Keputusan Menteri Perindustrian No. 150 Tahun 1995 Tentang : Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri Dan Izin Perluasan

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. 590/MPP/Kep/10/1999 T E N T A N G

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 7 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41/M-IND/PER/6/2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI ACEH UTARA NOMOR 1 TAHUN 2007

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. IZIN USAHA. Industri. Ketentuan. Pencabutan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG USAHA PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 127 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IJIN USAHA INDUSTRI, TANDA DAFTAR INDUSTRI DAN IJIN PERLUASAN

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR INDUSTRI DAN IZIN USAHA INDUSTRI

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 18 Tahun : 2005 Serie : E Nomor : 8

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 14TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

WALIKOTA TANJUNGPINANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 12 TAHUN 2002 TENTANG

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA BIDANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG IJIN USAHA INDUSTRI ( IUI ) WALIKOTA DENPASAR,

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

TAHUN 2002 NOMOR 07 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 04 TAHUN 2002

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG IZIN INDUSTRI, PERDAGANGAN, PERGUDANGAN, DAN TANDA DAFTAR PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN USAHA DAN RETRIBUSI BIDANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 2 Tahun 2002 Seri B PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 04 TAHUN 2004 T E N T A N G SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DI KABUPATEN BARITO UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR


PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG SURAT IJIN USAHA PERDAGANGAN ( SIUP ) WALIKOTA DENPASAR,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOABARU NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN DAN PROSEDUR PROSES PEMBERIAN IZIN TERHADAP USAHA INDUSTRI

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 324/Kpts/TN.120/4/94 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

M E M U T U S K A N : : PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PERGUDANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 13 TAHUN 2009

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG KETENTUAN PEMBERIAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN KOTA BATAM

BUPATI MUSI RAWAS, 6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) KABUPATEN BULUNGAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA BUPATI ACEH UTARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTA KUPANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 73/MPP/Kep/3/2000 TENTANG KETENTUAN KEGIATAN USAHA PENJUALAN BERJENJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN PERINDUSTRIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR : 5 TAHUN 2006 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

Form. Surat Keputusan Pembaharuan IUI

SURAT PERNYATAAN. Yang bertanda tangan di bawah ini :... Nama Penanggung Jawab/Kuasa :... Alamat Penanggung Jawab/Kuasa :... Nama Perusahaan :...

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 1017/Kpts/TP.120/12/98 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR 402/MPP/Kep/11/1997 TENTANG KETENTUAN PERIZINAN USAHA PERWAKILAN PERUSAHAAN PERDAGANGAN ASING

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG SURAT IJIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 372/MPP/Kep/12/2001 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN DALAM BIDANG INDUSTRI, PERDAGANGAN DAN PENANAMAN MODAL DENGAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/Permentan/SR.140/8/2011 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

DAFTAR ISIAN UNTUK PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP *) (BARU, RUSAK, HILANG) I. KETERANGAN UMUM

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 302/MPP/Kep/10/2001 TENTANG PENDAFTARAN

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 4 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

Transkripsi:

Keputusan Menteri Perindustrian No. 150 Tahun 1995 Tentang : Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri Dan Izin Perluasan MENTERI PERINDUSTRIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri maka perlu menetapkan kembali, Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri dan Izin Perluasan; b. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Surat Keputusan. Mengingat : 1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian; 2. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan Dan Pengembangan Industri; 3. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1995 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Kepada 26 (Dua Puluh Enam) Daerah Tingkat II Percontohan; 4. Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri; 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia No.44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen; 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia No.15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.14 Tahun 1994; 7. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 16 Tahun 1987 tentang Penyederhanaan Izin Usaha Industri; 8. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI; 9. Instruksi Presiden No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan Dan Pengendalian Perizinan Di Bidang Usaha; 10. Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 86/M/SK/5/1994 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Perindustrian; 11. Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 250/M/SK/10/1994 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Pengendalian Dampak Terhadap Lingkungan Hidup Pada Sektor Industri; 12. Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 75/M/SK/5/1995 tentang Penetapan Jenis-Jenis Industri Dalam Pembinaan Masing-Masing Direktorat Jenderal dan Kewenangan Pemberian Izin Usaha Industri dan Izin Usaha Kawasan Industri Di Lingkungan Departemen Perindustrian;

13. Surat Keputusan Menteri Perindustrian No: 148/M/SK/7/1995 tentang Penetapan Jenis Dan Komoditi Industri Yang Proses Produksinya Ticlak Merusak Ataupun Membahayakan Lingkungan Serta Tidak Menggunakan Surnber Daya Alam Secara Berlebihan. MEMUTUSKAN Mencabut : 1. Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 286/M/SK/10/1989 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri. 2. Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 13/M/SK-I/3/1990 tentang Periyempurnaan Surat Keputusan Menteri Perindustrian No.286/M/SK/10/1989 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri. Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN PERLUASAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Industri, Bidang Usaha Industri clan Perusahaan Industri adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. 2. Perusahaan Industri adalah perusahaan yang melakukan kegiatan di bidang Usaha Industri yang dapat berbentuk perorangan, perusahaan persekutuan, atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia. 3. Jenis Industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi. 4. Komoditi Industri adalah suatu produk akhir dalam proses produksi dan merupakan bagian dan jenis industri. 5. Perluasan Perusahaan Industri yang selanjutnya disebut Perluasan adalah penambahan kapasitas produksi melebihi 3O % (tiga puluh persen) dari kapasitas produksi yang telah diizinkan. 6. Kelompok Industri Kecil adalah meliputi Industri Kecil dan Menengah (IKM) dan Industri Kecil, termasuk Industri Kerajinan dan Industri Rumah Tangga. 7. Menteri adalah Menteri Perindustrian.

BAB II IZIN USAHA INDUSTRI Pasal 2 (1) Setiap pendirian perusahaan industri wajib memperoleh Izin Usaha Industri. (2) Untuk memperoleh Izin Usaha Industri diperlukan tahap Persetujuan Prinsip. (3) Persetujuan Prinsip diberikan kepada perusahaan industri untuk langsung dapat melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan / instalasi peralatan dan lainlain yang diperlukan. (4) Izin Usaha Industri diberikan kepada perusahaan industri yang telah memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku seperti antara lain Izin Lokasi, Undang-Undang Gangguan atau AMDAL, UKL, UPL dan telah selesai membangun pabrik dan sarana produksi. (5) Perusahaan industri yang melakukan perluasan melebihi 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas produksi yang telah diizinkan sesuai Izin Usaha Industri yang dimiliki, diwajibkan memperoleh Izin Perluasan. Pasal 3 (1) Jenis industri tertentu dalam Kelompok Industri Kecil dikecualikan dari kewajiban untuk memperoleh Izin Usaha Industri. (2) Jenis industri tertentu sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib didaftarkan. (3) Terhadap jenis industri tertentu sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan Tanda Daftar Industri yang diberlakukan sebagai Izin Usaha Industri. Pasal 4 (1) Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri berlaku selama perusahaan industri yang bersangkutan beroperasi. (2) Izin Usaha Industri dan Izin Perluasan untuk Perusahaan Penanaman Modal Asing masa berlakunya diberikan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo. Nomor 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing serta peraturan pelaksanaannya. Pasal 5 (1) Izin Usaha Industri dan Tanda Daftar Industri diberikan untuk masingmasing jenis industri sesuai Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia 5 (lima) dijit sebagaimana yang dimaksud pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 75/M/SK/5/1995 yang mencakup semua komoditi di dalam lingkup jenis industri tersebut. (2) Bagi komoditi industri yang belum ditetapkan jenis industrinya dalam Surat Keputusan sebagaimana dimaksud ayat (1) akan ditetapkan tersendiri oleh Menteri.

Pasal 6 (1) Bagi perusahaan industri yang : a. jenis industrinya tidak tercantum pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 148 /1995 tentang Penetapan Jenis Dan Komoditi Industri yang Proses Produksinya tidak Merusak Ataupun Membahayakan Lingkungan Serta Tidak Menggunakan Sumber Daya Alam Secara Berlebihan; b. tidak berlokasi di Kawasan Industri / Kawasan Berikat, untuk memperoleh Izin Usaha Industri diperlukan tahap Persetujuan Prinsip. (2) Bagi Perusahaan Industri yang berlokasi di Kawasan Industri/Kawasan Berikat yang memiliki Izin, Izin Usaha Industri dapat langsung diberikan tanpa melalui Persetujuan Prinsip setelah memenuhi ketentuan yang berlaku di Kawasan Industri/Kawasan Berikat dan wajib membuat Surat Pernyataan dengan menggunakan Formulir Model SP I. (3) Bagi Perusahaan Industri yang jenis industrinya tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 148/M/SK/7/1995 baik yang berlokasi di dalam maupun di luar Kawasan Industri/Kawasan Berikat, Izin Usaha Industri dapat diberikan langsung tanpa melalui tahap Persetujuan Prinsip dan wajib membuat Surat Pernyataan dengan menggunakan Formulir Model SP I. Pasal 7 (1) Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib memuat ketentuan rnengenai kesediaan pengusaha industri antara lain untuk a. tidak berproduksi sebelum memenuhi segala persyaratan dari Instansi lain yang berkaitan dengan pembangunan pabrik dan sarana produksi maupun ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. b. menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung mulai tanggal Izin Usaha Industri diterbitkan. c. menerima segala akibat hukum terhadap pelanggaran atas Surat Pernyataan yang dibuatnya. (2) Pelaksanaan Surat Pernyataan bagi perusahaan industri yang berlokasi di Kawasan Industri/ Kawasan Berikat dipantau oleh Pengelola Kawasan dan hasilnya dilaporkan kepada Menteri Perindustrian atau Pejabat yang ditunjuk. (3) Pelaksanaan Surat Pernyataan bagi perusahaan industri yang berlokasi di luar Kawasan Industri/Kawasan Berikat dipantau oleh Kepala Kantor Departemen Perindustrian dan hasilnya dilaporkan kepada Menteri Perindustrian atau Pejabat yang ditunjuk. (4) Surat Pernyataan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Izin Usaha Industri yang akan diterbitkan. BAB III

WEWENANG PEMBERIAN IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN PERLUASAN Pasal 8 (1) Kewenangan pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri berada pada Menteri. (2) Kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (1) oleh Menteri dilimpahkan kepada para Direktur Jenderal dilingkungan Departemen Perindustrian sebagaimana tersebut pada Pasal 2 ayat (2) Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 75/M/SK/5/1995 tentang Penetapan Jenis-Jenis Industri Dalam Pembinaan Masing-Masing Direktorat Jenderal Dan Kewenangan Pembenian Izin Usaha Industri Dan Izin Usaha Kawasan Industri Di Lingkungan Departemen Perindustrian. peralatan dengan biaya tinggi tidak dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian di Propinsi dan, Kepala Kantor Departemen Perindustrian di Kabupaten/Kotamadya. (3) Jenis industri sebagai dimaksud ayat (2) diatur tersendiri oleh Menteri. Pasal 11 (1) Semua jenis industri dalam Kelompok Industri Kecil dengan nilai Kekayaan Perusahaan seluruhnya (assets) tidak lebih dan Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, tidak diwajibkan memiliki Tanda Daftar Industri kecuali jika dikehendaki oleh Pengusaha Industri yang bersangkutan. (2) Wewenang pemberian Tanda Daftar Industri yang dilimpahkan kepada Kepala Kantor Departemen Perindustrian sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (3) mencakup semua jenis industri dalam Kelompok Industri Kecil dengan nilai kekayaan Perusahaan seluruhnya (assets) sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) sampai tidak lebih dari Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. (3) Wewenang pemberian Izin Usaha Industri yang dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) mencakup semua jenis Industri dalam Kelompok Industri Kecil dengan nilai kekayaan Perusahaan seluruhnya (assets) sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta ru piah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. (4) Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Penindustrian di Propinsi dan para Kepala Kantor Departemen Perindustrian di Kabupaten / Kotamadya yang memperoleh pelimpahan wewenang pemberian Izin Usaha Industri atau Tanda Daftar Industri wajib melaksanakan pengawasan dan pengendalian teknis terhadap Industri Kecil Pasal 12

Apabila Pejabat yang telah diberi pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 berhalangan lebih dan 7 (tujuh) hari kerja, Pejabat yang bersangkutan dapat menunjuk 1 (satu) Pejabat setingkat lebih rendah yang bertindak atas nama Pejabat yang memberi wewenang untuk menandatangani Izin Usaha Industri dan Tanda Daftar Industri. BAB IV TATA CARA PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI YANG MELALUI TAHAP PERSETUJUAN PRINSIP Pasal 13 Pengajuan permintaan Persetujuan Prinsip, Izin Usaha Industri dan Izin Perluasan oleh Perusahaan Industri dilakukan dengan menggunakan formulir 1. Model Pm-I untuk permintaan Persetujuan Prinsip. 2. Model Pm-III untuk permintaan Izin Usaha Industri. 3. Model Pm-IV untuk permintaan Izin Perluasan. Pasal 14 (1) Permintaan Persetujuan Prinsip yang wewenang pemberian izin usahanya telah dilimpahkan oleh Menteri kepada Direktur Jenderal atau Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (4), diajukan langsung oleh pemohon kepada Direktur Jenderal atau Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian yang bersangkutan dengan menggunakan Formulir Model Pm-I. (2) Setelah permintaan Model Pm-I diterima, dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja Direktur Jenderal yang bersangkutan atau Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian telah mengeluarkan Persetujuan Prinsip dengan menggunakan Formulir Model Pi-I atau menolak pemberian Persetujuan Prinsip. (3) Persetujuan Prinsip diberikan terhadap jenis industri yang tidak termasuk dalam Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Mutlak Untuk Penanaman Modal dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Persetujuan Prinsip dapat diubah sesuai dengan permintaan dan yang bersangkutan. (5) Persetujuan Prinsip berlaku selama jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung mulai tanggal Persetujuan Prinsip diterbitkan. (6) Persetujuan Prinsip sebagaimana dimaksud ayat (5) batal dengan sendirinya apabila selambat-lambatnya dalam waktu 4 (empat) tahun pemohon/ pemegang Persetujuan Prinsip tidak menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksi serta belum memperoleh Izin Usaha Industri. (7) Dalam melaksanakan Persetujuan Prinsip, perusahaan yang bersangkutan wajib menyampaikan informasi kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi setiap 1 (satu) tahun sekali paling lambat pada tanggal 31 Januani pada tahun berikutnya dengan menggunakan

Formulir Model Pm-I kepada Pejabat yang mengeluarkan Persetujuan Prinsip. Pasal 15 (1) Permintaan Izin Usaha Industri bagi jenis industri yang wewenang pembenian izin usaha industrinya telah dilimpahkan oleh Menteri kepada Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), diajukan langsung kepada Direktur Jenderal yang bersangkutan. (2) Dalam hal pembangunan pabrik dan sarana produksi telah selesai serta telah memenuhi semua ketentuan perundang-undangan yang berlaku, perusahaan yang bersangkutan diwajibkan mengajukan permintaan Izin Usaha Industri dengan menggunakan Formulir Model Pm-III dan disampaikan kepada Direktur Jenderal yang bersangkutan. (3) Kepala Kantor Departemen Perindustrian setempat selambatlambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya tembusan permintaan Formulir Model Pm-III, telah mengadakan pemeriksaan ke lokasi guna memastikan telah selesainya pembangunan pabrik dan sarana produksi. (4) Hasil pemeriksaan dimaksud dalam ayat (3) dibuat BAP dengan menggunakan Formulir Model Pi-II dilaporkan kepada Direktur Jenderal yang bersangkutan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah pemeriksaan dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian setempat. (5) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dilaksanakan, yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi kepada Direktur Jenderal yang bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian, Kantor Departemen Perindustrian di Kabupaten/Kotamadya setempat. (6) Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya laporan hasil pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (4) atau pernyataan yang dimaksud dalam ayat (5), Direktur Jenderal yang bersangkutan mengeluarkan Izin Usaha Industri sesuai dengan Formulir Model Pi-III atau menundanya dengan keterangan tertulis berdasarkan pertimbangan belum selesainya pembangunan pabrik dan sarana produksi dengan menggunakan Formulir Model Pi-VI. Pasal 16 (1) Permintaan Izin Usaha Industri yang wewenang pemberian Izin Usaha Industrinya telah dilimpahkan oleh Menteri melalui Direktur Jenderal kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) diajukan langsung kepada Kepala Kantor wilayah Departemen Perindustrian setempat. (2) Dalam hal pembangunan pabrik dan sarana produksi telah selesai dan telah memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku, perusahaan yang bersangkutan wajib mengajukan permintaan Izin Usaha Industri dengan menggunakan Formulir Model Pm-III dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian setempat.

(3) Sejak diterimanya tembusan Formulir Model Pm-III Kepala Kantor Departemen Perindustrian setempat selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja telah mengadakan pemeriksaan ke lokasi guna memastikan telah selesainya pembangunan pabrik dan sarana produksi. (4) Hasil pemeriksaan dimaksud dalam ayat (3), dibuat BAP dengan menggunakan Formulir Model Pi-II dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah pemeriksaan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal yang bersangkutan. (5) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dilaksanakan, perusahaan yang bersangkutan dapat membuat Surat Pernyataan siap berproduksi kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian setempat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal yang bersangkutan, Kepala Kantor Departemen Perindustrian di Kabupaten/Kotamadya setempat. (6) Dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya laporan hasil pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud ayat (4) atau Surat Pernyataan yang dimaksud ayat (5), Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian setempat mengeluarkan Izin Usaha Industri dengan menggunakan Formulir Model Pi-III atau menundanya dengan keterangan tertulis berdasarkan pertimbangan belum selesainya pembangunan pabrik dan sarana produksi dengan menggunakan Formulir Model Pi-VI. BAB V TATA CARA PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP Pasal 17 (1) Permintaan Izin usaha Industri tanpa melalui tahap Persetujuan Prinsip bagi perusahaan Industri sebagaimana dimaksud Pasal 6, cukup dilakukan dengan membuat Surat Pernyataan dengan menggunakan Formulir Model SP I dan Daftar Isian Untuk Permintaan Izin Usaha Industri dengan menggunakan Formulir Model SP II yang diserahkan bersama-sama pada saat permintaan Izin Usaha Industri diajukan. (2) Model SP I sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan langsung oleh perusahaan industri yang bersangkutan kepada Pejabat yang memperoleh pelimpahan wewenang untuk mengeluarkan Izin Usaha Industri. (3) Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya Formulir Model SP I Pejabat yang bersangkutan mengeluarkan Izin Usaha Industri dengan mengg-unakan Formulir Model SP VI (4) Apabila pemegang Izin Usaha Industri Model SP VI tersebut dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diterbitkannya Izin Usaha Industri tidak menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksi serta

belum memenuhi semua ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka Izin Usaha Industri dimaksud batal dengan sendirinya. BAB VI TATA CARA PERMINTAAN IZIN PERLUASAN Pasal 18 (1) Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (4) dalam melakukan perluasan wajib menyampaikan rencana perluasan industri dan memenuhi persyaratan lingkungan hidup. (2) Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (2) dan (3) wajib menyampaikan rencana perluasan indüstri. Pasal 19 Setiap Perusahaan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Industri yang akan melaksanakan perluasan dalam lingkup jenis industri yang tercantum dalam Izin Usaha Industrinya, diizinkan untuk menambah kapasitas produksinya sebesar-besarnya 30% diatas kapasitas produksi yang diizinkan, tanpa memerlukan Izin Perluasan sepanjang jenis industrinya tidak termasuk dalam Daftar Bidang Usaha yang tertutup Bagi Penanaman Modal. Pasal 20 (1) Perusahaan Industri yang telah memiliki,. Izin Usaha Industri dapat melakukan perluasan tanpa terlebih dahulu memiliki Izin Perluasan, apabila melakukan perluasan yang tercakup dalam lingkup jenis industrinya melebihi 30% (tiga puluh persen) dan kapasitas produksi yang telah diizinkan dan hasil produksinya dimaksudkan untuk pasaran ekspor meskipun jenis industri tersebut dinyatakan termasuk dalam Daftar Bidang Usaha Tertutup Bagi Penanaman Modal. (2) Bagi Perusahaan Industri yang melaksanakan ketentuan dimaksud ayat (1) diwajibkan untuk memberitahukan secara tertulis dengan menggunakan Formulir Model Prn-IV kepada Pejabat sebagairnana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan (4) tentang kenaikan produksinya sebagai akibat dan kegiatan perluasan selambatlambatnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimulainya produksi guna disahkan dengan Izin Perluasan oleh Menteri. Pasal 21 (1) Permintaan Izin Perluasan oleh Perusahaan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Industri sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (4) dilakukan dengan menggunakan Formulir Model Pm-IV. (2) Permintaan Izin Perluasan oleh Perusahaan yang telah rnemiliki Izin Usaha Industri sebagaimana dimaksud Pasal 6 dilakukan dengan menggunakan Formulir Model SP II. (3) Model Pm-IV dan SP II sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diajukan langsung oleh Perusahaan yang bersangkutan kepada Pejabat

yang memperoleh pelimpahan wewenang menerbitkan Izin Usaha Industri. (4) Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya kelengkapan yang dipersyaratkan, Pejabat yang memperoleh pelimpahan wewenang menerbitkan Izin Perluasan dengan menggunakan Formulir Model SP VII. BAB VII TATA CARA PERMINTAPAN TANDA DAFTAR INDUSTRI Pasal 22 Tata Cara permintaan Tanda Daftar Industri adalah sebagai berikut : 1. Perrnintaan Tanda Daftar Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) diajukan langsung oleh pemohon kepada Kepala Kantor Departernen Perindustrian setempat dengan mengisi Formulir Model Pdf. 1-1K. 2. Sejak diterimanya Permintaan Tanda Daftar Industri sebagaimana dimaksud dalam butir 1, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja, Kepala Kantor Departemen Perindustrian mengeluarkan Tanda Daftar Industri sesuai dengan Formulir Model Pdf. 11-1K. 3. Tanda Dattar Industri berlaku sebagai Izin Usaha Industri. BAB VIII PENOLAKAN / PENUNDAAN TERHADAP PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI YANG MELALUI TAHAP PERSETUJUAN PRINSIP Pasal 23 Terhadap Permintaan Izin Usaha Industri yang diterima dan ternyata tidak memenuhi hal-hal sebagai berikut : a. Lokasi pabrik tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Persetujuan Prinsip dan/atau b. Jenis Industri yang dihasilkan tidak sesuai dengan Persetujuan Prinsip dan/atau c. Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka sejak diterimanya Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Pejabat yang diberi wewenang untuk mengeluarkan Izin Usaha Industri, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penolakan disertai alasan-alasan dengan menggunakan Formulir Model Pi-VI. Pasal 24 (1) Terhadap Permintaan Izin Usaha Industri yang diterima dan ternyata masih belum memenuhi salah satu ketentuan sebagai benikut : a. belum lengkapnya isian yang harus dipenuhi. oleh pemohon sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 15 dan Pasal 16.

b. belum memenuhi persyaratan lingkungan hidup berupa penyusunan upaya pengendalian dampak/pencemaran sebagai akibat kegiatan usaha industri terhadap lingkungan hidup dengan kewajiban memiliki ANDAL atau UKL dan UPL atau SPPL; c. belum memenuhi kewajiban melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian; d. belum memenuhi semua ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; maka sejak diterimanya Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Pejabat yang diberi wewenang untuk mengeluarkan Izin Usaha Industri oleh Menteri, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan disertai alasan-alasan dengan menggunakan Formulir Model Pi-VI. (2) Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Perusahaan Industri yang bersangkutan diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan sejak diterimanya Surat Penundaan. (3) Apabila setelah melebihi jangka waktu yang ditentukan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perusahaan industri yang bersangkutan belum dapat memenuhi syarat seperti yang dimaksud pada ayat (1), maka Pejabat yang diberi wewenang untuk mengeluarkan Izin Usaha Industri menolak permintaan Izin Usaha Industri dengan menggunakan Formulir Model Pi-VI. Pasal 25 (1) Terhadap Surat Penolakan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24 ayat (3) yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal, Perusahaan Industri yang bersangkutan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya Surat Penolakan dapat mengajukan permohonan banding kepada Menteri. (2) Menteri dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) han kerja sejak diterimanya permohonan banding dapat menenima atau menolak permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) secara tertulis dengan mencantumkan alasan-alasan. Pasal 26 (1) Terhadap Surat Penolakan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 23 dan Pasal 24 ayat (3) yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian setempat, Perusahaan yang bersangkutan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diteimanya Surat Penolakan dapat mengajukan permohonan banding kepada Direktur Jenderal yang bersangkutan. (2) Direktur Jenderal yang bersangkutan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan banding dapat

menerima atau menolak permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) secara tertulis dengan mencantumkan alasan-alasan. BAB IX PENOLAKAN TERHADAP PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI TANPA MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP Pasal 27 (1) Terhadap permintaan Izin Usaha Industri yang diterima dan ternyata jenis industrinya termasuk dalam bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, maka Pejabat yang berwenang mengeluarkan Izin Usaha Industri dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penolakan disertai alasan-alasan dengan menggunakan Formulir Model SP-VIII. (2) Terhadap permintaan Izin Usaha Industri yang diterima dan ternyata belum melengkapi isian sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (1), maka Pejabat yang berwenang mengeluarkan Izin Usaha Industri dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan disertai alasan alasan dengan menggunakan Formulir SP- VIII. (3) Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud ayat (2), perusahaan industri yang bersangkutan diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya Surat Penundaan. (4) Apabila setelah melebihi jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud ayat (3) perusahaan industri yang bersangkutan belum dapat memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (1), maka Pejabat yang berwenang mengeluarkan Izin Usaha Industri menolak permintaan Izin Usaha Industrinya dengan menggunakan Model SP-VIII. BAB X INFORMASI INDUSTRI Pasal 28 (1) Perusahaan Industri yang telah memperoleh Izin Usaha Industri wajib menyampaikan Informasi Industri secara berkala kepada Pejabat yang mengeluarkan Izin Usaha Industri mengenai kegiatan usahanya menurut jadwal sebagai berikut : a. untuk semester pertama tahun yang bersangkutan selambatlambatnya setiap tanggal 31 Juli dengan menggunakan Formulir Model Pm-V serta b. untuk kurun waktu 1 (satu) tahun selambat-lambatnya setiap tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya dengan menggunakan Formulir Model Pm-VI.

(2) Bagi perusahaan industri yang memperoleh Izin Usaha Industri tanpa tahap Persetujuan Prinsip, wajib menyampaikan informasi kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi setiap 1 (satu) tahun sekali paling lambat pada tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya dengan menggunakan Formulir Model Pm-I kepada Pejabat yang mengeluarkan Izin Usaha Industri. (3) Perusahaan Industri yang telah memperoleh Tanda Daftar Industri wajib menyampaikan Informasi Industri kepada Pejabat yang mengeluarkan Tanda Daftar Industri setiap tahun selambat-lambatnya tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya dengan menggunakan Formulir Model Pdf. III-IK. (4) Semua jenis industri dalarn Kelompok Industri Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), dikecualikan dan kewajiban menyampaikan Informasi Industri. BAB XI PENCABUTAN IZIN USAHA INDUSTRI Pasal 29 (1) Izin Usaha Industri yang telah diperoleh oleh Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dapat dicabut dalam hal : a. Perusahaan Industri melakukan perluasan, tanpa memiliki Izin Perluasan sesuai dengan Surat Keputusan ini, atau b. Perusahaan Industri tidak menyampaikan Informasi Industri atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar, atau c. Perusahaan Industri melakukan pemindahan lokasi tanpa persetujuan tertulis dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, atau d. Perusahaan industri menimbulkan kerusakan dan atau pencemaran akibat kegiatan usaha industrinya terhadap lingkungan hidup yang melampaui batas baku mutu lingkungan yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang benlaku atau e. Perusahaan Industri melakukan kegiatan usaha industri tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam izin yang telah diperolehnya. (2) Bagi Perusahaan Industri yang memperoleh Izin Usaha Industri tanpa melalui Persetujuan Prinsip, Izin Usaha Industrinya dicabut apabila perusahaan tersebut sudah melakukan kegiatan produksi sebelum memenuhi ketentuan dalam Surat Pernyataan yang dibuatnya. Pasal 30 (1) Pelaksanaan pencabutan Izin Usaha Industri sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (1), dilakukan setelah dikeluarkan : a. peringatan secara tertulis dengan menggunakan Forrnulir Model Pi-VII kepada yang bersangkutan sebanyak 3 (tiga) kali

berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan; b. pembekuan Izin Usaha Industri untuk jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya Penetapan Pembekuan Kegiatan Usaha Industri dengan menggunakan Forrnulir Model Pi-VIII. (2) Pembekuan Izin Usaha Industri sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, dapat dicairkan kernbali apabila Perusahaan Industri yang bersangkutan selama masa pembekuan telah melakukan perbaikan. (3) Apabila dalam masa pernbekuan Izin Usaha Indüstri perusahaan industri tidak melakukan perbaikan, maka Izin Usaha Industri perusahaan industri yang bersangkutan dicabut dengan menggunakan Formulir Model Pi-IX. (4) Pencabutan Izin Usaha Industri sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dilakukan langsung tanpa perlu adanya peringatan secara tertulis. (5) Pejabat yang berwenang untuk mencabut Izin Usaha Industri adalah Pejabat yang diberi wewenang oleh Menteri untuk menerbitkan Izin Usaha Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. Pasal 31 (1) Terhadap Pencabutan Izin Usaha Industri yang dilaksanakan oleh Direktur Jenderal, perusahaan yang bersangkutan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diteriimanya Surat Pencabutan Izin Usaha Industri dapat mengajukan perrnohonan banding kepada Menteri. (2) Terhadap Pencabutan Izin Usaha Industri yang dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian, perusahaan yang bersangkutan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya Surat Pencabutan Izin Usaha Industri dapat mengajukan permohonan banding kepada Direktur Jenderal yang bersangkutan. (3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan banding dapat menerima atau menolak permohonan banding secara tertulis disertai dengan alasan-alasan. BAB XII PEMBINAAN Pasal 32 (1) Pelaksanaan pembinaan terhadap perusahaan industri yang telah mendapat Izin Usaha Industri atau Tanda Daftar Industri dilaksanakan oleh Pejabat yang memperoleh pelimpahan wewenang mengeluarkan Izin Usaha Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan pelaksanaan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri.

BAB XIII KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 33 Bentuk dan isi formulir yang digunakan untuk pelaksanaan Surat Keputusan ini adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Keputusan ini. Pasal 34 Izin Usaha Industri, Izin Perluasan atau Tanda Daftar Industri yang dikeluarkan berdasarkan Surat Keputusan ini berlaku pula bagi tempat penyimpanan yang berada dalam kompleks usaha industri yang bersangkutan yang digunakan untuk menyimpan peralatan, perlengkapan, bahan baku, bahan penolong dan barang/bahan jadi untuk keperluan kegiatan usaha industri tersebut. Pasal 35 (1) Pemindahan lokasi industri diwajibkan memiliki persetujuan tertulis terlebih dahulu dan Menteri atau Pejabat di lokasi lama maupun lokasi baru yang diberi pelimpahan wewenang untuk mengeluarkan Izin Usaha Industri dan Tanda Daftar Industri. (2) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang di lokasi lama maupun lokasi baru dan berlaku sebagai Persetujuan Prinsip. (3) Perusahaan yang telah mendapatkan Izin Usaha Industri atau Tanda Daftar Industri yang melakukan perubahan terhadap nama, alamat dan/atau penanggung jawab perusahaan wajib memberitahukan secara tertulis selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah perubahan dilakukan kepada Menteri atau Pejabat yang diberi pelimpahan wewenang untuk mengeluarkan Izin Usaha Industri dan Tanda Daftar Industri. Pasal 36 Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya perusahaan industri wajib : 1. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya. 2. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat bahan baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya dan keselamatan kerja. 3. Melaksanakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau UKL, UPL atau SPPL yang berlaku bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk melakukannya setelah memperoleh Persetujuan Prinsip. Pasal 37 Dalam rangka pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri serta guna menghindari persaingan tidak sehat maupun pemusatan kekuatan

ekonomi pada satu perusahaan, kelompok, atau perorangan yang merugikan masyarakat, maka permintaan Persetujuan Prinsip, Izin Usaha Industri dan Izin Perluasan dapat ditolak oleh Menteri. BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 38 (1) Perusahaan Industri yang dijalankan dan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 6 dan Pasal 28, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. (2) Perusahaan Industri yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 36 angka 1 sehingga mengakibatkan timbulnya pencemaran, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. (3) Tata cara pelaksanaan ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 39 (1) Persetujuan Prinsip yang telah dimiliki pada saat mulai berlakunya Surat Keputusan ini, dinyatakan tetap berlaku sebagai salah satu tahap untuk memperoleh Izin Usaha Industri berdasarkan Surat Keputusan ini. (2) Izin Tetap yang telah dimiliki sebelum dikeluarkannya Surat Keputusan ini dinyatakan berlaku sebagai Izin Usaha Industri berdasarkan Surat Keputusan ini. (3) Izin Perluasan yang telah dikeluarkan sebelum mulai berlakunya Surat Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku. (4) Surat Tanda Pendaftaran Industri Kecil yang telah dimiliki sebelum dikeluarkan Surat Keputusan ini dinyatakan berlaku sebagai Tanda Daftar Industri berdasarkan Surat Keputusan ini. (5) Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan terhitung mulai tanggal ditetapkannya Surat Keputusan ini, tata cara pemberian Izin Usaha Industri dan Tanda Daftar Industri beserta formulirnya diwajibkan menyesuaikan dengan ketentuan Surat Keputusan ini. Pasal 40 (1) Ketentuan bagi pemberian Izin Usaha Industri untuk perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Perusahaan Penanaman Modal Asing sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ditetapkan tersendiri

dengan Surat Keputusan Menteri dengan memperhatikan ketentuanketentuan pada Surat Keputusan ini. (2) Tata cara pemberian Izin Usaha Industri bagi Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Perusahaan Penanaman Modal Asing yang berlaku pada saat ditetapkannya Surat Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku sampal diadakan perubahan dengan Surat Keputusan Menteri sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1). Pasal 41 Tata Cara Pemberian Tanda Daftar Industri bagi Industri Tertentu dalam Kelompok Industri Kecil di 26 (dua puluh enam) Daerah Tingkat II Percontohan dilaksanakan berdasarkan ketentuan Surat Keputusan ini. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 42 Surat Keputusan mi mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 11 Juli 1995 Menteri Perindustrian ttd T. Ariwibowo TEMBUSAN Surat Keputusan ini disampaikan kepada : 1. Presiden Republik Indonesia. 2. Wakil Presiden Republik Indonesia. 3. Para Menteri dalam Kabinet Pembangunan VI. 4. Para Pejabat Eselon I dan II dilingkungan Departemen Perindustrian. 5. Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal. 6. Para Gubernur/KDH Tingkat I Seluruh Indonesia 7. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian. 8. Para Bupati/Walikota Seluruh Indonesia. 9. Para Kepala Kantor Departemen Perindustrian. 10. Pertinggal.