BAB II DASAR TEORI PENERANGAN JALAN UMUM DAN PENGUKURAN ENERGI LISTRIK

dokumen-dokumen yang mirip
TUGAS AKHIR STUDI EKONOMI METERISASI PENERANGAN JALAN UMUM KOTA MEDAN O L E H JOY SOPATER WASIYONO NIM :

BAB 2 II DASAR TEORI

SPESIFIKASI LAMPU PENERANGAN JALAN PERKOTAAN NO. 12/S/BNKT/ 1991 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

Spesifikasi penerangan jalan di kawasan perkotaan

Spesifikasi penerangan jalan di kawasan perkotaan

PRINSIP KERJA ALAT UKUR GAYA, TORSI, DAN DAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 12 INSTRUMEN DAN SISTEM PERINGATAN

Induksi Elektromagnetik

BAB III KWH METER SEBAGAI ALAT UKUR ENERGI LISTRIK. dan ampermeter. Jika V volt yang ditunjukkan oleh voltmeter dan I amper yang

PRINSIP KERJA ALAT UKUR

TOPIK 5 PENGUKURAN BESARAN LISTRIK

Imasuk = I keluar atau n Imasuk = ni keluar...(2.1)

JOBSHEET PRAKTIKUM 5 WORKSHOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK

BAB 3 PENGUJIAN DAN HASIL PENGUKURAN. 3.1 Rangkaian dan Peralatan Pengujian

ALAT UKUR BESARAN LISTRIK. Jenis dan Prinsip Kerjanya

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

ABSTRAK. rumah pelanggan listrik. Fungsi dari alat ini adalah menghitung seberapa besar

PENGERTIAN KWH METER, JENIS-JENIS DAN PRINSIP KERJANYA

BAB IV ANALISIS HASIL PEKERJAAN. Sebelum suatu instalasi listrik dinyatakan layak untuk dapat digunakan,

ANALISA SISTEM INSTALASI LISTRIK DAN PEMBAGIAN DAYA 900 WATT PADA RUMAH 2 TINGKAT

BAB III ALAT PENGUKUR DAN PEMBATAS (APP)

BAB II LANDASAN TEORI

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

GENERATOR DC HASBULLAH, MT, Mobile :

BAB II LANDASAN TEORI

DTG1I1. Bengkel Instalasi Catu Daya dan Perangkat Pendukung KWH METER DAN ACPDB. By Dwi Andi Nurmantris

BAB II MOTOR ARUS SEARAH

Universitas Medan Area

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

Analisis Pengelolaan Lampu Penerangan Jalan

TUGAS AKHIR PENGARUH USIA KWH METER YANG TERPASANG TERHADAP PENYIMPANGAN KESALAHAN UKUR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Pustaka. Persiapan Dan Pengesetan Mesin. Kondisi Baik. Persiapan Pengujian. Pemasangan Alat Ukur

05 Pengukuran Besaran Listrik INSTRUMEN PENUNJUK ARUS BOLAK BALIK

LISTRIK DAN MAGNET (Daya Listrik) Dra. Shrie Laksmi Saraswati,M.Pd

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III LANDASAN TEORI. menentukan tingkat kelayakan suatu sistem penerangan.

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

COS PHI (COS φ) METER

Peralatan Instalasi Listrik Rumah Tangga dan Fungsinya

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

BAB II LANDASAN TEORI. mobil seperti motor stater, lampu-lampu, wiper dan komponen lainnya yang

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Hukum Pemakaian Arus Listrik Ilegal. Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik adalah singkatan dari (P2TL), yang

PRINSIP KERJA MOTOR. Motor Listrik

BAB III LANDASAN TEORI. dapat diketahui kelas jalan yang nantinya akan digunakan untuk menentukan

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik

Galvanometer. 1. Cara / Prinsip Kerja, Fungsi dan Komponen

Rangkaian Listrik. 4. Ebtanas Kuat arus yang ditunjukkan amperemeter mendekati.. a. 3,5 ma b. 35 ma c. 3,5 A d. 35 A e. 45 A

BAB II MOTOR ARUS SEARAH. tersebut berupa putaran rotor. Proses pengkonversian energi listrik menjadi energi

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB II. 1. Motor arus searah penguatan terpisah, bila arus penguat medan rotor. dan medan stator diperoleh dari luar motor.

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

TUGAS PERTANYAAN SOAL

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. Sebuah modifikasi dan aplikasi suatu sistem tentunya membutuhkan

Gambar 3.1 Diagram alir metodologi pengujian

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

LEMBAR DISKUSI SISWA MATER : INDUKSI ELEKTROMAGNETIK IPA TERPADU KELAS 9 SEMESTER 2

DAFTAR ISI. PERNYATAAN... i. ABSTRAK... ii. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMAKASIH... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... xi

4.3 Sistem Pengendalian Motor

BAB III PERANCANGAN ALAT

Mekatronika Modul 9 Motor Stepper

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM

TUGAS AKHIR KWH METER DIGITAL PRABAYAR BERBASIS MIKROKONTROLER AVR ATMEGA8535

BAB 13 SISTEM KELISTRIKAN TAMBAHAN (ASESORIS)

Cara Kerja Sistem Pengapian Magnet Pada Sepeda Motor

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

LAMPIRAN A: SPESIFIKASI TEKNIS SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG DISTRIBUSI SUB BIDANG OPERASI

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

DAFTAR STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG DISTRIBUSI SUB BIDANG OPERASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN. Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT,

BAB 4 PENGUJIAN, DATA DAN ANALISIS

BAB II LANDASAN TEORI

Elektrodinamometer dalam Pengukuran Daya

GGL Induksi Michael Faraday ( ), seorang ilmuwan berkebangsaan Inggris, membuat hipotesis (dugaan) bahwa medan magnet seharusnya

1BAB I PENDAHULUAN. contohnya adalah baterai. Baterai memberikan kita sumber energi listrik mobile yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di Rumania. Ada sebanyak 731 lampu jalan yang terpasang di jalan-jalan seluruh

Induksi Elektromagnetik. Tenaga listrik dapat dibangkitkan dengan generator. Apa hubungannya generator dengan

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

Magnet Rudi Susanto 1

BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012

Penempatan marka jalan

Prinsip Pengukuran Besaran Listrik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1)

M O T O R D C. Motor arus searah (motor dc) telah ada selama lebih dari seabad. Keberadaan motor dc telah membawa perubahan besar sejak dikenalkan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI PENERANGAN JALAN UMUM DAN PENGUKURAN ENERGI LISTRIK (1, 2, 6, 8, 9, 10) 2.1. FUNGSI PENERANGAN JALAN (1) Penerangan jalan di kawasan perkotaan mempunyai fungsi antara lain : 1. Menghasilkan kekontrasan antara obyek dan permukaan jalan; 2. Sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan; 2. Meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan, khususnya pada malam hari; 4. Mendukung keamanan lingkungan; 5. Memberikan keindahan lingkungan jalan. 2.2. DASAR PERENCANAAN PENERANGAN JALAN (1) 1) Perencanaan penerangan jalan terkait dengan hal-hal berikut ini : a) Volume lalu-lintas, baik kendaraan maupun lingkungan yang bersinggungan seperti pejalan kaki, pengayuh sepeda, dll; b) Tipikal potongan melintang jalan, situasi (lay-out) jalan dan persimpangan jalan; c) Geometri jalan, seperti alinyemen horisontal, alinyemen vertikal, dll; d) Tekstur perkerasan dan jenis perkerasan yang mempengaruhi pantulan cahaya lampu penerangan;

e) Pemilihan jenis dan kualitas sumber cahaya/lampu, data fotometrik lampu dan lokasi sumber listrik; f) Tingkat kebutuhan, biaya operasi, biaya pemeliharaan, dan lain-lain, agar perencanaan sistem lampu penerangan efektif dan ekonomis; g) Rencana jangka panjang pengembangan jalan dan pengembangan daerah sekitarnya; h) Data kecelakaan dan kerawanan di lokasi. 2) Beberapa tempat yang memerlukan perhatian khusus dalam perencanaan penerangan jalan antara lain sebagai berikut : a) Lebar ruang milik jalan yang bervariasi dalam satu ruas jalan; b) Tempat-tempat dimana kondisi lengkung horisontal (tikungan) tajam; c) Tempat yang luas seperti persimpangan, interchange, tempat parkir, dll; d) Jalan-jalan berpohon; e) Jalan-jalan dengan lebar median yang sempit, terutama untuk pemasangan lampu di bagian median; f) Jembatan sempit/panjang, jalan layang dan jalan bawah tanah (terowongan); g) Tempat-tempat lain dimana lingkungan jalan banyak berinterferensi dengan jalannya. 2.3. JENIS LAMPU PENERANGAN JALAN (1) 1) Jenis lampu penerangan jalan ditinjau dari karakteristik dan penggunaannya secara umum dapat dilihat dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jenis Lampu Penerangan Jalan Secara Umum Menurut Karakteristik dan Penggunaannya 2) Rumah lampu penerangan (lantern) dapat diklasifikasikan menurut tingkat perlindungan terhadap debu/benda dan air. Hal ini dapat diindikasikan dengan istilah IP (Index of Protection) atau indek perlindungan, yang memiliki 2(dua)

angka, angka pertama menyatakan indek perlindungan terhadap debu/benda, dan angka kedua menyatakan indek perlindungan terhadap air. Sistem IP merupakan penggolongan yang lebih awal terhadap penggunaan peralatan yang tahan hujan dan sebagainya, dan ditandai dengan lambang. Semakin tinggi indek perlindungan (IP), semakin baik standar perlindungannya. Ringkasan pengkodean IP mengikuti Tabel 2.2. (A Manual of Road Lighting in Developing Countries). Pada umumnya, indek perlindungan (IP) yang sering dipakai untuk klasifikasi lampu penerangan adalah : IP 23, IP 24, IP 25, IP 54, IP 55, IP 64, IP 65, dan IP 66. Tabel 2.2. Kode Indek Perlindungan IP (Index of Protection)

(1, 9) 2.4. KETENTUAN PENCAHAYAAN DAN PENEMPATAN 2.4.1. Pencahayaan Pada Ruas Jalan (1) Kualitas pencahayaan pada suatu jalan diukur berdasarkan metoda iluminansi atau luminansi. Meskipun demikian lebih mudah menggunakan metoda iluminansi, karena dapat diukur langsung di permukaan jalan dengan menggunakan alat pengukur kuat cahaya. Kualitas pencahayaan normal menurut jenis/klasifikasi fungsi jalan ditentukan seperti pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Kualitas Pencahayaan Normal 2.4.2. Rasio Kemerataan Pencahayaan (Uniformity Ratio) (1) Rasio maksimum antara kemerataan pencahayaan maksimum dan minimum menurut lokasi penempatan tertentu adalah seperti yang ditentukan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Rasio Kemerataan Pencahayaan

2.4.3. Pemilihan Jenis dan Kualitas Lampu Penerangan (1) Pemilihan jenis dan kualitas lampu penerangan jalan didasarkan pada : 1) Nilai efisiensi (Tabel 2.1. kolom 2); 2) Umur rencana; 3) Kekontrasan permukaan jalan dan obyek. 2.4.4. Penempatan Lampu Penerangan (1) 1) Penempatan lampu penerangan jalan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan : a) Kemerataan pencahayaan yang sesuai dengan ketentuan Tabel 2.4.; b) Keselamatan dan keamanan bagi pengguna jalan; c) Pencahayaan yang lebih tinggi di area tikungan atau persimpangan, dibanding pada bagian jalan yang lurus; d) Arah dan petunjuk (guide) yang jelas bagi pengguna jalan dan pejalan kaki. 2) Sistem penempatan lampu penerangan jalan disarankan pada Tabel 2.5. 3) Pada sistem penempatan parsial, lampu penerangan jalan harus memberikan adaptasi yang baik bagi penglihatan pengendara, sehingga efek kesilauan dan ketidaknyamanan penglihatan dapat dikurangi. Tabel 2.5. Sistem Penempatan Lampu Penerangan Jalan

4) Perencanaan dan penempatan lampu penerangan jalan dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Penempatan Lampu Penerangan 5) Batasan penempatan lampu penerangan jalan tergantung dari tipe lampu, tinggi lampu, lebar jalan dan tingkat kemerataan pencahayaan dari lampu yang akan digunakan. Jarak antar lampu penerangan secara umum dapat mengikuti batasan seperti pada Tabel 2.6. (A Manual of Road Lighting in Developing Countries). Dalam tabel tersebut dipisahkan antara dua tipe rumah lampu. Rumah lampu (lantern) tipe A mempunyai penyebaran sorotan cahaya/sinar lebih luas, tipe ini adalah jenis lampu gas sodium bertekanan rendah, sedangkan tipe B mempunyai sorotan cahaya lebih ringan/kecil, terutama yang langsung ke jalan, yaitu jenis lampu gas merkuri atau sodium bertekanan tinggi.

2.4.5. Penataan Letak Lampu Penerangan Jalan (9) Penataan/pengaturan letak lampu penerangan jalan diatur seperti pada Tabel 2.7., Gambar 2.2., 2.3, 2.4., 2.5.. Di daerah-daerah atau kondisi dimana median sangat lebar (> 10 meter) atau pada jalan dimana jumlah lajur sangat banyak (> 4 lajur setiap arah) perlu dipertimbangkan dengan pemilihan penempatan lampu penerangan jalan kombinasi dari cara-cara tersebut di atas dan pada kondisi seperti ini, pemilihan penempatan lampu penerangan jalan direncanakan sendirisendiri untuk setiap arah lalu-lintas. Tabel 2.6. Jarak Antar Tiang Lampu Penerangan (E) Berdasarkan Tipikal Distribusi Pencahayaan dan Klasifikasi Lampu

Tabel 2.7. Penataan Letak Lampu Penerangan Jalan Gambar 2.2. Penempatan Lampu PJU di Kiri/Kanan Jalan di Jalan Dua Arah Gambar 2.3. Penempatan Lampu PJU di Kiri dan Kanan Jalan Berselang-seling di Jalan Dua Arah

Gambar 2.4. Penempatan Lampu PJU di Kiri dan Kanan Jalan Berhadapan di Jalan Dua Arah Gambar 2.5. Penempatan Lampu PJU di Median Jalan di Jalan Dua Arah 2.4.6. Penataan Letak Lampu Pada Perlintasan Kereta Api (1) 1) Penataan lampu penerangan jalan pada perlintasan kereta api (KA), apabila kereta api pada perlintasan tersebut beroperasi pada malam hari. 2) Persyaratan kuat pencahayaan yang ditetapkan pada suatu area perlintasan KA seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Area Perlintasan Jalan Kereta Api Yang Perlu Penerangan 3) Penataan dengan 6 lampu (Gambar 2.7.) Gambar 2.7. Penataan Dengan 6 Lampu 4) Penataan alternatif dengan 6 lampu (Gambar 2.8.) Gambar 2.8. Penataan Alternatif Dengan 6 Lampu

5) Penataan dengan 4 lampu (Gambar 2.9.) Gambar 2.9. Penataan Dengan 4 Lampu 6) Penataan Alternatif dengan 4 lampu (Gambar 2.10.) Gambar 2.10. Penataan Alternatif Dengan 4 Lampu 7) Penataan dengan 2 lampu (Gambar 2.11.) Gambar 2.11. Penataan Dengan 2 Lampu

2.4.7. Penataan Lampu Penerangan Terhadap Tanaman Jalan Dalam penempatan lampu penerangan jalan harus dipertimbangkan terhadap tanaman jalan akan ditanam maupun yang telah ada, sehingga perlu adanya pemangkasan pohon dengan batasan seperti pada Gambar 2.12. dan Tabel 2.8. Tabel 2.8. Tinggi Pemangkasan Pohon Terhadap Sudut di Bawah Cahaya Lampu Gambar 2.12. Penempatan Lampu Penerangan Terhadap Tanaman Jalan

2.5. PEMASANGAN RUMAH LAMPU PENERANGAN (1) 2.5.1. Pemasangan Tanpa Tiang (1) Pemasangan rumah lampu tanpa tiang adalah lampu yang diletakkan pada dinding ataupun langit-langit suatu konstruksi, seperti di bawah konstruksi jembatan, di bawah konstruksi jalan layang atau di dinding maupun langit-langit terowongan, dll. Dapat dilihat pada Gambar 2.13. Gambar 2.13. Bentuk dan Kontruksi Lampu Tanpa Tiang 2.5.2. Pemasangan Dengan Tiang (1) 1) Tiang lampu dengan lengan tunggal; Tiang lampu ini pada umumnya diletakkan pada sisi kiri atau kanan jalan. Tipikal bentuk dan struktur tiang lampu dengan lengan tunggal seperti diilustrasikan pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14. Tipikal Tiang Lampu Lengan Tunggal 2) Tiang lampu dengan lengan ganda Tiang lampu ini khusus diletakkan di bagian tengah/median jalan, dengan catatan jika kondisi jalan yang akan diterangi masih mampu dilayani oleh satu tiang. Tipikal bentuk dan struktur tiang lampu dengan lengan ganda seperti diilustrasikan pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15. Tipikal Tiang Lampu Lengan Ganda 3) Tiang lampu tegak tanpa lengan Tiang lampu ini terutama diperlukan untuk menopang lampu menara, yang pada umumnya ditempatkan di persimpangan-persimpangan jalan ataupun tempattempat yang luas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.16. Jenis tiang lampu ini sangat tinggi, sehingga sistem penggantian/perbaikan lampu dilakukan di bawah dengan menurunkan dan menaikkan kembali lampu tersebut menggunakan kabel suspensi.

Gambar 2.16. Tipikal Lampu Tegak Tanpa Lengan 2.6. LAMPU SODIUM/NATRIUM TEKANAN TINGGI (SON) (2,10) Lampu sodium tekanan tinggi (HPS/SON) banyak digunakan untuk penerapan di luar ruangan dan industri. Lampu inilah yang digunakan pada sistem penerangan jalan umum kota Medan. Kelebihan dari lampu SON sehingga dipakai sebagai lampu untuk PJU adalah karena lampu ini memiliki spektrum kontinu ; reproduksi warnanya baik terutama dari kulit manusia yakni cahaya kuning dengan daya tembus kabut yang besar ; dan penerangan dengan lampu jenis ini

meningkatkan kecepatan penglihatan dan menghasilkan kontras yang besar. Lampu HPS berbeda dari lampu merkuri dan metal halida karena tidak memiliki starter elektroda; sirkuit balas dan starter elektronik tegangan tinggi. Tabung pemancar listrik terbuat dari bahan keramik, yang dapat menahan suhu hingga 2372F. Di dalamnya diisi dengan xenon untuk membantu menyalakan pemancar listrik, juga campuran gas sodium merkuri. Lampu HPS dan diagram alir energinya pada Gambar 2.17.a. dan 2.17.b. Gambar 2.17.a. Lampu Sodium Tekanan Tinggi Ciri-ciri : Gambar 2.17b. Diagram Alir Energi Lampu Sodium Tekanan Tinggi Efficacy 50-100 lumens/watt

Indeks Perubahan Warna 1 2 Suhu Warna - Hangat Umur Lampu 24.000 jam Pemanasan 10 menit, pencapaian panas dalam waktu 60 detik Mengandung 1-6 mg sodium dan 20mg merkuri Gas pengisinya adalah Xenon. Dengan meningkatkan jumlah gas akan menurunkan merkuri, namun membuat lampu jadi sulit dinyalakan. Arc tube (tabung pemacar cahaya) di dalam bola lampu mempunyai lapisan pendifusi untuk mengurangi silau. 2.7. INSTALASI LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM KOTA MEDAN Gambar 2.18. Instalasi lampu penerangan jalan umum di kota Medan dapat dilihat pada LINE N F Trafo BSN 250 W Lampu SON T 250 Watt IGNITOR SN 58 C Gambar 2.18. Instalasi Lampu Penerangan Jalan Umum Kota Medan

2.8. ALAT PENGUKUR DAN PEMBATAS (APP) (6) Untuk mengetahui besarnya tenaga listrik yang digunakan oleh pemakai / pelanggan listrik (untuk keperluan rumah tangga, sosial, usaha/bangunan komersial, gedung pemerintah dan instansi), maka perlu dilakukan pengukuran dan pembatasan daya listrik. APP merupakan bagian dari pekerjaan dan tanggung jawab pengusaha ketenagalistrikan (PT. PLN), sebagai dasar dalam pembuatan rekening listrik. Pada sambungan tenaga listrik tegangan rendah, letak penempatan APP dapat dilihat pada Gambar 2.19. berikut ini : Keterangan: Gambar 2.19. Diagram Satu Garis Sambungan Tenaga Listrik Tegangan Menengah GD : Gardu Distribusi SLP : Sambungan Luar Pelayanan APP : Alat Pengukur dan Pembatas TR : Jaringan tegangan Rendah SMP : Sambungan Masuk Pelayanan PHB : Papan Hubung Bagi SLTR : Sambungan Tenaga Listrik Tegangan Rendah IP : Instalasi Pelanggan

Seperti telah dijelaskan di muka bahwa pengukuran yang dimaksud adalah untuk menentukan besarnya pemakaian daya dan energi listrik. Sedangkan yang dimaksud dengan pembatasan adalah pembatasan untuk menentukan batas pemakaian daya sesuai dengan daya tersambung. Gambar 2.20., 2.21.,dan 2.22. berikut ini contoh gambar alat ukur KWH meter. Gambar 2.20. KWH Meter Satu Fasa Analog dan Digital Gambar 2.21. KWH Meter Tiga Fasa Analog dan Digital

Gambar 2.22. KWH Meter Tiga Fasa Dalam Panel Box 2.9. KWH METER DAN PRINSIP KERJANYA (8) Watt jam meter merupakan alat ukur untuk mengukur energi listrik dalam orde KWH. Karena energi merupakan perkalian antara daya dengan waktu, maka watt jam meter membutuhkan kedua faktor ini. Pada prinsipnya, watt jam meter mempunyai kecepatan sebanding dengan daya yang melaluinya. Total putaran dalam suatu waktu sebanding dengan total energi, atau watt-jam, yang dikonsumsi selama waktu tersebut. Alat ukur watt jam tidak sering digunakan di laboratorium tetapi banyak digunakan untuk pengukuran energi listrik komersil. Kenyataannya adalah bahwa di

semua tempat di manapun, perusahaan listrik menyalurkan energi listrik ke industri dan pemakai setempat (domestik). Alat ini bekerja berdasarkan prinsip kerja induksi. Elemen alat ukur watt jam satu fasa ditunjukkan pada Gambar 2.23. dalam bentuk skema. Kumparan arus dihubungkan seri dengan jala-jala, dan kumparan tegangan dihubungkan paralel. Kedua kumparan yang dililitkan pada sebuah kerangka logam dengan desain khusus melengkapi dua rangkaian magnet. Sebuah piringan aluminium ringan digantung di dalam senjang udara medan kumparan arus yang menyebabkan arus pusar mengalir di dalam piringan. Reaksi arus pusar dan medan kumparan tegangan membangkitkan sebuah torsi (aksi motor) terhadap piringan dan menyebabkannya berputar. Gambar 2.23. Watt Jam Meter Elektromagnet Satu Fasa dan Hubungannya Torsi yang dibangkitkan sebanding dengan kuat medan kumparan tegangan dan arus pusar di dalam piringan yang berturut-turut adalah fungsi kuat medan kumparan arus. Berarti jumlah putaran piringan sebanding dengan energi yang telah dipakai oleh beban dalam selang waktu tertentu, dan diukur dalam kilowatt-jam (kwh, kilowatt jam). Poros yang menopang piringan aluminium dihubungkan

melalui susunan roda gigi ke mekanisme jam dipanel alat ukur, melengkapi suatu pembacaan kwh yang terkalibrasi dalam desimal. Redaman piringan diberikan oleh dua magnet permanen kecil yang ditempatkan saling berhadapan pada sisi piringan. Bila piringan berputar, magnetmagnet permanen menginduksi arus pusar di dalamnya. Arus-arus pusar ini bereaksi dengan medan magnet dari magnet-magnet permanen kecil dan meredam gerakan piringan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Gambar 2.24. Gambar 2.24. Konstruksi Watt Jam Meter Sebuah alat ukur watt jam satu fasa ditunjukkan pada Gambar 2.25. Gambar 2.25. Mekanik Meter Induksi Elektromekanik

Keterangan : (1) Kumparan tegangan, yang dihubungkan paralel dengan beban (2) Kumparan arus, dihubungkan seri dengan beban (3) Stator (4) Piringan Aluminium Rotor (5) rotor brake magnets (6) spindle dengan worm gear (7) Display dial : 1/10, 10,1000, 1, 100 dan 10000. Dials berputar searah jarum jam Pengukuran energi dalam sistem tiga fasa dilakukan oleh alat ukur watt jam fasa banyak. Kumparan arus dan kumparan tegangan dihubungkan dengan cara yang sama seperti wattmeter tiga fasa. Masing-masing fasa alat ukur watt jam mempunyai rangkaian magnetik dan piringan tersendiri, tetapi semua piringan dijumlahkan secara mekanis dan putaran total permenit dari poros sebanding dengan energi total tiga fasa yang dipakai. Cakram aluminium dilengkapi dengan sebuah spindle yang mempunyai worm-gear untuk menggerakkan register. Register seri dengan dial yang berfungsi untuk merekam jumlah energi yang digunakan. Dial termasuk tipe cyclometer, yaitu sebuah display seperti odometer yang menampilkan setiap dial digit tunggal lewat jendela pada permukaan meter, atau tipe pointer dimana sebuah pointer menunjukkan setiap digit. Pointer biasanya berputar dalam arah berlawanan dengan mekanik ulir. Jumlah energi yang dipergunakan ditunjukkan oleh putaran cakram, dinotasikan dengan simbol KWh yang diberikan dalam unit watt jam per putaran. Dengan mengetahui nilai KWh, seorang pelanggan dapat menentukan konsumsi daya

yang dipergunakan dengan cara menghitung putaran cakram dengan stopwatch. Jika waktu yang dibutuhkan cakram dalam detik untuk menyelesaikan satu putaran adalah t, dan daya dalam watt adalah P=3600xKWh/t. Contoh, jika KWh=7.2 dan satu putaran membutuhkan waktu 14.4 detik, maka dayanya adalah 1800 watts. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan konsumsi daya dari peralatan rumah tangga. KWH Meter berarti Kilo Watt Hour Meter dan kalau diartikan menjadi n ribu watt dalam satu jamnya. Jika membeli sebuah KWH Meter maka akan tercantum x putaran per KWH, artinya untuk mencapai 1 KWH dibutuhkan putaran sebanyak x kali putaran dalam setiap jamnya. Contohnya jika 1200 putaran per KWH maka harus ada 1200 putaran setiap jamnya untuk dikatakan sebesar satu KWH. Jumlah KWH itu secara kumulatif dihitung dan pada akhir bulan dicatat oleh petugas besarnya pemakaian lalu dikalikan dengan tarif dasar listrik (TDL) ditambah dengan biaya abodemen dan pajak menghasilkan jumlah tagihan yang harus dibayarkan setiap bulannya. Sebagian besar meter listrik domestik masih dicatat secara manual, dengan cara perwakilan/utusan dari perusahaan listrik atau oleh pelanggan.