BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis citra menggunakan bantuan komputer yang bertujuan untuk

Pengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom

BAB II CITRA DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

Pertemuan 2 Representasi Citra

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONVOLUSI UNTUK PELEMBUTAN CITRA (IMAGE SMOOTHING) DALAM OPERASI REDUKSI NOISE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Batra Yudha Pratama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SAMPLING DAN KUANTISASI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. mesin atau robot untuk melihat (

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS UNJUK KERJA MEDIAN FILTER PADA CITRA DIGITAL UNTUK PENINGKATAN KUALITAS CITRA

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Gambaran obyek yang dibuahkan oleh pantulan atau pembiasan sinar yang difokuskan oleh sebuah lensa atau sebuah cermin.

IMPLEMENTASI METODE HARMONIC MEAN FILTERDAN CANNY UNTUK MEREDUKSI NOISEPADA CITRA DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pengolahan citra (image processing) telah banyak dipakai di berbagai

METODE PERANCANGAN PENGARANGKAT LUNAK MEREDUKSI NOISE CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN CONTRAHARMONIC MEAN FILTTER

BAB II LANDASAN TEORI

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II LANDASAN TEORI

Pendeteksian Tepi Citra CT Scan dengan Menggunakan Laplacian of Gaussian (LOG) Nurhasanah *)

BAB 2 LANDASAN TEORI

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt

BAB II LANDASAN TEORI. dihadapi dengan standar median filter. Perbedaan mendasar antara dua filter ini

Model Citra (bag. 2)

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

BAB 2 LANDASAN TEORI Closed Circuit Television (CCTV)

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

Pendahuluan Pengantar Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma, 2005

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TEORI PENUNJANG

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA

MKB Teknik Pengolahan Citra Operasi Ketetanggaan Piksel pada Domain Frekuensi. Genap 2016/2017

Implementasi Reduksi Noise Citra Berwarna dengan Metode Filter Median dan Filter Rata-rata

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 6 Restorasi Citra (Image Restoration) Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

EDGE DETECTION MENGGUNAKAN METODE ROBERTS CROSS

Pemampatan citra dengan menggunakan metode pemampatan kuantisasi SKRIPSI. Oleh : Sumitomo Fajar Nugroho M

MAKALAH APLIKASI KOMPUTER 1 SISTEM APLIKASI KOMPUTER GRAFIK KOMPUTER DAN KONSEP DASAR OLAH CITRA. Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. perangkat komputer digital (Jain, 1989, p1). Ada pun menurut Gonzalez dan Woods

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan. (Sutoyo, Mulyanto,. 2009) Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila (x,y) dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital. Indeks baris dan kolom (x,y) dari sebuah pixel dinyatakan dalam bilangan bulat.(kadir,2013) Citra (image) atau istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering kali citra yang dimiliki mengalami penurunan mutu, misalnya mengandung cacat atau noise. Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit untuk diinterpretasikan karena informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang (Wiliyana, 2013). 2.2 Citra Digital Citra digital merupakan representasi dari sebuah citra dua dimensi sebagai sebuah kumpulan nilai digital yang disebut elemen gambar atau piksel. Piksel adalah satuan

7 terkecil dari citra yang mengandung nilai terkuantisasi yang mewakili kecerahan dari sebuah warna pada sebuah titik tertentu. Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y adalah koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) yang merupakan tingkat kecemerlangan atau intensitas cahaya citra pada titik tersebut. Citra digital adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya yang disebut sebagai elemen gambar atau pixel menyatakan tingkat keabuan pada titik tersebut. Indeks baris dan kolom (x,y) dari sebuah pixel dinyatakan dalam bilangan bulat (integer). Sebuah pixel merupakan sampel dari pemandangan yang mengandung intensitas citra yang dinyatakan dalam bilangan bulat. Untuk menunjukkan lokasi suatu pixel, koordinat (0,0) digunakan untuk posisi kiri atas dalam bidang citra, dan koordinat (m-1, n-1) digunakan untuk posisi kanan bawah dalam citra berukuran m x n pixel dimana m adalah kolom dan n adalah baris. Untuk menunjukkan tingkat pencahayaan suatu pixel, seringkali digunakan bilangan bulat yang besarnya 8 bit dengan lebar selang nilai 0-255 dimana 0 untuk warna hitam, 255 untuk warna putih, dan tingkat abu-abu berada di antara nilai 0 dan 255(Ahmad, 2005). Warna citra sendiri dibentuk oleh kombinasi citra 2-D incividual. Misalnya dalam sistem warna Red Green Blue ( RGB), warna citra terdiri dari tiga komponen individu warna ( merah, hijau,biru). Asumsikan bahwa citra dicoba sehingga menghasilkan citra yang mempunyai baris M dan kolom N, sehingga disebut citra berukuran M x N. Nilai dari koordinat (x.y) adalah kuantitas diskrit. Untuk kejelasan notasi dan kemudahan maka digunakan nilai integer untuk koordinat ini. Titik awal citra didefenisikan pada (x,y) =(0,0).Nilai koordinat berikutnya sepanjang baris pertama citra adalah (x,y)=(0,1). Jadi penting untuk diingat bahwa notasi (0,1) digunakan untuk menandai contoh kedua sepanjang baris pertama(prasetyo, 2011).

8 0 0 1 2 3...... N - 1 1 2 3....... M - 1 f(x,y ) Gambar 2.1. Sistem koordinat citra Sistem koordinat citra digital pada Gambar 2.1 tersebut dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut: (, ) = (0,0) (0,1) (0, 1) (1,0) (1,1) (1, 1)......(1)... ( 1,0) ( 1,1). ( 1, 1) Nilai pada suatu irisan antara baris dan kolom (pada posisi x,y) disebut dengan picture elements, image elements, pels,atau pixels. Namun istilah yang sering digunakan dalam citra digital adalah pixels. (Sutoyo, 2009). 2.2.1 Jenis Citra Digital Citra digital memiliki beberapa jenis, yaitu (Sianipar, R,. 2013) : 1. Citra biner : Setiap piksel hitam atau putih. Karena hanya ada dua kemungkinan nilai pada setiap piksel maka yang diperlukan hanya satu bit per piksel. Citra seperti ini sangat efisien untuk penyimpanan. Contoh citra biner dapat dilihat pada gambar 2.2. Gambar 2.2. Citra biner

9 2. Citra abu-abu (grayscale) : Setiap piksel merupakan bayangan abu-abu yang memiliki nilai intensital 0 (hitam) sampai 255 (putih). Rentang ini berarti bahwa setiap piksel dapat direpresentasikan oleh delapan bit atau satu byte. Contoh citra abu-abu (grayscale) dapat dilihat di gambar 2.3. Gambar 2.3. Citra abu-abu (grayscale) 3. Citra warna atau RGB : Setiap piksel memiliki suatu warna khusus, warna tersebut dideskripsikan oleh jumlah warna merah(r, red), hijau(g, green), dan biru (B, blue). Citra ini dipandang sebagai penumpukan tiga matriks, yang berarti bahwa setiap piksel berkaitan dengan tiga nilai. Contoh citra warna atau RGB dapat dilihat pada gambar 2.4. Gambar 2.4. Citra Warna atau (RGB) 2.3 Citra Bitmap Bitmap sering disebut juga dengan citra raster. Bitmap menyimpan data kode citra secara digital dan lengkap (cara penyimpanannya adalah per pixel). Bitmap

10 dipresentasikan dalam bentuk matriks atau dipetakan dengan menggunakan bilangan biner atau sistem bilangan lain. Citra ini memiliki kelebihan untuk memanipulasi warna, tetapi untuk mengubah objek sulit. Tampilan bitmap mampu menunjukan kehalusan gradasi bayangan dan warna dari sebuah gambar. Oleh karena itu, bitmap merupakan media elektronik yang paling tepat untuk gambar-gambar dengan perpaduan gradasi warna yang rumit, seperti foto dan lukisan digital. Bitmap biasanya diperoleh dengan cara Scanner, Camera Digital, Video Capture, dan lain-lain. Contoh citra bitmap dapat dilihat pada gambar 2.5.(Sutoyo, 2009). Gambar 2.5. Citra Bitmap (bunga.bmp) 2.4 Pengolahan Citra Pengolahan citra digital (digital image processing) merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia maupun mesin (komputer). Dalam pengolahan citra yang menjadi masukan (input) dan keluaran (output) adalah citra, namun citra keluaran (output) kualitasnya lebih baik dari citra masukan (input). Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun seringkali citra yang kita miliki mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan sebagainya. Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain, yang berarti jika inputannya citra maka outputnya berupa citra.(barus,l.2015) Gambar 2.6 menunjukkan diagram alir proses yang terjadi pada suatu citra mulai dari proses pencitraan sampai pada analisis citra. Gambar 2.6. Tahapan dalam Pengolahan Citra

11 Beberapa alasan dilakukan pengolahan citra digital adalah sebagai berikut : 1. Untuk mendapatkan citra asli dari citra yang sudah rusak karena pengaruh noise yang bercampur dengan cira asli dalam suatu proses tertentu. Poses pengolahan citra bertujuan untuk mendapatkan citra yang mendekati citra asli. 2. Untuk mendapatkan citra dengan karakteristik tertentu dan cocok secara visual yang dibutuhkan dalam proses lanjut dalam pemrosesan analisis citra(ainun,2014). 2.4.1 Operasi Pengolahan Citra Secara umum, operasi pengolahan citra dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis sebagai berikut (Munir, R,. 2007) : 1. Peningkatan kualitas citra (image enhancement) Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan. Contoh-contoh operasi perbaikan citra : a. Perbaikan kontras gelap/terang b. Perbaikan tepian objek (edge enhancement) c. Penajaman (sharpening) d. Pemberian warna semu (pseudocoloring) e. Penapis derau (noise filtering) 2. Perbaikan citra (image restoration) Operasi ini bertujuan untuk menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra. Tujuan perbaikan citra hampir sama dengan operasi peningkatan kualitas citra. Bedanya, pada perbaikan citra penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh-contoh operasi perbaikan citra : a. Penghilangan kesamaran (deblurring) b. Penghilangan derau (noise)

12 3. Pemampatan citra (image compression) Pemampatan citra atau kompresi citra bertujuan untuk meminimalkan kebutuhan memori dalam merepresentasikan citra digital dengan mengurangi duplikasi data di dalam citra sehingga memori yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit daripada representasi citra semula. Hal yang penting dalam jenis operasi ini adalah citra yang dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus. 4. Segmentasi citra (image segmentation) Segmentasi citra bertujuan untuk membagi wilayah-wilayah yang homogen. Segmentasi membagi citra ke dalam daerah intensitasnya masing-masing sehingga bisa membedakan antara objek dan background-nya. Tingkat keakurasian segmentasi bergantung pada tingkat keberhasilan prosedur analisis yang dilakukan. Jenis operasi ini berkaitan dengan pengolahan pola. 5. Analisis citra (image analysis) Jenis operasi ini bertujuan mengitung besaran kuantitif dari citra untuk menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstraksi ciri-ciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. 6. Rekonstruksi citra (image reconstruction) Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Operasi rekonstuksi citra banyak digunakan dalam bidang medis. Operasi-operasi tersebut bertujuan untuk membentuk objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Pada citra digital, dengan tipe bitmap tipe warna pada titik-titik piksel dibentuk dari sebuah data numerik. Tinggi dan rendahnya keabuan piksel dinyatakan dalam bentuk intensitas atau derajat keabuan. Satuan lebar intensitas merupakan lebar memori (bit) citra yang disebut dengan format piksel. 2.5 Pendeteksian Tepi Deteksi tepi (Edge Detection) pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepi-tepi dari objek-objek gambar. Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangga. (Apriyana,2013) Tepian dari suatu citra mengandung informasi penting dari citra

13 bersangkutan. Tepian citra dapat merepresentasikan objek-objek yang terkandung dalam citra tersebut, bentuk, dan ukurannya serta terkadang juga informasi tentang teksturnya. Tepian citra adalah posisi dimana intensitas piksel dari citra berubah dari nilai rendah ke nilai tinggi atau sebaliknya. Deteksi tepi umumnya adalah langkah awal melakukan segmentasi citra. Tujuan dari deteksi tepi adalah untuk menandai bagian yang menjadi detail citra dan memperbaiki detail dari citra yang kabur akibat error atau adanya efek dari cahaya(putra,2010). Deteksi tepi adalah proses untuk menemukan perubahan intensitas yang berbeda nyata dalam sebuah bidang citra. Sebuah operator deteksi tepi merupakan operasi bertetangga, yaitu sebuah operasi yang memodifikasi nilai keabuan sebuah titik berdasarkan nilai-nilai keabuaan dari titik-titik yang ada di sekitarnya (tetangganya) yang masing-masing mempunyai bobot tersendiri. Bobot-bobot tersebut nilainya tergantung pada operasi yang akan dilakukan, sedangkan banyaknya titik tetangga yang terlibat biasanya adalah 2x2, 3x3, 3x4, 7x7, dan sebagainya. (Sutoyo,2009) Kriteria untuk menentukan lokasi terjadinya tingkat perubahan intensitas yang mendadak ada 2 jenis yaitu: a. Nilai turunan pertama intensitas adalah lebih besar dari magnitude batas ambang (threshold) tertentu. b. Nilai turunan kedua intensitas mempunyai sebuah zero crossing. (Melly,2010) Secara umum tepi dapat didefinisikan sebagai batas antara dua region (dua piksel yang saling berdekatan) yang memiliki perbedaan intensitas yang tajam atau tinggi. Tepi dapat diorientasikan dengan suatu arah, dan arah ini berbeda-beda, tergantung pada perubahan intensitas. Untuk lebih memahami defenisi tepi, Gambar 2.7 memperlihatkan model tepi dalam ruang satu dimensi (Taurisna,2009). Gambar 2.7. Model Tepi Satu Dimensi

14 Deteksi tepi sangat penting dalam pengolahan citra karena pendeteksian tepi merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi di dalam citra. Dimana, tepi mencirikan batas-batas objek dan karena itu tepi berguna untuk proses segmentasi dan identifikasi objek dalam citra. Tujuan operasi pendeteksi tepi adalah untuk meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah atau objek di dalam citra.(apriyana,2013) Ada tiga macam tepi yang terdapat di dalam citra digital, yaitu (Citra,2010): 1. Tepi curam Jenis tepi ini terbentuk karena perubahan intensitas yang tajam, berkisar 90 0. 2. Tepi landai Disebut juga tepi lebar, yaitu tepi dengan sudut arah yang kecil. Tepi landai dapat juga dianggap terdiri dari sejumlah tepi-tepi lokal yang lokasinya berdekatan. 3. Tepi yang mengandung noise Umumnya tepi yang terdapat pada aplikasi computer vision mengandung derau. Perbedaan ketiga macam tepi tersebut, diperlihatkan pada Gambar 2.8. Gambar 2.8. Jenis-jenis Tepi Deteksi tepi merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi di dalam citra. Tepi mencirikan batas-batas objek dan karena itu tepi berguna untuk proses segmentasi dan identifikasi objek di dalam citra. Deteksi tepi pada suatu citra memiliki tujuan sebagai berikut(taurisna,2009): 1. Menandai bagian yang menjadi detil citra. 2. Memperbaiki detil citra yang kabur karena error atau efek proses akuisisi.

15 Gambar 2.9 memperlihatkan bagaimana tepi dari suatu citra dapat diperoleh dengan operasi pendeteksian tepi. Gambar 2.9. Proses Deteksi Tepi Citra 2.5.1 Metode-metode dalam Deteksi Tepi Menurut Munir (2004), metode-metode yang digunakan dalam deteksi tepi : 1. Operator gradien pertama (differential gradent) Perubahan intensitas yang besar dalam jarak yan singkat dipandang sebagai fungsi yang memiliki kemiringan yang besar. Kemiringan fungsi biasanya dilakukan dengan menghitung turunan pertama(gradient). Operator gradien pertama terdiri dari beberapa teknik dalam mendeteksi tepi yaitu : a. Operator gradien selisih-terpusat(center-difference) b. Operator Sobel c. Operator Prewitt d. Operator Roberts 2. Operator turunan kedua (Laplacian) Operator turunan kedua mendeteksi lokasi tepi lebih akurat khususnya pada tepi yang curam. Pada tepi yang curam, turunan keduanya mempunyai persilangan nol(zero crossing), sedangkan pada tepi yang landai tidak terdapat persilangan nol. Persilangan nol merupakan lokasi tepi yang akurat.

16 3. Operator Kompas (compass operator) Operator kompas digunakan untuk mendeteksi semua tepi dari berbagai arah, dapat menampilkan tepi dari 8 macam arah mata angin : Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, dan Barat Laut. 2.5.2 Operator Laplacian of Gaussian (LoG) Operator laplacian sangat sensitif terhadap noise yang terletak pada titik-titik tepi. Jadi, sebelum deteksi tepi dilakukan, filter yang dapat melemahkan noise diperlukan. Operator Laplacian of Gaussian merupakan kombinasi dari operator gaussian dan operator laplacian.(ainun,2014) Operasi laplacian memberitahukan keberadaan suatu tepi ketika keluaran dari operator membuat perpotongan dengan sumbu x. Namun bila suatu daerah dalam citra mempunyai nol yang seragam, diabaikan dan tidak dianggap sebagai tepi. Secara prinsip, lokasi titik perpotongan dapat diduga sampai resolusi sub-piksel menggunakan interpolasi linier, tetapi hasilnya mungkin tidak akurat akibat pengaruh noise. Filter Gaussian adalah salah satu filter linear dengan nilai pembobotan untuk setiap anggotanya dipilih berdasarkan bentuk fungsi Gaussian. Filter ini digunakan untuk menghilangkan noise yang bersifat sebaran normal. Titik-titik tepi yang dilacak dengan cara menemukan perpotongan dengan sumbu x oleh fungsi turunan kedua dari intensitas citra sangat sensitif terhadap noise. Oleh karena itu, diperlukan suatu filter yang dapat melemahkan noise sebelum penguatan tepi dilakukan. (Ahmad,2005) Karakteristik mendasar dari pelacak tepi Laplacian of Gaussian adalah : 1. Filterisasi pengaburnya adalah filter Gaussian. 2. Penguatan tepi adalah fungsi turunan kedua. 3. Kriteria pelacakan adalah dengan menemukan titik perpotongan dengan sumbu x dalam fungsi turunan kedua yang bersesuaian dengan puncak dalam suatu fungsi turunan pertama. 4. Lokasi dari tepi dapat diduga dengan resolusi subpiksel menggunakan interpolasi linear.(annisa,2010) Cara kerja operator ini adalah sebagai berikut : pertama, citra dikonvolusi dengan operator gaussian bertujuan untuk mengaburkan dan melemahkan noise. Namun, pengaburan ini mengakibatkan pelebaran tepi objek. Kemudian, operator

17 laplacian diterapkan untuk menemukan titik potong dengan sumbu x dalam fungsi turunan kedua yang bersesuaian dengan puncak dalam fungsi turunan pertama. Kemudian., lokasi tepi diperoleh dari resolusi subpiksel menggunakan interpolasi linier. (Sutoyo,2009) Metode ini mendeteksi tepi lebih akurat khususnya pada tepi yang curam. Pada tepi yang curam, turunan keduanya memiliki zero-crossing (persilangan nol) yaitu titik dimana terdapat pergantian tanda nilai turunan kedua, sedangkan pada tepi yang landai tidak terdapat persilangan nol (Gonzalez et al,2005). Untuk menghindari pelacakan tepi yang tidak berbeda nyata, hanya titik perpotongan dengan sumbu x yang bersesuaian dengan turunan pertama dan bernilai di atas nilai tertentu saja yang dipilih sebagai titik-titik tepi. Operator LoG merupakan operator turunan kedua yang dihitung dengan: (, ) = ) ( )...(2) Dimana : : standar deviasi Gaussian, x : nilai piksel dari sumbu x, y : nilai piksel dari sumbu y, : nilai konstanta eksponensial (2,78128...). Fungsi 2 g(x,y) merupakan turunan kedua dari fungsi Gauss, kadang-kadang disebut juga fungsi Laplacian of Gaussian (LoG). Jadi, untuk mendeteksi tepi dari citra yang mengalami gangguan, kita dapat melakukan salah satu dari dua operasi ekivalen di bawah ini: 1. Konvolusi citra dengan fungsi Gauss G(x,y), kemudian lakukan operasi Laplacian terhadap hasilnya, atau 2. Konvolusi citra dengan penapis LoG.(Wibowo,2014) Bentuk persamaan di atas biasa disebut operator topi Meksiko karena bila nilai di sebelah kiri tanda sama dengan diplotkan terhadap koordinat x dan y akan membentuk lekukan seperti topi Meksiko(Annisa,2010).Representasi turunan kedua dalam bentuk kernel operator Laplacian diperlihatkan seperti yang dibawah.

18 Gambar 2.10 menunjukkan contoh penerapan metode deteksi tepi dengan operator Laplacian of Gaussian (LOG). Gambar 2.10. Proses deteksi tepi metode LoG (Wibowo,2014) 2.6 Derau (Noise) Noise merupakan gangguan yang disebabkan oleh menyimpangnya data digital yang diterima oleh alat penerima data gambar yang mana dapat menggangu kualitas citra atau Noise adalah sebuah gangguan yang terjadi akibat dari kurang sempurnanya proses capture yang dilakukan sehingga mengakibatkan terjadinya pencahayaan yang tidak merata. Akibat tidak meratanya pencahayaan mengakibatkan intensitas tidak seragam, kontras citra terlalu rendah sehingga objek sulit untuk dipisahkan dari latar belakangnya, atau gangguan yang disebabkan oleh kotoran-kotoran yang menempel pada citra.(rifangi,2014) Beberapa jenis noise, yaitu gaussian noise dan salt and pepper noise. 1. Gaussian noise merupakan model noise yang mengikuti distribusi normal standar dengan rata-rata nol dan standar deviasi. Efek dari noise ini pada gambar adalah munculnya titik-titik berwarna yang jumlahnya sama dengan presentase noise. Fungsi kepadatan probabilitas (probabilty density function) adalah suatu fungsi yang menyatakan nilai kemungkinan terjadinya kejadian tertentu. Contoh gaussian noise dapat dilihat pada gambar 2.11(A). Probability Density Function ( PDF) variabel random Gaussian adalah (Hermawati, 2013) : ( ) = ( )/...(3) Dimana : z : gray-level,

19 : nilai tengah (mean), : standar deviasi : nilai konstanta eksponensial (2,78128...). 2. Salt and pepper noise adalah bentuk noise yang biasanya terlihat titik-titik hitam dan putih pada citra seperti tebaran garam dan merica. Noise ini disebabkan karena terjadinya error bit dalam pengiriman data, piksel-piksel yang tidak berfungsi dan kerusakan pada lokasi memori, karakteristik Fungsi Probabilitas Kepadatan (Probability Density Function). Probability Density Function (PDF) Salt and Pepper Noise : ( )= 0...(4) Dimana : z : gray-level, Pa : kemungkinan (probabilitas) level a Pb : kemungkinan (probabilitas) level b Jika b > a, intensitas b akan tampak sebagai titik terang pada citra. Sebaliknya, level a akan tampak seperti titik gelap. Jika selain P a atau P b nol, impulse noise disebut juga unipolar. Jika probability selain nol, dan khususnya diperkirakan sama,nilai impulse noise akan mirip butiran salt and pepper secara acak yang terdistribusi pada citra. Karena alasan ini noise bipolar impulse disebut juga noise salt and pepper (Prasetyo, 2011).Contoh salt and pepper noise dapat dilihat pada gambar 2.11(B). Gambar 2.11. gaussian noise (A) dan salt and pepper noise (B)

20 2.7 Peningkatan Kualitas Citra (Image Enhancement) Peningkatan kualitas citra adalah suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis, pemfilteran, dan lain-lain. Tujuan utama dari peningkatan kualitas citra adalah untuk memproses citra sehingga citra yang dihgasilkan lebih baik daripada citra aslinya untuk aplikasi tertentu. Contoh peningkatan kualitas citra dapat dilihat pada gambar 2.12. Gambar 2.12. Peningkatan kualitas citra 2.7.1 Filter Spasial (Spatial Filter) Filter spasial adalah operasi yang dilakukan terhadap intensitas piksel dari suatu image dan bukan terhadap komponen frekuensi dari gambar. Jenis metode yang digunakan untuk peningkatan kualitas citra (image enhacement) adalah low pass filter dan high pass filter. Sedangkan bagian-bagian dari low pass filter dan high pass filter akan membentuk suatu metode yaitu high boost filter.(barus,l.2015) 2.7.1.1 Filter Pelolos Rendah (Low Pass Filter) Low pass filter adalah proses filter yang mengambil citra dengan gradiasi intensitas yang halus dan perbedaan intensitas yang tinggi akan dikurangi atau di buang. Ciriciri dari fungsi low pass filter adalah (Barus,L.2015) : 1. Untuk menghaluskan citra 2. Didasarkan pada perata-rataan nilai piksel dengan tetangga

21 3. Bobot filter selalu positif yang totalnya bernilai 1 4. Contoh beberapa filternya adalah : 1/9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1/6 0 1 0 1 2 1 0 1 0 2.7.1.2 Filter Pelolos Tinggi (High Pass Filter) High pass filter adalah proses filter yang mengambil citra dengan gradiasi intensitas yang tinggi dan perbedaan intensitas yang rendah akan dikurangi atau dibuang. Agar itu terjadi, maka digunakan filter pelolos rendah dan filter pelolos semua (allpass filter) Ciri-ciri fungsi high pass filter adalah (Barus,L.2015): 1. Disebut sebagai sharpening mask, karena mempercepat pergantian batas gelap dan terang 2. Filter memiliki nilai positif di tengah, negatif di pinggir, dan total keseluruhan bobot harus 0 3. Hasil high pass filter adalah selisih antara allpass filter dengan low pass filter, dengan penjelasan berikut : W = 0 0 0 0 1 0 0 0 0 Matriks diatas disebut sebagai matriks pelolos semua (allpass filter), Artinya : = *...(5) Maka high pass filter adalah : = = * * = ( )*...(6) Sehingga dapat mengidentikkan bahwa : =...(7)

22 Beberapa contoh matiks high pass filter yang berasa dari low pass filter adalah = 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 = 1 1 1 1 8 1 1 1 1 = 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 2 1 0 1 0 = 0 1 0 1 4 1 0 1 0 2.7.1.3 High Boost Filter High-Boost merupakan salah satu bagian dari operasi yang dapat dilakukan untuk melakukan perbaikan citra. High-Boost Filtering bertujuan untuk mempertahankan (mempertajam) komponen frekuensi tinggi dan menghilangkan (mengurangi) komponen frekuensi rendah (Rifangi,2014). High boost filter adalah proses filter yang berasal dari citra dengan dasar pemrosesannya menggunakan metode low pass filter dan high pass filter. Metode ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Jika A = 1, maka high boost filter akan menjadi high pass filter biasa. 2. Hasilnya adalah citra yang lebih tajam pada bagian pinggirnya 3. Memiliki rumus : High boost = A(asli) (lowpass) = A(asli) ((asli) (highpass)) = (A-1)(asli) + (highpass) atau High boost filter = (A 1) allpass filter + high pass filter...(8) (Najarian, Splinter,. 2012) dan,bila A > 1 maka citra output merupakan citra high-pass yang ditambahkan dengan bagian dari citra asli (Putra D, 2010).

23 2.8 Perbaikan Citra (Image Restoration) Restorasi citra digital adalah suatu teknik yang memperhatikan bagaimana mengurangi perubahan bentuk dan penurunan kualitas citra yang diawali selama pembentukan citra tersebut. Restorasi citra berfokus pada penghilangan atau penekanan degradasi yang terjadi selama proses pengembalian bentuk citra sebernarnya. Degradasi semacam itu termasuk derau (noise), yang meliputi error pada nilai-nilai piksel, dan pengaruh optik seperti pengaburan fokus atau karena gerakan kamera(barus,l.2015). Perbaikan citra bertujuan meningkatkan tampilan citra untuk pandangan manusia atau untuk mengkonversi suatu citra agar memiliki format yang lebih baik sehingga citra tersebut menjadi lebih mudah diolah dengan mesin (komputer). Adapun contoh dari perbaikan citra dapat dilihat pada gambar 2.13 (Rifangi,2014). Gambar 2.13. Perbaikan citra 2.9 Mean Square Error (MSE) dan Peak Signal to Noise Ratio (PNSR) Ada beberapa parameter pengukuran kesalahan atau error dalam pemrosesan citra. Dua parameter yang paling umum digunakan adalah Mean Square Error (MSE) dan Peak Signal to Noise Ratio (PNSR). Mean Square Error (MSE) adalah kesalahan kuadrat rata-rata. Nilai MSE didapat dengan membandingkan nilai selisih pixel-pixel citra asal dengan citra hasil pada posisi pixel yang sama. Semakin besar nilai MSE, maka tampilan pada citra hasil

24 akan semakin buruk. Sebaliknya, semakin kecil nilai MSE, maka tampilan pada citra hasil akan semakin baik. MSE dapat dihitung dengan menggunakan rumus: = ( (, ) (, ))...(9) Dimana : m dan n = ukuran panjang dan lebar citra f (i,j) = intensitas citra di titik (i,j) sebelum terkena noise (i,j) = intensitas citra di titik (i,j) setelah noise dihilangkan Semakin kecil nilai MSE, semakin bagus perbaikan citra yang digunakan. PSNR merupakan nilai perbandingan antara harga maksimum warna pada citra hasil filtering dengan kuantitas gangguan (noise) yang dinyatakan dalam satuan decibel(db), noise yang dimaksud adalah akar rata-rata kuadrat nilai kesalahan ( MSE). Semakin besar nilai PSNR, semakin baik pula hasil yang diperoleh pada tampilan citra hasil. Sebaliknya, semakin kecil nilai PSNR, maka semakin buruk pula hasil yang diperoleh pada tampilan citra hasil. Secara Matematis, nilai PSNR dapat dinyatakan dengan persamaan berikut : PSNR = 20 * Log 10 ( 255 MSE )...(10) Tidak seperti MSE, nilai PSNR yang lebih besar mengindikasikan bahwa kualitas tersebut lebih baik.