PERPU PLT PIMPINAN KPK; ADAKAH KEGENTINGAN MEMAKSA? Oleh: Muchamad Ali Safa at *

dokumen-dokumen yang mirip

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI III DPR RI DENGAN DR. ZAINAL ARIFIN MOCHTAR, DR. MARGARITO KAMIS DAN DR.

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

HAN Sektoral Pertemuan Kedua HAN Sektoral dan Peraturan Perundang-Undangan SKEMA PEMERINTAH

I. PENDAHULUAN. kekuasaan manapun (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

Jurnal Cendekia Vol 13 No 1 Jan 2015 ISSN MAKNA PERPU DI TANGAN PRESIDEN RI. Oleh: Suharto ABSTRAK ABSTRACT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

I. PENDAHULUAN. manapun (Pasal 3 Undang -Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga independen,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

RA RANCANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BAB I. Pendahuluan. Dalam Pembukaan UUD 1945 tersirat suatu makna bahwa Negara. Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechtstaat)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 58/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EKSISTENSI PERPPU DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Norma hukum yang berlaku di Indonesia berada dalam sistem berlapis dan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Korupsi Pengadaan alat Simulasi Mengemudi Pasca Intervensi Presiden Oleh : Kombes Iktut Sudiharsa.S.H.,mSi.

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. Muchamad Ali Safa at

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

HUKUM ACARA PIDANA HENDAK HIJRAH Oleh Adnan Paslyadja

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Muchamad Ali Safa at

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

Hukum Acara Pembubaran Partai Politik. Ngr Suwarnatha

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Jokowi dan Skenario Kapolri Selasa, 20 Januari 2015

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

HUKUM TERTULIS Adalah hukum yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kehidupan bersama manusia dalam masyarakat

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

Hubungan antara MPR dan Presiden

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERPU PLT PIMPINAN KPK; ADAKAH KEGENTINGAN MEMAKSA? Oleh: Muchamad Ali Safa at * Salah satu perkembangan hukum yang mengemuka akhir-akhir ini adalah pembentukan Perpu untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh pemerintah. Misalnya, di akhir 2007 diterbitkan Perppu Nomor 5 Tahun 2008 yang mengubah UU Nomor 28 Tahun 2007 untuk memperpanjang kebijakan Sunset Policy dan Perppu Nomor 2 Tahun 2009 yang mengubah UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu terkait dengan tata cara pencontrengan, serta baru-baru ini dibentuk Perppu tentang Plt. Pimpinan KPK. Perpu merupakan bentuk hukum yang bersifat khusus karena wewenang pembentukannya diberikan hanya kepada Presiden, dibandingkan wewenang legislasi utama dalam UUD 1945 yang diberikan kepada DPR dan Presiden bersamasama. Sifat khusus tersebut dapat dilihat dari bentuk hukum, yaitu Peraturan Pemerintah tetapi berkedudukan sejajar dengan UU yang dalam keadaan normal seharusnya berada di bawah UU. Kedudukan Perpu yang sejajar dengan UU merupakan konsekuensi dari keberadaan Perpu untuk menggantikan ketentuan UU. Sebagai bentuk hukum yang khusus, tentu Perpu tidak dapat dibuat dalam keadaan normal. Dengan kata lain, Perpu hanya dapat dibuat jika ada kondisi kegentingan memaksa. UUD 1945 merumuskan kondisi yang membenarkan dibuatnya Perpu adalah hal ihwal kegentingan yang memaksa sehingga ketentuan dalam suatu UU tidak dapat dijalankan dan harus diganti. Walaupun telah diberlakukan, Perpu tersebut nantinya harus mendapat persetujuan DPR pada masa sidang berikutnya. Apakah yang dimaksud dengan hal ihwal kegentingan memaksa? Mengingat ketentuan ini merupakan ketentuan yang tidak mengalami perubahan pada saat terjadi Perubahan UUD 1945, maka sebagai bahan untuk memahami frasa tersebut dapat dilihat Penjelasan Pasal 22 UUD 1945. Penjelasan tersebut menyatakan 1

Pasal ini mengenai noodverordeningsrecht Presiden. Aturan sebagai ini memang perlu diadakan agar supaya keselamatan negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting, yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian, pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, peraturan pemerintah dalam pasal ini, yang kekuatannya sama dengan undang-undang harus disahkan pula oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa kegentingan yang memaksa adalah keadaan genting yang terkait dengan tugas pemerintah menjamin keselamatan negara. Oleh karena itu Perpu hanya dapat dikeluarkan pada saat keselamatan negara terancam. Ancaman dapat datang baik dari dalam maupun dari luar. Ancaman tersebut juga dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti penyerangan dari luar, pemberontakan, kerusuhan, bencana alam, serta peristiwa lain yang dapat mengganggu jalannya pemerintahan sehingga tidak dapat menjamin keselamatan negara. Selain itu patut pula diingat bahwa penggantian ketentuan dalam UU melalui Perpu adalah karena ketentuan dalam UU dimaksud tidak dapat dijalankan karena dua kemungkinan alasan. Pertama, jika ketentuan tersebut dijalankan, justru keselamatan negara pada saat itu akan terancam. Kedua, ketentuan dimaksud tidak cukup memberikan landasan hukum kepada pemerintah untuk menjamin keselamatan negara. Perpu tidak dapat dikeluarkan hanya karena pemerintah tidak berhasil menjalankan ketentuan UU yang sesungguhnya telah cukup baik dan dapat menjamin keselamatan negara. Namun dalam perkembangannya, Perppu lebih sering digunakan walaupun secara wajar dapat dinilai bahwa tidak ada ancaman terhadap keselamatan negara. Pertimbangan hal ihwal kegentingan yang memaksa berkembang menjadi sangat luas dan umum, yaitu kondisi tertentu yang mendesak untuk diatur. Kondisi dimaksud tidak selalu berkaitan dengan keselamatan negara. Penafsiran tersebut serupa dengan ketentuan Pasal 139 Konstitusi RIS dan Pasal 96 UUDS 1950 yang menentukan alasan terbitnya Undang-Undang Darurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraan pemerintah yang karena keadaan-keadaan tertentu yang mendesak perlu diatur dengan segera. 2

Walaupun antara Perppu dengan Undang-Undang Darurat memiliki kemiripan bentuk hukum, namun dari rumusan pada UUD masing-masing dapat dipahami adanya perbedaan maksud dan fungsi. Perppu berdasarkan UUD 1945 nyata-nyata dimaksudkan untuk menggantikan suatu ketentuan di dalam undang-undang demi keselamatan negara. Sedangkan Undang-Undang Darurat menurut Pasal 139 Kontitusi RIS dan Pasal 96 UUDS 1950 lebih dimaksudkan untuk mengisi kekosongan hukum. Hal itu dapat dilihat dari bunyi ayat (1) kedua pasal tersebut, yaitu: Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung jawab sendiri menetapkan undangundang darurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraan pemerintah federal yang karena keadaan-keadaan yang mendesak perlu diatur dengan segera. Unsur kegentingan memaksa dapat dilihat pada dikeluarkannya Perpu tentang tata cara pencontrengan untuk Pemilu 2009. Ketentuan UU Nomor 10 Tahun 2008 menentukan bahwa pencontrengan dilakukan sekali pada kertas suara, padahal pada kertas suara terdapat gambar partai dan nama calon legislatif. Terdapat kemungkinan pemilih mencontreng gambar partai dan salah satu caleg dalam partai tersebut, atau dua kali mencontreng pada nomor dan naman calon yang sama. Hal itu sangat mungkin karena cara pencontrengan merupakan hal baru pada Pemilu di Indonesia. Jika ketentuan sekali mencontreng tidak diubah, terdapat dua dampak yang membahayakan. Pertama, suara pemilih akan hilang karena dianggap tidak sah, yang hal itu menentukan terpilih tidaknya seorang calon. Seorang pemilih yang mencontreng Partai A dan untuk calegnya adalah nomor X akan kehilangan suaranya, padahal sangat jelas bahwa itulah kehendak pemilih tersebut. Demikian pula pada saat pemilih mencontreng dua kali pada satu kolom caleg yang jelas menunjukkan bahwa kehendak pemilih adalah pada caleg tersebut. Hal itu akan mengakibatkan hasil Pemilu tidak dapat merepresentasikan kehendak rakyat yang sesungguhnya. Calon yang terpilih dan partai pemenang Pemilu belum tentu merupakan calon dan partai yang benar-benar dikehendaki rakyat, melainkan karena banyak pilihan rakyat yang dianggap tidak sah. Dampak selanjutnya adalah banyaknya suara yang tidak sah sehingga akan menurunkan 3

legitimasi wakil rakyat dan hal ini mempengaruhi produk yang dihasilkan dan pemerintahan yang akan dijalankan. Pada titik ini keselamatan negara demokrasi terancam karena wakil rakyat dan pemerintahan tidak benar-benar terbentuk dan berjalan berdasarkan kehendak rakyat. Terkait dengan adanya Perppu mengenai Plt. Pimpinan KPK, tentu tidak perlu lagi dipertanyakan kewenangan Presiden menerbitkan Perppu yang telah diberikan oleh UUD 1945. Persoalan yang mengemuka adalah apakah unsur kegentingan memaksa ada pada Perpu tersebut? KPK didirikan sebagai institusi independent yang diharapkan dapat menjadi triger dalam upaya pemberantasan korupsi. Hal itu diperlukan karena penyakit korupsi yang sudah demikian akut, dan institusi penegak hukum biasa (polisi dan jaksa) dipandang tidak cukup serta kurang mendapat kepercayaan dari masyarakat. Korupsi memang dapat mengancam keselamatan negara, oleh karena itu diperlukan upaya khusus sebagai langkah pemberantasan. Terbitnya Perppu Plt. Pimpinan KPK adalah karena 3 orang pimpinan telah diberhentikan sementara terkait dengan statusnya sebagai tersangka tindak pidana. Saat ini pimpinan KPK aktif tinggal 2 orang. Pasal 21 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2002 menyatakan bahwa Pimpinan KPK terdiri 5 Anggota KPK. Pimpinan tersebut bekerja secara kolektif. Pada saat Antasari Azhar dinonaktifkan, sempat muncul wacana apakah keberadaan Pimpinan KPK yang tinggal 4 orang tetap sah menjalankan tugas sebagai pimpinan KPK? Mengingat bahwa pimpinan KPK bekerja secara kolektif, keberadaan 4 pimpinan KPK tetap dinilai sah karena kolektivitas tidak memandang jumlah yang ada. Adanya ketentuan mekanisme pemberhentian sementara sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (2) UU KPK menunjukkan bahwa pada saat terjadi pemberhentian sementara itu, pimpinan KPK lain tetap dapat menjalankan tugasnya. Jika demikian, maka keberadaan 2 pimpinan KPK juga masih sah sehingga tidak membutuhkan adanya mekanisme pelaksana tugas sementara. Pertanyaan selanjutnya adalah terkait dengan pelaksanaan tugas KPK. Mengingat pemberantasan korupsi dapat saja dikatakan terkait dengan keselamatan bangsa, tentu memenuhi unsur kegentingan memaksa apabila keberadaan 2 4

pimpinan KPK telah mengakibatkan KPK lumpuh, tidak dapat menjalankan tugasnya. Tetapi konstruksi hukum UU KPK menentukan bahwa pimpinan KPK adalah unsur pengambil kebijakan dan keputusan yang dilakukan secara kolektif. Kerja teknis operasional dilakukan oleh pegawai KPK. Demikian pula pelaksanaan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan juga dilakukan oleh aparat KPK. Selain itu KPK juga memiliki Tim Penasihat yang memberikan nasihat dan pertimbangan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Oleh karena itu dengan 2 pimpinan pun, KPK tetap dapat menjalankan tugas, walaupun mungkin kinerjanya menurun. Dengan demikian dari sisi pelaksanaan tugas, tidak ada alasan kegentingan yang memaksa. Di dalam UU KPK juga telah diatur mekanisme penggantian dalam hal terjadi kekosongan pimpinan KPK. Presiden mengajukan calon pengganti kepada DPR dengan melalui tahapan seperti pemilihan pimpinan KPK yang biasa. Namun ketentuan ini hanya berlaku pada saat terjadi kekosongan, in casu jika tiga orang pimpinan KPK telah menjadi terdakwa dan diberhentikan sebagai pimpinan KPK. Perpu sebagai produk hukum yang hanya dibuat oleh pemerintah sendiri memiliki potensi digunakan sebagai legitimasi, seperti kecenderungan penggunaan Keppres pada masa Soeharto. Mungkin apa yang dilakukan oleh Presiden SBY diniati oleh tekad mempertahankan upaya pemberantasan korupsi melalui KPK, seperti halnya pada masa Presiden Soeharto Keppres banyak digunakan untuk memacu laju pembangunan ekonomi. Mungkin juga sebaliknya, SBY mengambil momentum untuk melakukan intervensi terhadap KPK, kalaupun tidak melumpuhkan, paling tidak membawa KPK kepada garis kebijakannya, seperti halnya Soeharto menggunakan Keppres untuk kepentingan keluarga dan kroninya. Namun baik penggunaan Perppu maupun Keppres merupakan pelanggaran terhadap prinsip berhukum yang baik, dan sewaktu-waktu dapat tergelincir kepada kesewenang-wenangan dan membentuk hukum yang berwatak otoriter. () 5