PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS PADA MATERI TRIGONOMETRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP

Sikap Siswa terhadap Matematika dan Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN LOGIS MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN DISCOVERY METHODS DI KELAS X SMA NEGERI 2 SIGLI. Fithri Angelia Permana

Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 3, Nomor 3, September 2014

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MTs

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL PBL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

Pembelajaran Melalui Strategi REACT Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Menengah Kejuruan

PENERAPAN MODEL TREFFINGER PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATEMATIKA

A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENERAPAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 PADANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE INDEX CARD MATCH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN INSTRUMENTAL DAN RELASIONAL SISWA SMP.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Asmaul Husna. Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNRIKA Batam Korespondensi: ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF MELALUI AKTIVITAS MENULIS MATEMATIKA DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH PEMBELAJARAN STRATEGI REACT TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MAHASISWA PGSD TENTANG KONEKSI MATEMATIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2, NOMOR 2, JULI 2011

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

USING PROBLEM BASED LEARNING MODEL TO INCREASE CRITICAL THINKING SKILL AT HEAT CONCEPT

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB 1 PENDAHULUAN. individu. Karena dalam pendidikan mengandung transformasi pengetahuan, nilainilai,

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

Jurnal Saintech Vol No.04-Desember 2014 ISSN No

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Self-Efficacy Siswa SMP dengan Menggunakan Pendekatan Diskursif

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN TIPE KNISLEY-MULYANA DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESETASI MATEMATIS SISWA

Beny Yosefa dan Wiwin Hesvi Universitas Pasundan Bandung

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA MELALUI METODE PEMBELAJARAN METODE INKUIRI BERBANTUAN SOFTWARE ALGEBRATOR

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL. M. Gilar Jatisunda 1)

Penerapan Pendekatan Konstektual untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah serta Disposisi Matematis Siswa SMA

MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP PENCAWAN MEDAN. Arisan Candra Nainggolan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI PENELITIAN DESAIN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII MTsN TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI MODEL ALBERTA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP Oleh Leo Adhar Effendi Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana UPI Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dan pembelajaran konvensional. Selain itu diungkap pula interaksi antara pembelajaran dengan kategori kemampuan awal matematis siswa, serta sikap siswa terhadap matematika dan terbimbing. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Sampel adalah 71 siswa kelas VIII yang berasal dari dua kelas pada salah satu SMP negeri di Bandung. Kedua kelas diberikan pretes dan postes. Kelas eksperimen diberikan angket berupa skala sikap siswa terhadap matematika dan terbimbing. Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Terdapat interaksi yang signifikan antara pembelajaran dengan kategori kemampuan awal matematis siswa.siswa memiliki sikap positif terhadap matematika dan terbimbing. Kata kunci Metode penemuan terbimbing, kemampuan representasi matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis Abstract This study aimed to determine differences in the ability of representation and mathematical problem solving among students receiving mathematics learning with guided discovery method and conventional learning. In addition it also revealed the interaction between learning the mathematical category of initial ability students, and students attitudes toward math and learning with guided discovery method. The study was quasi-experimental. Samples were 71 students eighth grade from two classes at one junior high school in Bandung. Both classes are given the pretest and posttest. Class-scale experiment in the form of a questionnaire given students attitudes toward math and learning with guided discovery method. The results showed that the ability of problem-solving skills and mathematical representation of the experimental class was better than the control class. There is a significant interaction between the learning ability of early mathematical category student.student have a positive attitude toward math and learning with guided discovery method. Keywords method of guided discovery, the ability of mathematical representation, mathematical problem solving ability LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT 1

Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 13 No. 2 Oktober 2012 PENDAHULUAN Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dinyatakan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama(depdiknas, 2006). Adapun tujuan mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa mampu (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006). Demikian pula tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). NCTM (2000) menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Berdasarkan uraian tersebut, kemampuan representasi dan pemecahan masalah termuat pada kemampuan standar menurut Depdiknas dan NCTM. Artinya, dua kemampuan ini merupakan dua diantara kemampuan yang penting dikembangkan dan harus dimiliki oleh siswa. Pentingnya kemampuan representasi matematis dapat dilihat dari standar representasi yang ditetapkan oleh NCTM. NCTM (2000) menetapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk (1) menciptakan dan menggunakan representasi untuk mengorganisir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematis; (2) memilih, menerapkan, dan menerjemahkan representasi matematis untuk memecahkan masalah; dan (3) menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena fisik, sosial, dan fenomena matematis. Dengan demikian, kemampuan representasi matematisdiperlukan siswa untuk menemukan dan membuat suatu alat atau cara berpikir dalam mengkomunikasikan gagasan matematis dari yang sifatnya abstrak menuju konkret, sehingga lebih mudah untuk dipahami. Selain kemampuan representasi, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa juga penting untuk dikembangkan. Pentingnya pemecahan masalah dikemukakan Branca (1980), ia mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah jantungnya matematika. Hal ini sejalan dengan NCTM (2000) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga hal tersebut tidak boleh dilepaskan 2 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA ISSN 1412-565X

Pembelajaran Matematika dengan Metode... (Leo Adhar Effendi) dari pembelajaran matematika. Selanjutnya, Ruseffendi (2006) juga mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah amat penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan seharihari. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, kemampuan pemecahan masalah harus dimiliki siswa untuk melatih agar terbiasa menghadapi berbagai permasalahan, baik masalah dalam matematika, masalah dalam bidang studi lain ataupun masalah dalam kehidupan seharihari yang semakin kompleks. Oleh sebab itu, kemampuan siswa untuk memecahkan masalah matematis perlu terus dilatih sehingga ia dapat memecahkan masalah yang ia hadapi. Berdasarkan uraian di atas, maka kemampuan representasi dan pemecahan masalah merupakan dua kemampuan yang penting dan harus dimiliki siswa. Namun, fakta di lapangan belumlah sesuai dengan apa yang diharapkan. Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS) sebuah studi yang diselenggarakan oleh International Association for theevaluation of Educational Achievement (IEA), pada tahun 2007 menempatkan siswa kelas VIII Indonesia pada peringkat 36 dari 49 negara yang turut berpartisipasi dengan perolehan rerata skor siswa yaitu 397, sedangkan rerata skor internasional adalah 500 (Mullis, et al.,2008). Skor yang diperoleh tersebut berada signifikan di bawah rerata skor internasional. Kesimpulan dari laporan studi TIMSS tersebut, tidak jauh berbeda dengan hasil survei PISA 2009. Prestasi belajar matematika siswa di Indonesia dari data PISA berada pada peringkat 61 dari 65 negara yang turut berpartisipasi dengan perolehan rerata skor 371, sedangkan rerata skor internasional adalah 500 (Balitbang, 2011). Kenyataan di lapangan pembelajaran matematika masih cenderung berfokus pada buku teks, masih sering dijumpai guru matematika masih terbiasapada kebiasaan mengajarnya dengan menggunakan langkahlangkah pembelajaran seperti menyajikan materi pembelajaran, memberikan contohcontoh soal dan meminta siswa mengerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam buku teks yang mereka gunakan dalam mengajar dan kemudian membahasnya bersama siswa.hal ini sesuai hasil temuan Wahyudin (1999) yaitu sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik setiap penjelasan atau informasi dari guru, siswa sangat jarang mengajukan pertanyaan pada guru sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang telah disiapkannya, berati siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru. Guru pada umumnya mengajar dengan metode ceramah dan ekspositori(wahyudin, 1999). Hal ini didukung oleh Ruseffendi (2006) yang menyatakan bahwa selama ini dalam proses pembelajaran matematika di kelas, pada umumnya siswa mempelajari matematika hanya diberi tahu oleh gurunya dan bukan melalui kegiatan eksplorasi. Itu semua mengindikasikan bahwa siswa tidak aktif dalam belajar. Melalui proses pembelajaran seperti ini, kecil kemungkinan kemampuan matematis siswa dapat berkembang. Dari pemaparan fakta ini, perlu adanya pembelajaran yang mengkondisikan siswa aktif dalam belajar matematika. Henningsen dan Stein (1997) mengutarakan bahwa untuk mengembangkan kemampuan matematis siswa, LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT 3

Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 13 No. 2 Oktober 2012 maka pembelajaran harus menjadi lingkungan dimana siswa mampu terlibat secara aktif dalam banyak kegiatan matematika yang bermanfaat. Siswa harus aktif dalam belajar, tidak hanya menyalin atau mengikuti contoh-contoh tanpa tahu maknanya. Salah satu pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah metode penemuan. Bruner (dalam Dahar, 1996) menganggap bahwa belajar dengan metode penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi siswa. Penemuan yang dimaksud yaitu siswa menemukan konsep melalui bimbingan dan arahan dari guru karena pada umumnya sebagian besar siswa masih membutuhkan konsep dasar untuk dapat menemukan sesuatu. Abel dan Smith (1994) mengungkapkan bahwa guru memiliki pengaruh yang paling penting terhadap kemajuan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam metode penemuan terbimbing, guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa melalui pertanyaanpertanyaan yang mengarahkan siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang lalu dengan pengetahuan yang sedang ia peroleh. Siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri, sehingga dapat menemukan konsep, prinsip, ataupun prosedur berdasarkan bahan ajar yang telah disediakan guru. Dengan metode ini, guru menganjurkan siswa membuat dugaan, intuisi, dan mencobacoba. Melaluidugaan, intuisi, dan mencobacoba ini diharapkan siswa tidak begitu saja menerima langsung konsep, prinsip, ataupun prosedur yang telah jadi dalam kegiatan belajarmengajar matematika, akan tetapi siswa lebih ditekankan pada aspek mencari dan menemukan konsep, prinsip, ataupun prosedurmatematika. Untuk menghasilkan suatu penemuan, siswa harus dapatmenghubungkan ideide matematis yang mereka miliki. Untuk menghubungkan ide-ide tersebut, mereka dapat merepresentasikan ide tersebut melalui gambar, grafik, simbol, ataupun kata-kata sehingga menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami. Membiasakan siswa dengan belajar penemuan, secara tidak langsung juga membiasakan siswa dalam merepresentasikan informasi, data, ataupun pengetahuan untuk menghasilkan suatu penemuan. Selain itu, Borthick dan Jones (2000) mengemukakan bahwa metode penemuanmenjelaskan tentang siswa belajar untuk mengenal suatu masalah, karakteristik dari solusi, mencari informasi yang relevan, membangun stategi untuk mencari solusi, dan melaksanakan strategi yang dipilih. Dengan kata lain, metode penemuan juga membiasakan siswa dalam memecahkan masalah. Dengan membiasakan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah, diharapkan kemampuan dalam menyelesaikan berbagai masalahakan meningkat. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain nonequivalentcontrol group design. Desain ini digambarkan seperti berikut. O X O O O Keterangan O Tes 4 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA ISSN 1412-565X

X Perlakuan (pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing) Penelitian ini selain terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat, juga terdiri dari variabel kontrol. Variabel kontrolnya yaitu kemampuan awal matematis. Dua kelas ditentukan secara purposif yaitu VIII G dan VIII H. Kelas VIII H sebagai kelas kontrol (kelas yang memperoleh pembelajaran konvensional)dan kelas VIII G sebagai kelas eksperimen (kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing). HASIL PENELITIAN 1. Kemampuan Representasi Matematis Pada Tabel 4.1 disajikan rerata dan simpangan baku dari kemampuan representasi berdasarkan kelas dan kemampuan awal matematis, baik untuk skor pretes, postes, maupun gain ternormalisasi. Tabel 1 Kemampuan Representasi Matematis berdasarkan Kelas dan Kemampuan Awal matematis KAM n Statistik Kontrol Eksperimen Pre Pos N-gain n Pre Pos N-gain Rendah 9 3,67 7,33 0,30 2,90 5,80 0,23 10 SD 2,45 2,35 0,12 2,42 2,66 0,10 Sedang 17 3,18 8,94 0,45 3,56 11,31 0,63 16 SD 1,88 2,44 0,16 1,97 2,12 0,15 Tinggi 9 3,67 9,67 0,50 3,50 12,50 0,72 10 SD 1,32 3,04 0,21 1,58 1,96 0,16 Total 35 3,43 8,71 0,43 3,36 10,11 0,54 36 SD 1,88 2,65 0,18 1,97 3,51 0,25 Keterangan Skor maksimal ideal yaitu 16 Rangkuman hasil perhitungan uji ANOVA dua jalur data peningkatan kemampuan representasi disajikan pada tabel berikut. Pembelajaran Matematika dengan Metode... (Leo Adhar Effendi) Tabel 2 Uji ANOVA Dua Jalur Data Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Faktor F Signifikansi Keterangan Pembelajaran 8,141 0,006 Tolak H 0 Kemampuan Awal 27,568 0,000 Tolak H 0 Pembelajaran*Kemampuan Awal 5,213 0,008 Tolak H 0 a) H 0 b) H 0 (semua sama) (tidak semua sama) LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT 5

Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 13 No. 2 Oktober 2012 c) H 0 tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor kemampuan awal matematis terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor kemampuan awal matematis Dari Tabel 1, dapat dijelaskan tiga hal sebagai berikut. 1. Perbedaan pembelajaran memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis siswa. Siswa yang memperoleh terbimbing lebih baik daripada pembelajaran konvensional. 2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi jika siswa memiliki kemampuan awal matematis yang berbeda. 3. Terdapat interaksi yang signifikan antara faktor pembelajaran dan faktor kemampuan awal terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis. Rangkuman hasil perhitungan uji perbedaan rerata data peningkatan kemampuan representasi matematis antara kelaseksperimen dan kelas kontrol berdasarkan kemampuan awal matematis disajikan pada tabel berikut. Tabel 3 Uji Perbedaan Dua Rerata Data Peningkatan Kemampuan Representasi berdasarkan Kemampuan Awal Matematis Kemampuan Awal H 0 Nama Uji Statistik Nilai Statistik Signifikansi Keterangan Tinggi Uji-t -2,566 0,010 Tolak H 0 Sedang Mann-Whitney -0,130 0,002 Tolak H 0 Rendah Uji-t 1,411 0,088 Terima H 0 Dari Tabel 4.3, dapat disimpulkan bahwa pada kemampuan awal tinggi dan kemampuan awal sedang, peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh terbimbing lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Sedangkan pada kemampuan awal rendah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh terbimbing tidak berbeda signifikandengan pembelajaran konvensional. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Pada Tabel 4disajikan rerata dan simpangan baku dari kemampuan pemecahan masalah berdasarkan kelas dan kemampuan awal matematis, baik untuk skor pretes, postes, maupun gain ternormalisasi. 6 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA ISSN 1412-565X

Pembelajaran Matematika dengan Metode... (Leo Adhar Effendi) Tabel 4 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis berdasarkan Kelas dan Kemampuan Awal matematis KAM n Statistik Kontrol Eksperimen Pre Pos N-gain n Pre Pos N-gain Rendah 9 3,11 7,70 0,15 3,60 9,30 0,21 10 SD 1,96 3,73 0,13 1,90 3,09 0,12 Sedang 17 3,12 13,47 0,39 3,00 21,13 0,67 16 SD 1,87 3,04 0,09 1,86 3,01 0,10 Tinggi 9 3,22 14,00 0,41 3,70 21,60 0,69 10 SD 2,64 4,80 0,14 2,54 4,50 0,14 Total 35 3,14 12,00 0,33 3,36 17,97 0,55 36 SD 2,05 4,61 0,16 2,04 6,43 0,24 Keterangan Skor maksimal ideal yaitu 30 Rangkuman hasil perhitungan uji ANOVA dua jalur data peningkatan kemampuan pemecahan masalahdisajikan pada tabel berikut. a) H 0 Tabel 5 Uji ANOVA Dua Jalur Data Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Faktor F Signifikansi Keterangan Pembelajaran 52,341 0,000 Tolak H 0 Kemampuan Awal 63,934 0,000 Tolak H 0 Pembelajaran*Kemampuan Awal 6,124 0,004 Tolak H 0 b) H 0 (semua sama) (tidak semua sama) c) H 0 tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor kemampuan awal matematis terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dan faktor kemampuan awal matematis Dari Tabel 5, dapat dijelaskan tiga hal Terdapat interaksi yang signifikan antara faktor sebagai berikut (1) Perbedaan pembelajaran pembelajaran dan faktor kemampuan awal memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalahmatematis. masalahmatematis siswa. Siswa yang Rangkuman hasil perhitungan uji perbedaan memperoleh pembelajaran dengan metode dua rerata data peningkatan kemampuan penemuan terbimbing lebih baik daripada pemecahan masalah matematis antara kelas pembelajaran konvensional; (2) Terdapat kontrol dan kelas eksperimenberdasarkan perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan kemampuan awal matematis disajikan pada tabel masalahjika siswa memiliki kemampuan berikut. awal matematis yang berbeda; dan (3) LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT 7

Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 13 No. 2 Oktober 2012 Tabel 6 Uji Perbedaan Dua Rerata Data Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematisberdasarkan Kemampuan Awal Matematis Kemampuan Awal Nama Uji Statistik Nilai Statistik Signifikansi Keterangan Tinggi Uji-t -4,231 0,0005 Tolak H 0 Sedang Mann-Whitney -4,748 0,000 Tolak H 0 H 0 Rendah Mann-Whitney -1,190 0,117 Terima H 0 Dari Tabel 6, dapat disimpulkan bahwapada kemampuan awal tinggi dan sedang, peningkatan kemampuan pemecahan masalahmatematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Sedangkan pada kemampuan awal rendah peningkatan kemampuan pemecahan masalahmatematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing tidak berbeda signifikandengan pembelajaran konvensional. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa 1. Secara keseluruhan peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalahmatematis siswa yang memperoleh terbimbing lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Bila memperhatikan kemampuan awal matematis, pada kemampuan awal sedang dan tinggi peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalahmatematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Akan tetapi, pada kemampuan awal rendah peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalahmatematis siswa yang memperoleh terbimbing dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional tidak berbeda signifikan. 2. Peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalahmatematis siswa berbeda signifikan antarkemampuan awal matematis. 3. Terdapat interaksi yang signifikan antara faktor pembelajaran dan kemampuan awal matematis terhadap kemampuan representasi dan pemecahan masalahmatematis. REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa hal rekomendasi berhubungan dengan penelitian ini, antara lain 1. Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing baik diberikan kepada siswa yang berkemampuan sedang dan tinggi, sebaiknya sebelum dilaksanakan 8 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA ISSN 1412-565X

Pembelajaran Matematika dengan Metode... (Leo Adhar Effendi) terbimbing guru melakukan identifikasi terhadap kemampuan siswa, sehingga siswa yang berkemampuan rendah dapat diperlakukan secara khusus, sehingga kelemahan metode penemuan terbimbing dapat ditutupi. 2. Penelitian ini hanya terbatas pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Diharapkan pada peneliti lainnya untuk mengembangkan metode penemuan terbimbing pada materi-materi pelajaran lainnya. 3. Sampel penelitian yang diambil hanya dua kelas sehingga hasil penelitian ini belum tentu sesuai dengan sekolah atau daerah lain yang memiliki karakteristik dan psikologi siswa yang berbeda. Diharapkan kepada peneliti lainnya agar bisa menggunakan sampel yang lebih besar, dengan tujuan memperkecil kesalahan dan mendapatkan generalisasi yang lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Abel, S. dan Smith, D. (1994). What is science? preservice elementary teachers conceptions of the nature of science. International Journal of Science Education. 16(4), 475-487. Balitbang.(2011). Survei Internasional PISA. [Online]. Tersedia http//litbangkemdiknas.net/detail. php?id=215. [10 Januari 2012]. Borthick, A.F. dan Jones, D.R. (2000). The Motivation for Collaborative Discovery Learning Online and its Application in an Information Systems Assurance Course. Issues in Accounting Education. 15, (2), 181-210. Branca, N.A. (1980). Problem Solving as A Goal, Process and Basic Skill, dalam Problem Solving in School Mathematics. Reston, VA NCTM. Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta Erlangga. Depdiknas. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Badan Standar Nasional Pendidikan Jakarta. Henningsen, M. dan Stein, M.K. (1997). Mathematical Task and Student Cognition Classroom- Based Factors that Support and Inhibit High-Level Mathematical Thinking and Reasoning. Journal for Research in Mathematics Education. 28, (5), 524-49. Mullis, I., Martin, M.O. dan Foy, P. 2008. TIMSS 2007 International Mathematics Reports. Chesnut Hills Boston College. National Council of Teachers of Mathematic (NCTM). (2000). Principle and Standards for School Mathematics. NCTM. Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA (edisi revisi). Bandung Tarsito. Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi SPs UPI Bandung Tidak diterbitkan. LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT 9

Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 13 No. 2 Oktober 2012 BIODATA SINGKAT Penulis adalah Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana UPI 10 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA ISSN 1412-565X