SURVEI KAPAL TENGGELAM DI PERAIRAN PULAU PONGOK, KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

dokumen-dokumen yang mirip
FINAL KNKT Laporan Investigasi Kecelakaan Laut

Awak tidak memperhatikan bangunan dan stabilitas kapal. Kecelakaan kapal di laut atau dermaga. bahaya dalam pelayaran

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERENCANAAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG (PENGAMAN PANTAI LABUHAN) DI KABUPATEN SUMBAWA

3 METODOLOGI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

Berikut ini adalah gambar secara skematis karangka pemikiran penelitian :

REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1.

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

IDENTIFIKASI POTENSI GEOGRAFIS DESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PERUM PENDAHULUAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Secara harfiah arti kata Boom sama dengan Haven dalam bahasa Belanda atau

*35478 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 1 TAHUN 1998 (1/1998) TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nusamanuk, Penjaga Kedaulatan Laut Selatan

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOYOTA KIJANG NOMOR KENDARAAN T 1756 DC TERJUN KE SUNGAI LUBAI, JEMBATAN BERINGIN

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA.

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Gerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT

BAB III LANDASAN TEORI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

No Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 369 Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang- Undang Nomor 22

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

FINAL KNKT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI REPUBLIK INDONESIA

FINAL KNKT

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

KEBISINGAN PADA KAPAL MOTOR TRADISIONAL ANGKUTAN ANTAR PULAU DI KABUPATEN PANGKAJENE

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Transportasi di Indonesia memiliki perkembangan yang sangat pesat. Hal itu

TINJAUAN PULO CANGKIR

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

DESAIN INSTALASI LAMPU NAVIGASI PADA KAPAL PERINTIS 2000 GT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. mendistribusikan hasil bumi dan kebutuhan lainnya. dermaga, gudang kantor pandu dan lain-lain sesuai peruntukannya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari.

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

3 METODOLOGI PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

TINGKAT PENERAPAN SISTEM BUDIDAYA MANGROVE PADA MASYARAKAT PULAU UNTUNG JAWA, KEPULAUAN SERIBU

MENGAMATI KESELAMATAN PENUMPANG ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU

BAB I PENDAHULUAN. Jalan raya Cibarusah Cikarang, Kabupaten Bekasi merupakan jalan kolektor

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

Transkripsi:

SURVEI KAPAL TENGGELAM DI PERAIRAN PULAU PONGOK, KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Ditulis oleh: Agus Sudaryadi, SS. Untuk memudahkan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, manusia menciptakan berbagai macam alat transportasi. Alat transportasi yang diciptakan untuk perjalanan di laut atau sungai adalah kapal. Kapal adalah kendaraan pengangkut penumpang dan barang. Dalam istilah Inggris, dibedakan antara ship yang lebih besar dan boat yang lebih kecil. Berabad-abad kapal digunakan oleh manusia untuk mengarungi laut atau sungai yang diawali dengan penemuan perahu. Kebutuhan akan daya muat yang besar dan dapat menempuh perjalanan yang jauh telah mendorong dibuatnya kapal. Pada mulanya bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan kapal menggunakan kayu dan bambu. Tenaga yang digunakan untuk lajunya kapal berasal dari angin dengan bantuan layar. Kemajuan teknologi selanjutnya menciptkan kapal yang terbuat dari besi atau baja dengan menggunakan mesin dari uap. Mesin uap mulai digunakan setelah ditemukannya mesin uap di Inggris oleh James Watt. Penemuan itu memunculkan revolusi industri yang merupakan revolusi bahan bakar sebab pada masa itu mulai digunakan batu bara dengan skala yang lebih luas menggantikan kayu bakar. Pada bidang pelayaran ditemukan oleh John Fitch pada tahun 1787 dengan melayari Sungai Delaware, Amerika Serikat. Awalnya karena kurang kepercayaan pembuat dan awak kapal, maka kapal uap masih menggunakan tiangtiang tinggi dan dilengkapi dengan layar cadangan untuk mengantisipasi bila bahan bakar pada tungku uap habis. Pada masa sekarang, kapal-kapal menggunakan tenaga mesin diesel dan nuklir. Beberapa riset memunculkan kapal bermesin yang berjalan mengambang di atas air seperti Hovercraft dan Eakroplane. Kapal-kapal yang berlayar mengarungi lautan menghadapi bahaya yang berasal tidak hanya dari cuaca dan kerusakan peralatan kapal tetapi juga bajak laut atau perompak yang seringkali menenggelamkan kapal serta peperangan. Kapal-kapal karam itu selanjutnya terkubur di dasar laut. Keberadaan bangkai-bangkai kapal menarik perhatian orang untuk melakukan penelitian dan rekreasi. Namun di sisi lain juga menarik para pencari harta karun atau pengumpul besi untuk menjarahnya. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan perairannya menjadi jalur pelayaran penting yang menghubungkan dua benua dan dua samudera. Dengan demikian tidak mengherankan bahwa di perairan Indonesia terkubur banyak bangkai kapal. Salah satu lokasinya antara lain di perairan Pulau Pongok, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Perairan Pulau Pongok Propinsi Kep. Bangka Belitung mempunyai banyak pulau dengan pulau terbesar adalah Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Pulau-pulau lain yang lebih kecil, yaitu Pulau Lepar dan Pulau Pongok termasuk dalam wilayah Kabupaten Bangka Selatan dan 14

berada di antara Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Posisinya strategis karena berada di jalur pelayaran yang sering dilalui kapal-kapal sampai sekarang. Perairan di sekitarnya memiliki potensi peninggalan bawah air yang sangat besar. Pulau Pongok dapat ditempuh dengan menggunakan kapal kayu dari Pelabuhan Sadai di Bangka Selatan. Dari pelabuhan tersebut terdapat kapal pengangkut penumpang dan barang ke Pulau Pongok yang beroperasi dua kali dalam sehari dengan waktu tempuh selama 3 (tiga) jam. Selama perjalanan yang melewati sebelah utara Pulau Lepar dijumpai gugusan pulau yang indah. Pulau Pongok tampak dari kejauhan berbentuk bukit hijau. Kapal memasuki pelabuhan dengan mengikuti panduan berupa bola besar berwarna merah karena memang perairan di daerah itu dangkal dan banyak karang. Salah melewatinya akan berakibat fatal. Perairan di depan pelabuhan banyak terdapat kapal-kapal nelayan. Lokasinya terlindung oleh Pulau Pongok dan Pulau Celagen yang dihuni oleh masyarakat nelayan yang sebagian besar menempati daerah di dekat pelabuhan atau di sisi barat pulau. Perairan Bangka Selatan berada di tengahtengah perairan Paparan Sunda. Sebagaimana paparan lainnya di sekitar Pulau Bangka adalah perairan laut dangkal dengan kedalaman 10-30 meter. Pantainya landai dengan kedalaman antara 1-10 meter di bawah MSL. Berdasarkan data pasang surut DISHIDROS 2008, tipe pasang surut perairan Kabupaten Bangka Selatan adalah pasang surut tunggal dengan kisaran antara 3-4 meter. Kisaran pasang surut perairan selat lebih tinggi dari perairan terbuka. Kedudukan muka surutan (Z 0 ) Selatan 120 cm, Barat 190 cm, Timur 130 cm, dan Utara 150-170cm. Gelombang di perairan Laut Bangka Selatan dipengaruhi oleh Iklim. Berdasarkan data angin selama lima tahun (2003-2007) dapat diperkirakan kejadian gelombang di perairan tersebut. Gelombang besar terjadi pada bulan September-Maret dengan ketinggian lebih dari 1 meter dengan periode sekitar 5-7 detik. Aktivitas penyelaman pada bulan September-Maret harus berhati-hati terhadap kondisi ini. Gelombang yang tidak terlalu besar terjadi pada bulan April-Agustus dengan ketinggian antara 5-40 cm dengan periode 1-2 detik. Pada bulan April-Agustus ini sangat mendukung untuk melakukan penyelaman. Pada musim Barat Laut tinggi gelombang berkisar antara 0,5-1,5 meter, dan kadangkadang mencapai 2 meter terutama pada bulan Januari/Pebruari di Perairan Utara Pulau Bangka. Saat Musim Tenggara tinggi gelombang berkisar antara 0,5-1,5 15

meter. Kadang-kadang mencapai lebih dari 2 meter terutama pada bulan Juli-September di perairan Selatan Pulau Bangka. Dengan adanya ketidakpastian kondisi gelombang pada musim-musim ini, maka aktivitas penyelaman harus memilih waktu tepat. Berdasarkan parameter fisik perairan dari hasil penelitian-penelitian yang pernah dilakukan, seperti perairan sekitar Pulau Lepar dan Pulau Pongok (Pulau Liat) dapat dikategorikan cukup aman dan nyaman untuk wisata bahari. Data Kapal Tenggelam a. Situs Batumandi Lokasi kapal berada di koordinat 2 o 52 304 LU dan 107 o 00 276 BT. Lokasinya berdekatan dengan karang yang bernama Batu Mandi sehingga dinamakan Situs Batumandi. Kapal terbuat dari besi dengan kondisi sebagian besar telah rusak. Orientasi kapal ke arah Timur Laut, reruntuhan kapal menyisakan bagian yang masih berdiri tegak di bagian lambung kiri dan haluan. Bagian dinding lambung kiri yang berdiri tegak panjangnya 45 meter dan tingginya 8 meter. Dari dinding lambung kiri diketahui bahwa dinding yang menuju haluan bertingkat dengan 2 buah undakan. Sementara itu dinding lambung kanan di bagian depan dan tengah kapal dalam posisi miring sepanjang 17 meter sehingga menyerupai ceruk memanjang di dasar laut. Pada sisi kanan dijumpai dua buah tiang besar berdampingan dalam kondisi rebah di dasar laut. b.situs Karanglucan Lokasinya berada di koordinat 2 o 52 027 LU dan 107 o 00 079 BT. Kapal II berjarak 200 meter sebelah Barat kapal I dan lokasinya bernama Karang Lucan, sehingga disebut Situs Karanglucan. Kondisinya masih lebih baik dibandingkan dengan kapal I. Sebagian besar besi-besinya masih tampak dan belum ditutupi oleh karang. Hal itu menunjukkan bahwa kapal II lebih muda usianya daripada kapal I. Kapal II tenggelam di dasar laut dalam posisi tertelungkup dan terbelah di bagian tengah. Sebagian besar bagian kapal yang terbuat dari besi masih utuh kecuali bagian buritan yang telah terpotong-potong akibat adanya pengambilan besi kapal. Orientasi kapal ke arah Timur Laut dan panjangnya diperkirakan 53,30 meter. Bagian kapal yang terbelah adalah 12 meter. Tiang pada sisi kanan kapal runtuh ke dasar laut. Panjang tiang adalah 17,40 meter. Pada ujung tiang tersebut terdapat tiang lain yang runtuh dengan panjang 11 meter. Bagian buritan juga terbelah cukup lebar dan menyisakan dinding yang masih berdiri. Pada dinding tersebut dijumpai lubang-lubang berbentuk lingkaran. Pada bagian belakang kapal terdapat runtuhan tiang yang diameternya sama dengan tiang di bagian tengah. Bagian buritan mengalami kerusakan yang cukup parah 16

antara lain akibat adanya pengambilan besi oleh penduduk. Aktivitas pengambilan besi kapal terhenti ketika dilakukan survei. Namun lokasi kapal telah ditandai dengan tali pelampung di tiga titik, yaitu bagian haluan, tengah, dan buritan. Kapal dan Kecelakaan Laut Kapal tenggelam di Situs Batumandi menunjukkan kondisi kapal yang lebih tua daripada kapal di Situs Karanglucan. Bangkai kapal situs Batumandi telah banyak ditumbuhi karang. Pertumbuhan karang memerlukan waktu yang sangat lama, sehingga karang pada bangkai kapal mengindikasikan tenggelamnya kapal telah berlangsung lama. Penyebab tenggelamnya kapal diduga akibat menabrak batu karang. Pengamatan haluan kapal menunjukkan bahwa kapal hendak menuju ke Utara. Berdasarkan peta terlihat bahwa di antara Pulau Lepar dan Pulau Pongok terdapat laut dalam dengan kedalaman > 50 meter. Namun di sekeliling Pulau Pongok terdapat laut dangkal antara 10-30 meter. Posisi kapal yang tenggelam di kedalaman 20 meter dengan orientasi timur laut menunjukkan bahwa kapal bergerak mendekati Pulau Pongok yang berkedalaman 20 meter, namun akhirnya menabrak Karang Batu Mandi. Akibatnya lambung kanan kapal mengalami kerusakan yang lebih parah, sedangkan Lambung kiri dan haluan masih berdiri tegak. Pemandangan di kapal tenggelam tersebut cukup menarik karena kondisi kapal yang masih cukup utuh dengan tumbuhnya karang laut dan ikan yang hidup di sekitarnya. Tenggelamnya kapal di Situs Karanglucan menunjukkan peristiwa yang hampir sama. Kapal yang seharusnya bergerak ke Utara tetapi melenceng ke Timur Laut. Akibatnya kapal memasuki perairan dengan kedalaman < 20 meter. Kecelakaan yang terjadi menyebabkan kapal terbalik, terbelah dua dan tenggelam di dasar laut. Kapal ini diperkirakan berjenis kapal barang karena kondisi kapal yang tertelungkup dalam posisi rata di bagian depan. Namun di bagian belakang yang diperkirakan terdapat anjungan tampak reruntuhannya lebih tinggi. Pada sisi kiri kapal ditemukan tiang-tiang panjang yang berdiameter cukup besar. Pada badan kapal sedikit ditumbuhi karang yang berarti bahwa pertumbuhan karang belum lama berlangsung. Kondisi kapal yang cukup utuh dan berada pada lokasi yang airnya cukup bening dengan dasar laut yang berpasir cukup menarik untuk penyelaman. Berdasarkan hasil survei diperkirakan bahwa kapal yang terdapat di Batumandi adalah jenis kapal uap (steamship). Kapal steamship menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya. Penggunaan batu bara sebagai bahan bakar menggantikan kayu bakar terjadi setelah terjadinya revolusi industri. Jenis kapal itu masih menggunakan tiang-tiang tinggi dan dilengkapi dengan layar cadangan untuk mengantisipasi bila bahan bakar pada tungku habis. Sedangkan kapal di 17

Karanglucan lebih modern dan diduga sudah menggunakan mesin diesel Kapal di Batumandi diduga dimiliki oleh pihak asing yang melakukan pelayaran sebelum masa kemerdekaan. Pada masa itu perairan Indonesia masih dikuasai oleh Belanda dan Indonesia belum memiliki kapal laut. Pelestarian Tinggalan Bawah Air Kapal-kapal yang tenggelam di sebelah barat Pulau Pongok hanya berjarak sekitar 900 meter dari pelabuhan di kedalaman kurang dari 20 meter. Lokasinya berada di antara Pulau Pongok dan Pulau Lepar. Di lokasi tersebut juga ditemukan lima kapal lain yang telah disurvei oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Dengan demikian semuanya berjumlah tujuh kapal tenggelam. Berdasarkan hal itu maka lokasi tersebut mempunyai potensi peninggalan purbakala yang perlu dilestarikan dan dimanfaatkan bagi pengembangan pariwisata. Bukan saja pelestarian terhadap kapalnya tetapi juga terhadap lingkungan bawah airnya. Karena kapal-kapal tenggelam umumnya menjadi rumah bagi ribuan ikan dan tumbuhnya berbagai jenis karang. Bangkai kapal tenggelam di perairan Pongok telah mengalami perusakan terutama akibat pengambilan dan pemotongan bagian-bagian kapal untuk dijual yang dilakukan oleh nelayan. Kami sempat menyaksikan aktivitas yang terjadi di kapal di Situs Karanglucan. Pada bagian depan, tengah, dan belakang kapal diberi pelampung yang diikat dengan tali untuk menandai posisi kapal. Sementara di dasar laut terdapat pipa paralon, linggis, selang berukuran besar, palu yang digunakan untuk memotong dan mengangkat besi dari dasar laut. Bagian belakang kapal Situs Karanglucan sebagian besar sudah tidak ada lagi. Aktivitas tersebut tampaknya akan terus berlanjut karena kapal di Karanglucan berukuran besar dan belum tertutup oleh karang dan kondisi besinya masih bagus. Pengambilan besi tua dari kapal tenggelam merupakan masalah besar yang dapat menghilangkan keberadaan kapal tersebut. Tingginya kegiatan pengambilan besi disinyalir karena tingginya harga besi tua di pasaran sehingga mendorong para nelayan untuk mengambil besi dari kapal-kapal tenggelam. Hal lain karena tidak adanya perlindungan dari aparat desa setempat dengan membiarkan warganya melakukan kegiatan tersebut. Mereka seringkali tidak menghiraukan keselamatan dirinya sendiri. Penyelaman dilakukan dengan berbekal tabung kompresor yang biasa dipakai untuk mengisi ban kendaraan dan selang yang panjang sebagai alat bantu pernapasan. Bahkan mereka berani melakukan di kedalaman 30-40 meter. Berita kematian telah sering terdengar dari para nelayan yang melakukan aktivitas penyelaman tersebut. Selain potensi ancaman yang disebabkan oleh ulah manusia, ancaman lain yang dapat menyebabkan hilangnya kapal adalah proses 18

interaksi dengan lingkungannya, antara lain seperti proses penuaan secara alamiah yang dapat menyebabkan proses degradasi akibat pelapukan dari sifat-sifat alami bahan kapal itu sendiri yang disebabkan oleh garam-garam terlarut yang merupakan faktor pemacu dari proses pelapukan. Daftar Pustaka Kapal Uap, http://id.wikipedia.org/wiki/kapaluap Laporan Kemajuan: Inventarisasi dan Identifikasi Potensi Kapal Tenggelam Menunjang Pengembangan Wisata Bahari, Direktorat Pesisir dan Lautan, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan, 2000 19