4 (2) Besarnya pajak terutang dihitung dengan mengalikan tarif sebagaimana dimaksud pada pasal 5 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud pada pasal 4. BAB V MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK Pasal 9 Masa Pajak adalah jangka waktu tertentu yang lamanya ditetapkan oleh Bupati sebagai dasar untuk mengitung besarnya pajak yang terhutang. Pasal 10 Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwin. Pasal 11 Pajak terhutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan parkir. (1) Setiap Wajib Pajak harus mengisi SPTPD; Pasal 12 (2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya; (3) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Bupati.. BAB VI TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK Pasal 13 (1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1), Bupati atau Pejabat yang ditunjuk menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD. (2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh hari) sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD. Pasal 14 (1) Wajib Pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terutang. (2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan : a. SKPDKB ; b. SKPDKBT ; c. SKPDN. (3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat 2) huruf a pasal ini diterbitkan : a. Apabila berdasarkan hasil penelitian atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)

5 sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak. b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung sejak pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak. c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak. (4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b pasal ini diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang akan dikenakan sanksi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. (5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c pasal ini diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. (6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b pasal ini tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa 2% (dua persen) sebulan. BAB VII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 15 (1) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD. (2) Apabila pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati (3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini dilakukan dengan menggunakan SSPD. Pasal 16 (1) Pembayaran Pajak harus dilakukan sekaligus lunas. (2) Bupati atas permohonan wajib pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua perseratus) sebulan (3) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), ditetapkan oleh Bupati. Pasal 17 (1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 dan 14, diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan. (2) Bentuk, jenis, isi ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Bupati.

6 BAB VIII TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 18 (1) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang. (3) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dikeluarkan oleh Pejabat. Pasal 19 (1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa. (2) Pejabat menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis. Pasal 20 Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sesudah tanggal pemebritahuan Surat Paksa, Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Pasal 21 Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara. Pasal 22 Setelah Kantor Lelang negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, Juru sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak. Pasal 23 Bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak daerah ditetapkan oleh Bupati. BAB IX PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 24 (1) Bupati berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memeberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak. (2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati. BAB X

7 TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANGSI ADMINISTRASI Pasal 25 (1) Bupati karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat : a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah; b. Membatalkan atau mengurangkan ketatapan pajak yang tidak benar; c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. (2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Bupati, atau Pejabat selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD dengan memebrikan alasan yang jelas. (3) Bupati atau Pejabat paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan. (4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati atau Pejabat tidak memebrikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan. BAB XI KEBERATAN DAN BANDING Pasal 26 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pajabat atas suatu : a. SKPD; b. SKPDKB; c. SKPDKBT; d. SKPDLB; e. SKPDN; f. Potongan atau pengurangan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. (2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, atau tanggal pemotongan / pemungutan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan alasan yang jelasa, kecuali apabila Wajib Pajk dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (3) Bupati atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas ) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan. (4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan. (5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 27

8 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan. (2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 28 Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 atau banding sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. BAB XII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 29 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Bupati atau Pejabat. (2) Bupati atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui, Bupati atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP). (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Bupati atau Pejabat memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak. Pasal 30 Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (4), pembayarannya dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagi bukti pembayaran. BAB XIII KADALUWARSA Pasal 31 (1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan. (2) Kadaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila : a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau; b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik secara langsung maupun tidak langsung.

9 BAB XIV PENYIDIKAN Pasal 32 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah tersebut ; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah; g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat tindak pada saat pemeriksaan sedang beralngsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. Memotret yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 33 (1) Wajib Pajak yang karena kealpannya atau dengan sengaja melanggara ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini sehingga merugikan keuangan Daerah dapat diancam kurungan paling lama 6 bulan dan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 ( lima juta rupiah ); (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran. Pasal 34 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak. BAB XVI

10 KETENTUAN PENUTUP Pasal 35 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati. Pasal 36 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Magelang. Ditetapkan di Kota Mungkid. Pada tanggal 25 Juli 2002 BUPATI MAGELANG TTD. DRS. H. HASYIM AFANDI. Diundangkan di Kota Mungkid Pada tanggal 25 Juli 2002 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MAGELANG Ttd. Drs. H. HARTONO. Pembina Utama Muda NIP. 010 072 372 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2002 NOMOR 2 Dihimpun oleh Dollut Tuge Staf Teknis SJDI Hukum Setda Kab.Magelang 2002 PENJELASAN

11 ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR I. UMUM. Dengan berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Parkir ditetapkan menjadi Pajak Kabupaten / Kota. Bahwa untuk memungut Pajak parkir tersebut perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah, sehingga menghasilkan kontribusi pendapatan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 : Pasal ini memuat pengertian dan Istilah yang dipergunakan dalam Peraturan Daerah ini. Dengan adanya pengertian dan Istilah tersebut dimaksudkan untuk persamaan persepsi dan mencegah salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami dan melaksanakan pasal-pasal yang bersangkutan sehingga warga masyarakat maupun aparatur dalam melaksanakan hak dan kewajiban dapat berjalan dengan lancar sehingga dapat dicapai tertib Administrasi pemungutan Pajak Daerah. Pasal 2 Ayat (1) : Yang dimaksud penyelenggaraan parkir di luar badan jalan adalah setiap orang atau badan yang mempunyai usaha penitipan / parkir / penyewaan garasi kendaraan bermotor dengan memungut bayaran pada tempat khusus yang disediakan sendiri di luar badan jalan umum yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah. Pasal 2 ayat (2) : Cukup Jelas. Pasal 2 Ayat (3) : Pengecualian penyelenggaraan parkir oleh Badan Usaha Milik Daerah atau Pemerintah Daerah dimaksudkan hasil penerimaan parkir yang dikelola Badan Usaha Milik Daerah dan sudah diperhitungkan dalam bagian laba badan usaha milik daerah sedangkan parkir ditempat wisata yang dikelola oleh Pemerintah Daerah telah dipungut Retribusi Parkir. Pasal 3 : Cukup jelas. Pasal 4 : Jumlah Pendapatan Pembayaran Parkir diluar badan jalan adalah jumlah pendapatan Brutto hasil penyelenggaraan parkir. Pasal 5 : Cukup jelas. Pasal 6 : Pengenaan Pajak Parkir adalah 20 % (dua puluh persen) dari jumlah pendapatan brutto hasil penyelenggaraan parkir. Pasal 7 : Cukup jelas. Pasal 8 : Cukup jelas. Pasal 9 : Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) : Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) : Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) : Cukup jelas. Ayat (4) : Cukup jelas. Ayat (5) : Cukup jelas.

12 Ayat (6) : Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) : Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) : Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) : Cukup jelas. Pasal 16 Ayat (1) : Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) : Cukup jelas. Pasal 18 : Cukup jelas. Pasal 19 : Cukup jelas. Pasal 20 : Cukup jelas. Pasal 21 : Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) : Cukup jelas. Pasal 23 Ayat (1) : Cukup jelas. Ayat (4) : Cukup jelas. Pasal 24 Ayat (1) : Cukup jelas. Ayat (4) : Cukup jelas. Ayat (5) : Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) : Cukup jelas. Pasal 26 : Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) : Cukup jelas. Ayat (4) : Cukup jelas. Ayat (5) : Cukup jelas. Ayat (6) : Cukup jelas. Pasal 28 : Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) : Cukup jelas. Pasal 30 Ayat (1) : Cukup jelas. Pasal 31 : Cukup jelas. Pasal 32 : Cukup jelas. Pasal 33 : Cukup jelas. Pasal 34 : Cukup jelas. Pasal 35 : Cukup jelas. III. PENJELASAN TAMBAHAN Bahwa Peraturan Daerah ini telah dibahas dalam Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Magelang dengan Keputusan Nomor 14/DPRD/2002 tanggal 13 Juli 2002 tentang Persetujuan Penetapan Peraturan Daerah Pajak Parkir. TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3