ANALISA KESTABILAN LERENG AKIBAT VARIASI TINGGI MUKA AIR TANAH (LOKASI DESA KEMUNING KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR)

dokumen-dokumen yang mirip
DISUSUN OLEH : CHRYSTI ADI WICAKSONO ARENDRA HARYO P

PEMBASAHAN. Proses pembasahan (wetting) adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan kadar air di dalam poripori

GRAFIK HUBUNGAN ( angka pori dengan kadar air) Pada proses pengeringan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Dosen pembimbing : Disusun Oleh : Dr. Ir. Ria Asih Aryani Soemitro,M.Eng. Aburizal Fathoni Trihanyndio Rendy Satrya, ST.

KOMPOSISI TANAH. Komposisi Tanah 2/25/2017. Tanah terdiri dari dua atau tiga fase, yaitu: Butiran padat Air Udara MEKANIKA TANAH I

Oleh: Dewinta Maharani P. ( ) Agusti Nilasari ( ) Bebby Idhiani Nikita ( )

C I N I A. Karakteristik Fisik Dan Mekanik Tanah Residual Balikpapan Utara Akibat Pengaruh Variasi Kadar Air

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Keaktifan lereng adalah proses perpindahan masa tanah atau batuan 1 1. PENDAHULUAN. Ha %

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

BAB III LANDASAN TEORI

ABSTRAK

TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI. 1. Soal : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? Jawab : butiran tanah, air, dan udara.

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI

III. METODE PENELITIAN. Tanah yang akan di gunakan untuk penguujian adalah jenis tanah lempung

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova

ANALISA KESTABILAN LERENG GALIAN AKIBAT GETARAN DINAMIS PADA DAERAH PERTAMBANGAN KAPUR TERBUKA DENGAN BERBAGAI VARIASI PEMBASAHAN PENGERINGAN

STUDI PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK, MEKANIK DAN DINAMIK TERHADAP SIKLUS PEMBASAHAN PADA TANAH LERENG DENGAN KEDALAMAN 5-20M DI NGANTANG MALANG

PENGUJIAN PARAMETER KUAT GESER TANAH MELALUI PROSES STABILISASI TANAH PASIR MENGGUNAKAN CLEAN SET CEMENT (CS-10)

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada

BAB III LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN TANAH PUTIH TONGGO (FLORES) DENGAN ABU SEKAM PADI UNTUK STABILISASI TANAH DASAR BERLEMPUNG PADA RUAS JALAN NANGARORO AEGELA

KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

I. PENDAHULUAN. bahan organik dan endapan endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di

PENGARUH PENAMBAHAN KAPUR TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG

KLASIFIKASI TANAH SI-2222 MEKANIKA TANAH I

2.8.5 Penurunan Kualitas Udara Penurunan Kualitas Air Kerusakan Permukaan Tanah Sumber dan Macam Bahan Pencemar

I. PENDAHULUAN. Dalam perencanaan dan pekerjaan suatu konstruksi bangunan sipil tanah

KARAKTERISITIK KUAT GESER TANAH MERAH

PENGARUH PENAMBAHAN TANAH GADONG PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN SEMEN (Studi Kasus Kerusakan Jalan Desa Jono, Tanon, Sragen)

TANAH LEMPUNG NON EKSPANSIF

III. KUAT GESER TANAH

Tanah dan Batuan. Definisi. TKS 4406 Material Technology I

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

PENGARUH SIKLUS PENGERINGAN DAN PEMBASAHAN TERHADAP SIFAT FISIK, MEKANIK DAN DINAMIK PADA TANAH TANGGUL SUNGAI BENGAWAN SOLO CROSS SECTION

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MEKANIKA TANAH SIFAT INDEKS PROPERTIS TANAH MODUL 2. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN TANAH LEMPUNG PADA TANAH PASIR PANTAI TERHADAP KEKUATAN GESER TANAH ABSTRAK

PENGARUH KADAR LEMPUNG DAN KADAR AIR PADA SISI BASAH TERHADAP NILAI CBR PADA TANAH LEMPUNG KEPASIRAN (SANDY CLAY)

Pemodelan Infiltrasi Air ke Dalam Tanah dengan Alat Kolom Infiltrasi untuk Menghitung Koefisien Permeabilitas Tanah Tidak Jenuh (k w ) ABSTRAK

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SIKLUS BASAH KERING PADA SAMPEL TANAH TERHADAP NILAI ATTERBERG LIMIT

PENGARUH KUAT TEKAN DAN KUAT GESER SAMPEL DRYSIDE OF OPTIMUM (KERING OPTIMUM) DAN WETSIDE OF OPTIMUM (BASAH OPTIMUM) PADA TANAH LEMPUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR

Himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yg relatif lepas (loose) yg terletak di atas batuan dasar (bedrock) Proses pelapukan batuan atau

2. Kekuatan Geser Tanah ( Shear Strength of Soil ), parameternya dapat diperoleh dari pengujian : a. Geser Langsung ( Direct Shear Test ) b.

A.S.P Jurnal Volume 1 Nomor 1, Mei 2012

Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa

KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF (Studi Kasus di Desa Tanah Awu, Lombok Tengah)

BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Stabilisasi Tanah 3.2. Analisis Ukuran Butiran 3.3. Batas-batas Atterberg

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO...

PENGARUH PROSES PEMBASAHAN TERHADAP PARAMETER KUAT GESER c, ϕ DAN ϕ b TANAH LANAU BERPASIR TAK JENUH ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam.

PENGARUH PENAMBAHAN FIBER (SERAT POLYPROPYLENE) TERHADAP KUAT GESER TANAH GAMPONG MANE KRUENG

ANALISA PENGGUNAAN TANAH KERIKIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH UNTUK LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA

matematis. Jika diamati contoh tanah yang berbentuk kubus dengan dimensi-

PENGARUH WAKTU PEMERAMAN TERHADAP KAPASITAS TARIK MODEL PONDASI TIANG BAJA UJUNG TERTUTUP PADA TANAH KOHESIF

Bab 1. Pendahuluan Pengaruh variasi kepadatan awal terhadap perilaku kembang susut tanah lempung ekspansif di Godong -Purwodadi

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

STUDI PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK, MEKANIK DAN DINAMIK TANAH TERHADAP SIKLUS PEMBASAHAN DAN PENGERINGAN PADA TANAH PERMUKAAN LERENG NGANTANG MALANG

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

KORELASI KAPASITAS DUKUNG MODEL PONDASI TELAPAK BUJUR SANGKAR DENGAN LUAS PERKUATAN GEOTEKSTIL (STUDI LABORATORIUM) Muhammad. Riza.

MODUL 4,5. Klasifikasi Tanah

sangat dipengaruhi oleh besarnya janngan muatan negatif pada mineral, tipe,

Karakteristik Kuat Geser Puncak, Kuat Geser Sisa dan Konsolidasi dari Tanah Lempung Sekitar Bandung Utara

I. PENDAHULUAN ANAH adalah pondasi pendukung suatu bangunan atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri[1]. Untuk

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH BENTUK DASAR MODEL PONDASI DANGKAL TERHADAP KAPASITAS DUKUNGNYA PADA TANAH PASIR DENGAN DERAJAT KEPADATAN TERTENTU (STUDI LABORATORIUM)

KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG YANG DITAMBAHKAN SEMEN DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI SUBGRADE JALAN. (Studi Kasus: Desa Carangsari - Petang - Badung)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai

Jurnal Fropil Vol 1 Nomor 2. September- November 2013 PEMANFAATAN LIMBAH SABUT KELAPA SAWIT INTUK MENINGKATKAN KEKUATAN TANAH

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok

BAB III LANDASAN TEORI. Boussinesq. Caranya dengan membuat garis penyebaran beban 2V : 1H (2 vertikal

BAB IV SIMULASI PENGARUH PERCEPATAN GEMPABUMI TERHADAP KESTABILAN LERENG PADA TANAH RESIDUAL HASIL PELAPUKAN TUF LAPILI

INVESTIGASI SIFAT FISIS, KUAT GESER DAN NILAI CBR TANAH MIRI SEBAGAI PENGGANTI SUBGRADE JALAN ( Studi Kasus Tanah Miri, Sragen )

ALTERNATIF PERKUATAN TANAH LEMPUNG LUNAK (SOFT CLAY), MENGGUNAKAN CERUCUK DENGAN VARIASI PANJANG DAN DIAMETER CERUCUK

PEMANFAATAN KAPUR DAN FLY ASH UNTUK PENINGKATAN NILAI PARAMETER GESER TANAH LEMPUNG DENGAN VARIASAI LAMA PERAWATAN

Estimasi Odds Ratio Model-1

KESIMPULAN DAN SARAN

PENGGUNAAN LIMBAH BATU BATA SEBAGAI BAHAN STABILISASI TANAH LEMPUNG DITINJAU DARI NILAI CBR. Hairulla

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. tanggul, jalan raya, dan sebagainya. Tetapi, tidak semua tanah mampu mendukung

STUDI PENGARUH ASPAL CUT-BACK TERHADAP NILAI CBR TANAH LEMPUNG

Transkripsi:

ANALISA KESTABILAN LERENG AKIBAT VARIASI TINGGI MUKA AIR TANAH (LOKASI DESA KEMUNING KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR) DISUSUN OLEH : ANDIKA ZAIN N 3107 100 536 YERRY KAHADITU F 3107 100 538

LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH TUJUAN BATASAN MASALAH MANFAAT PENELITIAN

LATAR BELAKANG

RUMUSAN MASALAH Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini mencangkup beberapa hal sebagaimana berikut : Bagaimana pengaruh pembasahan terhadap perubahan kadar air (w),angka pori (e), dan derajat kejenuhan (Sr) dengan kepadatan dan kadar air kondisi initial lapangan. Bagaimana pengaruh perubahan kadar air akibat proses pembasahan terhadap tegangan air pori negatife (suction) dan parameter tegangan geser tanah (c). Bagaimana perubahan angka keamanan lereng (SF) akibat pembasahan pada berbagai kondisi kadar air yang berbeda. Bagaimana permodelan pada kelongsoran.

TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui perubahan kadar air akibat pembasahan terhadap parameter fisik yaitu kadar air (w), angka pori (e), derajat kejenuhan (Sr) dari kondisi initialnya. Untuk mengetahui pengaruh pembasahan tanah terhadap perubahan tegangan air pori negatif (suction) dan tegangan geser (c) pada tanah. Untuk mengetahui proses pembasahan terhadap angka keamanan (SF) stabilitas tanah dasar dengan disertai simulasi model dengan bantuan program komputer. Untuk mengetahui permodelan kelongsoran yang terjadi akibat pengaruh pembasahan dengan bantuan GEO SLOPE.

BATASAN MASALAH Untuk mendapatkan hasil penelitian yang memadai, tinjauan dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut : Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah undisturb yang diambil dari 4 titik didaerah lereng Desa Kemuning, Kab.Jember dengan pengambilan sampel tiap 2 meter sampai kedalaman 30 meter. Proses pembasahan dilakukan dengan cara menambahkan air kedalam benda uji, hingga kadar air benda uji menjadi ; Wi+25%(Wsat-Wi), Wi+50%(Wsat-Wi), Wi+75%(Wsat-Wi), Wi+100%(Wsat-Wi),dan Wi adalah kadar air asli lapangan dan Wsat adalah kadar air kondisi jenuh. Dalam penelitian ini dipakai studi parametrik,disertai studi analisis model dengan bantuan GEO SLOPE untuk mendapatkan gambaran perilaku kelongsoran. Kuat geser tanah diukur langsung menggunakan alat uji geser langsung (direct shear test),untuk pengukuran suction digunakan kertas whatman No.42.

MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan gambaran tentang parameter fisik tanah, visualisasi kelongsoran lereng, dan mekanik tanah seperti angka pori, derajat kejenuhan, tegangan air pori negatif dan kekuatan geser pada tanah asli dan tanah yang telah dikondisikan pada berbagai variasi kadar air akibat dari proses pengulangan siklus pembasahan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PARTIKEL PARTIKEL TANAH TANAH LANAU TANAH LEMPUNG KONSISTENSI TANAH TANAH TIDAK JENUH AIR PENGUKURAN SUCTION UJI GESER LANGSUNG PROSES PEMBASAHAN PEMPROGRAMAN GEO - SLOPE

PARTIKEL PARTIKEL TANAH Tanah memiliki berbagai ukuran butiran dan dikelompokkan sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Kerikil adalah kepingan-kepingan dari batuan yang kadang-kadang juga mengandung partikel-partikel mineral quartz, feldspar,dan mineral lainnya. Begitu pula dengan pasir, sebagian besar terdiri dari mineral quartz dan feldspar, serta mungkin juga terdapat mineral lainnya. Sedangkan lanau sebagian besar merupakan fraksi mikroskopis dari tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz yang sangat halus, dan sejumlah partikel berbentuk lempengan lempengan pipih yang merupakan pecahan dari mineral mika. Dan berikutnya adalah lempung yang sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan submikroskopis yang berbentuk lempengan lempengan pipih yang merupakan partikel dari mika, mineral-mineral lempung, dan mineral mineral yang sangat halus lainnya. Selain itu lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm. Namun demikian, dibeberapa kasus, partikel berukuran antara 0,002-0,005 mm juga masih digolongkan sebagai partikel lempung. (Das, B.M, 1985)

TANAH LANAU Menurut Bowles (1991), yang dikatakn tanah lanau adalah partikel partikel mineral yang ukrannya berkisar antara maksimum 0,05 mm sampai 0,074 mm. Tanah lanau biasanya menunjukkan kohesi atau tarikan pertikel dan adhesi serta dapat juga kohesi semu. Umumnya kohesi pada tanah lanau disebakan oleh partikel partikel lempung yang tersbar diseluruh massa tanah tersebut. Seringkali sejumlah kecil (5% - 8%) partikel lempungpun akan memberiakan karakteristik lempung yang berpengaruh pada lanau. Lanau pada umumnya bukan merupakan bahan pondasi yang baik, kecualai jika kering atau telah mengalami kompresi yang tiinggi sehingga menjadi batuan sedimenter (batu lanau) tanah lanau biasanya lepas dan sangat kompresibel. (Mitcell, 1976), sama halnya dengan kerikil dan pasir, sebagian besar frakasi lanau tersusun atas mineral bukan lempung Menurut Mitchell (1976), batuan beku yang merupakan smber material pembentuk tanah, mengandung mineral feldspar (sekitar 60%), dan pyroxenes beserta amphybol sekitar 17%. Selain feldspar dan amphybol, batuan beku juga mengandung quartz sekitar 12%, mika 4% dan mineral lainnya sekitar 8%. Berdasarkan klasifikasi AASHTO (American Association of Stage Highway and Transportstion Officials) dan USCS (Unified Soils Classificatin System), lanau dan lempung tergolong kedalam material berbutir halus.

TANAH LEMPUNG Lempung (Clay) sebagian besar teridiri dari partikel mikroskopis dan sub mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan lempengan pipih dan merupakan partikel partikel dari mika, mineral mineral lempung yang merupakan senyawa alumunium silikat yang kompleks dan mineral mineral yang sangat halus lainnya. Lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm (=2 mikron). Namun dibeberapa kasus partikel berkuran 0,002 mm sampai 0,005 mm juga masih digolongkan sebagai partikel lempung. Disini tanah diklasifikasikan sebagai lempung (hanya berdasarkan pada ukuran partikelnya)tapi belum tentu tanah dengan ukuran partikel lempung tersebut juga mengandung mineral mineral lempung (clay minerals). Dari segi mineral yang disebut tanah lem[ung (dan mineral lempung) adalah yang mempunyai partikel mineral mineral tertentu yang menghasilkan sifat sifat plastis pada tanah bila bercampur dengan air (Grim, 1953).

KONSISTENSI TANAH Menurut Attenberg, jika kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung dalam tanah, tanah dapat dipisahkan menjadi 4 keadaan dasar, yaitu : padat, semipadat, plastis, dan cair. Menurut Attenberg (1911), kadar air dinyatakan dalam persen, dimana terjadi transisi dari keadaan padat ke semi padat didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit). Kadar air dimana transisi dari keadaan semipadat ke plastis dinamakan sebagai batas plastis (plastic limit). Dan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair (liquid limit). Batas-batas ini dikenal dengan batas batas Attenberg. (Das, B.M, 1985) Konsistensi lempung dan tanah kohesif lainnya biasanya dinyatakan dengan istilah lunak, sedang, kaku, atau keras. Ukuran kuantitatif konsistensi yang paling langsung adalah beban per satuan luas dimana contoh tanah bebas (unconfined) berbentuk silinder atau prismatik runtuh dalam uji pemampatan sederhana. Besaran ini dikenal sebagai kekuatan kompresif bebas (unconfined compressive strength) tanah. Nilai kekuatan kompresif yang berkaitan dengan aneka derajat konsistensi, beserta identifikasi lapangannya dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2. Sedangkan nilai-nilai perkiraan daya dukung aman untuk tanah lempung dapat dilihat pada Tabel 2.3. (Terzaghi, K., dan R.B. Peck 1993)

Tabel 2.1. Konsistensi Lempung dalam Bentuk Kekuatan Kompresif Bebas Konsistensi Tanah Lempung Sangat lunak Lunak Sedang Kaku Sangat kaku Keras Qu (kg/cm 2 ) < 0,25 0,25-0,5 0,5-1,0 1,0-4,0 2,0-4,0 > 4 (Terzaghi, K., dan R.B. Peck, 1993)

Tabel 2.2. Identifikasi di Lapangan Terhadap Konsistensi Tanah Konsistensi Tanah Lempung Sangat lunak Lunak Sedang Kaku Sangat kaku Identifikasi di lapangan Meleleh diantara jari-jari tangan ketika diperas Dapat diremas dengan mudah. Dapat diremas dengan tekanan jari yang kuat Tidak dapat diremas dengan jari, dapat digencet dengan ibu jari. Dapat digencet dengan kuku ibu jari. (Craig, R.F, 1987)

Tabel 2.3. Hubungan Nilai N, Konsistensi Tanah Lempung dan Kekuatan Kompresif Bebas Konsistensi Tanah Lempung Sangat lunak Lunak Menengah Kaku Sangat kaku Keras N < 2 2 4 4 8 8 15 15 30 < 30 qu (kg/cm 2 ) < 0,25 0,25-0,5 0,5-1,0 1,0-4,0 2,0-4,0 > 4 (Terzaghi, K., dan R.B. Peck, 1993)

TANAH TIDAK JENUH AIR Tanah di alam dapat dibagi menjadi dua kondisi, yakni tanah yang mengalami kondisi jenuh sempurna (fully saturated), dan tanah yang mengalami jenuh sebagian (partially saturated). Kondisi kejenuhan yang berbeda ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan fase didalam struktur partikel partikel yang membentuk suatu massa tanah. Pada kondisi tanah jenuh sempurna, pori pori tanah. Sedangkan pada tanah yang jenuh sebagian, maka pori pori tanah sebagian terisi fase udara dan sebagian terisi fase air dan berat volume dan berat tiap fase sangat berguna untuk menggambarkan dan mengevaluasi sifat sifat fisis dari tanah. Volume total tanah yang ditampilkan secara skematis dalam Gambar 2.1 adalah jumlah volume pori (Vv) dan volume bahan padat (Vs). Volume pori adalah jumlah dari volume gas (Va) dan volume air (Vw).

PENGUKURAN SUCTION

Grafik Kalibrasi suction untuk dua jenis kertas filter (Fredlund dan Raharjo, 1993)

UJI GESER LANGSUNG Gambar Alat Uji Direct Shear

PEMBASAHAN Proses pembasahan (wetting) adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan kadar air di dalam poripori suatu massa tanah.

Proses Pembasahan

PEMPROGRAMAN GEO SLOPE Parameter Input Data Program Geo-Slope Perhitungan dengan Program SLOPE/W

Contoh Program Slope/W

BAB III METODOLOGI Mulai Persiapan Penelitian: 1.Studi literatur 2.Review penelitian terdahulu Penelitian Lapangan (Sondir, Bor dalam, SPT sampai 30m) Lokasi Penelitian : Desa Kemuning Jember 1. Tanah sampai kedalaman 30m 2. Sampel Undisturbed Penelitian Laboratorium: Identifikasi prop indeks (Kadar air dan konsistensi, Volumetri-gravimetri, Pembagian butir); prop kuat geser (kohesi dan sudut geser tanah ). Proses wetting

Proses Wetting w = wi w = wi + 25%(wsat wi) w = wi + 50% (wsat - wi) w = wi + 75% (wsat - wi) w = wi + 100% (wsat - wi) Pengujian Prop. Indeks Pengujian Prop. Kuat Geser Pengukuran Kertas Filter Kadar air, derajat kejenuhan, berat volume, angka pori Kohesi dan sudut geser dalam Tegangan air pori negatif Input data kedalam program Geo Slope dengan parameter berupa Berat volume, Kohesi, dan Sudut Geser dalam. Kurva Hubungan Antara Kadar Air, Angka Pori,suction, Kohesi, Sudut Geser. Analisis : 1.Perilaku Tanah Pada Kedalaman 30m 2.Penyusunan Laporan KESIMPULAN SELESAI

BAB IV HASIL PENELITIAN LABORATORIUM KEDALAMAN ( m ) KONDISI TANAH ASLI C Φ e w γ ( kg/cm 2 ) ( º ) ( % ) ( gr/cc ) Lapisan 1 ( 1.50-2.00 ) 0.165 40.600 2.086 58.74 1.30 Lapisan 2 ( 3.50-4.00 ) 0.336 35.905 1.865 54.98 1.38 Lapisan 3 ( 5.50-6.00 ) 0.186 47.648 1.768 53.14 1.44 Lapisan 4 ( 7.50-8.00 ) 0.242 32.538 1.870 56.27 1.39 Lapisan 5 ( 9.50-10.00 ) 0.217 45.200 2.637 45.78 1.52 Lapisan 6 ( 11.50-12.00 ) 0.235 42.984 2.342 40.98 1.60 Lapisan 7 ( 13.50-14.00 ) 0.217 50.405 2.413 41.29 1.54 Lapisan 8 ( 15.50-16.00 ) 0.301 41.048 2.564 41.48 1.49 Lapisan 9 ( 17.50-18.00 ) 0.116 46.900 2.564 49.16 1.55 Lapisan 10 ( 19.50-20.00 ) 0.144 43.308 2.522 40.62 1.57 Lapisan 11 ( 21.50-22.00 ) 0.193 56.257 2.492 53.92 1.37 Lapisan 12 ( 23.50-24.00 ) 0.14 49.261 2.375 63.83 1.39 Lapisan 13 ( 25.50-26.00 ) 0.256 45.905 2.391 70.30 1.41 Lapisan 14 ( 27.50-28.00 ) 0.217 46.092 2.425 58.72 1.48 Lapisan 15 ( 29.50-30.00 ) 0.203 42.984 2.608 64.59 1.48

Proses Pembasahan KEDALAMAN ( m ) KONDISI TANAH KONDISI TANAH 25% 50% C Φ e w γ C Φ e w γ ( kg/cm 2 ) ( º ) ( % ) ( gr/cc ) ( kg/cm 2 ) ( º ) ( % ) ( gr/cc ) Lapisan 1 ( 3.50-4.00 ) 0.189 47.518 2.246 77.77 1.40 0.168 34.683 2.176 78.59 1.43 Lapisan 2 ( 7.50-8.00 ) 0.220 29.423 1.584 56.51 1.28 0.196 25.080 1.421 61.48 1.41 Lapisan 3 ( 11.50-12.00 ) 0.210 40.958 1.211 49.53 1.58 0.180 30.922 1.277 53.81 1.58 Lapisan 4 ( 15.50-16.00 ) 0.109 45.791 1.617 52.30 1.49 0.098 32.129 1.783 58.05 1.46 Lapisan 5 ( 19.50-20.00 ) 0.165 48.593 1.328 43.81 1.56 0.086 40.265 1.625 57.96 1.52 Lapisan 6 ( 23.50-24.00 ) 0.186 34.294 1.843 67.08 1.40 0.130 33.862 1.889 71.70 1.41 Lapisan 7 ( 27.50-28.00 ) 0.170 36.907 1.739 65.66 1.47 0.160 26.839 1.769 67.97 1.47

Proses Pembasahan KEDALAMAN ( m ) KONDISI TANAH KONDISI TANAH 75% 100% C Φ e w γ C Φ e w γ ( kg/cm 2 ) ( º ) ( % ) ( gr/cc ) ( kg/cm 2 ) ( º ) ( % ) ( gr/cc ) Lapisan 1 ( 3.50-4.00 ) 0.116 33.425 2.064 78.84 1.49 0.100 32.579 2.036 79.16 1.51 Lapisan 2 ( 7.50-8.00 ) 0.158 23.557 1.408 64.09 1.44 0.090 21.504 1.391 65.62 1.47 Lapisan 3 ( 11.50-12.00 ) 0.140 30.114 1.277 54.05 1.58 0.100 29.249 1.291 54.74 1.58 Lapisan 4 ( 15.50-16.00 ) 0.221 30.114 1.678 61.26 1.54 0.086 27.294 1.609 62.52 1.60 Lapisan 5 ( 19.50-20.00 ) 0.177 27.067 1.799 67.48 1.51 0.091 26.839 1.882 74.29 1.53 Lapisan 6 ( 23.50-24.00 ) 0.144 25.080 1.927 75.66 1.43 0.126 20.957 2.032 85.12 1.45 Lapisan 7 ( 27.50-28.00 ) 0.140 25.080 1.785 70.54 1.48 0.120 16.331 1.901 78.32 1.49

BAB V PEMBAHASAN Hubungan Pembasahan Dengan Kadar Air 100.00 Kadar Air (%) 80.00 60.00 40.00 20.00 Kedalaman 3,5-4,0 m Kedalaman 7,5-8,0 m Kedalaman 11,5-12,0 m Kedalaman 15,5-16,0 m Kedalaman 19,5-20,0 m Kedalaman 23,5-24,0 m Kedalaman 27,5-28,0 m 0.00-10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Pembasahan (%)

Hubungan Pembasahan Dengan Derajat Kejenuhan (Sr) 125.00 Derajat Kejenuhan (Sr) 100.00 75.00 Kedalaman 3,5-4,0 m Kedalaman 7,5-8,0 m Kedalaman 11,5-12,0 m Kedalaman 15,5-16,0 m Kedalaman 19,5-20,0 m Kedalaman 23,5-24,0 m Kedalaman 27,5-28,0 m 50.00-10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Pembasahan (%)

Hubungan Pembasahan Dengan Angka Pori (e) 2.50 Angka Pori (e) 2.00 1.50 1.00 0.50 Kedalaman 3,5-4,0 m Kedalaman 7,5-8,0 m Kedalaman 11,5-12,0 m Kedalaman 15,5-16,0 m Kedalaman 19,5-20,0 m Kedalaman 23,5-24,0 m Kedalaman 27,5-28,0 m 0.00-10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Pembasahan (%)

Hubungan Pembasahan Dengan Kohesi (c) Kohesi (c) 0.31 0.21 0.11 Kedalaman 3,5-4,0 m Kedalaman 7,5-8,0 m Kedalaman 11,5-12,0 m Kedalaman 15,5-16,0 m Kedalaman 19,5-20,0 m Kedalaman 23,5-24,0 m Kedalaman 27,5-28,0 m 0.01-10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Pembasahan (%)

Hubungan Pembasahan Dengan Sudut Geser Dalam (Ø) 60.00 Sudut Geser Dalam (Ø) 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 Kedalaman 3,5-4,0 m Kedalaman 7,5-8,0 m Kedalaman 11,5-12,0 m Kedalaman 15,5-16,0 m Kedalaman 19,5-20,0 m Kedalaman 23,5-24,0 m Kedalaman 27,5-28,0 m 0.00-10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Pembasahan (%)

Permodelan Lereng 0.370 0.275 E le va si ( m ) 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 Jarak ( m ) Elevasi ( m ) 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Jarak ( m ) Kemiringan Lereng : 30 0 SF : 0.370 Kemiringan Lereng : 45 0 SF : 0.275

0.141 0.122 Elevasi ( m ) 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Jarak ( m ) Elevasi ( m ) 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Jarak ( m ) Kemiringan Lereng : 60 0 SF : 0.141 Kemiringan Lereng : 90 0 SF : 0.122

Hubungan SF dengan Kemiringan Lereng 3 Angka Keamanan 2.5 2 1.5 1 0.5 AMAN LONGSOR Kondisi Initial Pembasahan 25% Pembasahan 50% Pembasahan 75% Pembasahan 100% Kombinasi 1 Kombinsai 2 Kombinasi 3 Kombinasi 4 Kombinasi 5 Kombinasi 6 0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 Kemiringan Lereng

Kesimpulan 1. Dari proses pembasahan benda uji dilaboratorium diketahui bahwa parameter kadar air ( Wc ), angka pori ( e ), dan derajat kejenuhan ( Sr ) nilainya cenderung meningkat. 2. Sedangkan untuk parameter tegangan air pori negatif ( suction ), tegangan kuat geser tanah ( c ), dan sudut geser dalam ( Ø ) nilainya cenderung menurun setelah dilakukannya proses pembasahan. 3. Dari simulasi permodelan lereng yang disertai proses pembasahan didapat angka keamanan ( SF ) yang berbeda.hubungan kemiringan lereng dengan angka keamanan yang ditinjau sesuai dengan lapisan tanah di lapangan menunjukan kemiringan maksimum sebagai berikut : Kondisi initial Kemiringan lereng maksimum yang di ijinkan adalah 70º Kondisi pembasahan 25 % Kemiringan lereng maksimum yang di ijinkan adalah 57º Kondisi pembasahan 50 % Kemiringan lereng maksimum yang di ijinkan adalah 45º Kondisi pembasahan 75 % Kemiringan lereng maksimum yang di ijinkan adalah 42º Kondisi 100 % Terjadi kelongsoran lereng seutuhnya. Kondisi kombinasi 6 Kemiringan lereng maksimum yang di ijinkan adalah 43º

Saran Setelah pengambilan bahan uji dari lapangan sebaiknya segera mungkin dilakukan pengujian parameter-parameter tanah di laboratorium agar kondisi tanah tidak berubah akibat faktor suhu yang berbeda. Pada proses pembasahan diperlukan ring besi yang berukuran sama dengan ukuran alat pengujian direct shear sebab jika menggunakan pipa PVC terlalu banyak perlakuan terhadap tanah. Mempelajari terlebih dahulu pemograman GEO-SLOPE sebelum mengoperasikan software ini.

TERIMA KASIH