BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial di samping sebagai makhluk

dokumen-dokumen yang mirip
60. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa (SMPLB D)

61. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

58. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB-A)

59. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal. Berikut pernyataan tentang pendidikan anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak

79. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunadaksa (SMALB D)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

77. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mulia, keterampilan untuk hidup mandiri, mengikuti pendidikan lebih lanjut.

80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E)

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Seni Musik Sumber: KTSP 2006

2014 PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN MATEMATIKA-LOGIS SISWA

78. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB I PENDAHULUAN. salah satu cara untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang atau kelompok

2015 PEMBELAJARAN TARI TRANG-TRANG KOLENTRANG PADA KEGIATAN EKSTRAKULIKULER DI SD GRIBA 5 ANTAPANI BANDUNG

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita kategori ringan membutuhkan pendidikan sebagaimana anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak

2014 PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN INTRAPERSONAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Anak sebagai makhluk individu yang unik dan memiliki karakteristik yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Juwita Mega Ningsih, 2015 Meningkatkan Kreativitas Menari Anak D engan Menggunakan Properti Tari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dituangkan melalui instrumen atau suara dengan unsur dasar melodi,

2014 PEMBELAJARAN TARI YUYU KANGKANG DALAM PROGRAM LIFE SKILL DI SMK KESENIAN PUTERA NUSANTARA MAJALENGKA

76. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sepanjang hayat (Long Life Education), merupakan kalimat yang telah

PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI STIMULUS ALAM SEKITAR DI SDN TERSANA BARU KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERAN PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI (Studi di PAUD Geger Sunten, Desa Suntenjaya) Iis Nurhayati. STKIP Siliwangi Bandung

54. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak luar biasa yang mempunyai

BAB I P E N D A H U L U A N. Pendidikan seni berperan penting dalam pengembangan kecerdasan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar

2015 PEMBELAJARAN TARI KREASI UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 45 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu kegiatan pokok dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hana Haniefah Latiefah, 2013

53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A)

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa anak merupakan masa keemasan atau sering disebut masa

PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI IMITASI DALAM GERAK TARI DI TAMAN KANAK KANAK AL HIKMAH LUBUK BASUNG FIRMAWATI

12. Mata Pelajaran Seni Budaya A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Indonesia telah mencanangkan pendidikan wajib belajar yang semula 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan karya insan yang terbentuk dari bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. kepada siswa dalam pembelajaran Seni Budaya dan Prakarya.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak pada usia dini akan berpengaruh secara nyata pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN. atau pedoman dalam proses belajar mengajar guna meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan sosok individu yang sedang menjalani suatu proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Seni hadir di tengah-tengah masyarakat dan menyertai perjalanan hidup

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sosok yang unik. Anak usia dini mengalami suatu proses. perkembangan anak selanjutnya ( Santoso 2005:2.

BAB I PENDAHULUAN. Masa usia dini bagi seorang anak merupakan masa terpenting dan masa

Implementasi Komunikasi Instruksional Guru dalam Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C1 Dharma Rena Ring Putra I Yogyakarta Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan sumber daya manusia merupakan faktor kunci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atas. Bahkan saat ini sudah banyak sekolah-sekolah dan lembaga yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. Pada bab V ini akan disajikan pembahasan pada produk final hasil

BAB I PENDAHULUAN. ( diakses 2 Maret 2015) ( diakses 2 Maret 2015)

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pola-pola baku, sehingga siswa hanya meniru tarian dari guru, misalnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dina Febriyanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sempurna, dan Sempurnanya manusia ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fitri Chintia Dewi, 2013

2015 METODE SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN INTERKASI SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLBN-A CITEUREUP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI PEMBELAJARAN TARI KREASI BALI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

Tinjauan Mata Kuliah. allo Saudara... Selamat jumpa pada mata kuliah Keterampilan Musik

KEGIATAN LATIHAN GERAK DAN LAGU (JERUK BALI) UNTUK MENINGKATKAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. gembira dapat memotivasi anak untuk belajar. Lingkungan harus diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial di samping sebagai makhluk individual. Sebagai makhluk sosial manusia punya dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain ataupun lingkungan. Dorongan tersebut meyakini bahwa manusia itu senantiasa berusaha untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Hubungan dalam lingkungan tersebut tentunya terjadi proses interaksi antara individu dengan individu ataupun kelompok dengan kelompok lainnya yang dapat mempengaruhi individu atau kelompok lainnya sehingga terdapat hubungan timbal balik. Anak tunagrahita pada dasarnya sama memiliki dorongan untuk melakukan hubungan dengan lingkungan, harapan untuk dapat hidup, bergabung dan diterima di tengah-tengah masyarakat. Namun dalam hal ini, anak tunagrahita memiliki ketidakmampuan untuk belajar dan menyesuaikan diri terhadap tuntutan masyarakat termasuk dalam berinteraksi sosial, semua ini berkaitan dengan kesulitan dalam penyesuaian perilaku atau perilaku adaptifnya. Perilaku adaptif memiliki hubungan positif dengan inteligensi, semakin tinggi perkembangan fungsi intelektual seseorang anak, makin tinggi pula kemampuan perilaku adaptifnya. Inteligensi di bawah rata-rata mengakibatkan anak tunagrahita memiliki hambatan perilaku adaptif khususnya dalam keterampilan sosial. Kemampuan sosial anak tunagrahita untuk berhubungan dengan lingkungan diperoleh sejak lahir, berawal dari lingkungan keluarga sebagai

2 lingkungan terdekat dengan anak, lalu berikutnya lingkungan sekolah dan masyarakat. Lingkungan keluarga yang pertama dan yang utama sebagai kelompok terkecil dari masyarakat yang memberikan pengaruh pada seorang individu, Keluarga memiliki peranan utama didalam mengasuh anak, disegala norma dan etika yang berlaku didalam lingkungan masyarakat, dan budayanya dapat diteruskan dari orang tua kepada anaknya dari generasi-generasi yang disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. (Effendi, et al., 1995, http://blog.unila.ac.id/rone/mata- /sosiologi-keluarga/). Individu senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik, psikis dan rohaniah, proses penyesuaian diri tersebut dipengarui oleh rangsangan atau pola yang terbentuk dari kelompok-kelompok masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan terdekat dengan anak, dan sebagai pengembang awal kemampuan sosial. Selanjutnya lingkungan sekolah dimana anak belajar, merupakan salah satu lembaga formal mempunyai peranan penting dalam membimbing serta mengarahkan perkembangan siswa, untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan peranan dan fungsi sekolah. Sekolah mempunyai peranan yang sangat besar dalam mengembangkan kepribadian siswa karena sekolah merupakan tempat yang tepat untuk mengorganisir berbagai kegiatan yang menunjang perkembangan sosial siswa. Salah satu kegiatan yang menunjang di sekolah dalam memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan sosial adalah dengan pengajaran seni budaya. Pendidikan seni budaya untuk tunagrahita bertujuan mengembangkan pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan

3 kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multi kecerdasan yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musikal, lingustik, logik matematik, naturalis serta kecerdasan emosional, kecerdasan adversitas (AQ), kreativitas (CQ), spiritual dan moral (SQ). (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMPLB C1 SLB-C, 2006). Pendidikan formal bagi anak berkebutuhan khusus berperan membantu siswa mencapai perkembangan yang optimal. Pencapaian perkembangan yang optimal bagi anak tunagrahita membekali mereka agar dapat hidup mandiri dan diterima dilingkungan mereka berada. Berdasarkan observasi di lapangan pengajaran seni budaya untuk anak tunagrahita hampir sebagian besar belum diterapkan di Sekolah Luar Biasa. Ruang lingkup seni budaya yang ada dalam kurikulum, meliputi seni musik, seni tari, seni krya (kerajinan tangan), seni lukis. Kurikulum seni budaya belum terimplementasi dengan baik di Sekolah Luar Biasa hal ini berkaitan dengan terbatasnya sumber daya manusia, sarana penunjang, dan anggaran dana. Dalam pembelajaran seni budaya di sekolah, pelajaran seni tari dapat menjadi alternatif bagi guru untuk mengembangkan aspek perkembangan sosial bagi anak tunagrahita, bukan saja aspek sosial namun aspek motorik, bahasa, kognitif, kinestetik dapat dikembangkan. Penelitian yang relevan yang telah dilakukan sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Apandi (2008) membuktikan bahwa gerak tari memberikan pengaruh yang signifikan dalam mengembangkan psikomotorik pada anak tunagrahita ringan. Berdasarkan observasi, kasus subjek yang akan diteliti kurang mampu berinteraksi, kurang dapat memahami respon dari lingkungan dengan baik,

4 menilai situasi lingkungan baik dengan teman, guru atau pada saat pembelajaran berlangsung bahkan dengan orangtua pun kurang begitu dekat, bila hubungan dengan lingkungan tidak berjalan dengan baik, dari mana subjek memperoleh informasi-informasi dan pengalaman-pengalaman dirinya untuk mengembangkan diri baik itu untuk proses pembelajaran di sekolah ataupun pengembangan intelektual, emosional, kognitif dan sosial untuk berinteraksi dengan lingkungan untuk mengoptimalkan kemampuannya. Keadaan tersebut diperparah dengan kondisi pembelajaran di kelas yang menekankan pada aspek akademik, kurang mengembangkan aspek afektif dimana kawasan yang melibatkan rasa cinta, benci, emosi atau menyikapi sesuatu. Krathwohl, (1981) yang dikutip oleh Alimin, Z & Endang, R, (2003:140). Pendidikan seni tari di sekolah memiliki tujuan untuk memupuk, mengembangkan sensitivitas dan kreativitas, memberikan peluang seluas-luasnya pada siswa untuk berekspresi dan mengembangkan pribadi anak kearah pembentukakan pribadi yang utuh dan menyeluruh, baik secara individu, sosial, maupun budaya. Tari dalam pendidikan memberikan kesempatan pada siswa untuk merasakan estetik dalam tari yang dapat mempengaruhi perkembangan pribadi pertumbuhan jiwa seninya. Substansi tari adalah gerak, dimana proses bergerak manusia diperoleh oleh rangsangan penginderaannya baik itu dari rangsangan visual, audio, kinestetik, spasial, sehingga biasa dikatakan tari adalah proses belajar secara fisik untuk menerima rangsangan. Tari dapat dijadikan media untuk mengembangkan aspek afeksi serta aspek kognitif, aspek psikomotor, aspek sosial dalam proses belajar siswa, tidak

5 harus selalu belajar dalam satu ruangan yang dibatasi oleh empat dinding tembok. Tari dapat dipergunakan untuk menggali potensi atau bakat yang unik yang terdapat disetiap siswa, guru belum begitu menyadari akan kemampuan subjek yang akan diteliti, bahwa siswa tersebut memiliki ketertarikan dalam pembelajaran yang memunculkan gerak dan musik. Sebagian kecil pendidik di sekolah belum memahami kemampuan siswanya dengan menggunakan pendekatan kecerdasan ganda dalam mengajar dimana konsep ini termasuk dalam konsep Garner tentang kecerdasan ganda bahwa anak tunagrahita sama memiliki kecerdasan ganda namun komponen-komponen kecerdasan ganda tersebut tidak sebaik mereka yang bukan tunagrahita Alimin, Z & Endang, R, (2003:15). Tari pendidikan merupakan pengembangan baru dalam pengajaran seni tari di sekolah, tari menjadi media untuk mendidik anak, menekankan pada proses penumbuhan kreativitas dan sensitivitas, dimana dalam kegiatan instruksionalnya sangat memperhatikan perkembangan kemampuan siswa yang mencakup kognisi, afeksi, dan psikomotor. Dimana anak bukan diajarkan untuk menjadi penari melainkan dengan tubuhnya sendiri ataupun melalui media mampu mengeksprolasi pengalaman menciptakan tarian untuk menumbuhkan kreativitas anak, seiring kemampuan menarinya meningkat, diharapkan kemampuan lainnya pun ikut meningkat termasuk aspek-aspek perkembangan lainnya. Pendidikan seni tari dengan tari pendidikan tidak jauh berbeda tujuannya namun pada tari pendidikan lebih berorientasi pada metodologi pengajaran tari yang mengutamakan cara interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa,

6 proses eksperimen dan eksplorasi menjadi bagian penting karena siswa diarahkan untuk menemukan gerak tari sendiri sesuai dengan kemampuan geraknya. Seperti yang telah dijelaskan diatas tari pendidikan adalah media pendidikan yang melibatkan anak untuk berinteraksi dengan kelompok, mengekspresikan diri, menggali kreativitas untuk berpikir logis, bereksperimen dan mengeksplorasi tubuh mereka sebagai modal gerak untuk menciptakan gerakkan tarian. Berangkat dari pemaparan diatas maka peneliti mencoba mengadakan penelitian mengenai pembelajaran seni tari pendidikan dalam meningkatkan keterampilan sosial anak tunagrahita sedang. B. Identifikasi Masalah Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kemampuan inteligensi dibawah rata-rata. Kemampuan inteligensi dibawah rata-rata mengakibatkan anak tunagrahita mengalami hambatan perilaku adaptif dalan keterampilan sosial, dimana mengalami kesulitan untuk melakukan penyesuaian diri terhadap tuntutan lingkungan. Anak tunagrahita memiliki hambatan dalam interaksi sosial dimana mengalami kesulitan dalam memahami dan mengartikan norma lingkungan, mereka sering melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma lingkungan dimana mereka berada, sehingga memerlukan penyesuaian diri yang lebih baik agar dapat diterima. Penyesuaian diri menggambarkan kelangsungan timbalbaliknya interaksi sosial antara dua orang lebih manusia. Individu yang satu dapat menyesuaikan diri kepada individu lain, di mana dirinya dipengaruhi oleh diri yang lain dan individu yang satu dapat menyesuaikan diri dengan individu yang

7 lain, dimana individu yang lain itulah yang dipengaruhi oleh dirinya yang pertama. Dengan demikian, hubungan antara individu yang berinteraksi senantiasa merupakan hubungan timbal-balik, saling pengaruh yang timbal-balik. Berdasarkan studi pendahuluan kemampuan sosial subjek yang diteliti kurang berkembang. hal ini berdampak pada kurang optimalnya pengembangan diri subjek pada aspek-aspek inteligensi, emosi, sosial, dan kurangnya rangsangan, informasi dan pengalaman untuk mengembangkan kemampuan sosialnya. Keterlambatan kemampuan sosial selain karena disebabakan oleh keterbelakangan mental juga dipengaruhi oleh belum adanya implementasi kurikulum yang tepat sesuai dengan potensi dan bakat siswa. Oleh karena itu dalam pengembangan seni budaya siswa sebaiknya dapat diarahkan untuk mengembangkan aspek afeksi, psikomotor, akademik yang lebih mengutamakan kebutuhan dan potensi anak karena setiap anak memiliki kecerdasan ganda yang unik, begitu pun anak tunagrahita memiliki kecerdasan ganda meski itu tidak sebaik mereka yang bukan tunagrahita. Tari pendidikan adalah media pendidikan yang melibatkan anak untuk berinteraksi dengan kelompok, mengekspresikan diri, menggali kreativitas untuk berpikir logis, bereksperimen dan mengeksplorasi tubuh mereka sebagai modal gerak untuk menciptakan gerakkan tarian. Dengan demikian tari pendidikan diharapkan dapat meningkatkan keterampilan anak tunagrahita sedang.

8 C. Batasan Masalah Mengingat terlalu luasnya permasalahan dan terbatasnya kemampuan serta waktu yang penulis miliki, maka kiranya penulis membatasi permasalahan dalam penelitian ini. Adapun batasan masalahnya sebagai berikut: 1. Dampak pembelajaran seni tari pendidikan terhadap kemampuan interaksi sosial anak tunagrahita sedang. 2. Kemampuan perilaku anak tunagrahita sedang dalam aspek inklusi (incusion), kontrol (control), dan afeksi (affection). D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah utama yang perlu dijawab melalui penelitian ini, adalah Apakah pengaruh seni tari pendidikan dapat meningkatkan keterampilan interaksi sosial anak tunagrahita sedang?. Rumusan masalah diatas dijabarkan dalam beberapa pertanyaan, yaitu: 1. Adakah peningkatan perilaku inklusi (inclusion) setelah diberikan pembelajaran seni tari pendidikan? 2. Adakah peningkatan perilaku kontrol (control) setelah diberikan pembelajaran seni tari pendidikan? 3. Adakah peningkatan perilaku afeksi (affection) setelah diberikan pembelajaran seni tari pendidikan? E. Definisi Operasional Variabel Sugiyono (2008:60) menyatakan dalam bukunya bahwa variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai orang, objek atau kegiatan yang mempunyai

9 variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel dalam penelitian eksperimen ini adalalah suatu subjek yang sifatnya berhubungan dimana satu variabel mempengaruhi variabel lainnya. Dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah pengaruh pembelajaran seni tari pendidikan terhadap peningkatan kemampuan interaksi sosial, dimana dalam hal ini interaksi sosial yang dimaksud mencakup tiga aspek perilaku inklusi (inclusion), kontrol (control), dan afeksi (affection). Dengan demikian variabel dalam penelitian ini ada empat variabel yang akan diteliti, yaitu pembelajaran seni tari pendidikan, inklusi (inclusion), kontrol (control), dan afeksi (affection). Sesuai dengan judul penelitian yaitu: Pembelajaran Seni Tari Pendidikan Dalam Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial Anak Tunagrahita Sedang, maka variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran seni tari pendidikan dan variabel terikat (target behavior) adalah interaksi sosial, mencakup inklusi (inclusion), kontrol (control), dan afeksi (affection). 1. Variabel Bebas Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah seni tari pendidikan. Menurut Yulianti Parani (1984) menyebutkan bahwa tari pendidikan itu lebih berorientasi pada metodologi pengajaran tari yang mengutamakan cara interaksi sosial. Proses pada saat menari anak diarahkan untuk menungkapkan daya pikir, mengembangkan sikap, memotovasi dirinya dan tubuh sebagai sumber gerak untuk menciptakan tarian berdasarkan hasil eksprolasi, anak tidak dituntut terampil menari karena bukan

10 untuk jadi penari melainkan lebih pada merasakan pengalaman estetik melalui kegiatan berolah tari, diharapkan seiring kemampuan menarinya meningkat, kemampuan lainnya pun ikut meningkat termasuk aspek-aspek perkembangan lainnya. Prosedur pelaksanaan kegiatan tari pendidikan yang diungkapkan oleh Komalasari (1997): 1) Mempersiapkan tubuh sebagai alat, yang terdiri atas: a. Melakukan pemanasan, dengan gerak keseharian anak seperti melompat, berlari atau gerak meniru binatang dan sebagainya yang dilakukan dengan hitungan tertentu oleh guru. b. Menegangkan dan mengendurkan otot, dapat dilakukan dengan gerak menggeliat, menguap dan lain-lain. c. Rasa siaga, misalnya siswa bergerak dengan iringan musik tiba-tiba musik dimatikan dan gerakkannya ikut berhenti 2) Mengeksplorasi penggunaan gerak, dengan pengelohan elemen tari seperti; tubuh, ruang, waktu dan tenaga. a. Tubuh, sebagai dasar gerak sebagai menciptaan tari, anggota tubuh dapat dipergunakan untuk bergerak (tangan, kaki, kepala, pinggang, bahu dan lain-lain) dengan idesional melakukan gerakkan kegiatan sehari-hari yang dialami siswa. b. Ruang, memberikan kesadaran ruang pada anak untuk mempergunakan ruang gerak secara bebas dan merasakannya sekaligus untuk mengontrol diri, menilai posisi dirinya terhadap kawannya, yang sama-sama menggunakn ruang gerak. Dilakukan dengan pola lantai berjalan, berlari,

11 melengkung, zig-zag, maju dan mundur atau membentuk kelompok dengan pola tertentu. c. Waktu, maksud waktu disini adalah penyesuaian ritme/tempo dari gerak siswa dengan ritme/ tempo pada iringan seperti nyanyian, tepukan dengan pola irama tertentu. d. Tenaga, yakni intensitas tenaga yang disalurkan melalui gerak tertentu (kuat, sedang, dan lemah) atau menghubungkan dengan emosi, seperti marah digambarkan pada singa, atau lembut/ senang biasa digambarkan dengan binatang yg baik hati. 3) Latihan mengembangkan imajenasi kreatif anak, sebagai latihan terakhir yang diberikan dan terciptanya gerak-gerak kreatif siswa dan tersusun menjadi sebuah tarian dengan penyesuaian terhadap ritme musik atau iringan. 2. Variabel Terikat Variabel terikat (target behavior) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat (target behavior) dalam penelitian ini adalah kemampuan interaksi sosial interaksi sosial, mencakup inklusi (inclusion), kontrol (control), dan afeksi (affection). Shultz pada tahun 1955-1958 ahli ilmu psikologi sosial mengeluarkan teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relations Orientation), pondasi orientasi hubungan antar pribadi, mengemukakan bahwa setiap orang mengorientasikan dirinya pada orang lain dengan cara yang khas, dimana ada tiga kebutuhan antar pribadi dalam membangun interaksi sosial dengan orang lain ataupun dengan kelompoknya. Kebutuhan itu yaitu:

12 1. Inclusion, adalah rasa ikut saling memiliki dalam situasi kelompok dimana satu sama lain saling memuaskan, mencakup proses interaksi yang nyaman dengan orang lain menjadikan diri lebih berharga. Hal ini berkaitan dengan sejauh mana anak diikutsertakan dalam keluarga. Salah satu contoh pada keluarga yang menghargai dan melibatkan anak dalam berbagai kegiatan rumah, maka kebutuhan anak akan tercukupi. Sisi positif dari kebutuhan anak yang terpenuhi akan membuat anak merasa berarti di dalam suatu komunitas keluarga. Berbeda dengan anak yang tumbuh dalam keluarga yang tidak menghargai dan tidak melibatkan anak dalam kegiatan keluarga, akibatnya, dia merasa tidak berarti dan tidak berguna di dalam lingkungan keluarganya. Kemampuan tersebut diukur sebelum dan setelah diberikan intervensi (seni tari pendidikan) melalui pengamatan didalam kelas dan diluar kelas, selama masuk sekolah sampai keluar sekolah dalam rentang waktu (± lima-enam jam) tersebut berapa banyak perilaku yang muncul yang dinyatakan dalam bentuk skor/nilai. 2. Control, adalah aspek pembuatan keputusan dalam hubungan antarpribadi, Kebutuhan interpersonal kontrol didefinisikan oleh Schutz (1958) sebagai kebutuhan untuk membangun dan memelihara hubungan yang memuaskan dengan orang-orang yang berkaitan dengan pengaruh dan kekuasaan. Hubungan kontrol yang memuaskan disini berkaitan dengan rasa tanggungjawab, dan diberitanggungjawab, pengendalian dan dikendalikan dalam hubungannya dengan orang lain atau keluarga, kedisiplinan termasuk didalamnya yang mana individu memerlukan rasa tersebut --- agar dirinya merasa berharga dan berguna. Dimana orang tua yang menekankan pada

13 pengarahan dalam mendidik anak agar individu mudah memahami instruksi dan dapat menerima arahan, aturan yang diberikan oleh orang lain. Kemampuan tersebut diukur sebelum dan setelah diberikan intervensi (seni tari pendidikan) melalui pengamatan didalam kelas dan diluar kelas, selama masuk sekolah sampai keluar sekolah dalam rentang waktu (± lima-enam jam) tersebut berapa banyak perilaku yang muncul yang dinyatakan dalam bentuk skor/nilai. 3. Affection, adalah membangun dan memelihara hubungan yang memuaskan dengan orang lain yang berkaitan dengan cinta, kasih sayang dan mengembangkan ketertarikan emosional dengan orang lain. Dalam kehidupan seorang anak dia bisa saja merasa dicintai atau tidak dicintai oleh orang tuanya. Apabila anak merasa dicintai, maka dalam berinteraksi dengan lingkungan akan membangun hubungan yang baik dengan orang lain. sebaliknya, apabila anak merasa tidak dicintai oleh orangtuanya, proses selanjutnya akan membuat kehidupannya menjadi terasing dan sulit membangun penyesuaian diri terhadap orang lain ataupun lingkungan. Kemampuan tersebut diukur sebelum dan setelah diberikan intervensi (seni tari pendidikan) melalui pengamatan didalam kelas dan diluar kelas, selama masuk sekolah sampai keluar sekolah dalam rentang waktu (± lima-enam jam) tersebut berapa banyak perilaku yang muncul yang dinyatakan dalam bentuk skor/nilai.

14 F. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Terdapat pengaruh positif dari pembelajaran seni tari pendidikan terhadap peningkatan interaksi sosial anak tunagrahita sedang G. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tari pendidikan dalam meningkatakan keterampilan interaksi sosial anak tunagrahita sedang. 2. Tujuan Khusus Sedangkan tujuan khusus dalam penelitian ini, adalah: Mengetahui ada tidaknya peningkatan perilaku inklusi (inclusion) anak tunagrahita sedang setelah diberikan pembelajaran seni tari pendidikan. Mengetahui ada tidaknya peningkatan kontrol (control) anak tunagrahita sedang setelah diberikan pembelajaran seni tari pendidikan. Mengetahui ada tidaknya peningkatan perilaku afeksi (affection) anak tunagrahita sedang setelah diberikan pembelajaran seni tari pendidikan. 3. Kegunaan Penelitian Dengan adanya penelitian ini manfaat yang diharapkan adalah:

15 1) Kegunaan Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang objektif mengenai pengaruh tari pendidikan terhadap peningkatan keterampilan interaksi sosial anak tunagrahita sedang. 2) Kegunaan Praktis a. Bagi penulis diharapkan penelitian ini dapat menjadi sebuah pengalaman serta wawasan mengenai bagaimana mengetahui tingkat kemampuan interaksi sosial anak tunagrahita sedang setelah melakukan pembelajaran tari pendidikan. b. Bagi sekolah serta guru diharapkan penelitian ini menjadi alternatif pembelajaran seni budaya di sekolah untuk meningkatkan keterampilan interaksi sosial siswa tunagrahita.