BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas

dokumen-dokumen yang mirip
10. KETENTUAN TENTANG KE-PPAT-AN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 1998 tanggal 5 Maret 1998)

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR : 4 TAHUN 1999

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat (Margono Slamet, 1985:15). Sedangkan W.J.S Poerwadarminta

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan pada bab sebelumnya, maka. dapat disimpulkan bahwa:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. Akta Tanah. 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa Pejabat Pembuat

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR TAHUN 2010 NOMOR 25 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

TENTANG` BUPATI PATI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI SERI A. 20 Desember 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

POSBAKUMADIN CIREBON

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 17 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BAB III KEABSAHAN AKTA HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

BUPATI BANDUNG BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH A. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam pengelolaan bidang pertanahan di Indonesia, terutama dalam kegiatan pendaftaran tanah, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), merupakan pejabat umum yang menjadi mitra instansi Badan Pertanahan Nasional (BPN) guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas bidang tanah yang dilakukan oleh subjek hak yang bersangkutan yang dituangkan dalam suatu akta otentik. Secara normatif, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun, atau membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang akan dijadikan dasar pendaftarannya, hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 juncto Pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah 24 Tahun 1997. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) juga dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, yang menjelaskan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pemberian hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 21

22 Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pengaturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PPAT terbagi dalam beberapa kategori yaitu : 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara Pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dan Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta didaerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) 2. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Khusus Pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi negara sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri. Dalam pembuatan akta otentik, maka ada persyaratan formal yang harus dipenuhi antara lain harus dibuat oleh pejabat umum yang khusus diangkat untuk itu dengan akta yang dibuat dalam bentuk tertentu, sehingga dapat dipastikan bahwa tindakan dalam pembuatan akta didasarkan atas hukum yang berlaku, aktanya dapat dijadikan sebagai dasar telah dilakukannya perbuatan hukum tersebut secara sah dan dapat dijadikan alat pembuktian di depan hukum.

23 Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan perndaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanag atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Hal ini sesuai dengan tugas pokok dan kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri, dan PPAT diangkat untuk satu daerah kerja tertentu. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berhenti menjabat sebagai PPAT dengan alasan karena meninggal dunia, telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun, diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai Notaris dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang lain daripada daerah kerjanya sebagai PPAT, atau diberhentikan oleh Menteri. 20 Dasar hukum yang dijadikan pedoman teknis dalam pelaksanaan tugas PPAT adalah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960, Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah serta peraturan pelaksanaannya. 20 Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

24 B. Pihak-Pihak Yang Dapat Diangkat Menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ditetapkan tanggal 5 Maret 1998 dan ketentuan pelaksanaannya dituangkan dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006. Dalam peraturan tersebut lebih gamblang dijelaskan bahwa PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Pejabat Pembuat Akta Tanah dibagi ke dalam tiga kategori, yakni : 21 1. PPAT Biasa, yaitu PPAT yang diangkat untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta, yang memenuhi syarat tertentu (dapat merangkap sebagai Notaris, konsultan atau penasehat hukum) 2. PPAT Sementara, yaitu PPAT yang diangkat untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT (Camat atau Kepala Desa). 3. PPAT Khusus, yaitu PPAT yang diangkat untuk melayani pembuatan akta tertentu atau untuk golongan masyarakat tertentu (Kepala Kantor Pertanahan). Tugas pokok PPAT adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang akan dijadikan dasar bagi 21 Muhammad Hasyim Soska, Tentang PPAT, http://hasyimsoska.blogspot.com/2012/02/tentang-ppat.html, akses tanggal 12 Mei 2012.

25 pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Dan ada pula syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat diangkat menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut, yaitu sebagai berikut : 22 1. Kewarganegaraan Indonesia; 2. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun; 3. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh Instansi Kepolisian setempat; 4. Belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatabn hukum tetap;\ 5. Sehat jasmani dan rohani; 6. Lulusan program pendidikan spesialis notariat atau program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tinggi; 7. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional. C. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah Tugas pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar sebagai pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum 22 Pasal 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

26 itu.perbuatan Hukum mengenai hak atas tanah yang dapat dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut antara lain : 1. Jual Beli; 2. Tukar menukar; 3. Hibah; 4. Pemasukan ke dalam perusahaan; 5. Pembagian hak bersama; 6. Pemberian Hak Guna Bangunan / Hak Pakai atas tanah Hak Milik; 7. Pemberian hak tanggungan; 8. Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah yang terletak di dalam daerah kerjanya. PPAT dalam melaksanakan tugasnya diharuskan untuk : 1. Berkantor di satu kantor dalam daerah kerjanya sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan pengangkatan, dan diharuskan diharuskan memasang papan nama jabatan PPAT Sementara, dengan rincian sebagai berikut : a. Ukuran 100 x 40 cm atau 150 x 60 cm atau 200 x 50 cm b. Warna dasar dicat putih tulisan hitam c. Bentuk huruf Kapital 2. Mempergunakan kop surat dan sampul dinas PPAT dengan letak penulisan dan warna tertentu. 3. Mempergunakan stempel jabatan PPAT.

27 Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, dan akta pembagian hak bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang tidak semuanya terletak di dalam daerah kerja seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang haknya menjadi perbuatan hukum dalam akta. Hal tersebut terdapat di dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pengaturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dalam pelaksanaan tugasnya PPAT mempunyai Hak dan kewajiban, yakni 1. Hak PPAT adalah : a. menerima uang jasa (honorarium) termasuk uang jasa (honorarium) saksi tidak melebihi 1% (satu persen) dari harga transaksi; b. memperoleh cuti. 2. Kewajiban PPAT adalah : a. mengangkat sumpah jabatan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kab/Kota setempat; b. berkantor dalam daerah kerjanya dengan memasang papan nama; c. membuat, menjilid dan memelihara daftar-daftar akta, akta-akta asli, warkah warkah pendukung, arsip laporan dan surat-surat lainnya yang menjadi protokol PPAT; d. Hanya dapat menandatangani akta peralihan hak atas tanah dan atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);

28 e. Menyampaikan laporan bulanan mengenai semua akta yang dibuatnya selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya kepada: 1) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya; 2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; 3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak; 4) Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi. Selain wewenang yang dipegang oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), adapun larangan bagi PPAT dalam melakukan pekerjaan, yaitu : 1. dilarang membuat akta untuk dirinya sendiri, suami atau istrinya, keluarga sedarah dalam garis lurus vertikal tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke samping derajat kedua, menjadi para pihak atau kuasa. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998; 2. PPAT dilarang merangkap jabatan atau profesi sebagai pengacara atau advokat dan pegawai negeri atau pegawai Badan Usaha Milik Negara/Daerah, sesuai dengan isi dari Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. Apabila PPAT tidak mentaati hal-hal yang dilarang dalam melakukan pekerjaannya, adapun ketentuan sanksi yang diberikan ketika PPAT yang melakukan pelanggaran : 1. Sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT, dikenakan tindakan administratif berupa teguran tertulis sampai dengan pemberhentian

29 jabatannya sebagai PPAT, sesuai dengan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 jo. Pasal 37 PMNA/KBPN No. 4 Tahun 1999; 2. Sanksi atas pelanggaran tidak menyampaikan laporan bulanan, dikenakan denda sebesar Rp. 250.000,- setiap laporan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tamah. Pengangkatan PPAT saat ini adalah berasal dari Notaris, artinya dipundak ada dua jabatan, selaku Notaris dan selaku PPAT. Selaku Notaris seseorang harus mempedomani Undang Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris beserta peraturan pelaksanaannya dan harus tunduk pada pejabat Departemen Kehakiman dan HAM, sedangkan selaku PPAT harus mempedomani Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria beserta peraturan pelaksanaannya dan tunduk dan patuh pada pejabat Badan Pertanahan Nasional. Dalam hal ini bermakna bahwa terdapat dua payung hukum yang harus dipatuhi oleh seseorang yang bertindak dalam dua jabatan. Dalam pelaksanaan tugasnya selaku PPAT/Notaris, maka segala tindakannya yang berkaitan dengan pelaksanaan kewajibannya dalam pembuatan akta PPAT akan diawasi oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat, termasuk pemeriksaan terhadap pembuatan akta, pengadaan dan pengisian protokol serta pelaksanaan segala kewajiban yang telah ditentukan, oleh karena itu sebelum melaksanakan tugas sebagai PPAT, hendaknya saudara berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kantor Pertanahan. Bahwa dalam setiap membuatkan akta PPAT, lakukan koordinasi dengan Kantor Pertanahan setempat guna mendapatkan

30 informasi tentang status tanah yang akan dibuatkan aktanya, apakah tanah tersebut benar-benar telah terdaftar atau apakah data yuridis dan data fisik yang ada dalam sertifikat tanah tersebut sesuai dengan data yang ada pada buku tanah di Kantor Pertanahan. Penyesuaian data dalam sertifikat dengan data dalam buku tanah tersebut lebih dikenal dengan nama cek bersih. Dalam hal ini bermakna bahwa seorang PPAT dalam melaksanakan tugasnya harus senantiasa berkoordinasi dengan pihak pihak terkait. Bahwa dalam pembuatan akta pastikan benar-benar dilakukan sesuai dengan keadaan sebenarnya dan keterangan yang sebenarnya dari para pihak yang bersangkutan, misalnya keadaan yang sebenarnya adalah bahwa dalam pembuatan akta itu benar benar para pihak berada dan menandatangani akta di hadapan PPAT, bukan dilakukan pembuatan aktanya di kantor tetapi penandatanganannya di rumah masing-masing. Perbuatan demikian apabila ada temuan dari pengawas, maka perbuatan tersebut merupakan pelanggaran berat dan akan menjadi salah alasan untuk pemberhentian dari jabatan PPAT dan juga berpotensi terkena tindakan pidana dengan delik membuat pernyataan palsu di dalam akta otentik. Dalam tindakan ini bermakna harus terdapat kepastian mengenai subyek dari yang berkepentingan. Bahwa dalam rangka membuat Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), walaupun tidak ada keharusan, namun disarankan sedapat mungkin dilakukan cek ke lapangan untuk memastikan ada tanahnya, letak pastinya dan keadaan tanahnya guna menjaga hal-hal yang tidak diinginkan seperti adanya sengketa dan tanahnya fiktif. Hal itu penting karena salah satu syarat untuk

31 membuatkan akta PPAT haruslah tanahnya bebas dalam sengketa, apabila PPAT membuatkan akta yang ternyata tanahnya dalam sengketa, maka PPAT tersebut telah melakukan pelanggaran berat, konsekwensi hukumnya tidak hanya terancam akan dicabut jabatan yang diembannya tetapi juga berpotensi menjadi bahan penyidikan oleh aparat hukum yang pada akhirnya dapat mengantarkannya ke dalam penjara. Dalam hal ini bermakna kepastian mengenai objek. Bahwa adanya ketentuan undang-undang mengenai jangka waktu penyampaian akta ke Kantor Pertanahan oleh PPAT yang bersangkutan yaitu paling lama 7 (tujuh) hari sejak akta ditandatangani, hal ini perlu diperhatikan khususnya terhadap pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dengan tegas Undang Undang Hak Tanggungan mengatur dengan limitatif jangka waktu penyampaian Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) ke Kantor Pertanahan maksimal 7 (tujuh) hari sejak penandatnaganan akta. Dalam hal ini bermakan suatu kepastian dalam limit waktu. Bahwa tugas apapun yang dilaksanakan dengan pembuatan akta PPAT, semuanya harus dilaporkan secara berkala kepada Badan Pertanahan Nasional, bahkan jika tidak melaksanakan tugaspun, artinya aktanya nihil, tetap harus dilaporkan kepada Badan Pertanahan Nasional. Dalam hal ini bermakna kepatuhan dalam menyampaikan laporan. Dalam menjalankan tugas-tugas selaku Notaris sekaligus PPAT, banyak yang terkait dengan kegiatan di bidang pertanahan yang terkait dengan tugas dan kewenangan PPAT, seperti :

32 1. Persoalan mengenai warisan, siapa dan berapa ahli waris sah dan apa warisannya 2. Persoalan mengenai wasiat atau hibah, terkait ketentuan legitime portie 3. Masalah status anak, apakah anak sah, anak tidak sah atau anak angkat dan hak haknya. 4. Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris (SKAW) yang masih bermacammacam bentuknya sesuai dengan golongan penduduk, misalnya untuk penduduk Eropa dan Tionghoa dibuat oleh Notaris, Golongan Timur Asing dibuat oleh Balai Harta Peninggalan, sedang untuk penduduk pribumi cukup dibuat oleh ahli waris yang bersangkutan disaksikan oleh Lurah dan Camat, khusus untuk pribumi yang beragama Islam, penetapan ahli waris dapat dibuat oleh Mahkamah Syariah dan bagi yang beragama Kristen dibuat oleh Ketua Pengadilan Negeri. 5. Pembuatan kuasa, ada kuasa umum, ini kuasa yang lemah karena hanya bertindak membawa nama yang memberi kuasa, ada kuasa menjual, tetapi dijual kepada dirinya sendiri, itu salah besar. ada kuasa mutlak yaitu kuasa yang tidak punya batas waktu, tidak dapat dicabut kembali dan tidak dikecualikan terhadap perbuatan hukum tertentu serta isinya tidak dapat dirubah, ada kuasa mutlak substitusi yaitu kuasa yang dapat dipindahkan kepada orang lain. Kuasa mana yang bisa dijadikan dasar perbuatan hukum dalam peralihan hak atas tanah, harus benar-benar diketahui dengan sejelasjelasnya.

33 Hal lain yang menjadi perhatian adalah adanya kewajiban-kewajiban yang harus dicantumkan dalam akta misalnya pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atau Pajak Penghasilan (PPh), sebab jangan sampai terjadi hal yang semula maksud hati hendak membantu masyarakat dalam melayani pembuatan aktanya, tetapi karena ketidaktahuan aturan main, maka dengan seenaknya membuat akta PPAT yang nyata-nyata tidak memenuhi syarat seperti tanahnya masih dalam keadaan sengketa, tidak melampirkan bukti setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terutang, yang pada akhirnya dapat menyeret Pejabatan Pembuat Akta Tanah (PPAT) menjadi pesakitan di hadapan aparat penegak hukum. Penyidikan oleh aparat penegak hukum, beberapa PPAT telah dan sedang menjalani pemeriksaan di kepolisian, ada yang menjadi saksi, bahkan ada yang menjadi tersangka. Ini yang harus diwaspadai. Sekali lagi pastikan semua aturan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dimengeri dengan baik, sehingga dalam menjalankan amanat dan tanggung jawab selaku pejabat negara bisa survive. Bahwa dalam menjalankan tugas selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) juga turut membantu Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam memberikan penyuluhan hukum pertanahan kepada masyarakat tidak sematasemata dilihat dari sudut bisnis saja, tetapi ada sisi pengabdian sosial selaku pejabat negara.