BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id MENGENAT DAN MEMAHAMI NYAMUK DEMAM BERDARAH ( Aedes aegypti ) DTS,DARSONO,MSi KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN MENGENAI AEDES AEGYPTI

BAB III METODE PENELITIAN. jumlah tempat perindukan nyamuk yang mempengaruhi populasi larva Aedes

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

Universitas Diponegoro Koresponden :

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SebaranJentik Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dunia dalam garis lintang 35 LU dan 35 LS. Namanya diperoleh dari perkataan

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Pengamatan Tempat Perindukan Aedes

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk Aedes sp. adalah serangga pembawa vektor penyakit Deman

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

Nyamuk sebagai vektor

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbedaan Warna Kontainer Berkaitan dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Sekolah Dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke berbagai penjuru dunia. Di Indonesia sendiri, tanaman pepaya (Carica

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Keberadaan Kontainer sebagai Faktor Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Palu, Sulawesi Tengah

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

SIARAN RADIO TANGGAL 3 OKTOBER 2011 MATERI PENYAKIT DEMAM BERDARAH NAMA DR. I GUSTI AGUNG AYU MANIK PURNAMAWATI, M.KES

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes Aegypti Menurut Marcellus nyamuk Aedes aegypti mempunyai peranan penting dalam bidang kesehatan yaitu sebagai vektor DBD. DBD disebabkan oleh virus dan terdapat di daerah tropik. Cara penularanya adalah setiap kali nyamuk menusukkan kanalnya (ujung moncongnya) ke kapiler darah manusia untuk menghisapnya, maka nyamuk segera mengekskresi air liurnya yang mengandung anti koagulan (zat anti pembekuan darah) supaya darah mudah di sedot yang juga mengandung virus dengue, sehingga air liur yang tercemar virus tadi menular ke manusia yang menjadi korban gigitanya. Bila penderita digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk dan siap untuk ditularkan kepada orang lain. (9) 1. Taksonomi dan Morfologi Aedes aegypti secara taksonomi dan morfologi disebutkan bahwa nyamuk Aedes aegypti (diptera Culicidae) sebagai black white mosquito, karena tubuhnya ditandai dengan pita atau garis putih keperakan di atas dasar hitam. Di Indonesia nyamuk ini sering disebut sebagai salah satu dari nyamuk-nyamuk rumah. (10) Menurut Richard dan Davis, kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum - Arthropoda Klas - Insecta Ordo - Diptera Familia - Culicidae Genus - Aedes Spesies - Aedes aegypti Aedes aegypti seperti juga serangga lainya yang termasuk ordo diptera, mengalami metamorfosis sempurna (Holometabola). Stadium-stadiumnya terdiri dari

telur, larva (jentik), pupa (kepompong), dan nyamuk dewasa. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan dari telur menjadi dewasa di laboratorium yang bersuhu 27 C dan kelembapan udaranya 80 C kurang lebih 10 hari. Waktu 10 hari tersebut juga diperkirakan untuk keperluan pertumbuhan Aedes aegypti dari telur sampai dewasa di alam bebas. (11) a. Stadium Telur Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Telur Aedes aegypti berwarna hitam, sepintas lalu tampak bulat panjang dan berbentuk jorong (oval) menyerupai terpedo dengan ukuran ± 0,7 mm. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Di bawah mikroskop, pada dinding luar (exochorion) telur nyamuk ini, tampaknya ada garis-garis yang membentuk gambaran menyerupai sarang lebah. Di alam bebas telur spesies nyamuk ini diletakkan satu persatu menempel pada dinding wadah/ tempat perindukan terlihat sedikit di atas permukaan air. Telur nyamuk Ae. aegypti tidak memiliki alat pelampung, dan diletakkan satu per satu pada benda-benda yang terapung atau pada dinding bagian dalam tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan langsung dengan permukaan air. Dilaporkan bahwa dari telur yang dilepas, sebanyak 85 % melekat di dinding TPA, sedangkan 15 % lainnya jatuh ke permukaan air. Gambar 2.1 Telur Aedes aegypti (22) Di dalam laboratorium, terlihat jelas telur-telur ini diletakkan menempel pada kertas saring yang tidak terendam air sampai batas setinggi 2-4 cm di atas permukaan air. Di dalam laboratorium telur menetas dalam waktu 1 2 hari, sedangkan di alam bebas untuk penetasan telur diperlukan waktu yang kurang

lebih sama atau dapat lebih lama bergantung pada keadaan yang mempengaruhi air di wadah / perindukan. (12) b. Stadium Larva Larva nyamuk Ae. aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III, dan IV. Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong pernapasan (siphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen). (12) Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antenna tanpa duri-duri, dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing). Bagian dada tampak paling besar dan terdapat bulu-bulu yang simetris. Perut tersusun atas 8 ruas. Ruas perut ke-8, ada alat untuk bernapas yang disebut corong pernapasan. Corong pernapasan tanpa duri-duri, berwarna hitam, dan ada seberkas bulubulu(tuft). Ruas ke-8 juga dilengkapi dengan seberkas bulu-bulu sikat (brush) di bagian ventral dan gigi-gigi sisir (comb) yang berjumlah 15-19 gigi yang tersusun dalam 1 baris. Gigi-gigi sisir dengan lekukan yang jelas membentuk gerigi. Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif, dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaaan air. (12) Gambar 2.2 Larva Aedes aegypti (22)

c. Stadium Pupa Pupa nyamuk Ae. aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepaladada (cephalotorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca koma. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernafas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengunyah yang berguna untuk berenang,. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu di nomer 7 pada ruas perut ke-8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air. (12) Gambar 2.3 Pupa Aedes aegypti (22) d. Stadium Dewasa Nyamuk Ae. aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antenna yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (piercing-sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia (anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antenna tipe-pilose, sedangkan nyamuk jantan tipe plumose. Dada nyamuk ini tersusun dari 3 ruas, porothorax, mesothorax, dan metathorax. Setiap ruas dada ada sepasang kaki yang terdiri dari femur (paha), tibia (betis), dan tarsus (tampak). Pada ruas-ruas kaki ada gelang-gelang putih, tetapi pada bagian tibia kaki belakang tidak ada gelang putih. Pada bagian dada

juga terdapat sepasang sayap tanpa noda-noda hitam. Bagian punggung (mesontum) ada gambaran garis-garis putih yang dapat dipakai untuk membedakan dengan jenis lain. Gambaran punggung nyamuk Ae. aegypti berupa sepasang garis lengkung putih (bentuk : lyre) pada tepinya dan sepasang garis submedian di tengahnya. Perut terdiri dari 8 ruas dan pada ruas-ruas tersebut terdapat bintik-bintik putih. Waktu istirahat posisi nyamuk Ae. aegypti ini tubuhnya sejajar dengan bidang permukaan yang dihinggapinya. (12,13) Gambar 2.4 Nyamuk Aedes aegypti Betina Dewasa (22) 2. Bionomi nyamuk Aedes aegypti Telur, larva dan pupa nyamuk Ae. aegypti tumbuh dan berkembang di dalam air. Genangannya yang disukai sebagai tempat perindukan nyamuk ini berupa genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer atau tempat penampungan air bukan genangan air di tanah. Survey yang telah dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa tempat perindukan yang paling potensial adalah TPA yang digunakan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya. (12) Tempat perindukan tambahan adalah disebut non-tpa, seperti tempat minuman hewan, barang bekas, vas bunga, perangakap semut dan lain-lainnya, sedangkan TPA alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu dan lainlainnya. (12) Nyamuk Ae. aegypti lebih tertarik untuk meletakkan telurnya pada TPA berair yang berwarna gelap, paling menyukai warna hitam, terbuka lebar, dan

terutama yang terletak di tempat-tempat terlindung sinar matahari langsung. Nyamuk Ae. aegypti hidup domestik, lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada luar rumah. Nyamuk betina menggigit dan menghisap darah lebih banyak di siang hari terutama pagi atau sore hari antara pukul 08.00 sampai dengan 12.00 dan 15.00 sampai dengan 17.00. Kesukaan menghisap darah lebih menyukai darah manusia daripada hewan, menggigit dan menghisap darah beberapa kali pada siang hari orang sedang aktif, nyamuk belum menghisap darah beberapa kali karena pada siang hari orang sedang aktif, nyamuk belum kenyang, orang sudah bergerak, nyamuk terbang dan menggigit lagi sampai cukup darah untuk pertumbuhan dan perkembangan telurnya. (13) Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk Ae. aegypti juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh inang, temperatur, kelembaban, kadar karbondioksida, dan warna. Khan melaporkan bahwa untuk jarak yang lebih jauh, faktor bau memegangi peranan penting bila dibandingkan dengan faktor lainnya. Kebiasaan istirahat lebih banyak di dalam rumah pada benda-benda yang bergantung, berwarna gelap dan ditempat-tempat lain yang terlindung. (13) 3. Siklus Hidup nyamuk Aedes aegypti Ae aegypti di dalam air dengan suhu 20-400 C akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi beberapa faktor, yaitu temperatur, tempat, keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di dalam tempat perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari. Jadi pertumbuhan dan perkembangan telur, larva, pupa, sampai dewasa memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari. (12)

Gambar 2.5 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti (17) 4. Perilaku nyamuk Dewasa Keluar dari kepompong nyamuk istirahat di kulit kepompong untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari mangsa / darah. Nyamuk jantan menghisapcairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan nyamuk betina menghisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada darah binatang (bersifat antropofilik). Darah (proteinnya) diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik (gonotropic cycle). Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktifitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul

09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Ae.aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. (12,13). Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu + 2 hari setelah terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 20º C sampai 420º C, dan bila tempat - tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat. (13) 5. Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypi tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah + 1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut. (13) 6. Kepadatan Populasi Pengamatan vektor dalam strategi pemberantasan DBD terutama ditujukan terhadap Ae. aegypti yang merupakan vektor utama. Keterangan yang harus dikumpulkan secara terus menerus adalah distribusi dan kepadatannya. Indikator Breteau Index (BI) dapat membantu kita dalam mengambil keputusan waktu sebaiknya tindakan fogging dilakukan. Menurut kriteria WHO

1994, suatu wilayah dengan BI = 2 atau kurang termasuk wilayah yang aman DBD, sedangkan untuk wilayah dengan BI = 5 atau lebih termasuk potensial (berisiko), suatu waktu disitu akan berisiko terjadi penularan DBD. Dengan demikian, kalau distratifikasikan berdasarkan BI-nya, maka BI = 5-20 termasuk risiko rendah, BI =20-35 termasuk risiko sedang, sedangkan BI = 35-50 termasuk risiko tinggi. Maya Index adalah indikator baru yang digunakan untuk mengidentifikasikan apakah sebuah area atau komunitas berisiko tinggi sebagai tempat perkembang biakan ( breeding sites ) nyamuk Ae. aegypti, didasarkan pada status kebersihan area tersebut dan ketersediaan tempat yang mungkin berpotensi sebagai tempat perkembang biakan nyamuk. (14) Tabel 2.1 Contoh Controlable sites dan Disposable sites (15) Controlable sites Disposable sites Ember Botol bekas Pot bunga Kaleng bekas Talang air Ban bekas Drum minyak Ember bekas Sumur Lubang pada bambu Bak mandi Pohon yang berlubang Padasan Tempurung kelapa Tempat minum burung Genangan air Bak air Toples bekas Tower Gelas Tempat perindukan dibedakan menjadi tiga yaitu tempat yang dapat dikontrol ( controlable sites ), sampah (disposable sites) dan tempat yang selalu terkontrol (undercontrolable sites ). Undercontrolable sites merupakan tempat yang tidak mengandung larva Aedes. Tempat yang termasuk dalam controlable sites dan disposable sites dapat dilihat pada tabel 2.1 Maya Index didapat dengan mengkombinasikan Hygiene Risk Index (HRI) dan Breeding Risk Index ( BRI ), yang didefinisikan sebagai berikut a. Breeding Risk Index ( BRI ), proporsi controlable sites di setiap rumah. controlable sites HRI = Rata-rata kontainer tiap rumah

b. Hygiene Risk Index (HRI), proporsi disposable sites di setiap rumah. disposable sites HRI = Rata-rata kontainer tiap rumah Jumlah disposable sites yang tinggi, rumah dikategorikan kotor, demikian sebaliknya bila jumlah disposable sites rendah maka rumah dikategorikan bersih. Controlable sites tinggi menunjukkan rumah tersebut berisiko tinggi sebagai tempat perindukan nyamuk. Sebaliknya bila controlable sites rendah, rumah tersebut berisiko rendah untuk menjadi tempat perindukan nyamuk. Pada akhir-akhir ini banyak dipakai indeks pupa dengan pemikiran bahwa pupa hamper pasti menjadi nyamuk sedang larva indeks masih memungkinkan tidak menjadi larva. Perlu dipikirkan juga penggunaan ovitrap indeks dan virus indeks untuk lebih memberikan nilai kewaspadaan dini. (15) B. Nyamuk Aedes Albopictus Aedes albopictus merupakan nyamuk kebun (forest mosquito) yang memperoleh makanan dengan cara menggigit dan menghisap darah berbagai jenis binatang, berkembangbiak di dalam lubang-lubang pohon, lekukan tanaman, potongan batang bambu, dan buah kelapa yang terbuka. Aedes albopictus termasuk dalam subgenus yang sama dengan Ae. aegypti (Stegomyia). Klasifikasi Ae. albopictus adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum - Arthropoda Klas - Insecta Ordo - Diptera Familia - Culicidae Genus - Aedes Spesies - Aedes albopictus

Dalam musim penghujan relatif tersedia lebih banyak tempat yang cocok bagi habitat Aedes albopictus. Itulah sebabnya jumlah populasi Ae. albopictus sangat erat kaitanya dengan musim penghujan. Ae. albopictus merupakan nyamuk yang selalu menggigit dan menghisap darah manusia sepanjang hari mulai pagi sampai sore. Waktu menggigit paling sedikit ialah pada saat tengah hari selama cuaca kering dan panas. Perbedaan waktu puncak aktivitas antara menggigit di dalam dan di luar rumah diduga disebabkan oleh perbedaan intensitas cahaya. Di daerah perhutanan periode puncak menggigit tidak begitu nyata dibandingkan dengan daerah yang tidak berhutan. Nyamuk ini pertama kali menyerang manusia pada tungkai, tetapi sering juga pada lengan. (16) Jarak terbang nyamuk dewasa betina jenis ini berkisar antara 400 600 meter. Kesempatan berpindah tempat secara pasif bagi Ae. albopictus lebih terbatas sebab spesies ini hidup di luar rumah. Namun di sisi lain, kebiasaan mencari makan Ae. albopictus memungkinkan spesies ini mentransmisikan virus Dengue dari kera ke manusia dan sebaliknya. Perkawinan terjadi di udara, satu kali kopulasi sudah cukup untuk menyebarkan bibit telur. Perkawinan biasa terjadi sebelum atau segera setelah menghisap darah pertama kali. Waktu bertelur sesudah menghisap darah dipengaruhi oleh temperatur. Waktu terpendek antara menghisap darah dan bertelur untuk pertama kali ialah 7 hari pada suhu 21 dan 3 hari pada suhu 28. Penahanan telur yang sudah matang agaknya berhubungan dengan keadaan dasar tempat bertelur. Pada percobaan, nyamuk betina condong untuk bertelur lebih dekat pada habitat dengan permukaan kasar, berwarna kelabu dan berefleksi rendah dari pada dengan permukaan licin, hitam, dan berefleksi tinggi. Hampir dua kali lebih banyak telur dikeluarkan pada intensitas cahaya rendah dari pada tempat yang sama sekali gelap. (16) Telur dapat bertahan lama dalam keadaan kering dan temperatur rendah. Telur yang baru keluar dari induknya memerlukan peresapan air selama jangka waktu tertentu sebelum dapat bertahan lama terhadap pengeringan dan temperatur rendah. Di daerah panas Aedes albopictus bertahan dalam bentuk stadium telur. (16)

Dalam percobaan telur menetas dalam waktu 72 96 jam sesudah keluar dari induknya. Telur yang berumur sama tidak menetas saat bersamaan. Telur yang berumur sama dan diletakkan dalam suatu kontainer memerlukan waktu 3 12 hari untuk menetas. Telur yang masak (umur 4 7 hari) akan menetas segera sesudah berkontak dengan air. Lama penetasan dan lama siklus hidup tergantung pada waktu yang dibutuhkan telur untuk menjadi masak sesudah ditelurkan oleh induknya dan juga bergantung pada temperatur masa perkembangan selanjutnya. (16) Larva dapat hidup dalam air jernih dan air hujan, begitu pula dalam kontainer alamiah atau buatan hanya dengan membutuhkan sedikit makanan. Besar dan perkembangan larva dipengaruhi oleh temperatur dan persediaan makanan. Makanan yang mengandung protein lebih disukai dari pada yang mengandung hidrat arang. Stadium pupa tidak lama, rata-rata berumur 2 ½ hari. Dalam percobaan penyelidikan di laboratorium ternyata nyamuk dewasa dapat hidup maksimal selama 10 hari, umurnya di alam tidak diketahui, tetapi pasti lebih pendek. Sepuluh hari setelah nyamuk menghisap darah manusia yang kebetulan menderita infeksi dengue, virus ditemukan dalam kelenjar ludahnya sehingga dapat dimengerti bahwa hanya nyamuk betina yang telah berumur 10 hari ke atas dapat menyebarkan virus dengue. (16,17) C. Ekologi Vektor Transmisi virus dengue dari manusia ke manusia yang lain berlangsung melalui gigitan nyamuk betina Aedes (terutama Aedes aegypti) yang terinfeksi oleh arboviruses. Itulah sebabnya virus dengue disebut sebagai arthropod-borne viruses. Sekali nyamuk terinfeksi oleh arbovirus, sepanjang hidupnya nyamuk tersebut tetap terinfeksi dan dapat mentransmisikan virus kepada manusia atau kera. Nyamuk betina yang terinfeksi juga dapat menyalurkan virus kepada generasi berikutnya melalui proses transmisi transovarian. (17) Penyakit DBD melibatkan 3 organisme yaitu Virus Dengue, Nyamuk Aedes dan Host Manusia. Secara alamiah ketiga kelompok organisme tersebut secara individu

maupun populasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor musim, lingkungan biologik dan lingkungan fisik. (18) 1. Musim Di negara-negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung terutama pada musim panas meskipun ditemukan kasus-kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di Asia Tenggara, epidemi DBD terutama terjadi pada musim penghujan. Di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah datangnya musim penghujan. Epidemi mencapai angka tertinggi pada sebulan setelah curah hujan mencapai puncak tertinggi untuk kemudian menurun sejalan dengan menurunya curah hujan. (18) Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim penghujan erat kaitanya dengan kelembaban tinggi pada musim penghujan yang memberikan lingkungan optimal bagi masa inkubasi (mempersingkat masa inkubasi) dan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit. Kedua faktor tersebut meningkatkan aktivitas vektor dalam mentransmisikan infeksi virus dengue. Itulah sebabnya di daerah tropik pola kejadian DBD umumnya sejalan dengan pola musim penghujan. (19) 2. Lingkungan Biologik Lingkungan biologik yang mempengaruhi penularan penyakit DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan di dalam rumah dan halaman. Bila banyak tanaman hias dan tanaman pekarangan, berarti akan menambah tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat dan juga menambah umur nyamuk. Pada tempat-tempat yang demikian di daerah pantai akan memperpanjang umur nyamuk dan penularan dimungkinkan akan terjadi sepanjang tahun di tempat tersebut. 3. Lingkungan Fisik Lingkungan fisik yang mempengaruhi penularan penyakit DBD adalah tempattempat penampungan air, seperti tempat perindukan nyamuk Ae aegypti. Berbagai macam tempat penampungan air ini dibedakan lagi berdasarkan bahan (logam, plastik, porselin, fiberglass, semen, tembikar, dll), berdasarkan letak tandon air

(putih, hijau, coklat, dll), berdasarkan volume tandon air (kurang dari 50 lt, 51-100 lt, 101-200 lt, dll), berdasarkan letak tandon air (di dalam rumah, atau di luar rumah), berdasarkan penutup tandon air (ada atau tidak ada), berdasarkan pencahayaannya (terang atau gelap). Ketinggian tempat, di daerah pantai kelembaban udara akan mempengaruhi umur nyamuk, di dataran tinggi suhu udara mempengaruhi pertumbuhan virus di tubuh nyamuk, di tempat dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Ae. aegypti. Kecepatan angin, akan mempengaruhi juga suhu udara dan pelaksanaan fogging, suhu udara akan mempengaruhi juga terhadap perkembangan virus di dalam tubuh nyamuk Ae. aegypti. Tata guna tanah tidak kalah pentingnya terhadap penyebaran penyakit DBD dimana menentukan jarak dari rumah ke rumah. Rumah sempit, pencahayaan kurang, lebih disenangi nyamuk Ae. aegypti, pestisida yang digunakan akan dapat mempengaruhi kerentanan nyamuk, sedangkan kelembaban udara mempengaruhi umur nyamuk. (18,19) D. Ovitrap (Penangkap Telur Nyamuk) 1. Pengertian Menurut WHO ovitrap yaitu : Ovitraps are devices used to detect the presence of Ae. aegypti and Ae. albopictus. Beberapa pengertian ovitrap berdasarkan penelitian sebelumnya adalah tandon air buatan yang sengaja dibuat untuk keperluan survey entomologi yang biasanya terbuat dari potongan bambu atau container lain yang mudah didapat (bekas kaleng susu dicat hitam, gelas plastik, tempurung kelapa atau lainya) yang diberi lubang ± 1 cm dari tepi atas untuk menggantungkan ovitrap pada paku dan untuk mencegah air agar tidak meluap serta diberi padel yang berupa potongan bambu atau kain yang berwarna gelap untuk tempat meletakkan telur bagi nyamuk. (6,7) Sedangkan menurut beberapa penelitian yang lain ovitrap adalah peralatan yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus jika kepadatan populasi nyamuk rendah dan survey larva menunjukkan hasil yang tidak produktif (misal Breteau Index kurang dari 5), seperti dalam kondisi yang normal. (8)

Dari beberapa pengertian ovitrap di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Ovitrap adalah: Suatu alat yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan nyamuk Ae.aegypti dan Ae. albopictus dengan cara menangkap telur nyamuk dalam upaya pemberantasan vektor DBD dan survey entomologi. 2. Model monitoring Ovitrap Beberapa model yang dikembangkan untuk memonitor atau mengamati, menganalisis dan mengevaluasi data tempat penempatan ovitrap agar lebih memahami kondisi Aedes pada suatu daerah yang digunakan sebagai tujuan pengamatan, yaitu antara lain : a) Model Hotspot Model hotspot ovitrap dikembangkan untuk menampilkan, mengidentifikasi tempat utama ovitrap yang mempunyai lokasi terhadap tingkat kepadatan untuk angka setiap minggu selama periode waktu yang ditentukan. Contohnya, kita mengelompokkan kepadatan populasi lebih besar dari pada hanya dengan 1 larva atau 1 pupa atau per ovitrap, dan periode waktu selama 4 minggu untuk mengidentifikasi perindukan ovitrap secara konsisten untuk waktu selama 4 minggu tersebut. Model ini khususnya digunakan untuk mengidentifikasikan area yang mempunyai tingkat kepadatan Aedes tinggi secara konsisten selama beberapa waktu dan menjadi perhatian lebih. Dapat juga digunakan untuk suatu ukuran jika dengan tujuan mengontrol area tersebut efektif atau berhasil. b) Model Query Model query dikembangkan untuk membangkitkan atau menghasilkan dan menampilkan grafik bar total kepadatan perindukan ovitrap, untuk banyaknya area yang diseleksi selama periode waktu didefinisikan dengan minggu. Dengan model ini, tim pengamat dimungkinkan untuk membuat pertanyaan keadaan penempatan ovitrap di area selama periode waktu tertentu. c) Model Inactive ovitrap Model Inactive ovitrap dikembangkan untuk mengidentifikasi tempat ovitrap secara minimal atau tanpa tempat penempatan selama periode waktu yang ditentukan. Lokasi ini kemudian di evaluasi untuk melihat apakah ada

suatu kebutuhan ovitrap untuk diganti ke lokasi yang lain dimana tempat penempatan dapat dideteksi untuk mempromosikan lebih efisien penggunaan ovitrap. (20) 3. Cara Pembuatan Ovitrap dan Ovistrip Cara membuat ovitrap yaitu dengan menyediakan bahan-bahan sebagai berikut: tabung berwarna gelap dengan diameter kurang lebih antara ±10 cm dan tinggi kurang lebih antara ±10 cm. Kemudian bahan bahan dirangkai sebagai berikut : tabung diisi dengan air kira-kira 3/4 volume tabung dan sebagai pelengkap perangkap telur (Ovistrip), dibuat potongan pita kertas saring (kertas koran) yang ukurannya disesuaikan dengan ukuran perangkap. Pita kertas saring / kertas koran (Ovistrip) dipasang melingkar dalam tampungan yang sebagian atau separuhnya terendam air. Pita kertas ini bermanfaat untuk menempelkan telur, sehingga memudahkan untuk dilakukan pengamatan. Kemudian ovitrap di tempatkan pada tempat yang akan dilakukan untuk penelitian. (21) 4. Cara Kerja, Fungsi Ovitrap dan Ovistrip Cara kerja dan fungsi ovitrap adalah menangkap telur nyamuk aedes yang berada pada ovistrip untuk kemudian di analisa dan di hitung jumlahnya di laboratorium. (17,21) Pada hari ke 5 6 atau bisa sampai seminggu kita harus amati keberadaan telur atau jentik aedes yang terperangkap dalam ovitrap. Ditemukannya telur atau jentik aedes menandakan bahwa dilingkungan kita masih terdapat atau berkeliaran nyamuk Aedes. Setelah dilakukan pengamatan telur / jentik, maka air harus dibuang ditempat yang kering atau dimusnahkan, jangan diselokan atau air mengalir karena memungkinkan jentik menjadi nyamuk dewasa. Ovitrap dibersihkan dan selanjutnya dapat digunakan lagi. (21) Penerapan Ovitrap ini bila kita lakukan secara serius, seksama dan membudaya dimasyarakat, maka kemungkinan besar populasi nyamuk Aedes dapat dikendalikan karena dengan kontrol ketat setiap minggu maka jentik-

jentik yang dihasilkan tidak akan menjadi nyamuk dewasa, dengan demikian regenerasi nyamuk Aedes akan terhambat. (20) Gambar 2.6 Ovitrap terlihat dari atas (21) A B

C Keterangan : A = Batas atas ovistrip B = Ketinggian air adalah ¾ tabung Ovitrap C = Batas bawah ovistrip Gambar 2.7 Susunan dan Komposisi Ovitrap E. Kerangka Teori Berdasarkan beberapa penjelasan yang dipaparkan di atas dalam tinjauan pustaka maka dapat dibuat kerangka teori sebagai berikut : Lingkungan Biologik

Musim Kepadatan Populasi Nyamuk Ae. aegypti Lingkungan Fisik Siklus Gonotropik Jumlah Telur Ae. aegypti Karet Ban Warna Merah Jenis Bahan Ovistrip Kain Kantong Terigu Jumlah telur Ae. aegypti yang terperangkap Kain Tetron Warna Merah (9,11,12,17,18, 19) Gambar 2.8 Skema Kerangka Teori F. Kerangka Konsep Dari kerangka teori yang ada maka kerangka konsepnya adalah : Variabel Bebas Variabel Terikat Jenis Bahan Ovistrip : 1. Karet Ban Warna Merah 2. Kain Kantong Terigu 3. Kain Tetron Warna Merah Jumlah Telur Ae. aegypti Yang Terperangkap

Waktu Pencahayaan Kelembaban Udara Letak Ovitrap Suhu Air ph Air Jenis Air Variabel Terkendali Gambar 2.9 Skema Kerangka Konsep G. Hipotesis Ada pengaruh berbagai jenis bahan media untuk bertelur (ovistrip) terhadap jumlah telur Ae. aegypti yang terperangkap.