BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga dalam menjalani interaksinya manusia

dokumen-dokumen yang mirip
Perilaku Menolong Ditinjau Dari Latar Belakang Jenis Kelamin dan Bias Kelompok Agama Pada Siswa SMA A. Wahid Hasyim Tebuireng

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih

Tri Windha Isnandar F

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMA Abdul Wahid Hasyim didirikan pada tahun 1975 dan berada di

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN ASERTIVITAS DENGAN PERILAKU PROSOSIAL REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan.

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga, lingkungan teman sebaya sampai lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya keteraturan, kedamaian, keamanan dan kesejahteraan dalam

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA

PENDAHULUAN. yang dimilikinya. Keragaman memang indah dan menjadi kekayaan bangsa yang. dari pada modal bangsa Indonesia (Hanifah, 2010:2).

BAB I PENDAHULUAN. lain baik orang terdekat seperti keluarga ataupun orang yang tidak dikenal, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pertolongan yang justru sangat dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial yaitu

BAB I PENDAHULUAN. ternyata membawa pengaruh dan perubahan perubahan yang begitu besar

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bersifat fisik maupun rohani (Ahid, 2010: 99). Beberapa orang juga

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam

PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk. dasarnya ia memiliki ketergantungan. Inilah yang kemudian menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. penuh keramahan. Namun akhir-akhir ini banyak ahli yang harus berpikir

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. solidaritas di antara individu maupun kelompok. dengan yang lain atau (give and take) melalui berbicara atau saling menukar tanda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan,

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

I. PENDAHULUAN. Perubahan zaman dan perkembangan teknologi telah membawa dampak yang begitu besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umat islam di Indonesia. Kepercayaan, sikap-sikap dan nilai-nilai masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka

2016 ANALISIS POLA MORAL SISWA SD,SMP,SMA,D AN UNIVERSITAS MENGENAI ISU SAINS GUNUNG MELETUS D ENGAN TES D ILEMA MORAL

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia lainnya, untuk itu manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain

Salah satu faktor yang memengaruhi memudarnya sikap nasionalisme adalah kurangnya pemahaman siswa tentang sejarah nasional Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertolongan orang lain dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari

PENDAHULUAN. dapat membawa kemajuan, namun juga sekaligus melahirkan kegelisahan. pada masyarakat, hal ini juga dialami oleh Indonesia.

STUDI TENTANG KESADARAN HUKUM SISWA DALAM BERLALU LINTAS:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

I. PENDAHULUAN. bukan hanya dari potensi akademik melainkan juga dari segi karakter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

I. PENDAHULUAN. Tentunya siswa banyak mengalami interaksi yang cukup leluasa dengan. yang dihuni oleh beberapa suku dan budaya.

II. KAJIAN PUSTAKA. makhluk lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari pasti mengalami apa itu proses. dalam kehidupan sosial (Soekanto, 1996: 140).

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki pasangan akan selalu saling melengkapi satu sama lain.

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

HUBUNGAN ANTARA URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya berada di luar lingkup universitas atau perguruan tinggi. Organisasi

Bab II. Kajian Pustaka. Teori identitas sosial dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam

BAB I PENDAHULUAN. budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata

Angket Motivasi Belajar. 1) Isilah identitas nama anda dengan lengkap dan benar. 2) Bacalah dengan seksama butir pertanyaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

10. Kunci : A Pembahasan : Dalam proses interaksi sosial maka harus melibatkan 2 orang atau lebih, dimana dari kedua belah pihak ada yang memberikan s

PROGRAM SEKOLAH DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI SMAN 13 DAN SMAN 7 BANDA ACEH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra suatu negara ditunjukkan oleh citra sistem lalu lintas di negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan kemajuan teknologi dan komunikasi pada saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. yang padat dengan kemacetan lalu lintas sampai dengan jalanan kecil

BAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

PENANAMAN NILAI-NILAI KREATIF DAN CINTA TANAH AIR PADA SENI TARI. Polokarto Kabupaten Sukoharjo) NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat dari berbagai kalangan, baik anak-anak, remaja, dewasa, sampai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang individu, karena individu tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga di

2015 KONTRIBUSI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TERHADAP KEPEDULIAN SOSIAL DI KALANGAN SISWA SMA.

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mempengaruhi diri dan pola perilaku manusia. Tidak jarang

Bab 5. Ringkasan. suka berkelompok, dan sebagainya. Kehidupan berkelompok dalam masyarakat Jepang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

I. PENDAHULUAN. membuat negera kita aman, bahkan sampai saat ini ancaman dan gangguan

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DI TEMPAT KERJA DENGAN DISIPLIN KERJA PADA GURU SKRIPSI

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia merupakan mahluk sosial yang hidup dalam situasi lingkungan sosial. Manusia sebagai mahluk sosial memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga dalam menjalani interaksinya manusia senantiasa berusaha melakukan penyesuaian diri dengan cara menyelaraskan kepentingan diri dengan kepentingan orang lain, agar dapat hidup dengan memiliki hubungan sosial yang menyenangkan dan harmonis. Agar terbina hubungan sosial yang menyenangkan dan harmonis, maka individu dituntut untuk mengembangkan sikap saling menghormati, saling tolong menolong, bekerjasama, berbagi dengan sesama, serta saling peduli satu sama lain. Namun seiring dengan berjalannya waktu, serta gerakan modernisasi di semua aspek kehidupan manusia ternyata telah menimbulkan pergeseran pola interaksi antar individu dan perubahan nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat. Interaksi antar individu menjadi bertambah longgar dan kontak sosial yang terjadi semakin rendah kualitas dan kuantitasnya. Dapat dikatakan bahwa masyarakat sekarang lebih menggunakan konsep menyenangkan diri dulu baru kemudian orang lain, hal ini mengakibatkan manusia menjadi makhluk yang individual. Masyarakat sekarang menjadi acuh tak acuh terhadap lingkungan dan enggan bersosialisasi terhadap sesamanya 1

2 sehingga menimbulkan dampak negatif di kemudian hari, seperti makin maraknya kasus kekerasan terhadap anak yang disebabkan karena kurangnya sikap peduli dan saling tolong-menolong dikalangan masyarakat (www.kpai.go.id. 6 Juni 2013). Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku menurunnya kepedulian orang terhadap orang lain maupun lingkungan di sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari situasi sehari-hari yang dialami, seperti pada saat seseorang membutuhkan bantuan sebagian orang segera menolong tanpa memikirkan apaapa, sedangkan sebagian lainnya tidak melakukan apa-apa meskipun mampu untuk membantu. Hal ini terjadi pada saat ada kecelakaan lalu lintas, namun tak banyak orang yang dengan segera menolong korban kecelakaan tersebut. Beberapa dari masyarakat yang ada di kawasan kecelakaan tersebut mendahulukan untuk mengabadikan momen kecelakaan itu terlebih dahulu tanpa ada niat untuk mendahulukan menolong korban dengan segera (tribunnews.com, 22 September 2013). Hal tersebut mencerminkan kurangnya kepedulian, keinginan unuk menolong, dan toleransi pada orang lain didorong oleh sikap individualis yang ada pada diri individu. Kejadian tersebut jika dibiarkan berlarut-larut dapat berdampak pada meningkatnya sikap ketidakpedulian terhadap orang lain dan tidak menghargai kondisi orang lain. Karakteristik dari individu juga dapat mempengaruhi seseorang untuk menolong orang lain, diantaranya adalah jenis kelamin. Asumsi dari seseorang

3 untuk menolong dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin diketemukan dalam beberapa penelitian tentang perilaku menolong dengan hasil yang berbeda-beda. Sesuai dengan peran tradisionalnya sebagai pelindung, laki-laki lebih mungkin memberi bantuan dibandingkan dengan perempuan, dan perempuan lebih mungkin mendapatkan pertolongan dibanding laki-laki karena laki-laki dianggap lebih kuat daripada perempuan (Bolton dan Katok, 1995 dalam Stephan Meier, 2005). Penjelasan mengenai perbedaan perilaku menolong dapat dilihat dari peran gender yang tentunya juga dipengaruhi oleh peran sosial mereka yang berbedabeda. Seringkali perempuan dianggap lebih rendah dibanding laki-laki dalam hal kemampuan yang membutuhkan tenaga dan laki-laki mempunyai ekstra tenaga yang lebih besar dibandingkan perempuan, itulah yang menjadi asumsi dasar mengapa perempuan lebih ditolong daripada laki-laki. Jika dibandingkan, memang benar tenaga perempuan kalah saing dengan tenaga laki-laki. Hal itu dapat dibuktikan dengan contoh tenaga laki-laki lebih kuat mengangkat beban berat seperti karung beras dibandingkan dengan tenaga perempuan. Sesuai dengan peran tradisional pria sebagai pelindung, laki-laki lebih mungkin untuk memberi bantuan pada tindakan yang dianggap heroik, kekuatan fisik dan training olahraga mungkin mempengaruhi dalam perbedaan jenis kelamin ini. Laki-laki juga lebih mungkin dibanding perempuan untuk membantu orang asing yang sedih atau tertekan. Laki-laki lebih senang membantu korban perempuan, apalagi jika ada yang melihat aksinya (Taylor, dkk, 2009:478).

4 Dalam penelitian lain juga menyebutkan bahwa korban yang berjenis kelamin perempuan pun tidak mempengaruhi kecepatan reaksi seseorang untuk menolong orang lain (Latane & Rodin, 1969 dalam Vaughan dan Hogg,2005:552). Jika terdapat korban yang berjenis kelamin perempuan bukanlah merupakan suatu jaminan bahwa ia akan segera ditolong terlebih dahulu dibandingkan dengan korban yang berjenis kelamin laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan jenis kelamin bukanlah suatu prediktor yang kuat mengenai perilaku menolong yang dimiliki seseorang. Seperti contoh adanya kecelakaan tunggal di jalan raya dengan korban seorang wanita muda, namun pengemudi kendaraan bermotor lainnya tak ada yang segera berhenti untuk menolong korban, hingga beberapa waktu berlalu barulah ada seorang yang menolongnya (vemale.com, 21 Februari 2014). Dari beberapa keterangan diatas, dapat ditarik suatu hipotesa bahwa terdapat suatu variabel lain selain perbedaan jenis kelamin dalam perilaku menolong, salah satunya adalah bias antar kelompok. Bias antar kelompok (intergoup bias) sendiri adalah suatu keadaan dimana individu cenderung mengutamakan kelompoknya sendiri (ingroup) dibandingkan dengan kelompok lain (outgroup) (Turner,1999 dalam modul psikologi sosial 2). Bias kelompok dapat dijadikan sebagai suatu variabel dalam perilaku menolong karena banyak orang yang lebih suka menolong orang lain yang merupakan bagian dari in-group mereka, kelompok dimana identitas individu tersebut berada. Beberapa orang kurang suka menolong seseorang yang dirasa bukan sebagai bagian dari out-grup nya, yaitu kelompok dimana identitas mereka tidak berada di

5 dalamnya (Brewer dan Brown, 1998 dalam handout Psikologi sosial II, Nilam Widyarini:5). Seperti halnya ketika terjadi konflik kelompok pada remaja antar sekolah yang dapat berujung menjadi tawuran, kelompok remaja dari sekolah A dan B bertemu, maka mereka akan menonjolkan identitas masing-masing hingga saling membela bagian dari kelompoknya. Rasa solidaritas antar anggota kelompok adalah hal yang menjadi dasar dalam perilaku ini. (http://www.fikarhomeschooling.net/index.php/86-news/123-penyebabterjadinya-tawuran-antar-pelajar) Adanya perbedaan agama juga dapat dikatakan sebagai suatu perbedaan kelompok, karena terkadang individu dari agama tertentu beranggapan bahwa agama yang mereka anut lebih baik dibanding yang lainnya. seperti dengan adanya isu SARA yang merebak di Indonesia, pasca serangan bom di Bali pada 12 Oktober 2002 serta bom meletus di hotel JW. Marriot Jakarta pada 5 Agustus 2003 banyak beredar kabar bahwa kelompok Islam radikal berada dibalik kejadian itu dan media massa pun memberitakan bahwa kader Islam radikal merupakan teroris, kabar yang membuat Islam menjelma menjadi agama yang jahat. Begitu pula dengan adanya isu mengenai minoritas non muslim jika menjadi seorang pemimpin dikalangan masyarakat yang mayoritas muslim dapat dipastikan akan menimbulkan konflik dikalangan masyarakat, karena masyarakat indonesia banyak menjunjung identitas sebagai muslim dan menolak dipimpin oleh seorang non muslim, seperti contoh adanya isu sara di jakarta ketika pilgub 2012 yang menolak jokowi-ahok memipin jakarta karena diantara mereka adalah non muslim dan dari suku minoritas (metropolitan.inilah.com, 21 Juli 2012). Ulasan tersebut

6 merupakan gambaran mengenai tingginya prasangka agama dikalangan masyarakat. Adanya bias kelompok dalam kehidupan beragama di masyarakat membuat salah satu kelompdok merasa menjadi kelompok ekslusif dan yang lain seakan dipandang sebelah mata. Dalam beberapa hal terkadang orang tidak melihat akan adanya suatu perbedaan kelompok agama tertentu. Masih lekat di ingatan mengenai bencana tsunami pada tahun 2004 yang melanda Indonesia dan memporak-porandakan kawasan Aceh serta menimbulkan banyak korban dan kerugian yang tak sedikit. Kemudian tidak sedikit relawan yang memberikan bantuan kepada korban bencana tsunami tersebut. Bantuan itu tak hanya berasal dari dalam negeri namun juga dari luar negeri, seperti Amerika. Relawan dan bantuan yang diberikan bukan hanya berasal dari satu kelompok agama saja, melainkan dari beberapa kelompok agama seperti nasrani dan lain sebagainya. Fenomena menurunnya keinginan seseorang untuk menolong orang lain dapat terjadi dalam tiap lapisan masyarakat, dan tidak menutup kemungkinan terjadi pada kalangan remaja. Remaja merupakan sekelompok muda-mudi yang sedang beranjak mengalami suatu proses pematangan secara bersamaan, salah satunya adalah proses sosialisasi. Proses sosialisasi meliputi proses seseorang untuk hidup bersama dengan orang lain (Gunarsa, 1984 dalam Kapat,2003). Akan tetapi, proses sosialisasi dalam remaja terkadang berada pada arah yang negatif, salah satunya adalah menurunnya sikap toleransi dan keinginan untuk menolong orang lain, seperti halnya yang pemeliti temui dalam kehidupan

7 kita sehari-hari, segerombolan remaja ataupun anak sekolah yang menumpang sebuah bis terkadang besikap acuh tak acuh terhadap orang lain yang sebenarnya sedang membutuhkan bantuan dari mereka, sikap mereka terlihat ketika ada seorang perempuan paruh baya yang sebenarnya membutuhkan tempat duduk kosong yang berada diantara mereka tapi seakna mereka bersikap tidak tahu dan membiarkan perempuan tersebut berdiri dengan membawa barang-barang bawaannya. Untuk itulah diperlukan sebuah pembelajaran yang dapat menumbuhkan perilaku moral positif, perilaku yang lebih dari sekedar perilaku moral tetapi juga bertujuan memberi manfaat bagi orang lain, hal itu dapat disebut sebagai perilaku menolong. Setiap agama juga mengajarkan perilaku menolong ini, selain itu semua masyarakat di dunia ini mempunyai norma yang berkaitan dengan pemberian pertolongan terhadap orang lain. Perilaku menolong antar sesama baik antar kelompok maupun individu merupakan salah satu bentuk kebaikan dari moral agama. Moral agama berisi keharusan untuk berbuat baik dalam situasi dan kondisi apapun, dalam keragaman kelompok moral agama sangat diperlukan untuk mengatur supaya bersikap sesuai dengan norma-norma yang berlaku di msyarakat. Dengan moral agama seseoarang bisa bersikap baik dengan sesama baik dalam kelompok maupun diluar kelompoknya. Moral agama merupakan salah satu yang mengatur kehidupan manusia di muka bumi ini, agama mengajarkan kepada manusia untuk menjauhi keburukan dan mendekati kebaikan termasuk sikap toleransi terhadap sesama.

8 Setiap manusia menanamkan moral agama kepada anaknya, begitupun juga dengan guru kepada muridnya. Moral agama jugalah yang ditanamkan oleh SMA A. Wahid Hasyim kepada siswa disamping lokasi SMA A. Wahid Hasyim berada di lingkungan pesantren sehingga mengedepankan nilai-nilai agamis. Namun, tidak dapat dipungkiri para siswa di SMA ini yang notabene nya adalah remaja juga dapat memiliki kecenderungan bersikap individual terhadap orang lain. Sikap individual ini dapat mengakibatkan timbulnya sikap acuh pada orang lain sehingga mengurangi rasa ingin menolong pada orang lain. Penelitian perilaku menolong pada perbedaan jenis kelamin dan group yang berbeda ini akan diarahkan pada bagaimana perilaku menolong seseorang pada target yang berbeda-beda, yaitu perempuan muslim,perempuan non muslim, laki-laki muslim, dan laki-laki non muslim, sehingga peneliti membuat penelitian dengan judul kecenderungan perilaku menolong (helping behavior) pada siswa ditinjau dari latar belakang jenis kelamin dan bias kelompok agama. B. Rumusan masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah perilaku menolong siswa yang dilatar belakangi oleh perbedaan jenis kelamin yang akan ditolong? 2. Bagaimanakah perilaku menolong siswa yang dilatar belakangi oleh bias kelompok agama?

9 3. Apakah terdapat perbedaan perilaku menolong pada siswa jika terdapat perbedaan jenis kelamin dan kelompok agama pada orang yang akan ditolong? C. Tujuan penelitian Berdasarkan laar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui perilaku menolong siswa yang dilatarbelangi oleh perbedaan jenis kelamin yang akan ditolong 2. Untuk mengetahui perilaku menolong pada siswa yang dilatar belakangi oleh bias kelompok antar agama 3. Untuk mengetahui perbedaan pada perilaku menolong jika ditinjau dari latar belakang perbedaan jenis kelamin dan bias kelompok antar agama D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis maupun teoritis 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu psikologi khususnya Psikologi Sosial. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai masukan dan informasi tentang pengaruh perilaku menolong yang ditinjau dari latar belakang jenis kelamin dan bias kelompok dalam

10 agama pada mahasiswa sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran terhadap toleransi antar sesama. b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberi pemetaan tentang reaksi seseorang atau anggota kelompok dalam bersikap terutama dalam memberikan pertolongan. Hal ini akan sangat bermanfaat untuk memprediksi reaksi masyarakat dalam membantu masyarakat atau kelompok lain ketika terjadi bencana atau peristiwa yang membutuhkan pertolongan.