PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN DAN PENGAWASAN HUTAN MANGROVE DI KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DAN RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG IJIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DI WILAYAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DAN RETRIBUSI IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

Undang Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang : Kehutanan

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004

PENGATURAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK/MILIK DI WILAYAH KABUPATEN PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PEMASUKKAN KAYU DARI LUAR DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 47 TAHUN 2001

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hutan dan Penguasaan Hasil Hutan. olehberbagai jenis tumbuh-tumbuhan, di antaranya tumbuhan yanh lebat dan

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN IZIN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI BUPATI ACEH BESAR

PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGEMBANGAN PEMANFAATAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN HUTAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN [LN 1999/167, TLN 3888]

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGENDALIAN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DI KOTA BONTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 5 TAHUN 2015 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN PADA TANAH MILIK DAN KEBUN RAKYAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 7 TAHUN 2015 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELARANGAN PENEBANGAN, PEREDARAN DAN PERDAGANGAN KAYU DOLKEN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI (CHAIN SAW)

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PELAYANAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

Undang Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang : Kehutanan

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

Dengan Persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN :

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

NOMOR 28 TAHUN 1985 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

BUPATI BANGKA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa Hutan Lindung Kota Bontang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan khas serta memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat Kota Bontang khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya; b. bahwa Hutan Lindung Kota Bontang selain mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah juga mempunyai fungsi pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; c. bahwa kondisi Hutan Lindung Kota Bontang saat ini mengalami degradasi serius baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya sebagai akibat dari penebangan liar, perambahan, perburuan satwa, kebakaran hutan, pemukiman, penambangan dan penggalian; d. bahwa kepastian pengelolaan Hutan Lindung Kota Bontang yang dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi generasi sekarang dan yang akan datang merupakan kebutuhan masyarakat; e. bahwa kewenangan adanya pengelolaan hutan dalam rangka otonomi daerah perlu adanya kepastian hukum dalam bentuk peraturan daerah; f. bahwa untuk menjaga fungsi Hutan Lindung Kota Bontang agar tetap lestari dibutuhkan upaya pengelolaan terpadu yang konsisten, terencana dan profesional dengan melibatkan semua pemangku kepentingan secara

bertanggung gugat, terbuka dan demokratis sehingga dapat memberi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan bagi masyarakat; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e dan f perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Hutan Lindung Kota Bontang Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara 3501); 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556); 5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-bangsa Mengenai Perubahan Iklim) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3557); 6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 8. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 9. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3888); 10. Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 175, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3896) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3962); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah di bidang Kehutanan Kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan Dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4076); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4206); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4207); 18. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 19. Peraturan Daerah Kota Bontang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Bontang (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 4) Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BONTANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Bontang; 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah Kota Bontang; 3. Kepala Daerah adalah Walikota Bontang; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bontang, selaku Badan Legeslatif Daerah; 5. Dinas/Instansi terkait adalah Dinas/Instansi di Kota Bontang yang terlibat dalam pengelolaan Hutan Lindung Bontang;

6. Penyidik Pegawai Negeri Sipil selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah; 7. Lembaga adalah badan atau organisasi yang mempunyai tujuan jelas terutama dalam bidang keilmuan; 8. Hutan Lindung Kota Bontang yang selanjutnya disingkat HLKB adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah di Wilayah Administratif Kota Bontang berdasarkan Ketetapan yang berlaku; 9. Pengelolaan Hutan Lindung Kota Bontang adalah upaya untuk menjaga kelestarian kawasan dan fungsi Hutan Lindung kota Bontang yang meliputi kegiatan penataan dan perencanaan, pengaturan kegiatan di dalam dan sekitar kawasan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, secara terpadu yang konsisten, terencana dan profesional dengan melibatkan semua pemangku kepentingan secara bertanggung gugat, terbuka dan demokratis sehingga dapat memberi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan bagi masyarakat; 10. Fungsi HLKB adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah serta pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekositemnya; 11. Masyarakat adalah masyarakat umum yang meliputi masyarakat sekitar, masyarakat Kota Bontang dan masyarakat di luar Kota Bontang; 12. Masyarakat sekitar adalah setiap orang yang bertempat

tinggal tetap di sekitar kawasan Hutan Lindung Kota Bontang dan telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Kepala Daerah; 13. Kawasan sekitar Hutan Lindung Kota Bontang adalah daerah dengan radius atau jarak sampai 500 (lima ratus) meter dari batas kawasan Hutan Lindung Kota Bontang yang masuk dalam Wilayah Administrasi Kota Bontang; 14. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi punggungpunggung bukit sebagai suatau kesatuan hidrologi yang berfungsi sebagai penerima, penampung dan penyimpan air hutan untuk kemudian dialirkan ke laut/danau melalui sungai utama; 15. Kegiatan eko wisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pemanfaatan jasa lingkungan untuk kepentingan wisata; 16. Blok Perlindungan adalah bagian dari kawasan Hutan Lindung Bontang hanya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian pengamatan dan kegiatan penelitian penunjang budidaya; 17. Blok Kegiatan Terbatas adalah bagian kawasan Hutan Lindung Kota Bontang diluar Blok Perlindungan yang dimanfaatkan untuk kegiatan eko wisata, pendidikan dan penelitian dengan aktivitas khusus atau tertentu; 18. Blok Pemanfaatan adalah bagian dari kawasan Hutan Lindung Kota Bontang yang bukan merupakan blok perlindungan dan blok kegiatan terbatas yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan eko wisata, pendidikan dan penelitian yang bersifat masal dan kegiatan pemanfaatan air. BAB II ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2 Pengelolaan Hutan Lindung Kota Bontang berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan serta berkelanjutan secara partisipatif, transparan, demokratis, profesional dan bertanggung jawab. Pasal 3 Pengelolaan Hutan Lindung Kota Bontang bertujuan : a. Menjamin keberadaan hutan untuk seluruh kawasan yang ditetapkan; b. Memaksimalkan seluruh fungsi HLKB; c. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat sekitar; d. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai ( DAS ) dan e. Menjamin pemanfaatan yang berkeadilan dan lestari. BAB III PENATAAN DAN KEGIATAN PEMANFAATAN HUTAN Pasal 4 (1) Kawasan HLKB dikelola dengan sistem blok yang terdiri atas blok perlindungan, blok kegiatan terbatas dan blok pemanfaatan; (2) Pembagian blok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikaji secara ilmiah dan ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah. Pasal 5

Pasal 7 Penyelenggaraan perlindungan kawasan HLKB dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya agar fungsi hutan lindung dan fungsi konservasi tercapai secara optimal dan lestari. Pasal 8 Perlindungan HLKB dan kawasan HLKB merupakan usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, dayadaya alam, hama serta penyakit. Pasal 9 (1) Setiap orang atau badan yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan dan izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan HLKB; (2) Setiap orang atau badan dilarang : a. Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan HLKB secara tidak sah; b. Merambah kawasan HLKB; c. Membakar hutan; d. Menebang pohon dan atau memanen atau memungut hasil hutan di kawasan HLKB; e. Mengangkut, menguasi,

menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan HLKB yang diambil atau dipungut secara tidak sah; f. Melakukan kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang didalam kawasan HLKB tanpa mendapat izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; g. Mengembalakan ternak didalam kawasan HLKB yang tidak ditunjuk khusus untuk maksud tersebut sesuai dengan kawasan peruntukannya; h. Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan didalam kawasan HLKB; i. Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong atau membelah pohon di

dalam kawasan HLKB; j. Membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan didalam kawasan hutan; BAB V PENDANAAN Pasal 10 Sumber-sumber pendanaan pengelolaan HLKB terdiri atas : a. APBD Kota Bontang, APBD Provinsi, APBN; dan atau anggaran pemerintah lainnya; b. Retribusi atas izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan; c. Retribusi pungutan masuk; d. Dana hibah atau sumbangan lainnya yang tidak mengikat; e. Bantuan pihak swasta. BAB VI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 11 (1) Pengawasan dan Pengendalian dilakukan oleh Tim Pengawas

dan Pengendalian (WASDAL) dengan melibatkan Instansi terkait yang dibentuk dengan Keputusan Kepala Daerah. (2) Pihak Swasta pemberi dana atau sumbangan HLKB secara bersama terlibat dalam pengawasan dan pengendalian pengelolaan HLKB. BAB VII HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT Pasal 12 (1) Masyarakat berhak: a. menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan dari kawasan HLKB; b. memperoleh informasi tentang HLKB; c. memperoleh kenikmatan, keindahan dan kenyamanan (tempat rekreasi) pada blok kegitan terbatas; d. memperoleh air bersih dari kawasan HLKB sesuai dengan kapasitas dan keterjangkauan pengelolaan; e. untuk terus dapat melihat keanekaragaman hayati HLKB;

f. terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan dalam pengelolaan. (7) Selain hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masyarakat sekitar kawasan HLKB juga berhak untuk mendapatkan bantuan dan bimbingan dalam rangka meningkatkan pendapatan, fasilitas kesehatan dan pendidikan; (8) Masyarakat disekitar yang telah melakukan kegiatan pertanian yang kehidupannya sangat bergantung dengan kegiatan pertanian didalam kawasan tersebut, dapat diberi kesempatan izin pemanfaatan khusus untuk luasan dan lokasi terbatas dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Pasal 13 Masyarakat berkewajiban untuk : a. memelihara kelestarian fungsi HLKB; b. menyebarluaskan program pemerintah daerah kepada sesama warga / masyarakat; c. melaporkan kawasan yang dimiliki atau dikuasai kepada Pemerintah Daerah; d. menghijaukan minimal 60% dari lahan yang luasan dan izinnya diberikan oleh Kepala Daerah; e. menjaga aset pengelolaan seperti papan pengumuman, pos, kantor dan lain-lain; f. melaksanakan program-program yang sudah diberikan oleh dinas/ instansi terkait secara bertanggung jawab; g. membantu pemerintah dalam pengamanan hutan dari kegiatan penebangan liar, penambangan/pengalian, perambahan, perburuan satwa dan tanaman serta melakukan

upaya-upaya pengaman sekitar hutan; h. membantu melakukan rehabilitasi kawasan hutan. Pasal 14 Dalam melaksanakan pengelolaan, Pemerintah Daerah wajib mendorong peran serta masyarakat termasuk sektor swasta, akademisi, lembaga internasional dan lembaga swadaya masyarakat. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 15 (1) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, b, d, e, f, h, i, dan j, diancam pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 78 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999; (2) Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c, diancam pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 78 Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 (3) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf g, diancam pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 78 Undangundang Nomor 41 Tahun 1999; (4) Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan pasal 13 huruf c,d dan e Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah); (5) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)

adalah kejahatan; (6) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) adalah pelanggaran. BAB IX KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 16 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota diberi wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti sesorang yang diduga melanggar dan memeriksa tanda pengenal diri; d. melakukan penyitaan benda dan atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret tersangka;

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya; i. melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (10) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana BAB X KELEMBAGAAN

Pasal 17 (1) Apabila dipandang perlu untuk mengelola HLKB dibentuk Lembaga Pengelola yang ditetapkan dalam Keputusan Kepala Daerah; (2) Lembaga Pengelola memberikan laporan terbuka secara periodik kepada publik melalui media massa yang meliputi laporan perkembagan kegiatan dan laporan garis besar pengelolaan keuangan. Pasal 18 Lembaga Pengelola (LP) HLKB mempunyai fungsi: a. melakukan upaya terpadu untuk melastarikan fungsi kawasan HLKB; b. terlibat dalam seluruh aktifitas yang dampaknya berkaitan langsung dengan kawasan HLKB; Pasal 19 LP - HLKB mempunyai tugas : a. melakukan penataan dan perencanaan pengelolaan; b. mengatur pemanfaatan dan penggunaan kawasan; c. melakukan rehabilitasi dan reklamasi hutan; d. melakukan perlindungan hutan dan konservasi alam. Pasal 20 (1) LP - HLKB mempunyai kewenangan : a. menyusun program kerja untuk jangka pendek, jangka menengah dan

Pasal 25 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah. Disahkan di Bontang pada tanggal 1 September 2003 WALIKOTA BONTANG ANDI SOFYAN HASDAM Diundangkan di Bontang pada tanggal 2 September 2003 SEKRETARIS DAERAH KOTA BONTANG M. NURDIN LEMBARAN DAERAH KOTA BONTANG TAHUN 2003 NOMOR 7