BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor penentu produksi. Selama ini untuk mendukung

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BERITA DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 15 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 64/Kpts/SR.130/3/2005 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN. cukup luas sangat menunjang untuk kegiatan pertanian. Sebagai negara agraris yang

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan pertanian di Indonesia masih menghadapi berbagai

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT;

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

Analisis Kebijakan Pertanian Volume 1 No. 1, Mei 2003 : 90-95

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

Pupuk dan Subsidi : Kebijakan yang Tidak Tepat Sasaran

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 106/Kpts/SR.130/2/2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

RANCANGAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KEPADA PETANI

BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI, TENTANG

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan pupuk anorganik dipasaran akhir-akhir ini menjadi langka.

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BURU SELATAN KEPUTUSAN BUPATI BURU SELATAN NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR 1<? TAHUN 2013 KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN BUPATI BENGKAYANG,

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP

BAB I PENDAHULUAN. hewan atau manusia, seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos,

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun yang anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam keadaan lingkungan yang baik (Indranada, H.K. 1989) Berdasarkan atas pembentukannya, pupuk dapat dibedakan menjadi pupuk alam dan pupuk buatan. Pupuk alam adalah pupuk yang langsung di dapat dari alam misalnya pupuk organik (pupuk kandang dan kompos) dan sebagainya. Jumlah dan jenis unsur hara dalam pupuk alam terdapat secara alami. Pupuk buatan adalah pupuk yang di buat di pabrik dengan jenis dan kadar unsur hara sengaja di tambahkan kedalam pupuk tersebut dalam jumlah tertentu. Pupuk anorganik misalnya: Pupuk N (Urea), P (TSP), KCL dan lain-lain (Harjowigeno, 1995). Pupuk memiliki peranan penting sebagai salah satu faktor dalam peningkatan produksi komoditas pertanian. Hal ini menjadikan pupuk sebagai sarana produksi yang strategis. Untuk menyediakan pupuk ditingkat petani diupayakan memenuhi azas 6 tepat yaitu: Tempat, jenis, waktu, jumlah, mutu, dan harga yang layak sehingga petani dapat menggunakan pupuk sesuai kebutuhan (Lingga, Pinus, dan Marsono. 2001). 7

Lian (2003) dalam Moenandir (2004: 39) menyatakan bahwa pemberian pupuk buatan yang terus-menerus tanpa bahan organik yang ditambahkan akan dapat menyebabkan kerusakan lahan tanah dan mengurangi produktivitas tanah. Pupuk organik mempunyai kadar nutrisi rendah dan melepaskan N lambat sedangkan pupuk anorganik sebaliknya. Karena itu perlu adanya kombinasi perlakuan antara kedua jenis pupuk tersebut sehingga interaksi kedua jenis pupuk itu dan seberapa jauh bahan organik dapat membantu mempertahankan kesuburan tanah. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah (Novizan, 2005: 66). Seperti halnya pupuk anorganik, jenis pupuk organik sangat beragam. Kalau jenis pupuk anorganik ditentukan oleh kadar haranya maka jenis pupuk organik ini ditentukan oleh asal bahan terbentuknya. Dari sinilah lahir sebutan pupuk kandang, kompos, pupuk hijau, humus, dan pupuk burung atau guano. 1. Pupuk kandang Pupuk kandang ialah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine). Itulah sebabnya pupuk kandang terdiri dari dua jenis, yaitu padat dan cair.

2. Pupuk kompos Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan, jerami, alang-alang, rumput, kotoran hewan, sampah kota, dan sebagainya. Proses pelapukan bahan-bahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan manusia. Oleh karena itu, siapa pun dapat membuat kompos asalkan tahu caranya. 3. Pupuk hijau Disebut pupuk hijau karena yang dimanfaatkan sebagai pupuk adalah hijauan, yaitu bagian-bagian seperti daun, tangkai, dan batang tanaman tertentu yang masih muda. Tujuannya, untuk menambah bahan organik dan unsur-unsur lainnya ke dalam tanah, terutama nitrogen. 4. Humus Humus adalah sisa tumbuhan berupa daun, akar, cabang, dan batang yang sudah membusuk secara alami lewat bantuan mikro-organisme (di dakam tanah) dan cuaca (di atas tanah). Lapisan atas tanah di hutan banyak terbentuk humus. 5. Kotoran burung liar (guano) Pupuk kotoran burung yang lazim disebut guano merupakan kotoran dari berbagai jenis burung liar (bukan burung piaraan). Pupuk ini terhitung pupuk yang tidak kalah dibanding pupuk lainnya. Salah satu kotoran burung yang hingga kini sangat terkenal kehebatannya sebagai pupuk adalah kotoran kelelawar.

6. Pupuk organik buatan Kelebihan dari pupuk organik buatan ini di antaranya ialah kadar haranya tepat untuk kebutuhan tanaman, penggunaannya lebih efektif dan efisien seperti halnya pupuk kimia serta kemampuannya setara dengan pupuk organik murni walaupun kuantitasnya sangat sedikit (Lingga dan Marsono, 2001:58). Pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk melindungi konsumen. Pabrik pupuk yang sebagaian besar adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini sedang bersiap melaksanakan tugas pemerintah tentang konsep distribusi pupuk kepada petani. Pemerintah sendiri kini memperkenalkan Konsep Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dalam distribusi pupuk bersubsidi. Konsep baru ini diyakini mampu mengatasi kelangkaan pupuk di tingkat petani yang kerap terjadi pada setiap musim panen tiba, karena seharusnya petani menerima pupuk bersubsidi tersebut sebulan sebelum musim tanam tiba (Anonimus, 2010). Pupuk telah menjadi kebutuhan pokok bagi petani dalam produksi usahataninya. Tetapi penggunaan pupuk memerlukan biaya dan biaya tersebut merupakan beban bagi petani dalam proses produksi. Karena itu pada satu sisi pemerintah bermaksud membantu beban biaya pupuk petani dan mendorong peningkatan produksi mereka. Sementara pada sisi lain pemerintah menganggap pupuk memiliki peran sangat penting didalam peningkatan produktivitas dan produksi komoditas pertanian untuk mewujudkan Program Ketahanan Pangan Nasional. Dengan demikian pemerintah merasa perlu mensubsidi pupuk (Amang, 1995).

Pengadaan penyaluran pupuk bersubsidi (Urea, SP-36, ZA dan NPK) di Indonesia telah diterbitkan Peraturan Mentri Perdagangan No.03/M-DAG/PER/2/2006 pada tanggal 16 Februari 2006 memutuskan bahwa: Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah di sektor pertanian dan produsen, distributor dan pengecer yang bertanggung jawab atas pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai dengan 6 tepat yaitu jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu sesuai dengan tugas dan kewajiban masing masing (PT. PUSRI, 2009). Perlu diketahui bahwa sistem distribusi pupuk bersubsidi yang berlaku terdahulu adalah bersifat terbuka dan pasif. Yang dimaksud bersifat pasif adalah bahwa penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan oleh produsen mulai dari pabrik sampai ketingkat pengecer yang selanjutnya dijual dipasar secara pasif dalam arti siapapun baik petani yang berhak maupun bukan secara sendiri-sendiri maupun kelompok dapat membeli pupuk dengan datang ke kios pengecer yang berlokasi di kecamatan ataupun desa. Yang dimaksud bersifat terbuka adalah sistem distribusi hanya memiliki delivery system (sistem distribusi dari produsen sampai pengecer) dan tidak memiliki receiving system (sistem penerimaaan oleh petani). Sistem distibusi pupuk bersubsidi diatur dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 tahun 2008 mulai dari tingkat produsen sampai ke tingkat pengecer dan dalam kondisi tertentu bila distributor dan pengecer tidak dapat menyalurkan pupuk bersubsidi penyalurannya dapat dapat dilakukan langsung dari produsen ke petani.

Pengecer juga hanya bisa melayani petani atau kelompok tani yang terdaftar dalam RDKK (Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok) (Sinar Tani, 2008). Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 03/M-DAG/PER/2/2010 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian menetapkan bahwa penanggungjawab pengadaan pupuk bersubsidi di Sumatera Utara dilakukan oleh PT. PUSRI untuk jenis pupuk urea dan PT. Petro Kimia Gresik untuk pupuk ZA, SP-36 dan Phonska (Anonimous, 2010). Kelangkaan dan mahalnya pupuk bersubsidi dirasakan para petani hampir di semua tempat sepanjang tahun 2009 hingga awal 2010. Petani di Kabupaten Kerinci kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi jenis SP-36, NPK, dan ZA. Di daerah pertanian pinggiran Surabaya tidak hanya mengalami kelangkaan, tapi juga harga urea melambung tinggi. Di beberapa daerah di Jatim, seperti Bojonegoro, ditemukan distributor yang menjual pupuk ke kios-kios, dan tidak langsung ke petani akibatnya harga pupuk melonjak. Para petani di wilayah Kalimantan Selatan mengalami kesulitan mendapatkan pupuk SP-36 dan NPK Phonsha bersubsidi karena kelangkaan stok di kios-kios resmi yang ditunjuk menyediakan dua jenis pupuk tersebut. Sedangkan di Kabupaten Malang penyebab terjadinya kelangkaan pupuk urea dan ZA karena Dinas Pertanian dan Perkebunan Pemerintah Kabupaten Malang lambat membuat data alokasi kebutuhan pupuk. Di pihak lain, distributor biasanya belum berani memasok pupuk bila data kebutuhan pupuk belum ada (Anonimous, 2010).

Landasan Teori Harga keseimbangan adalah harga dimana baik konsumen maupun produsen sama-sama tidak ingin menambah atau mengurangi jumlah yang dikonsumsi atau dijual. Permintaan sama dengan penawaran. Jika harga di bawah harga keseimbangan, terjadi kelebihan permintaan. Sebab permintaan akan meningkat, dan penawaran menjadi berkurang. Sebaliknya, jika harga melebihi harga keseimbangan, terjadi kelebihan penawaran. Jumlah penawaran meningkat, jumlah permintaan menurun. Pemerintah menetapkan suatu harga minimum bagi barang atau jasa tertentu, yang disebut harga dasar (price floor). Harga dasar yang efektif mengakibatkan kelebihan penawaran. Akan muncul surplus yang tak terjual atau seseorang harus melibatkan diri dan membeli kelebihan produksi (excess production). Harga Kelebihan Penawaran S P 1 Harga Dasar P 0 E D 0 Q 1 Q 0 Q 2 Gambar 1. Kebijakan Harga Dasar Kuantitas

Bila harga dasar lebih tinggi dari pada harga ekuilibrium, jumlah yang ditawarkan akan melebihi jumlah yang diminta. Titik ekuilibrium dalam pasar bebas terletak pada E, dengan harga P 0 dan kuantitas Q 0. Jika pemerintah melarang turunnya harga sampai dibawah P 1, terciptalah harga dasar yang efektif. Jumlah yang ditawarkan akan melebihi jumlah yang diminta sebanyak Q 1 Q 2 (Lipsey dkk, 1993: 103). Price ceiling adalah adalah intervensi pemerintah dalam menentuan harga suatu komoditas yang ditujukan untuk melindungi konsumen dengan cara menentukan batas atas harga suatu komoditas. Dengan menentukan harga yang lebih rendah daripada harga yang seharusnya terjadi akan lebih banyak anggota masyarakat yang mampu membeli komoditas tersebut. Namun demikian dampak dari price ceiling adalah: 1. Meningkatkan jumlah komoditas yang diminta 2. Jumlah komoditas yang ditawarkan menurun 3. Menimbulkan shortage (kekurangan di pasar) (Sugiarto, dkk, 2005: 74) Ciri-ciri kebijakan harga maksimum: Harga S P 1 P B E P m A D Kuantitas 0 Q 2 Q Q 1 Gambar 2. Kebijakan Harga Maksimum

Tanpa adanya campur tangan pemerintah, keseimbangan akan tercapai pada E, dimana harga dalam pasar bebas adalah sebesar P, dan barang yang diperjual belikan sebesar Q. Harga sebesar P dianggap pemerintah terlalu tinggi dan mendorong pemerintah melaksanakan kebijakan harga maksimum. Misalkan harga maksimum tersebut ditetapkan di P m, dan pada harga tersebut jumlah yang ditawarkan para penjual adalah Q 2 sedangkan jumlah yang diminta para pembeli adalah Q 1. Dengan demikian kebijakan harga maksimum menimbulkan kelebihan permintaan sebanyak Q 2 Q 1 (Sukirno, 2005: 138). Subsidi adalah pemberian pemerintah kepada para produsen dengan maksud meringankan beban pengeluaran (biaya operasional) produsen. Dampak dari subsidi adalah kebalikan dari pengenaan pajak, karena subsidi akan menurunkan harga. Pengenaan subsidi akan berdampak pada keseimbangan pasar (Sugiarto, dkk, 2005: 75-76). Keputusan-keputusan penetapan harga dipengaruhi oleh faktor-faktor internal maupun faktor-faktor lingkungan eksternal perusahaan. Faktor-faktor internal mempengaruhi penetapan harga mencakup tujuan pemasaran, strategi bauran pemasaran, biaya, dan pertimbangan keorganisasian suatu perusahaan. Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan penetapan harga meliputi sifat pasar dan permintaan, persaingan dan unsur-unsur lingkungan lain; (Kotler dan Armstrong, 2004: 432).

Ada beberapa metode yang digunakan sebagai rancangan dan variasi dalam penetapan harga yang terdiri: 1. Harga didasarkan pada biaya total ditambah laba yang diinginkan Produsen menetapkan harga jual untuk satu barang yang besarnya sama dengan jumlah biaya per unit ditambah dengan suatu jumlah untuk laba yang diinginkan (margin) pada tiap-tiap unit tersebut. Metode ini mempertimbangkan bermacam-macam jenis biaya dan jenis biaya ini dipengaruhi secara berbeda oleh kenaikan atau penurunan keluaran (output). 2. Harga didasarkan pada keseimbangan antara perkiraan permintaan pasar dengan suplai (biaya produksi dan pemasaran). Metode ini menentukan harga terbaik demi tercapainya laba yang optimal melalui keseimbangan antara biaya dengan permintaan pasar. 3. Harga didasarkan pada kondisi-kondisi pasar yang bersaing. Penetapan harga yang ditetapkan atas dasar kekuatan pasar adalah suatu metode penetapan harga yang berorientasi pada kekuatan pasar di mana harga jual dapat ditetapkan sama dengan harga jual pesaing, di atas harga pesaing atau di bawah harga pesaing (Angipora, 1999: 181-184).

Kerangka Pemikiran Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang merupakan masyarakat petani kelompok miskin yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah di sektor pertanian. Pemerintah menyalurkan Pupuk bersubsidi kebeberapa Kabupaten adalah melalui distributor yang telah ditunjuk pemerintah, salah satu nya adalah Kabupaten Karo yang mendapat distribusi pupuk yang paling besar. Dari perbedaan ini, yang akan diteliti adalah perbandingan harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pengecer, harga jual di (tingkat pengecer) dibandingkan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah. Di masing-masing lini penjualan pupuk diduga terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga dan faktor faktor yang menyebabkan kelangkaan daerah penelitian. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan harga adalah biaya pemasaran (bongkar muat, transportasi, upah tenaga kerja, pajak SIUD, sewa gudang, goni dan plastik, penyusutan timbangan.

berikut: Secara skematis, kerangka pemikirannya dapat digambarkan sebagai Pupuk Bersubsidi Kenaikan Harga Pembelian Kabupaten Karo Kelangkaan Pupuk Faktor-faktor yang Memepengaruhi HET Perbedaan Harga Jual Pupuk ditingkat Pengecer Faktor-faktor yang Memepengaruhi Ket.: : menyatakan hubungan : menyatakan pengaruh : menyatakan perbandingan Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Perbandingan harga jual pupuk subsidi: - Terdapat perbedaan harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer. - Harga jual pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. 2. Faktor-faktor yang kenaikan harga pembelian pupuk bersubsidi tingkat pedagang pengecer di daerah penelitian adalah biaya bongkar muat, biaya transportasi, upah tenaga kerja, sewa gudang, pajak SIUD dan biaya goni dan plastik. 3. sikap fanatisme petani terhadap satu jenis pupuk, lemahnya sistem pengawasan pupuk bersubsidi, distributor yang ditunjuk tidak mempunyai gudang penyimpanan dan keterlambatan pasokan merupakan faktor faktor penyebab kelangkaan pupuk bersubsidi di daerah penelitian.