II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

Modul (MEKANIKA TANAH I)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral

TINJAUAN PUSTAKA. (dikokohkan) yang tersusun dari partikel padat yang terpisah-pisah dengan

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang

TINJAUAN PUSTAKA. Soil (tanah) bearasal dari bahasa italia yaitu solium yang menurut kamus

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH (DDT) PADA SUB GRADE

TINJAUAN PUSTAKA. kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995). butiran-butiran hasil dari pelapukan massa batuan massive, dimana

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak

TINJAUAN PUSTAKA. kimiawi. Tanah pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU DAN SERBUK GYPSUM TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok

TINJAUAN PUSTAKA. kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995). Selain

MEKANIKA TANAH KLASIFIKASI DARI SIFAT TANAH MODUL 3. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam.

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN)

Yusuf Amran. Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hajar Dewantara 15 A Metro, Lampung.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat

STUDI SIFAT FISIK TANAH ORGANIK YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN CORNICE ADHESIVE. Iswan 1) Muhammad Jafri 1) Adi Lesmana Putra 2)

II. TINJAUAN PUSTAKA. penutup dan pengerasan permukaan tanah. Paving block (bata beton)

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGUJIAN PARAMETER KUAT GESER TANAH MELALUI PROSES STABILISASI TANAH PASIR MENGGUNAKAN CLEAN SET CEMENT (CS-10)

BAGIAN 3-2 KLASIFIKASI TANAH

TINJAUAN PUSTAKA. mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO...

II. TINJAUAN PUSTAKA. sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah. 1. Definisi Tanah. Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah merupakan kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK GYPSUM DENGAN LAMANYA WAKTU PENGERAMAN (CURING) TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DI BOJONEGORO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH TANAH GADONG TERHADAP NILAI KONSOLIDASI DAN KUAT DUKUNG TANAH LEMPUNG TANON YANG DI STABILISASI DENGAN SEMEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. tanah di suatu tempat dengan tempat yang lain. Sifat-sifat tanah itu meliputi fisika

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Stabilisasi Menggunakan Abu Cangkang Sawit (ACS) di dalam tungku pembakaran (Boiler) pada suhu C.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanah dan Batuan. Definisi. TKS 4406 Material Technology I

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Lapisan bumi ditutupi oleh batuan, dimana material tersebut mengandung

PENGARUH SIKLUS BASAH KERING PADA SAMPEL TANAH TERHADAP NILAI ATTERBERG LIMIT

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS

Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah terbentuk dari terjadinya pelapukan batuan menjadi partikel-partikel yang

Proses Pembentukan Tanah

Seminar Nasional : Peran Teknologi di Era Globalisasi ISBN No. :

BAB II LANDASAN TEORI

PEMANFAATAN KAPUR DAN FLY ASH UNTUK PENINGKATAN NILAI PARAMETER GESER TANAH LEMPUNG DENGAN VARIASAI LAMA PERAWATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum Dalam pengertian teknik secara umum, Tanah merupakan material yang

KLASIFIKASI TANAH SI-2222 MEKANIKA TANAH I

TINJAUAN KUAT TEKAN BEBAS DAN PERMEABILITAS TANAH LEMPUNG TANON YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR DAN FLY ASH. Tugas Akhir

STABILISASI TANAH LEMPUNG LUNAK MENGGUNAKAN KOLOM KAPUR DENGAN VARIASI JARAK PENGAMBILAN SAMPEL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah. 1. Pengertian Tanah. Menurut Craig (1991), tanah adalah akumulasi mineral yang tidak

air tanah (drainase tanah), mengganti tanah yang buruk.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di

PENGARUH CAMPURAN ABU SABUT KELAPA DENGAN TANAH LEMPUNG TERHADAP NILAI CBR TERENDAM (SOAKED) DAN CBR TIDAK TERENDAM (UNSOAKED)

MEKANIKA TANAH SIFAT INDEKS PROPERTIS TANAH MODUL 2. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI 75% FLY ASH DAN 25% SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING

PENGGUNAAN TANAH PUTIH TONGGO (FLORES) DENGAN ABU SEKAM PADI UNTUK STABILISASI TANAH DASAR BERLEMPUNG PADA RUAS JALAN NANGARORO AEGELA

PENGUJIAN MATERIAL TANAH GUNUNG DESA LASOSO SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN TIMBUNAN PILIHAN PADA PERKERASAN JALAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terbuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis lainnya,

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK GYPSUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

TINJAUAN PUSTAKA. membedakan tanah atas (topsoil) yaitu bagian atas setebal 0,01-0,5 m dari

PEMANFAATAN KAPUR SEBAGAI BAHAN STABILISASI TERHADAP PENURUNAN KONSOLIDASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN VARIASI UKURAN BUTIRAN TANAH

Pengaruh Kandungan Material Plastis Terhadap Nilai CBR Lapis Pondasi Agregat Kelas S

A.Gumay 1,a* Mustopa 2,b

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MODUL 4,5. Klasifikasi Tanah

PENGARUH PENAMBAHAN TANAH GADONG PADA STABILISASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN SEMEN (Studi Kasus Kerusakan Jalan Desa Jono, Tanon, Sragen)

BAB III METODE PENELITIAN

KORELASI CBR DENGAN INDEKS PLASTISITAS PADA TANAH UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN TANAH LEMPUNG PADA TANAH PASIR PANTAI TERHADAP KEKUATAN GESER TANAH ABSTRAK

Tabel 1. Faktor Koreksi ( )

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA (ABU AMPAS TEBU) UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG SEBAGAI SUBGRADE JALAN (059G)

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat

KARAKTERISITIK KUAT GESER TANAH MERAH

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang

PENGGUNAAN LIMBAH BATU BATA SEBAGAI BAHAN STABILISASI TANAH LEMPUNG DITINJAU DARI NILAI CBR. Hairulla

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN ABU CANGKANG KELAPA SAWIT GUNA MENINGKATKAN STABILITAS TANAH LEMPUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. a. Verhoef (1994) men definisikan tanah sebagai kumpulan dari bagianbagian. material tersebut berisi udara dan air.

INVESTIGASI SIFAT FISIS, KUAT GESER DAN NILAI CBR TANAH MIRI SEBAGAI PENGGANTI SUBGRADE JALAN ( Studi Kasus Tanah Miri, Sragen )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel padat tersebut (Das, 1995). Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relative lepas (loose) yang terletak di atas batu dasar (bedrock) (Hardiyatmo, H.C., 1992). Menurut Bowles, tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut : 1. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles). 2. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm. 3. Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm, berkisar dari kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 mm). 4. Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm. Lanau dan lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang

6 disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis pantai pada muara sungai. 5. Lempung (clay), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang kohesif. 6. Koloid (colloids), partikel mineral yang diam yang berukuran lebih kecil dari 0,001 mm. B. Klasifikasi Tanah Sistem Klasifikasi Tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompokkelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan pemakaiannya (Das, 1995). Sistem klasifikasi tanah dimaksudkan untuk menentukan dan mengidentifikasikan tanah dengan cara sistematis guna menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu dan juga berguna untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi tanah dari suatu daerah ke daerah lain dalam bentuk suatu data dasar. Klasifikasi tanah juga berfungsi untuk studi yang lebih terperinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1991). Kebanyakan klasifikasi tanah menggunakan indek pengujian yang sangat sederhana untuk memperoleh karakteristik tanahnya. Umumnya klasifikasi

7 didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisis saringan (percobaan sedimentasi) dan plastisitasnya (Hardiyatmo, 2002). Adapun sistem klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Official) Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria berikut ini : a. Ukuran butir dibagi menjadi : Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm dan tertahan pada ayakan diameter 2 mm. Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 2 mm dan tertahan pada ayakan diameter 0,0075 mm. Lanau & Lempung : bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 0,0075 mm. b. Plastisitas, nama berlanau dipakai apabila bagian bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas (IP) sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai bila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas sebesar 11 atau lebih. c. Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) ditemukan dalam contoh tanah yang akan diuji maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu, tetapi persentase dari batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.

8 Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO Klasifikasi umum Klasifikasi kelompok Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Tanah berbutir (35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200 A-1 A-2 A-3 A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 Maks 50 Maks 30 Maks 15 Maks 50 Maks 25 Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI) Maks 6 NP Tipe material yang paling dominan Penilaian sebagai bahan tanah dasar Batu pecah, kerikil dan pasir Baik sekali sampai baik Min 51 Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Pasir halus Maks 40 Maks 10 Min 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung Maks 35 Min 41 Min 11 Klasifikasi umum Tanah berbutir (Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200 Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7 A-7-5 A-7-6 Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36 Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI) Tipe material yang paling dominan Penilaian sebagai bahan tanah dasar Maks 40 Maks 10 Tanah berlanau Biasa sampai jelek Min 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Catatan: Kelompok A-7 dibagi atas A-7-5 dan A-7-6 bergantung pada batas plastisnya (PL) Untuk PL > 30, klasifikasinya A-7-5; Untuk PL < 30, klasifikasinya A-7-6. NP = Non Plastis. Sumber: Hardiyatmo (1992). Tanah Berlempung Min 41 Min 11 2. Sistem Unified Soil Classification System (USCS) Unified Soil Classification System (USCS) diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE).

9 Kemudian American Society for Testing and Materials (ASTM) memakai USCS sebagai metode standar guna mengklasifikasikan tanah. Dalam USCS, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama, yaitu : 1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir yang kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan No.200. Simbol untuk kelompok ini adalah G untuk tanah berkerikil dan S untuk tanah berpasir. Selain itu juga dinyatakan gradasi tanah dengan simbol W untuk tanah bergradasi baik dan P untuk tanah bergradasi buruk. 2. Tanah berbutir halus (fine-grained soil), yaitu tanah yang lebih dari 50% berat contoh tanahnya lolos dari saringan No.200. Simbol kelompok ini adalah C untuk lempung anorganik dan O untuk lanau organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi. Plastisitas dinyatakan dengan L untuk plastisitas rendah dan H untuk plastisitas tinggi. Menurut Bowles, Kelompok-kelompok tanah utama sistem klasifikasi USCS dapat dilihat pada tabel 2. berikut ini : Tabel 2. Sistem Klasifikasi Tanah USCS Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Sufiks Kerikil G Gradasi baik W Gradasi buruk P Pasir S Berlanau M Berlempung C Lanau M Lempung C w L < 50 % L Organik O w L > 50 % H Gambut Pt

Tanah berbutir halus 50% atau lebih lolos ayakan No. 200 Lanau dan lempung batas cair 50% Batas Plastis (%) Lanau dan lempung batas cair 50% Tanah berbutir kasar 50% butiran tertahan saringan No. 200 Pasir 50% fraksi kasar l olos saringan No. 4 Pasir dengan butiran halus Pasir bersih (hanya pasir) Kerikil 50% fraksi kasar tertahan saringan No. 4 Kerikil dengan Butiran halus Kerikil bersih (hanya kerikil) Klasifikasi berdasarkan prosentase butiran halus ; Kurang dari 5% lolos saringan no.200: GM, GP, SW, SP. Lebih dari 12% lolos saringan no.200 : GM, GC, SM, SC. 5% - 12% lolos saringan No.200 : Batasan klasifikasi yang mempunyai simbol dobel 10 Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem USCS Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi GW GP GM GC SW SP SM SC ML CL OL MH Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung Pasir bergradasi-baik, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus Pasir berlanau, campuran pasirlanau Pasir berlempung, campuran pasir-lempung Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung kurus (lean clays) Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis Cu = D 60> 4 D 10 Cc = (D 30) 2 Antara 1 dan 3 D10 x D60 Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7 Cu = D 60> 6 D 10 Cc = (D 30) 2 Antara 1 dan 3 D10 x D60 Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 Batas-batas Atterberg di bawah garis A Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol atau PI > 7 Diagram Plastisitas: Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Attebergyang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol. 6 0 5 50 CH 40 CL 30 20 CL-ML 4 ML CH OH Tanah-tanah dengan kandungan organik PT sangat tinggi Sumber : Hardiyatmo, 1999. Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung gemuk (fat clays) Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi Peat (gambut), muck, dan tanahtanah lain dengan kandungan organik tinggi 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Batas Cair (%) Garis A : PI = 0.73 (LL-20) Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

11 C. Tanah Lempung Tanah lempung merupakan partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi di dalam tanah yang kohesif (Bowles, 1991). Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai dengan sub mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan, tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada kadar air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak (Das, 1995). Tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Sifat pengembangan tanah lempung yang dipadatkan akan lebih besar pada lempung yang dipadatkan pada kering optimum dari pada yang dipadatkan pada basah optimum. Lempung yang dipadatkan pada kering optimum relatif kekurangan air oleh karena itu lempung ini mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah sifat mudah mengembang (Hardiyatmo, 2002). 1. Sifat Sifat Tanah Lempung Sifat yang khas dari tanah lempung adalah dalam keadaan kering, maka tanah lempung akan bersifat keras, dan jika basah akan bersifat lunak plastis, dan kohesif, mengembang dan menyusut dengan cepat, sehingga mempunyai perubahan volume yang besar dan itu terjadi karena pengaruh air.

12 Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (clay) adalah sebagai berikut (Hardiyatmo, 2002) : a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm b. Permeabilitas rendah c. Kenaikan air kapiler tinggi d. Bersifat sangat kohesif e. Kadar kembang susut yang tinggi f. Proses konsolidasi lambat Tabel 4. Sifat Tanah Lempung Tanah Sifat Uji Lapangan Sangat Lunak Meleleh diantara jari ketika diperas Lempung Lunak Keras Kaku Sangat Kaku Dapat diperas dengan mudah Dapat diperas dengan jari yang kuat Tidak dapat diremas dengan jari, tapi dapat di gencet dengan ibu jari Dapat digencet dengan kuku ibu jari Sumber : Craig, (1991). Pada tabel 4 menunjukkan bahwa untuk menguji sifat dari tanah lempung di lapangan, dapat dilakukan dengan cara yang sederhana. Yaitu dengan meremas sampel tanah lempung dengan tangan, apabila tanah tersebut meleleh diantara jari ketika diperas maka tanah tersebut merupakan tanah lempung yang bersifat sangat lunak. Struktur tanah lempung dijelaskan pada tabel 5.

13 Tabel 5. Struktur Tanah Lempung Hal Struktur terdispersi Struktur terflokulasi Domain Claster Ped Keterangan Terbentuk oleh partikel partikel lempung yang mengendap secara individu. Orientasi butir-butirnya hampir parallel. Terbentuk oleh gumpalan gumpalan butiran lempung yang mengendap. Kelompok unit unit submikrokopis dari partikel lempung. Kelompok dari domain yang membentuk cluster. Dapat dilihat dengan mikroskop biasa. Kelompok dari cluster yang membentuk ped. Dapat dilihat tanpa mikroskop. Sumber : M. Das (1995) 2. Jenis Mineral Lempung a. Kaolinite Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin, yaitu hidrus alumino silikat dengan rumus kimia Al 2 Si 2 O 5 (OH) 4. Kekokohan sifat struktur dari partikel kaolinite menyebabkan sifatsifat plastisitas dan daya pengembangan atau menyusut kaolinite menjadi rendah. b. Illite Illite adalah mineral bermika yang sering dikenal sebagai mika tanha dan merupakan mika yang berukuran lempung. Istilah illite dipakai untuk tanah berbutir halus, sedangkan tanah berbutir kasar disebut mika hidrus.

14 c. Montmorillonite Mineral ini memiliki potensi plastisitas dan mengembang atau menyusut yang tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan basah dan keras pada keadaan kering. 3. Karakteristik Mineral Tanah Lempung Menurut Bowles (1995), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya memiliki sifat-sifat sebagai berikut : 1. Hidrasi Partikel-partikel lempung dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air yangdisebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini umumnya mempunyai tebal dua molekul karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda. 2. Aktifitas Tepi-tepi mineral lempung mempunyai muatan negatif netto. Ini mengakibatkan terjadinya usaha untuk menyeimbangkan muatan ini dengan tarikan kation. Tarikan ini akan sebanding dengan kekurangan muatan netto dan dapat juga dihubungkan dengan aktifitas lempung tersebut. Aktifitas inididefinisikan sebagai : Dimana persentase lempung diambil dari fraksi tanah yang < 2 µm. Aktivitas juga berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilainilai khas dari aktifitas dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini:

15 Tabel 6. Nilai-Nilai Khas Dari Aktifitas Mineral Nilai Aktivitas Kaolinite 0,4 0,5 Illite 0,5 1,0 Montmorillonite 1,0 7,0 3. Flokulasi dan dispersi Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan mineral lempung didalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai ph > 7 dan bersifat alkali tertarik oleh ion-ion H + dari air, gaya Van der Waal. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam. 4. Pengaruh Air Air pada mineral-mineral lempung mempengaruhi flokulasi dan disperse yang terjadi pada partikel lempung. Untuk meninjau karakteristik tanah lempung maka perlu diketahui sifat fisik atau Index Properties dari tanah lempung tersebut, yaitu: a. Batas-batas Atterberg (Atterberg Limits) Atterberg telah meneliti sifat konsistensi mineral lempung pada kadar air, bervariasi yang dinyatakan dalam batas cair, plastis, dan batas susut. Batas Atteberg dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini :

16 Tabel 7. Batas-Batas Atterberg Untuk Mineral Lempung Mineral Batas Cair Batas Plastis Batas Susut Montmorillonite 100-900 50-100 8,5-15 Illite 60-120 35-60 15-17 Kaolinite 30-110 25-40 25-29 Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dilihat pada gambar 1, tanah lempung dapat dikategorikan ke dalam kelompok MH atau OH. b. Berat Jenis (Gs) Gambar 1. Grafik Plastisitas. Nilai berat jenis yang didasarkan pada tiap-tiap mineral pada tanah lempung lunak dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Nilai Berat Jenis Untuk Tiap Mineral Tanah Lempung Lunak Mineral Lempung Lunak Berat Jenis ( Gs ) Kaolinite 2,6 2,63 Illite 2,8 Montmorillonite 2,4

17 c. Komposisi Tanah Angka pori, kadar air, dan berat volum kering pada beberapa tipe tanah lempung dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Nilai Angka Pori, Kadar Air, dan Berat Volume Kering pada Tanah Lempung Tipe Tanah Angka pori, e Kadar Air Dalam Keadaan Jenuh Berat Volume Kering, (kn/m 3 ) Lempung kaku 0,6 21 17 Lempung lunak 0,9 1,4 30 50 11,5 14,5 Lempung organik lembek 2,5 3,2 30 120 6 8 Kesimpulannya adalah tanah kohesif seperti lempung memiliki perbedaan yang cukup mencolok terhadap tanah non kohesif seperti pasir. Perbedaan tersebut adalah : 1. Tahanan friksi tanah kohesif < tanah nonkohesif 2. Kohesi lempung > tanah granular 3. Permeabilitas lempung < tanah berpasir 4. Pengaliran air pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah berpasir. 5. Perubahan volume pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah granular. D. Cornice Adhesive Cornice Adhesive adalah bubuk plaster yang berdaya rekat kuat, sangat dianjurkan dalam aplikasi di atas permukaan papan gypsum, semen, dan

18 plasterglass. Material cornice adhesive banyak digunakan sebagai perekat gypsum pada pemasangan plafond pada suatu konstruksi bangunan. Berat jenis (Gs) dari cornice adhesive berkisar antara 2,6 2,7. Komposisi cornice adhesive ditampilkan pada tabel 10. Tabel 10. Komposisi Cornice Adhesive Bahan Rumus Nomor CAS Kadar Silika, Kristal-kuarsa Si-O 2 14808-60-7 <0,3 % Kalsium Sulphate Hemihyrate Ca-O 4 -S.1/2-H 2 -O 10034-76-1 >60 % Batu Kapur Ca-CO 3 1317-65-3 <30% Dekstrin (C 6 H 10 O 5 ) n x H 2 O 9004-53-9 <5% Selulosa Thickener Tidak Tersedia Tidak Tersedia <2% Synthetic Polimer Tidak Tersedia 25213-24-5 <2% Sumber: http://www.boral.com.au/plasterboard/msds/pdfs/cornice_adhesive.pdf Dalam kandungannya Cornice Adhesive banyak terdapat Kalsium Sulphate Hemihyrate sebesar 60% dan batu kapur sebesar 30% dibandingkan unsurunsur lainnya yang hanya 0,3 % - 5% yang terdapat pada cornice adhesive. Bila dibandingkan dengan kandungan material semen yang juga digunakan sebagai bahan material suatu konstruksi bangunan, terdapat unsur SiO 2 yang sama pada kandungan material cornice adhesive, namun persentase kadarnya berbeda jauh bila dibandingkan, SiO 2 pada semen persentasenya 20,8%, sedangkan pada cornice hanya 0,3%. Komposisi semen bisa dilihat pada tabel 11.

19 Tabel 11. Kandungan Kimia Semen Nama Kandungan Semen Persentase (%) SiO 2 CaO Fe 2 O 3 Al 2 O 3 MgO SO 3 20,8 65,3 3 6,9 2 1,6 E. Stabilisasi Tanah Stabilisasi tanah adalah suatu proses untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dengan menambahkan sesuatu pada tanah tersebut, agar dapat menaikkan kekuatan tanah dan mempertahankan kekuatan geser. Adapun tujuan stabilisasi tanah adalah untuk mengikat dan menyatukan agregat material yang ada sehingga membentuk struktur jalan atau pondasi jalan yang padat. Sifat sifat tanah yang telah diperbaiki dengan cara stabilisasi dapat meliputi: kestabilan volume, kekuatan atau daya dukung, permeabilitas, dan kekekalan atau keawetan. Menurut Bowles (1995) beberapa tindakan yang dilakukan untuk menstabilisasikan tanah adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kerapatan tanah. 2. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi atau tahanan gesek yang timbul. 3. Menambah bahan untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi dan atau fisis pada tanah. 4. Menurunkan muka air tanah (drainase tanah) 5. Mengganti tanah yang buruk. Pada umumnya cara yang digunakan untuk menstabilisasi tanah terdiri dari salah satu atau kombinasi dari pekerjaan-pekerjaan berikut (Bowles, 1995) :

20 1. Mekanis, yaitu pemadatan dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis, tekstur, pembekuan, pemanasan dan sebagainya. 2. Bahan Pencampur (Additive), yaitu penambahan kerikil untuk tanah kohesif, lempung untuk tanah berbutir, dan pencampur kimiawi seperti semen, gamping, abu vulkanik/batubara, gamping dan/atau semen, semen aspal, sodium dan kalsium klorida, limbah pabrik kertas dan lain-lainnya. Metode atau cara memperbaiki sifat sifat tanah ini juga sangat bergantung pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena didalam proses perbaikan sifat sifat tanah terjadi proses kimia yang dimana memerlukan waktu untuk zat kimia yang ada didalam additive untuk bereaksi. Pada penelitian ini digunakan waktu pemeraman 7 hari, karena Cornice Adhesive memiliki setidaknya 30% kandungan kapur dalam komposisinya, dan merujuk pada penelitian terdahulu bahwa pada bahan stabilisasi kapur mampu meningkatkan nilai CBR tanah hanya pada 3 hari masa pemeraman. Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini dipandang waktu pemeraman 7 hari cukup untuk meningkatkan daya ikat antara butiran tanah dan kapur. G. Batas-Batas Atterberg Batas kadar air yang mengakibatkan perubahan kondisi dan bentuk tanah dikenal pula sebagai batas-batas konsistensi atau batas-batas Atterberg. Pada kebanyakan tanah di alam, berada dalam kondisi plastis. Kadar air yang terkandung dalam tanah berbeda-beda pada setiap kondisi tersebut yang mana bergantung pada interaksi antara partikel mineral lempung. Bila kandungan

21 air berkurang maka ketebalan lapisan kation akan berkurang pula yang mengakibatkan bertambahnya gaya-gaya tarik antara partikel-partikel. Sedangkan jika kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat dibedakan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu: padat (solid), semi padat (semi solid), plastis (plastic), dan cair (liquid) seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2. Kadar Air Bertambah Kering Makin Basah Padat Semi Padat Plastis Cair Cakupan Plasticity Index (PI) PI LL - PL (Shrinkage Batas Susut Limit) (Plastic Batas Plastis Limit) (Liquid Batas Cair Limit) Gambar 2. Batas-Batas Atterberg. Adapun yang termasuk ke dalam batas-batas Atterberg antara lain : 1. Batas Cair (Liquid Limit) Batas cair (LL) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. 2. Batas Plastis (Plastic Limit) Batas plastis (PL) adalah kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah yang di buat

22 menyerupai lidi-lidi sampai dengan diameter silinder 3 mm mulai retakretak, putus atau terpisah ketika digulung. 3. Indeks Plastisitas (Plasticity Index) Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air tanah yang masih bersifat plastis. H. Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian laboratorium yang menjadi bahan pertimbangan dan acuan penelitian ini dikarenakan adanya kesamaan metode dan sampel tanah yang digunakan, akan tetapi untuk bahan aditif dan variasi campuran serta waktu pemeraman yang berbeda, antara lain : 1. Perbaikan Tanah Timbunan Menggunakan Abu Gunung Merapi. Penelitian yang dilakukan oleh Andre Mei Budiartarto pada tahun 2012 adalah mengenai Pengaruh Waktu Pemeraman (Curing Time) Stabilitas Tanah Timbunan Dengan Menggunakan Abu Gunung Merapi menyatakan bahwa penggunaan bahan campuran abu gunung merapi dengan kadar abu optimum 20%, nilai CBR tanpa rendaman dengan waktu pemeraman selama 14 hari mampu meningkatkan kekuatan daya dukungnya. Hasil pengujian nilai pada variasi waktu pemeraman dapat dilihat pada tabel 12.

23 Tabel 12. Hasil Pengujian CBR Tiap Waktu Pemeraman (Andre Mei Budiartarto. 2012) Waktu Pemeraman (Hari) CBR Tanpa Rendaman (%) 0 17,9 4,2 7 18,4 5,8 14 20,0 8,2 28 21,9 11,6 CBR Rendaman (%) 2. Perbaikan Tanah Menggunakan Cornice Adhesive Penelitian yang dilakukan oleh Deny Nugraha pada tahun 2012 mengenai Studi Kuat Geser Langsung Dan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung Lunak Yang Distabilisasi Menggunakan Cornice Adhesive dengan penggunaan bahan campuran cornice adhesive sebagai bahan stabilisasi pada tanah lempung lunak dengan menggunakan variasi campuran kadar cornice adhesive sebanyak 0%, 6%, 12%, 18%, 24% dengan pemeraman 7 hari, nilai kohesi (c), sudut geser (φ), dan tegangan maksimum (σ) dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13. Nilai Kohesi, Sudut Geser Dan Tegangan Maksimum Terhadap Persentase Kadar Aditive (Deny N. 2012) Kadar (%) c (kg/cm 2 ) φ σ (kg/cm 2 ) 0 0,873 23,941 0,262 6 1,018 28,502 0,339 12 1,103 30,626 0,356 18 1,271 32,701 0,378 24 1,347 34,645 0,399 Dari tabel 13 dapat disimpulkan bahwa semakin besar kandungan additive pada sampel tanah, nilai kohesi yang bekerja semakin besar dan nilai sudut

24 geser semakin besar, dapat diartikan energi antar partikel tanah yang diberikan lebih besar atau lebih berpengaruh pada nilai kohesinya. Kekuatan kohesi antar partikel lebih dominan bekerja yang diimbangi dengan sudut geser antar partikel tersebut, berarti semakin besar kandungan additive, kekuatan yang lebih bekerja yaitu antar tanah lempung dan cornice adhesive. Pada tegangan maksimum, semakin besar persentase kadar cornice adhesive yang terkandung pada sampel tanah, maka nilai tegangan maksimum semakin meningkat. Sebaliknya, semakin kecil persentase kadar cornice adhesive yang terkandung pada sampel tanah, maka semakin kecil nilai tegangan maksimumnya.