PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, diatur ketentuan mengenai wewenang Pejabat Bea dan Cukai;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DI BIDANG CUKAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1996 TENTANG IZIN PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DI BIDANG CUKAI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1996 TENTANG IZIN PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

*35150 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 5 TAHUN 1997 (5/1997) TENTANG PENGAWASAN BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PENGAWASAN BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1996 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI DI BIDANG CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI [LN 2007/105, TLN 4755]

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613]

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 115/PMK.04/2008 TENTANG PENCACAHAN DAN POTONGAN ATAS ETIL ALKOHOL DAN MINUMAN YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL MENTERI KEUANGAN,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG

Menimbang : Mengingat :

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-11/BC/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 615/PMK.04/2004 TENTANG TATALAKSANA IMPOR SEMENTARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

235/PMK.04/2009 PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI ...

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 125/PMK.04/2007 TENTANG AUDIT KEPABEANAN MENTERI KEUANGAN,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 26/BC/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.04/2011 TENTANG IMPOR SEMENTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.224, 2010

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62/PMK.04/2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 37/BC/1997 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 26/BC/2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 96/PMK.04/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1995 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1995 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2011, No telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyelesaian Terhadap Barang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG


SALINAN NOMOR TENTANG. Nomor. Berikat, Berikat, Menteri. Keuangan. Bebas Bea; Mengingat Tata Cara. Perpajakan. Republik. Tahun. (Lembaran.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 206.3/PMK.01/2014 TENTANG

2017, No Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pembayaran; c. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan di bidang cukai

TATA CARA PEMERIKSAAN DI BIDANG PERPAJAKAN Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 Tanggal 28 Juli Presiden Republik Indonesia,

142/PMK.04/2011 IMPOR SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

2017, No Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 29 /BC / 2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG

1 of 6 18/12/ :44

P - 36/BC/2007 TATALAKSANA AUDIT KEPABEANAN

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 39/PMK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.06/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/PMK. 011/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 53/BC/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53/PMK.04/2008 TENTANG

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 17/KMK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.06/2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, diatur ketentuan mengenai wewenang Pejabat Bea dan Cukai; b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dipandang perlu mengatur pelaksanaan kewenangan Pejabat Bea dan Cukai dalam melakukan penindakan di bidang cukai dengan Peraturan Pemerintah; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613) MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. 2. Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan Barang Kena Cukai dan/atau untuk mengemas Barang Kena Cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran. 3. Tempat Penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari Pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai berupa etil alkohol yang masih terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor. 4. Tempat Penjualan Eceran adalah tempat untuk menjual secara eceran Barang Kena Cukai kepada konsumen akhir. 5. Penindakan adalah tindakan berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan dan/atau penyegelan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam rangka pelaksanaan Undang-undang. 6. Penghentian adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk menghentikan pengangkut dan/atau sarana pengangkut guna kepentingan pemeriksaan Barang Kena Cukai yang dibawanya. 7. Pemeriksaan adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang meliputi : a.pemeriksaan atas sarana pengangkut Barang Kena Cukai; b.pemeriksaan atas bangunan dan/atau tempat-tempat lain yang di dalamnya terdapat Barang Kena Cukai. c.pemeriksaan atas pembukuan, untuk keperluan audit di bidang cukai. 8. Penegahan adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai terhadap : a.barang Kena Cukai, berupa penundaan pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutannya; dan b.sarana pengangkut Barang Kena Cukai, berupa pencegahan keberangkatan sarana pengangkut, kecuali sarana pengangkut umum. 9. Penyegelan adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk mengunci, menyegel dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan guna pengamanan cukai. 10. Sarana pengangkut adalah alat yang digunakan untuk mengangkut barang dan/atau orang, yang meliputi alat angkutan darat, perairan atau udara. 11. Pengangkut adalah setiap orang yang menjalankan sarana pengangkut yang diatasnya terdapat Barang Kena Cukai.

Pasal 2 (1) Untuk menjamin hak-hak Negara dan dipatuhinya ketentuan Undang-undang, Pejabat Bea dan Cukai mempunyai wewenang untuk melakukan penindakan di bidang Cukai sebagai upaya untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran Undang-undang. (2) Penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a.penghentian dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut; b.pemeriksaan terhadap Barang Kena Cukai, bangunan atau tempat lain yang berkaitan dengan Barang Kena Cukai, atau pembukuan; c.penegahan terhadap Barang Kena Cukai dan/atau sarana pengangkut; dan/atau d.penyegelan, penguncian, dan/atau pelekatan tanda pengaman yang diperlukan. BAB II PENGHENTIAN Pasal 3 Pejabat Bea dan Cukai berwenang menghentikan sarana pengangkut secara selektif berdasarkan informasi adanya Barang Kena Cukai yang diduga belum atau tidak memenuhi kewajiban yang diatur dalam Undang-undang. Pasal 4 (1) Atas perintah atau permintaan dari Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan penghentian, pengangkut wajib menghentikan kendaraannya. (2) Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan tindakan penghentian wajib menunjukan surat perintah dan kartu identitas diri kepada pengangkut. Pasal 5 Penghentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 segera diikuti dengan pemeriksaan sarana pengangkut dan barang yang berada di atasnya yang diduga merupakan Barang Kena Cukai yang belum atau tidak memenuhi kewajiban yang diatur dalam Undang-undang. BAB III PEMERIKSAAN Pasal 6 Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan terhadap : a. sarana pengangkut dan barang yang berada di atasnya, sebagai kelanjutan dari tindakan penghentian; b. bangunan atau tempat-tempat lain, dalam hal terdapat informasi adanya Barang Kena Cukai yang diduga belum atau tidak memenuhi kewajiban yang diatur dalam Undang-undang atau dalam rangka pelaksanaan tugas rutin berdasarkan Undang-undang; c. pembukuan, dalam hal terdapat informasi adanya Barang Kena Cukai yang diduga belum atau tidak memenuhi kewajiban yang diatur dalam Undang-undang atau dalam rangka pelaksanaan tugas rutin berdasarkan Undang-undang. Pasal 7 Terhadap sarana pengangkut yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos, tidak dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf (a). Pasal 8

Pemeriksaan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf (a), segera diikuti dengan tindakan : a. penegahan atas sarana pengangkut beserta Barang Kena Cukai yang diangkutnya apabila ditemukan adanya pelanggaran, dan kepada pengangkut diberikan surat bukti penindakan berupa penghentian, pemeriksaan dan penegahan. b. mengizinkan pengangkut beserta sarana pengangkut berikut Barang Kena Cukai yang ada diatasnya untuk meneruskan perjalanannya, apabila tidak ditemukan adanya pelanggaran. Pasal 9 Pemeriksaan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, meliputi pemeriksaan terhadap : a. Pabrik, Tempat Penyimpanan atau tempat-tempat lain yang digunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya atau memperoleh pembebasan cukai; b. Bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan c. Tempat Penjualan Eceran atau tempat-tempat lain yang bukan rumah tinggal, yang didalamnya terdapat Barang Kena Cukai. Pasal 10 Pemeriksaan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, segera diikuti dengan tindakan : a. penyegelan atas bangunan atau Barang Kena Cukai apabila ditemukan adanya pelanggaran, dan kepada pengusaha atau pemilik bangunan diberikan surat bukti penindakan berupa pemeriksaan dan penyegelan. b. pemberian bukti penindakan berupa pemeriksaan kepada pengusaha atau pemilik bangunan, apabila tidak ditemukan adanya pelanggaran. Pasal 11 Pemeriksaan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c untuk keperluan audit di bidang cukai, meliputi : a. pemeriksaan buku, catatan, dan dokumen yang diwajibkan oleh Undang-undang; b. pemeriksaan pembukuan perusahaan yang berkaitan dengan Barang Kena Cukai; dan c. pencacahan sediaan Barang Kena Cukai dan pita cukai. Pasal 12 Pemeriksaan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, segera diikuti dengan tindakan : a. penyegelan terhadap bukti-bukti pelanggaran dan penerbitan surat tagihan, apabila ditemukan adanya pelanggaran yang mengakibatkan kewajiban pembayaran cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda, dan kepada pengusaha atau pelanggar diberikan surat bukti penindakan berupa pemeriksaan dan penyegelan. b. penyegelan terhadap bukti-bukti pelanggaran dan pelimpahan kepada penyidik dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari, apabila ditemukan adanya pelanggaran yang diduga merupakan tindak pidana, dan kepada pengusaha atau pelanggar diberikan surat bukti penindakan berupa pemeriksaan dan penyegelan. c. pemberian surat bukti penindakan berupa pemeriksaan kepada pengusaha, apabila tidak ditemukan adanya pelanggaran. BAB IV PENEGAHAN Pasal 13

(1) Penegahan dilakukan apabila dari hasil pemeriksaan oleh Pejabat Bea dan Cukai atas Barang Kena Cukai dan/atau sarana pengangkut didapati belum atau tidak dipenuhinya kewajiban yang diatur dalam Undang-undang. (2) Penegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diikuti dengan tindakan penyegelan dalam hal Barang Kena Cukai dan/atau sarana pengangkut dapat disegel. (3) Apabila penyegelan tidak mungkin dilakukan, Barang Kena Cukai dan/atau sarana pengangkut disimpan di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (4) Penegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu : a. paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dilakukan penetapan pengenaan cukai dan/atau sanksi administrasi, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengakibatkan kewajiban pembayaran cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda; b. paling lama 7 (tujuh) hari sejak dilakukan penegahan yang dilanjutkan dengan pelimpahan kepada penyidik, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat dugaan kuat terjadi tindak pidana. Pasal 14 Barang-barang yang ditegah dikuasai oleh negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pasal 15 Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dilakukan penetapan pengenaan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) huruf a, yang bersangkutan tidak memenuhi kewajiban pembayaran cukai dan/atau sanksi administrasi tersebut, maka terhadap : a. Barang Kena Cukai, dimusnahkan; b. sarana pengangkut, dikembalikan kepada pemilik; c. piutang negara, diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara. BAB V PENYEGELAN Pasal 16 (1) Penyegelan dapat dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai terhadap : a. Barang Kena Cukai dan/atau sarana pengangkut Barang Kena Cukai; b. Bagian-bagian dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran, atau tempattempat lain yang di dalamnya terdapat Barang Kena Cukai; dan c. Bukti-bukti pelanggaran terhadap ketentuan dalam Undang-undang. (2) Penyegelan dapat dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai : a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Undang-undang; b. apabila tidak diperlukan penjagaan, pengawasan atau pengawalan secara terus-menerus oleh Pejabat Bea dan Cukai terhadap objek penyegelan; dan C. apabila diperlukan guna kepentingan pengamanan dalam rangka pengawasan rutin. Pasal 17 (1) Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang tidak boleh dibuka, dilepas, atau dirusak tanpa izin Pejabat Bea dan Cukai. (2) Pemilik atau pihak yang menguasai Barang Kena Cukai, sarana pengangkut Barang Kena Cukai, bangunan atau tempat-tempat yang disegel oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 wajib menjaga agar semua kunci, segel, atau tanda pengaman tersebut tidak rusak, lepas, atau hilang. Pasal 18

Penyegelan atas Barang Kena Cukai, sarana pengangkut dan bangunan berakhir dan segel dapat dibuka apabila : a. batas akhir penegahan telah dilampaui; b. yang bersangkutan telah menyelesaikan kewajiban pembayaran cukai dan/atau denda administrasi yang terhutang; atau c. penyegelan tidak diperlukan lagi untuk pengawasan rutin. BAB VI SURAT PERINTAH DAN SURAT BUKTI PENINDAKAN Pasal 19 Untuk melaksanakan penindakan berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan/atau penyegelan, Pejabat Bea dan Cukai harus dilengkapi dengan surat perintah dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Pasal 20 Surat perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sekurang-kurangnya memuat : a. Nama pejabat yang diberi perintah; b. Alasan dan tujuan penindakan; c. Jangka waktu berlakunya surat perintah; dan d. Kewajiban pelaporan hasil penindakan. Pasal 21 (1) Surat perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 tidak diperlukan, dalam hal : a. pemeriksaan atas bangunan atau tempat-tempat lain yang digunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya atau memperoleh pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-undang, yang berdasarkan penunjukan secara tetap dilakukan pengawasan oleh Pejabat Bea dan Cukai; b. yang sangat mendesak untuk menghentikan dan memeriksa orang dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan informasi diduga melanggar ketentuan dalam Undang-undang. (2) Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b segera melaporkan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 x 24 jam dengan membawa orang atau sarana pengangkut ke Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terdekat. Pasal 22 Atas setiap penindakan terhadap Barang Kena Cukai, dibuatkan surat bukti penindakan yang disampaikan kepada pihak yang terhadapnya dilakukan penindakan. Pasal 23 Bentuk surat perintah dan surat bukti penindakan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri Keuangan. Pasal 25 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 April 1996 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MOERDIONO Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 April 1996 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1996 NOMOR 38

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI UMUM Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai dinyatakan kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk mengambil tindakan yang diperlukan atas Barang Kena Cukai berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan serta kewenangan menegah sarana pengangkut Barang Kena Cukai untuk dipenuhinya ketentuan yang ada di dalamnya. Tata cara penindakan tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Sesuai dengan penjelasan Undang-undang, kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk mengambil tindakan tersebut adalah dalam rangka melaksanakan tugas administrasi di bidang cukai. Atas dasar hal tersebut di atas, maka dalam Peraturan Pemerintah ini kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk melaksanakan penindakan atas Barang Kena Cukai diatur tata caranya secara lebih jelas, agar dapat dijadikan pedoman sehingga dapat dicapai daya guna dan hasil guna yang optimal sesuai dengan tuntutan rasa keadilan, memberikan kepastian hukum, lebih menjamin kepentingan masyarakat dan menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendukung laju pembangunan nasional serta dapat menghindarkan tindakan sewenang-wenang dari Pejabat Bea dan Cukai. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Mengingat tindakan penghentian dapat berakibat tertundanya pengangkutan Barang Kena Cukai serta menimbulkan kerugian bagi pihak yang terkait, maka kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penghentian dibatasi dan dilakukan secara selektif hanya terhadap Barang Kena Cukai yang berdasarkan informasi diduga belum memenuhi persyaratan administrasi yang diwajibkan oleh Undang-undang. Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Huruf a Huruf b Huruf c Pembukuan yang dimaksud dalam Pasal ini adalah pembukuan yang diwajibkan oleh Undangundang serta pembukuan perusahaan sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku. Pasal 7 Yang dimaksud dengan penegak hukum lain adalah penegak hukum dari instansi di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, seperti dari Kepolisian dan Kejaksaan.

Pasal 8 Pasal 9 Pemeriksaan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini termasuk pemeriksaan terhadap mesin, peralatan, dan Barang Kena Cukai yang berada di dalamnya. Huruf a Yang dimaksud dengan tempat-tempat lain dalam huruf ini adalah tempat atau ruangan yang dipergunakan oleh orang atau badan hukum yang mendapatkan fasilitas untuk menyimpan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya. Huruf b Pada prinsipnya buku, catatan, dokumen, serta Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya harus berada di tempat-tempat yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri, guna pengamanan cukainya. Dalam hal buku, catatan, dokumen, dan/atau Barang Kena Cukai yang seharusnya disimpan di tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada huruf a ternyata pada waktu pemeriksaan kedapatan disimpan atau ada dugaan disimpan di tempat-tempat yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengannya, baik yang berupa bangunan atau rumah tinggal, maka Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksanya sebagai kelanjutan dari proses pemeriksaan bangunan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Huruf c Ketentuan pada ayat ini dalam rangka kewenangan Pejabat Bea dan Cukai dalam lingkup administrasi. Apabila ada informasi atau kecurigaan kuat adanya suatu tindak pidana pelanggaran ketentuan Undang-undang telah atau sedang berlangsung di suatu rumah tinggal, maka untuk melakukan pemeriksaan atas rumah tinggal bukan lagi wewenang Pejabat Bea dan Cukai, melainkan wewenang Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 Undang-undang. Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Penegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini tidak dilakukan terhadap sarana pengangkut umum. Ayat (3) Ayat (4) Huruf a Penetapan pengenaan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam huruf ini adalah penetapan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya. Huruf b Penyerahan kepada Penyidik dimaksudkan agar kasus tersebut diproses lebih lanjut pembuktiannya untuk keperluan penuntutan ke Pengadilan. Penyidik adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pasal 14 Pasal 15 Huruf a Mengingat Barang Kena Cukai merupakan barang yang perlu diawasi dan dibatasi konsumsinya, maka terhadap Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud dalam huruf ini perlu dimusnahkan. Huruf b

Mengingat sasaran akhir penegahan adalah Barang Kena Cukai, maka sudah semestinya sarana pengangkut dikembalikan kepada yang bersangkutan. Huruf c: Pungutan cukai dan denda administrasi yang terhutang merupakan piutang negara, oleh karena itu apabila atas piutang tersebut tidak dilunasi oleh yang bersangkutan, maka penyelesaiannya diteruskan kepada instansi yang berwenang untuk itu, dalam hal ini Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Pasal 16 Penyegelan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai adalah merupakan suatu tindakan preventif untuk mengamankan obyek penyegelan agar tetap dalam kondisi seperti semula sebelum penyegelan dilakukan. Dalam praktek pelaksanaannya disamping untuk pengamanan terhadap obyek tersebut sebagai kelanjutan dari pada proses penindakan berupa pemeriksaan dan penegahan karena adanya pelanggaran dari pada Undang-undang, tindakan penyegelan ini juga dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam rangka melaksanakan tugas-tugas rutin dalam pengamanan/pengawasan di bidang cukai, misalnya : - penyegelan atas ruangan-ruangan/tempat-tempat penimbunan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya. - penyegelan atas Tempat Penyimpanan Barang Kena Cukai apabila tidak ada kegiatan dan tidak dimungkinkan pegawai Bea dan Cukai secara terus menerus bertugas mengawasi tempat tersebut. - penyegelan atas Barang Kena Cukai dan/atau sarana pengangkut yang membawa Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya dari pabrik ke Tempat Penimbunan sementara (TPS) dalam rangka ekspor, dari pabrik ke pabrik lainnya, dari pabrik ke Tempat Penyimpanan dan sebagainya. Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Huruf a Huruf b Ketentuan ini memberikan kewenangan kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan tindakan atas suatu pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang. Tanpa adanya kewenangan yang diberikan, dikhawatirkan pelaku beserta barang bukti pelanggaran akan lari sebelum Pejabat Bea dan Cukai mendapatkan surat perintah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Pasal 22 Surat bukti penindakan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkena penindakan maupun bagi Pejabat Bea dan Cukai. Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3628