Materi I LINGKUNGAN PEMUKIMAN DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sehat 2015 adalah lanjutan dari visi pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya

Universitas Sumatera Utara

`BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Jakarta merupakan Ibukota dari Indonesia, oleh sebab itu industri dan

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

Dampak kesehatan lingkungan rumah susun: studi kasus rumah susun Pulo Gadung Bose Devi

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Hak Atas Standar Penghidupan Layak dalam Perspektif HAM. Sri Palupi Peneliti Institute for Ecosoc Rights

IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN KUMUH KELURAHAN TANJUNG KETAPANG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Perancangan. Pusat perbelanjaan modern berkembang sangat pesat akhir-akhir ini.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun

Membangun Wilayah yang Produktif

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

Tujuan Penyediaan Prasarana

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini

BAB V. KONSEP PERANCANGAN

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan utama seluruh makhluk hidup. Bagi manusia selain

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Latar Belakang

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( )

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan kebutuhan penduduk terhadap lahan baik itu untuk

UU NO 4/ 1992 TTG ; PERUMAHAN & PERMUKIMAN. : Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian & sarana pembinaan. keluarga.

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permukiman Kumuh

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

VII. TATA LETAK PABRIK

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan

RENJA K/L TAHUN 2016

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

KONSEP DASAR KESEHATAN LINGKUNGAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

Makalah Pembangunan Berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

Apakah yang dimaksud dengan Perumahan dan Permukiman?

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Transkripsi:

Materi I LINGKUNGAN PEMUKIMAN DI INDONESIA A. PENGANTAR Setelah menyelesaikan materi ini diharapakan peserta mampu untuk menjelaskan asal mula kebijakan pemerintah di bidang pemukiman dan peserta mampu untuk menjelaskan permasalahan tentang lingkungan pemukiman di Indonesia. B. MATERI Lingkungan pemukiman dapat diartikan sebagai segala keadaan/ kondisi yang terdapat di sekitar pemukiman yang secara totalitas membentuk kesatuan yang utuh yang saling mengkait dengan pemukiman tersebut, bahkan membentuk korelasi yang sangat erat satu dengan yang lainnya (Sanropie dkk, 1989). Semenjak didirikannya Djawatan Perumahan Rakyat pada tahun 1952, kebijaksanaan pembangunan perumahan dan pemukiman di Indonesia banyak terfokus pada masalah kekurangan rumah baik secara kuantitas maupun kualitas, khususnya bagi masyarakat tidak mampu. Mewujudkan rumah sehat untuk tiap keluarga rakyat, merupakan tujuanpembangunan perumahan pada tahun 50an yang sampai kini masih digunakan. Walaupun pada dasarnya program perumahan adalah menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat, namun pada saat ini ada beberapa perubahan konsep yang dapat disebutkan sebagai suatu perubahan pandangan yang mendasar, yaitu dari konsep : pembangunan perumahan ke konsep pembangunan pemukiman dan dari konsep penyediaan rumah oleh pemerintah (top down approach) ke pemampuan masyarakat (bottom up approach), yang menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan. Adanya perbedaan dua konsep yang berkembang di atas menyebabkan kerancuan pemahaman terhadap istilah perumahan (housing) dan pemukiman (settlement). Walaupun kedua pendekatan tersebut tampak sangan ideal, namun dalam pelaksanaannya mengalami kesulitan. Global report on humsn settlement mengkritik kebijakan yang dijalankan pada

decade itu, yang masih memfokuskan pada masalah perumahan dan dinilai masih belum menjawab permasalahan. Lebih jauh laporan tersebut jugs mengatakan bahwa kelemahan utama dari program yang ada adalah menganggap masalah pemukiman sama dengan masalah penyediaan perumahan. Di Indonesia, kebijakan yang dikritik oleh Global Report on Human Settlements antara lain berupa Program Perbaikan Kampung (Kampung Improvement Program), Papan dan Pelayanan (Site and Service) yang dilakukan mulai dari Pelita II (1974-1979). Sedangkan kebijakan yang berwawasan pemukiman baru disebut secara jelas dalam Pelita ke IV (1984-1989), dengan menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan perumahan dan perbaikan lingkungan pemukiman dilakukan secara terpadu dan menyeluruh. Namun pada prakteknya program yang diselenggarakan tidak beralih jauh dari program perbaikan fisik lingkungan dan pembangunan rumah baru. Yang berbeda adalah dikembangkannya upaya meningkatkan keterpaduan dan koordinasi, antara lain melalui P3KT (Program Pengadaan Prasarana Kota Terpadu) serta konsep Tribina untuk proyek-proyek perbaikan kampung. Untuk daerah perkotaan, upaya perbaikan fisik lingkungan diperluas dengan program peremajaan lingkungan kota, yang memperkenalkan pembangunan rumah susun untuk menggantikan perkampungan kumuh, guna mencapai optimal pemanfaatan tanah perkotaan. Bila melihat persebaran pembangunan perumahan, Pulau Jawa memang menjadi sasaran utama para investor karena mempunyai prasarana dasar yang relative lebih baik dan sumber daya alam yang mempu yai potensi ekonomi yang tinggi. Berbagai daerah di Pulau Jawa mengalami pertumbuhan yang pesat dengan perubahan fisik dari alami ke binaan secara besarbesaran, penduduk yang semakin padat dan peningkatan pencemaran secara serius. Sebagai konsekuensi pembangunan pemukiman berskala besar, sumber daya alami di Pulau Jawa seringkali menjadi ajang konflik antara industry, pertanian dan pemukiman. Di samping itu adapula potensi terjadinya konflik social karena adanya perbedaan tingkat ekonomi antara pemukiman yang merupakan wilayah orang kota berpenghasilan tinggi dan cenderung berorientasi ke dunia internasional, dengan perkampungan setempat yang dipadati pekerja berpendapatan rendah, cenderung mengkumuh dan mengalami kelangkaan air bersih serta prasarana dasar lainnya.

Pembangunan pemukiman berskala besar yang tidak ditandatangani secara tepat, menimbulkan berbagai masalah lingkungan, diantaranya terjadinya banjir dan kelangkaan air bersih yang timbul akibat perubahan struktur kawasan yang kurang bijaksana, serta tercemarnya sungai dan tanah oleh limbah domestik. Pada kenyataannya kondisi pemukiman, terutama di perkotaan semakin lama semakin tidak nyaman dan tidak aman bagi penghuninya, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah. Anak-anak hamper tidak mempunyai ruang dan tempat bergerak yang aman untuk bermain maupun belajar. Jarak antara rumah dan sekolah serta kantor semakin jauh, karena lokasi tempat tinggal yang semakin ke pinggir. Kebisingan dan pencemaran udara memenuhi berbagai pusat-pusat kegiatan pemukiman. Perumahan dan pemukiman di masa depan harus menjadi bagian penciptaan iklim kehidupan yang sehat secara lingkungan, ekonomi sosio budaya dan politik, yang dapat menjadi sarana pembinaan generasi muda dan menjamin berlanjutnya peningkatan kualitas kehidupan bagi semua orang. Pemukiman harus dapat memperkuat kesetaraan manusia dan rasa kesatuan bangsa. Karena itu keterpaduan social dan kelsetarian sumber daya alam akan menjadi landasan pokok bertindak. Pemukiman merupakan suatu kesinambungan ruang kehidupan dari seluruh unsurnya baik yang alami maupun non alami, yang saling mendukung dan melindungi secara fisik, social dan budaya, sosio ekonomi dan fisik serta dinamika perubahannya akan menjadi dasar utama pertimbangan pengelolaan dan pengembangan pemukiman, tidak untuk memisahkan melainkan untuk menyatukan secara social dan fungsional, agar semua orang dapat hidup secara lebih sejahtera dan saling menghormati, mempunyai akses terhadap prasarana dasar dan pelayanan pemukiman yang sesuai secara berkelayakan, mampu memelihara serta meningkatkan kualitas lingkungannya. Pemukiman harus diwujudkan selaras dengan fungsi ekologis, lapangan kerja, pelayanan dan transportasi. Masalah ini bukan sekadar akala pembangunan, rencana tata ruang. Manajemen lingkungan diperlukan di semua pemukiman untuk menjamin lingkungan yang sehat dan kebutuhan meningkat secara proporsional terhadap skala produksi industrial yang terkonsentrasi di suatu pemukiman, besar populasi di pemukiman dan sejauh mana sumber daya-sumber daya digunakan untuk produksi dan konsumsi, skala dan kompleksitas manajemen

lingkungan jauh lebih besar di perkotaan, dimana kepadatan-kepadatan penduduk jauh lebih tinggi dan limbah yang ditimbulkan/dihasilkan oleh per orang lebih besar. Pada wilayah yang padat penghuninya, manajemen lingkungan diperlukan untuk menjamin keseimbangan antara ruang publik dan ruang privat, dan menjamin bahwa semua pemukiman di daerah perkotaan mempunyai akses terhadap lahan untuk berolahraga, rekreasi dan bermain-main bagi anakanak. Pusat-pusat perkotaan yang tumbuh dengan cepat memberikan tantangan khusus terhadap kesehatan lingkungan. Disamping sebagai bagian yang esensial dari pembangunan ekonomi, urbanisasi dapat memberikan manfaat-manfaat besar terhadap kesehatan dan lingkungan. Konsentrasi produksi dan populasi dapat meurunkan biaya per unit untuk suplai penyaluran air dan pelayanan-pelayanan kesehatan, bagi banyak bentuk sistem sanitasi dan bagi pengumpulan serta pengolahan limbah-limbah rumah tangga dan komersial. Tetapi tanpa adanya tindakan pemerintah untuk memberikan infrastruktur, pelayanan-pelayanan dan pengendalian pencemaran yang sangat mempengaruhi kesehatan serta lingkungan. Masalah-masalah kesehatan lingkungan dapat meningkat tajam, oleh karena konsentrasi yang tinggi dari limbah-limbah industri dan domestik. Masalah ini khususnya muncul di negara-negara berkembang, perubahan perkotaan telah melampaui kapasitas sebagian besar dari negara-negara berkembang untuk mengembangkan cara-cara keseimbangan dalam menghadapi permasalahan kesehatan lingkungan ini. Hampir semua pemerintah daerah perkotaan di negara-negara berkembang tidak memiliki cukup kekuasaan, sumberdaya dan tenaga teknis yang diperlukan. Di hampir semua negara, kebutuhan sebagian populasi untuk perlindungan dan pelayanan-pelayanan dasar tidak terpenuhi. Sekitar 600 juta penghuni daerah perkotaan dan lebih dari 1000 juta penghuni daerah pedesaan hidup di rumah-rumah yang tidak melindungi dari ancaman terhadap kehidupan dan terhadap kesehatan dan di dalam kondisi yang memiliki kepadatan berlebihan dan tidak tersedia pelayanan-pelayanan dasar seperti air yang disalurkan melalui perpipaan, sanitasi dan pelayanan kesehatan. Perumahan mencakup pula unsur-unsur apakah rumah-rumah telah memiliki saluran air dan juga sarana yang memadai untuk memasak, mencuci, penyimpanan makanan dan

pembuangan kotoran manusia serta limbah cair. Unsur-unsur lain adalah lokasi dan lingkungan tetangga di sekitar tempat suatu unit perumahan yang seharusnya dapat memberikan pertahanan terhadap kecelakaan dan vektor penyakit. Di negara maju aspek-aspek kesehatan, dan keselamatan dari perumahan terutama menyangkut perancangan, struktur fisik, bahan bangunan dan kinerja bangunan (pencahayaan, ventilasi). Kemungkinan hubungan-hubungan antara kondisi perumahan yang tidak memadai dan permasalahn psikososial perlu dipertimbangkan. Air, sanitasi dan pembuangan limbah padat serta pengaliran limbah cair pada umumnya di negara maju sudah tidak dipermasalahkan lagi karena dianggap sudah tersedia. Demikian juga diasumsikan bahwa bangunan-bangunan sendiri secara legal dapat dipertanggungjawabkan dan bahwa bangunan serta norma-norma perencanaan dan regulasi-regulasi yang lain telah mencakup sebagian besar aspek-aspek kesehatan dan keselamatan dari bangunan. Di sebagian besar negara berkembang, sebagian besar bangunan tempat tinggal tidak terjangkau oleh regulasi kesehatan dan keamanan, penempatan bangunan tersebut serta konstruksi tidak pernah diawasi melalui peraturan pembangunan ataupun perencanaan. Sebagian besar terus membangun di luar regulasi, hanya minoritas dari rumah-rumah yang di bangun di negara berkembang pada saat ini dirancang dan diawasi oleh arsitek, dan jarang perancangan dan bahan-bahan yag digunakan mengacu pada regulasi pembangunan dan perencanaan. Hal ini termasuk di sebagian besar perumahan yang baru di pusat-pusat perkotaan. Bangunan-bangunan komersial, industrial dan perumahan tempat tinggal yang baru dibangun oleh sector formal di kota-kota di negara berkembang pada daerah tropik nampaknya meniru rancangan bangunan yang serupa di negara maju di daerah yang dingin tanpa mempertimbangkan perbedaan iklim dan budaya. Demikian pula, dalam hal perencanaan, pemukiman dan pemilihan bahan bangunan. Namun diketahui di sebagian besar negara-negara pada perancangan dan konstruksi bangunan yang memanfaatkan sebaik-baiknya bahan-bahan local memaksimalkan kenyamanan manusia dan mengatasi panas serta dingin yang ekstrim serta meminimilkan kebutuhan-kebutuhan energi untuk penghangatan atau penyejukan. Berkaitan dengan tersebarnya pembangunan perumahan dan pemukiman secara merata di seluruh wilayah Indonesia, maka perlu didorong usaha-usaha pembangunan

perumahan dan pemukiman di luar Pulau Jawa dan Bali yang dikaitkan dengan pengembangan kesempatan kerja. Berdasarkan sifatnya, pemukiman dapat dibedakan beberapa jenis, yaitu : 1. Pemukiman/ perkampungan tradisional Penduduknya masih memegang teguh tradisi, kepercayaan, kebudayaan dan kebiasaan hidup nenek moyang. Tidak mau menerima perubahan dari luar walaupun keadaan zaman telah berkembang dengan pesat. 2. Perkampungan darurat Jenis perkampungan ini biasanya bersifat sementara (daruart) dan timbulnya perkampungan ini karena adanya bencana alam seperti banjir. Gempa dan lain-lain. Daerah pemukiman ini bersifat darurat, tidak terencana dan kurang fasilitas sanitasi lingkungan sehingga kemungkinan penjalaran penyakit akan mudah terjadi. 3. Perkampungan kumuh (slum area) Jenis pemukiman ini biasanya timbul akibat adanya urbanisasi yaitu perpindahan penduduk dari kampung (pedesaan) ke kota untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Di kota mereka pada umumnya sulit mendapat tempat tinggal yang layak, hal ini karena tidak terjangkau oleh penghasilan (upah) yang didapatkan sehari-hari. Akhirnya mereka membuat gubug-gubug sementara (gubug-gubug liar) sebagai tempat tinggal. 4. Pemukiman transmigrasi Jenis pemukiman seperti ini direncanakan oleh pemerintah di suatu daerah untuk tempat penampungan penduduk yang ditransmigrasikan dari suatu daerah dengan penduduk yang padat ke daerah dengan penduduk yang jarang tetapi luas daerahnya (untuk bercocok tanam). Diharapkan kehidupan mereka akan lebih baik jika dibandingkan dengan kehidupan di daerah asalnya.

5. Perkampungan untuk kelompok-kelompok khusus Perkampungan seperti ini biasanya dibangun oleh pemerintah dan diperuntukkan untuk orang-orang ataukelompok-kelompok orang yang sedang menjalankan tugas tertentu, yang telah direncanakan. Contohnya antara lain adalah perkampungan atlit (peserta Olahraga Nasional misalnya), perkampungan orang-orang yang naik haji,perkampungan pekerja (pekerja proyek besar, proyek pembangunan bendungan), perkampungan/ perkemahan pramuka dan lain-lain. 6. Pemukiman baru (real estate) Pemukiman semacam ini direncanakan pemerintah dan bekerja sama dengan pihak swasta. Pembangunan tempat pemukiman ini biasanya di lokasi yang sesuai untuk suatu pemukiman (kawasan pemukiman). Di tempat ini keadaan kesehatan lingkungannya cukup baik, ada listrik, tersedianya sumber air bersih, sistem pembuangan kotoran dan air kotornya direncanakan secara baik, cara pembuangan sampahnya dikoordinir dengan baik, dilengkapi dengan gedung sekolah (SD, SMP dll), dibangun dekat tempat pelayanan masyarakat seperti Pos Kesehatan/ Puskesmas, Pos Keamanan, Kantor pos, pasar dan lain-lain. Contoh pemukiman seperti ini adalah perumahan KPR-BTN. Untuk daerah (kotakota) yang sulit mendapatkan tanah yang luas untuk perumahan, maka pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta membangun rumah tipe susun atau rumah bertingkat seperti di kota Metropolitan DKI Jakarta. Adapun aspek-aspek lingkungan pemukiman yang perlu mandapat perhatian antara lain (Sanropie dkk, 1989) : 1. Fasilitas lingkungan : adalah kelengkapan yang berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan, kekreasi dan kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka. 2. Prasarana lingkungan : adalah jalan, saluran air minum, saluran air limbah, saluran air hujan, pembuangan sampah dan jaringan listrik.

C. CONTOH Di suatu desa kecil yang penduduknya terutama bekerja di pertanian, dirasakan suatu kebutuhan untuk menjamin bahwa sumber-sumber air dilindungi, kontak dengan eksreta manusia (dan sangat sering juga hewan) dikurangi sampai minimum, jalan-jalan bisa dilewati walaupun pada musim penghujan, dan air hujan serta aliran permukaan tidak mengancam para penduduk di lingkungan pemukiman tersebut. D. LATIHAN Berdasarkan teks yang saudara baca di atas permasalahan apa saja yang muncul? E. UMPAN BALIK Bagaimana tanggapan saudara setelah menyelesaikan materi ini? F. RANGKUMAN 1. Masalah-masalah kesehatan lingkungan dapat meingkat tajam oleh karena konsentrasi yang tinggi dari limbah-limbah industri dan domestik. Masalah ini khususnya muncul di negara-negara berkembang, perubahan perkotaan telah melampaui kapasitas sebagian besar dari negara-negara berkembang untuk mengembangkan cara-cara keseimbangan dalam menghadapi permasalahan kesehatan lingkungan ini 2. Pemukiman harus diwujudkan selaras dengan fungsi ekologis lapangan kerja, pelayanan dan transportasi. G. TEST 1. Permasalahan apa saja yang muncul di lingkungan pemukiman dalam wilayah kerja/tempat tinggal saudara? 2. Bagaimana upaya pemantauan dan pengawasan kualitas lingkungan di pemukiman dilakukan dalam wilayah kerja/tempat tinggal saudara? 3. Bagaimana pemerintah melakukan solusi untuk memecahkan masalah di lingkungan pemukiman?