c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan di atas, perlu ditetapkan Persyaratan Teknis Sabuk Keselamatan dengan Keputusan Menteri Perhubungan;

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 85 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERLAKUAN KEWAJIBAN MELENGKAPI DAN MENGGUNAKAN SABUK KESELAMATAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 90 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 19 Tahun 2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUHUNGAN NOMOR : KM 72 TAHUN 1993 TENTANG PERLENGKAPAN KENDARAAN BERMOTOR MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.1186/HK.402/DRJD/2002

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : 60 Tahun 2006 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

BENTUK, WARNA DAN UKURAN SURAT PERSETUJUAN PENGANGKUTAN ALAT BERAT DAN PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

b. bahwa dalam rangka kebutuhan transportasi dan penanggulangan muatan lebihdi pulau Jawa, diperlukan penetapan kelas jalan;

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 595/MPP/Kep/9/2004 TENTANG

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan dan

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BULUNGAN.

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 62 TAHUN 2011 PENGATURAN WAKTU OPERASI KENOARAAN ANGKUTAN BARANG 01 JALAN TOL OALAM KOTA 01 OKI JAKARTA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : 1453/HK.402/DRJD/2005

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.4285/AJ.402/DRJD/2007

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.3315/AJ.405/DRJD/ /HM.101/DRJD/2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT RANCANGAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR: TAHUN TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN KELAIKAN OPERASI JEMBATAN TIMBANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.1763/AJ.501/DRJD/2003 TENTANG

DEPARTEMEN PERBUHUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.1320/HK.205/DRJD/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 5 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN PENIMBANGAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KP.288 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 51 TAHUN 2005 TENTANG

KETENTUAN DAN TATA CARA UJI PUBLIK KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI LOGAM, MESIN ELEKTRONIKA DAN ANEKA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

PELAKSANAAN UJI COBA SISTEM INFORMASI KECELAKAAN LALU LINTAS DI JALAN UNTUK DAERAH BALI DAN SUMATERA BAGIAN UTARA

KEPUTUSAN DI REKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.1858/ HK.402/ DRJD/ 2003

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : KM 73 Tahun 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU MENTERI PERHUBUNGAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 30 TAHUN 2001

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 09 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 05 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 08 TAHUN 2005

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 11 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015

INPRES 3/2004, KOORDINASI PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LEBARAN TERPADU *52350 INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (INPRES) NOMOR 3 TAHUN 2004 (3/2004)

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.653/AJ.202/DRJD/2001 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SEWA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 66 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PARKIR UNTUK UMUM MENTERI PERHUBUNGAN,

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya d

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2574/AJ.403/DRJD/2017

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-IND/PER/6/2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG FORUM LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 5587); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang J

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SOSIALISASI DALAM RANGKA : PERTEMUAN PENGUJI KENDARAAN BERMOTOR SELURUH INDONESIA TAHUN 2010

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.1187/HK.402/DRJD/2002

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 8 TAHUN 2011

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 205/Kpts/OT.210/3/2003 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 82 TAHUN 2001 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

2016, No menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang perhubungan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : 14 TAHUN 2007 KM. 74 Tahun 1990 TENTANG KENDARAAN PENGANGKUT PETI KEMAS DI JALAN

KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR : 369 / KPTS / M / 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI NASIONAL

-2- Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

Tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan; Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 37 TAHUN 2002 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS SABUK KESELAMATAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993, telah diatur ketentuan mengenai sabuk keselamatan; b. bahwa dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1998 tentang Penangguhan Pemberlakuan Kewajiban Melengkapi dan Menggunakan Sabuk Keselamatan, telah diatur ketentuan untuk menetapkan tanggal pemberlakuan kewajiban melengkapi dan menggunakan sabuk keselamatan; c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan di atas, perlu ditetapkan Persyaratan Teknis Sabuk Keselamatan dengan Keputusan Menteri Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480); 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3528); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara 3529); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3530); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1998 tentang Penangguhan Pemberlakuan Kewajiban Melengkapi dan Menggunakan Sabuk Keselamatan

(Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3780); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 8. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 81 Tahun 1993 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor; 10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 24 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 45 Tahun 2001; M E M U T U S K A N : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PERSYARATAN TEKNIS SABUK KESELAMATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Sabuk Keselamatan adalah perangkat peralatan yang merupakan bagian dan terpasang pada kendaraan bermotor, yang berfungsi untuk mencegah benturan terutama bagian kepala dan dada dengan bagian kendaraan sebagai akibat perubahan gerak kendaraan secara tiba-tiba; 2. Surat Jaminan Kualitas (Quality Report) adalah keterangan tertulis yang merupakan jaminan kualitas dari suatu produksi sabuk keselamatan yang dikeluarkan oleh produsen sabuk keselamatan atau laboratorium uji yang terakreditasi; 3. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Darat.

Pasal 2 (1) Setiap kendaraan bermotor roda 4 (empat) atau lebih wajib dilengkapi dengan komponen pendukung peralatan keselamatan berupa sabuk keselamatan, yang dipasang pada tempat duduk pengemudi dan tempat duduk penumpang di samping pengemudi. (2) Selain tempat duduk penumpang di samping pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tempat duduk penumpang yang lain dapat dilengkapi dengan sabuk keselamatan terutama pada tempat duduk penumpang yang bagian depannya tanpa penghalang. BAB II KOMPONEN DAN TIPE Pasal 3 Sabuk keselamatan terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut : a. pita sabuk (webbing) yaitu bagian dari sabuk keselamatan yang berfungsi untuk menahan posisi pengemudi dan penumpang agar tetap berada pada tempat duduk semula saat mengalami perubahan kecepatan dan gerakan secara mendadak; b. pengunci sabuk (buckle) yaitu bagian dari sabuk keselamatan yang berfungsi sebagai penyambung dan pengunci pita sabuk dengan komponen lainnya; c. pengatur panjang (length adjuster/retractor) yaitu bagian dari sabuk keselamatan yang berfungsi untuk mengatur dan menggulung pita sabuk serta mengatur panjang sesuai kebutuhan; d. penuntun gelincir (slip guide) yaitu bagian dari sabuk keselamatan yang berfungsi mengarahkan perubahan pergerakan sabuk keselamatan; e. pengikat (fitting) yaitu bagian dari sabuk keselamatan yang berfungsi mengikat pita sabuk ke badan kendaraan; f. jangkar (anchorage) yaitu bagian dari perangkat sabuk keselamatan yang berfungsi sebagai tempat dipasangnya sabuk keselamatan pada kendaraan bermotor.

Pasal 4 (1) Pita sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, sesuai penggunaannya berfungsi sebagai berikut : a. pita sabuk keselamatan yang berfungsi menahan badan bagian bawah; b. pita sabuk keselamatan yang berfungsi menahan badan bagian depan; c. pita sabuk keselamatan yang berfungsi menahan badan bagian bawah dan badan bagian depan sekaligus. (2) Pita sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terbuat dari bahan serat. Pasal 5 (1) Sabuk keselamatan terdiri dari 3 tipe, sebagai berikut : a. tipe 2 titik (two points), yaitu sabuk keselamatan yang berfungsi untuk melindungi badan bagian bawah dari hentakan mendadak ke arah atas; b. tipe 3 titik (three points), yaitu sabuk keselamatan yang berfungsi untuk melindungi badan dan bagian atas badan; c. tipe 4 titik (four points), yaitu sabuk keselamatan yang berfungsi untuk melindungi badan dan bagian atas badan. (2) Sabuk keselamatan tipe 2 titik (two points) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu sabuk keselamatan yang berfungsi untuk melindungi badan bagian bawah dari hentakan mendadak ke arah atas dan tidak dilengkapi dengan alat penyesuai panjang sabuk (non locking retractor). (3) Sabuk keselamatan tipe 3 titik (three points) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat berupa : a. tipe 3 titik (three points) bentuk A, yaitu sabuk keselamatan yang berfungsi untuk melindungi badan dan bagian atas badan dari arah depan dan arah samping, dan sabuk tersebut tidak disertai dengan alat penyesuai panjang (non locking retractor);

b. tipe 3 titik (three points) bentuk B, yaitu sabuk keselamatan yang berfungsi untuk melindungi badan dan bagian atas badan dari arah depan dan arah samping serta dapat berputar secara terus menerus dan mempunyai alat penyesuai panjang yang dapat mengunci dengan sendirinya pada saat terjadi tarikan kejut/mendadak (emergency locking retractor). (4) Sabuk keselamatan tipe 4 titik (four points) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu sabuk keselamatan yang berfungsi melindungi badan dan bagian atas badan dari arah depan dan arah samping dilengkapi dengan alat penyesuai panjang sabuk yang akan mengunci dengan sendirinya pada saat terjadi tarikan kejut/mendadak (emergency locking retractor). BAB III PERSYARATAN SABUK KESELAMATAN Pasal 6 Sabuk keselamatan dipasang pada kendaraan bermotor dengan persyaratan sebagai berikut : a. tipe 2 titik (two points), dipasang mulai dari jangkar bawah menyilang melalui badan bagian bawah dan ujungnya sampai pada pengunci sabuk; b. tipe 3 titik (three points), dipasang mulai dari pengikat atas melintang melalui badan bagian depan dan ujungnya sampai pada pengunci sabuk; c. tipe 4 titik (four points), dipasang mulai dari pengikat atas melintang melalui badan bagian depan dan ujungnya sampai pada pengunci sabuk. Pasal 7 Komponen sabuk keselamatan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. dibuat dari bahan yang kuat tarik, mempunyai permukaan yang halus dan tidak mempunyai tepi-tepi tajam; b. dipasang sedemikian rupa sehingga tidak ada benda atau peralatan lain yang mengganggu fungsinya;

c. harus dapat dioperasikan dengan mudah; d. memenuhi syarat kinerja sebagai berikut : 1) tahan tarik; 2) mempunyai lebar sabuk tertentu; 3) perubahan panjang yang fleksibel sesuai kebutuhan; 4) berdaya serap energi; 5) tahan terhadap goresan dan gesekan; 6) tahan terhadap perubahan temperatur; 7) tahan terhadap bensin, minyak, sabun, air, deterjen dan bahan pembersih lainnya; 8) mempunyai bobot yang ringan. Pasal 8 Konstruksi pemasangan sabuk keselamatan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. menggunakan bahan dengan kekuatan yang cukup; b. melakukan penanganan teliti, baik saat pengerjaan maupun saat pemasangan; c. menghilangkan bagian-bagian yang tajam yang dapat mengakibatkan bahaya bagi awak kendaraan atau penumpang. Pasal 9 (1) Sabuk keselamatan tipe 3 titik (three points) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, wajib dipasang pada tempat duduk pengemudi dan tempat duduk di samping pengemudi. (2) Sabuk keselamatan tipe 2 titik (two points) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, dapat dipasang pada tempat duduk di baris belakang pengemudi. (3) Sabuk keselamatan tipe 2 titik (two points) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga dapat dipasang pada tempat duduk yang secara teknis tidak dapat dipasang sabuk keselamatan tipe 3 titik (three points). (4) Sabuk keselamatan tipe 4 titik (four points) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), sebagai alternatif dari sabuk keselamatan sesuai dengan fungsinya.

Pasal 10 (1) Rincian persyaratan teknis dan pemasangan sabuk keselamatan pada kendaraan bermotor, mengacu pada standar internasional. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku untuk kendaraan bermotor produksi/rakitan dalam negeri, impor completly built up (CBU), karoseri, konstruksi dan rekondisi. (3) Kendaraan bermotor yang berasal dari Importir Umum wajib dilengkapi dengan sabuk keselamatan, dengan berpedoman pada standar internasional. Pasal 11 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis, bentuk, susunan dan ukuran sabuk keselamatan serta pelaksanaan hal-hal lain yang diperlukan, diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal. BAB IV PENGUJIAN SABUK KESELAMATAN Pasal 12 (1) Pengujian sabuk keselamatan dilakukan melalui 2 (dua) tahap, yaitu : a. uji statis, yaitu uji unjuk kerja sabuk keselamatan; b. uji dinamis, yaitu uji unjuk kerja jangkar (anchorage). (2) Uji statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan terhadap unjuk kerja setiap komponen sabuk keselamatan yang sudah terpasang secara keseluruhan. (3) Uji dinamis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan untuk unjuk kerja jangkar (anchorage) dan terhadap sabuk keselamatan yang sudah terpasang pada kendaraan bermotor melalui sistem bergerak. (4) Pengujian statis dan pengujian dinamis dapat dilakukan secara bersamaan atau terpisah. (5) Kriteria uji statis dan uji dinamis, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal.

Pasal 13 (1) Setiap hasil pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 untuk sabuk keselamatan yang telah memenuhi standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, diberikan Surat Jaminan Kualitas (Quality Report) hasil uji. (2) Surat Jaminan Kualitas (Quality Report) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa : a. untuk uji statis (unjuk kerja sabuk keselamatan), diberikan oleh pabrik pembuat sabuk keselamatan atau lembaga uji yang terakreditasi; b. untuk uji dinamis (unjuk kerja jangkar dan sabuk keselamatan yang sudah terpasang pada kendaraan bermotor), diberikan oleh pabrik pembuat/perakit kendaraan bermotor atau lembaga yang terakreditasi. (3) Hasil produksi sabuk keselamatan yang berdasarkan hasil uji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang tidak memenuhi persyaratan, tidak boleh dipergunakan. (4) Sabuk keselamatan yang telah dipergunakan pada kendaraan bermotor yang mengalami kecelakaan berakibat fatal dan/atau tidak berfungsi lagi, harus diganti dengan sabuk keselamatan baru dengan tipe yang sama. Pasal 14 (1) Pengujian terhadap sabuk keselamatan sebagai bagian dari komponen pendukung kendaraan bermotor, merupakan bagian dari pengujian tipe kendaraan bermotor. (2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan bagian dari kegiatan pengujian laik jalan dan sertifikasi kendaraan bermotor, yang dilakukan dengan cara : a. memeriksa standar sabuk keselamatan sesuai dengan persyaratan teknis, yang dapat dibuktikan dengan Surat Keterangan Kualitas (Quality Report) dari produsen/pembuat sabuk keselamatan atau lembaga uji yang terakreditasi sebagai hasil pengujian yang dilakukan berdasarkan Pasal 12;

b. melakukan pemeriksaan terhadap tata cara dan struktur pemasangan sabuk keselamatan sesuai dengan standar keselamatan, yang dapat dibuktikan dengan Surat Keterangan Kualitas (Quality Report) dari pembuat/perakit kendaraan bermotor atau lembaga uji yang terakreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. Pasal 15 (1) Unit Pelaksana Teknis Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor tempat kendaraan bermotor berdomisili, bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan pemeriksaan dan pengawasan terhadap kendaraan bermotor yang telah dilengkapi sabuk keselamatan. (2) Pemeriksaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bertugas sebagai pemeriksa persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan, yang dilaksanakan di tempat pengujian kendaraan bermotor. (3) Bagi kendaraan bermotor tidak wajib uji, pemeriksaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan di tempat pengujian kendaraan bermotor disertai sertifikat registrasi uji tipe dan atas hasil pemeriksaan diberikan surat keterangan pemeriksaan sabuk keselamatan, pada saat kendaraan bermotor didaftarkan atau didaftar ulang yang dibuktikan dengan surat keterangan hasil pemeriksaan sabuk keselamatan, sesuai dengan bentuk yang ditetapkan Direktur Jenderal. (4) Waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sebelum pelaksanaan pendaftaran atau daftar ulang kendaraan bermotor. (5) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus terlebih dahulu diberikan pembekalan tentang pengetahuan teknis sabuk keselamatan.

BAB V P E N U T U P Pasal 16 Direktur Jenderal melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan Keputusan ini. Pasal 17 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 15 Juli 2002. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 25 JUNI 2002 ----------------------------- MENTERI PERHUBUNGAN ttd AGUM GUMELAR, M.Sc. SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Para Menteri Kabinet Gotong Royong; 2. Kepala Kepolisian RI; 3. Para Gubernur; 4. Direktur Jenderal ILMEA, Departemen Perindustrian dan Perdagangan; 5. Sekjen, Irjen, para Dirjen dan para Kabadan di lingkungan Departemen Perhubungan; 6. Para Kepala Kepolisian Daerah; 7. Para Bupati/Walikota; 8. Para Kepala Dinas Perhubungan/LLAJ Propinsi dan Kabupaten/Kota; 9. DPP ORGANDA; 10. Para Produsen Kendaraan Bermotor dan Sabuk Keselamatan serta Karoseri Kendaraan Bermotor.