MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BANK DAN NASABAH MELALUI OTORITAS JASA KEUANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERLINDUNGAN dan PEMBERDAYAAN NASABAH BANK DALAM ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA 1

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/POJK.07/2014 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DI SEKTOR LEMBAGA KEUANGAN PERBANKAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien pada

(Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. rakyat banyak membutuhkan dana yang besar. 1 Salah satu sumber dananya yaitu

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK DAN NASABAH BANK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yang telah memiliki beberapa Undang-undang yang mengatur tentang

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia pada saat ini. Undang-Undang perbankan mulai disahkan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan upaya mewujudkan masyarakat

dan dipertahankan agar tidak berpaling pada bank lain.

BAB V PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam. Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas

No. 16/16/DKSP Jakarta, 30 September 2014 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA PENYELENGGARA DAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Mediasi Perbankan Dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Secara Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017. penyunan dan penandatanganan akta kesepakatan. Kata kunci: Penyelesaian sengketa, perbankan, mediasi

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK, BANK INDONESIA, DAN OTORITAS JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/7/PBI/2005 TENTANG PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

Yth. Direksi/Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

BAB V PENUTUP. 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah. Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

ADHAPER ISSN Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2015

FAQ ATAS PERATURAN OJK TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA (LAPS) DI SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI. Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. SAMARINDA, 2 juli 2015

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN

ekonomi Kelas X BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. OJK berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang Undang Otoritas Jasa

BAB I PENDAHULUAN. dan memperkokoh dalam tatan perekonomian nasional. peningkatan pembangunan pemerintah maupun bagi pengusaha-pengusaha swasta

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen adalah seorang Anggota Dewan Komisioner yang membidangi edukasi dan perlindun

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH ATAS DATA PRIBADI NASABAH DALAM LAYANAN INTERNET BANKING YANG DIBERIKAN OLEH PIHAK PERBANKAN ABSTRAK

IMPLEMENTASI PERATURAN KLIRING DALAM PERHITUNGAN UTANG PIUTANG WARKAT BILYET GIRO DI BANK MANDIRI CABANG SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan di berbagai bidang yang berpedoman pada Undangundang

BAB III LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI JIWA. 3.1 Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

FREQUENTLY ASK QUESTIONS

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan

Yth. Direksi/Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah,

IMPLIKASI PENERAPAN KETENTUAN OTORITAS JASA KEUANGAN MENGENAI LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. pembangunan Indonesia itu sendiri diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

MEDIASI PERBANKAN, SATU LAGI PROTEKSI TERHADAP NASABAH BANK Oleh: Djoko Retnadi 1

Mengenal OJK & Lembaga Keuangan Mikro

BAB I PENDAHULUAN. saat ini dan masa yang akan datang tidak akan lepas dari sektor perbankan,

Lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai Pengatur dan Pengawas Sektor Jasa Keuangan di Indonesia

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 1 /PBI/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN

-2- Modal dan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu menyempurnakan peraturan

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak bermunculan bermacam-macam bank umum di

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN LITERASI KEUANGAN DI SEKTOR JASA KEUANGAN

TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN INKLUSI KEUANGAN DI SEKTOR JASA KEUANGAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 11 /PBI/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara,

KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP GANTI KERUGIAN NASABAH BANK YANG BELUM DIBAYAR PIHAK BANK

DAFTAR PUSTAKA. Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV Mandar Maju: Bandung,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan secara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Ke

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. perekonomian. Kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap sektor masyarakat

Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 1 /PBI/2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kata Kunci : Kliring, Operasional dan Perbankan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2016

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/52/PBI/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN. munculnya Internethingga akhirnya tiba di suatu masa dimana penggunaan

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Hermansyah

Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/201 /PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I. Perkembangan ekonomi Indonesia melalui perusahaan asuransi adalah

JURNAL HUKUM. Diajukan oleh : Bertha Riorita Sardina Siagian NPM : Program Kekhususan : Hukum Ekonomi dan Bisnis FAKULTAS HUKUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BANK DAN NASABAH MELALUI OTORITAS JASA KEUANGAN JURNAL ILMIAH Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta Oleh : ARY ANGGUN SAWITRI 10100058 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2016 1

ABSTRAKSI Tujuan dari penelitian hukum ini adalah untuk mengetahui mediasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam mengatasi sengeketa antara bank dengan nasabah dan mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dalam proses mediasi Setelah Beralih Fungsi Pengawasan dari Bank Indonesia Ke Otoritas Jasa Keuangan. Hubungan yang terjalin antara bank dan nasabah pada dasarnya didasarkan pada prinsip kepercayaan, akan tetapi dalam praktiknya seringkali tidak dapat dihindarkan adanya sengketa (dispute) di antara mereka. Hal ini berawal dari terjadinya komplain yang diajukan nasabah kepada bank karena merasa dirugikan secara finansial. Upaya yang dilakukan nasabah antara lain dengan datang langsung ke bank, menelpon pada call center bank yang bersangkutan, menulis di media cetak misalnya pada surat pembaca, atau menyampaikan keluhan secara tertulis langsung kepada bank. Di sisi lain terkadang ada bank yang kurang memperhatikan pengaduan nasabah, atau bahkan mengabaikannya. Padahal bank memiliki kewajiban untuk menyelesaikan setiap pengaduan nasabah yang ada sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/7PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No. 10/10/PBI/2008. Lokasi penelitian di Otoritas Jasa Keuangan Surakarta. Jenis penelitian yuridis sosiologis. Sifat penelitian menggunakan deskriptif. Sumber data penelitian menggunakan data primer dan data sekunder.. Alat pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan.teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan telah berhasil melakukan mediasi terhadap sengketa antara bank dengan nasabah dalam kasus antara salah seorang nasabah bank swasta dengan bank swasta di Semarang, dimana dalam kasus antara nasabah dan bank tersebut sepakat untuk penyelesaian sengketa tersebut dalam bentuk pembayaran oleh bank kepada nasabah sebesar Rp 225.000.000 dan dana ditransfer langsung ke rekening yang ditunjuk oleh nasabah pada hari yang sama. Hal ini berarti bahwa Otoritas Jasa Keuangan telah mampu melaksanakan fungsinya sebagai mediator dalam melakukan mediasi dalam penyelesaian sengketa perbankan antara nasabah dengan bank sehingga tidak berlanjut di tingkat Pengadilan.Hambatan pelaksanaan mediasi yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan atas sengketa antara bank dengan nasabah antara lain adalah kurangnya pengetahuan nasabah tentang cara melakukan pengaduan ke Otoritas Jasa Keuangan, luasnya lingkup fungsi dan tugas Otoritas Jasa Keuangan yang tidak hanya mengurusi masalah sengketa antara bank dengan nasabah, tetapi juga lingkup tugas Otoritas Jasa Keuangan yang juga menangani tentang asuransi dan pasar modal dan banyaknya pengaduan yang diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan atas kasus atau sengketa antara nasabah dengan bank baik melalui pengaduan secara langsung maupun melalui telepon atau secara online, sedangkan sumber daya manusia terbatas. Kata kunci : mediasi, penyelesaian sengketa, perbankan 2

A. Latar Belakang Masalah Sistem hukum Indonesia khususnya yang menyangkut praktek perbankan haruslah berdasar kepada prinsip-prinsip yang terkandung dalam ideologi negara Indonesia yakni Pancasila dan Tujuan Negara Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai badan usaha, kehadiran bank di masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam proses pembangunan nasional. Arti dan peran perbankan terlihat dari pengertian bank itu sendiri yakni badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badanbadan usaha swasta dan negara. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa lainnya, bank berperan serta dalam mekanisme pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Prasarana perbankan Indonesia setelah reformasi mengalami perkembangan yang sangat cepat. Besarnya peran perbankan dalam pembangunan pada umumnya dan dalam sistem keuangan pada khususnya berbagai jasa keuangan yang diselenggarakan oleh lembaga keuangan. Berbagai risiko yang dihadapi harus mampu diminimalisir dengan berbagai strategi dan berpedoman pada peraturanperaturan yang ada untuk dapat menghimpun dana dari masyarakat. Kegiatan penghimpunan dana bagi bank pada masyarakat itu meliputi transaksi-transaksi dalam pemberian kredit, pemanfaatan sarana-sarana fasilitas bank seperti penyediaan kartu kredit, ATM, surat-surat berharga dan lain-lain. Asasasas hukum perbankan yakni : Asas Demokrasi Ekonomi; Asas Kepercayaan (Fiduciary Principle); Asas Kerahasiaan (Confidential Principle); Asas Kehatihatian (Prudential Principle). Dalam interaksi yang demikian intensif antara bank dan nasabah, bank berusaha untuk menarik minat konsumen bank agar memasuki dimensi perjanjian yakni perjanjian simpanan dan perjanjian kredit bank, sehingga terdapat keterikatan antara bank dan nasabahnya yang berujung kepada timbulnya hubungan hukum. Berdasarkan sifat dari subjek hukum itu sendiri sebagai human nature yang memiliki kepentingan keperdataan yang berbeda, maka dapat timbul kemungkinan 1

terganggunya siklus harmonisasi kepentingan keperdataannya dalam hubungan perikatan antara bank dan nasabah. Masing-masing pihak ini sama-sama memiliki kepentingan, namun dalam dimensi yang berbeda. Di bidang Perbankan hal ini merupakan awal sebuah sengketa antara bank dan nasabah. Dalam sistem hukum Indonesia, jika ada subjek hukum yang merasa terganggu keperdataannya, maka ia dapat mempertahankan hak-haknya melalui ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui proses litigasi dan nonlitigasi. Sebaliknya, penyelesaian sengketa alternatif sifatnya tidak formal, sukarela, melihat ke depan, kooperatif dan berdasar kepentingan. Menilik pengalihan fungsi pengawasan perbankan ke OJK, membuat otoritas memiliki tugas baru dalam hal perlindungan konsumen. Perpindahan kewenangan ini diharapkan dapat memperbaiki sistem perlindungan konsumen atau nasabah perbankan. Selama ini tak sedikit nasabah merasa tertipu oleh produk dan layanan yang ditawarkan oleh bank. Seiring beralihnya fungsi pengawasan perbankan dari BI ke OJK, agar sengketa antara konsumen atau nasabah dengan pelaku jasa keuangan tak melebar lebih jauh, OJK telah mengingatkan pelaku jasa keuangan untuk melindungi nasabahnya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis merumuskan masalah yang dibahas dalam penelitian antara lain: 1. Bagaimana mediasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam mengatasi sengeketa antara bank dengan nasabah? 2. Apa hambatan-hambatan yang timbul dalam proses mediasi setelah beralih fungsi pengawasan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan? C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui mediasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam mengatasi sengeketa antara bank dengan nasabah. 2

2. Mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dalam proses mediasi Setelah Beralih Fungsi Pengawasan dari Bank Indonesia Ke Otoritas Jasa Keuangan D. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Surakarta. Pengambilan lokasi penelitian berdasarkan pada tersedianya data terhadap kasus yang diteliti yakni kasus penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank yang ditangani oleh OJK. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan yaitu pendekatan secara yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis adalah menjelaskan masalah yang dikaitkan dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan pendekatan sosiologis yaitu memperjelas masalah yang diteliti berdasarkan kenyataan yang ada. Penelitian yang melakukan pembahasan terhadap kenyataan atau data yang ada dalam praktek untuk selanjutnya dihubungkan dengan ketentuan Undang-Undang atau hukum yang berlaku. Dalam penelitian ini adalah membahas pelaksanaan mediasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam penyelesaian sengketa antara bank dengan nasabah. 3. Sifat Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori lama atau di dalam kerangka menyusun teori-teori baru 1. 4. Sumber Data a. Sumber Data Primer Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari pihak yang berkaitan langsung dengan masalah yang diteliti, meliputi keterangan atau data yang diberikan pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah 1 Ibid, hal 10 3

Departemen Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan Cabang Surakarta. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder ialah sejumlah keterangan atau fakta yang secara tidak langsung diperoleh, antara lain : 1) Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan 3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Prosedur Mediasi di Pengadilan 4) Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006 5) PBI No. 10/10/PBI/2008tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah 5. Alat Pengumpulan Data a. Studi kepustakaan Yaitu dengan cara membaca, mengkaji dan mempelajari literatur/buku, catatan kepustakaan, dokumen serta bahan lain yang erat hubungannya dengan masalah yang diteliti. b. Studi Lapangan Penulis langsung ke obyek penelitian serta pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan sumber atau pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan yang diperlukan oleh penulis. Wawancara dilakukan dengan Kepala Departemen Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan Cabang Surakarta. 6. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu suatu cara penelitian yang menggunakan dan menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis maupun lisan dan juga perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan interaktif model, yaitu komponen reduksi data dan penyajian setelah data terkumpul, maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasa kurang maka perlu ada vertifikasi dan penelitian kembali dengan mengumpulkan data di lapangan. 4

7. Hasil Penelitian Dan Pembahasan a. Mediasi Otoritas Jasa Keuangan dalam Mengatasi Sengeketa antara Bank dengan Nasabah Hubungan yang terjalin antara bank dan nasabah pada dasarnya didasarkan pada prinsip kepercayaan, akan tetapi dalam praktiknya seringkali tidak dapat dihindarkan adanya sengketa (dispute) di antara mereka. Hal ini berawal dari terjadinya komplain yang diajukan nasabah kepada bank karena merasa dirugikan secara finansial. Upaya yang dilakukan nasabah antara lain dengan datang langsung ke bank, menelpon pada call center bank yang bersangkutan, menulis di media cetak misalnya pada surat pembaca, atau menyampaikan keluhan secara tertulis langsung kepada bank. Di sisi lain terkadang ada bank yang kurang memperhatikan pengaduan nasabah, atau bahkan mengabaikannya. Padahal bank memiliki kewajiban untuk menyelesaikan setiap pengaduan nasabah yang ada sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/7PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No. 10/10/PBI/2008. Penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank yang diatur dalam PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah pada praktiknya tidak selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dapat diakibatkan oleh tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi bank baik seluruhnya maupun sebagian mengingat lembaga Pengaduan Nasabah berada pada internal bank yang bersangkutan sehingga penyelesaiannya merupakan kebijakan bank tempat nasabah melakukan kegiatan transaksi keuangan. Ketika nasabah menerima putusan yang diberikan oleh bank tersebut maka permasalahan selesai. Akan tetapi terkadang ada nasabah yang merasa bahwa bank tidak memberikan solusi seperti yang diinginkannya sehingga pada gilirannya berbagai cara akan ditempuh antara lain melaporkan kepada Lembaga Konsumen, Lembaga Ombudsman, mengajukan gugatan secara perdata, bahkan terkadang ada nasabah yang melaporkan bank kepada polisi. Padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa penyelesaian melalui lembaga-lembaga dimaksud seringkali berlarut-larut dan terlalu prosedural sehingga harapan kedua belah pihak untuk 5

memperoleh solusi terbaik secara sederhana, murah, dan cepat belum tentu dapat tercapai. Ketidakpuasan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antara nasabah dengan bank semakin berkepanjangan dan apabila tidak segera ditangani dapat mempengaruhi reputasi bank, mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan dan merugikan hak-hak nasabah. Kerjasama antara bank dengan nasabah terkadang dapat menyebabkan terjadinya pergesekan dalam hubungan antara nasabah dan bank, jika pergesekan itu tidak diselesaikan dengan cepat dan memuaskan maka akan memunculkan risiko timbulnya sengketa antara keduanya, misalnya adalah informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan bank, pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk atau jasa perbankan yang masih kurang, ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah peminjam dana, dan tidak adanya saluran yang memadai untuk memfasilitasi penyelesaian awal friksi yang terjadi antara nasabah dengan bank. Mediasi perbankan adalah salah satu bentuk implementasi program yang bertujuan untuk mencapai Arsitektur Perbankan Indonesia (API) khususnya pada pilar yang keenam yaitu Perlindungan Konsumen. API itu sendiri dirancang untuk dapat mencapai sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu pertumbuhan ekonomi nasional. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/5/PBI/2006 menyebutkan bahwa mediasi adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian atau seluruh permasalahan yang disengketakan. Mediasi ini ditujukan ketika adanya adanya dua pihak atau lebih yang bersengketa. Hanya saja yang dimaksud sengketa dalam mediasi ini ditujukan hanya pada pihak nasabah sebagai pihak yang mengajukan tuntutan. Padahal di sisi lain, pihak bankpun punya hak untuk mengajukan tuntutan. Dengan demikian ada standar ganda yang diterapkan oleh Bank Indonesia (BI). Upaya penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank dapat dilakukan melalui negosiasi, konsiliasi, mediasi dan arbitrase sebagaimana diatur dalam 6

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maupun melalui jalur peradilan. Namun demikian, upaya penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau jalur peradilan tidak mudah dilakukan, khususnya bagi nasabah kecil karena memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Penyelesaian melalui lembaga-lembaga dimaksud seringkali berlarut-larut dan terlalu prosedural. Berdasarkan pada kondisi dimaksud maka diperlukan sebuah lembaga penyelesaian sengketa alternatif (alternatif dispute resolution) yang mampu melaksanakan fungsi dispute settlement yang bersifat win-win solution, sehingga dapat lebih memuaskan kedua belah pihak yang bersengketa secara proporsional. Salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dapat dipilih oleh para pihak adalah mediasi. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Pada akhirnya tanggal 31 Desember 2013 fungsi, tugas, dan wewenang untuk mengatur dan mengawasi perbankan telah beralih dari Bank Indonesia kepada Otoritas jasa Keuangan (OJK), sebelumnya lembaga keuangan bukan bank yang semula diatur dan diawasi oleh BAPEPAM-LK juga telah beralih kewenangannya kepada OJK. Peralihan yang sama dilakukan untuk pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan dari BI ke OJK. Hal tersebut merupakan realisasi dari amanat Pasal 34 ayat (1) UU BI yang berisi bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang. OJK menaungi semua lembaga keuangan di dalam sistem keuangan nasional. Perbankan yang semula diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia, pasar modal yang semula diatur dan diawasi oleh BAPEPAM-LK dan lembaga keuangan lainnya yang diawasi oleh Kementerian Keuangan dan telah beralih ke BAPEPAM-LK, saat ini telah diatur dan diawasi di dalam satu atap yaitu oleh OJK. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, 7

pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Pertimbangan dibuat dan disahkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang OJK tersebut untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi konsumen dan masyarakat. Konsumen yang dimaksud di dalam ketentuan UU OJK ini adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada perbankan, pemodal di Pasar Modal, Pemegang Polis pada Perasuransian, dan Peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan di Indonesia. Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK disebutkan bahwa salah satu tugas OJK adalah memberikan perlindungan kepada Konsumen dan/atau masyarakat. Dalam rangka memberikan perlindungan Konsumen, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No. 01/POJK.07/2013 tanggal 26 Juli 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. POJK dimaksud menerapkan prinsip keseimbangan, yaitu antara menumbuhkembangkan sektor jasa keuangan secara berkesinambungan dan secara bersamaan memberikan perlindungan kepada Konsumen dan/atau masyarakat sebagai pengguna jasa keuangan. POJK tersebut mengandung 3 aspek utama yaitu: (i) peningkatan transparansi dan pengungkapan manfaat, risiko serta biaya atas produk dan/atau layanan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK); (ii) tanggung jawab PUJK untuk melakukan penilaian kesesuaian produk dan/atau layanan dengan risiko yang dihadapi oleh konsumen keuangan; (iii) prosedur yang lebih sederhana dan kemudahan konsumen keuangan untuk menyampaikan pengaduan dan penyelesaian sengketa atas produk dan/ atau layanan PUJK. Proses penyelesaian sengketa atas produk dan atau layanan PUJK di luar pengadilan, maka OJK menerbitkan POJK No. 01/POJK.07/2014 tanggal 16 8

Januari 2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) di Sektor Jasa Keuangan. POJK tersebut antara lain mengatur mekanisme penyelesaian pengaduan di sektor jasa keuangan yang dapat ditempuh melalui 2 tahapan yaitu penyelesaian pengaduan yang dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan (internal dispute resolution) dan penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan atau lembaga di luar peradilan (external dispute resolution). Sejalan dengan karakteristik dan perkembangan di sektor jasa keuangan yang senantiasa cepat, dinamis, dan penuh inovasi, maka LAPS di luar peradilan memerlukan prosedur yang cepat, berbiaya murah, dengan hasil yang obyektif, relevan, dan adil. Penyelesaian Sengketa melalui LAPS bersifat rahasia sehingga masing-masing pihak yang bersengketa lebih nyaman dalam melakukan proses penyelesaian sengketa, dan tidak memerlukan waktu yang lama karena didesain dengan menghindari kelambatan prosedural dan administratif. Selain itu, penyelesaian Sengketa melalui LAPS dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki keahlian sesuai dengan jenis sengketa, sehingga dapat menghasilkan putusan yang obyektif dan relevan. Dalam hal LAPS belum terbentuk OJK berperan memfasilitasi sengketa antara Konsumen dengan PUJK. Dalam melaksanakan perlindungan Konsumen dan/ atau masyarakat, OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian Konsumen dan/atau masyarakat, yaitu dengan memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik produk dan/atau layanan sektor jasa keuangan, yang tercermin dalam Pasal 28 UU tentang OJK. Kehadiran OJK dianggap sebagai otoritas yang dapat menanggulangi kegelisahan masyarakat atas tindakan penyelewengan lembaga keuangan (yang umumnya tidak berizin) yang selama ini terjadi. Belum lama ini OJK telah menerbitkan Peraturan OJK No. 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen sektor Jasa Keuangan. Pencapaian tujuan Peraturan OJK No. 01/POJK.07/2013 ini untuk melindungi kepentingan konsumen industri jasa keuangan setidak-tidaknya dapat tercapai melalui 3 aspek yang disebut OJK terdiri dari peningkatan transparasi (berupa pengungkapan manfaat, resiko serta biaya atas produk dan/atau layanan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), 9

melakukan penilaian kesesuai prosedur yang lebih sederhana dan memudahkan konsumen untuk menyampaikan pengaduan dan penyelesaian sengketa atas produk atau layanan PUJK. Penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank tidak selalu dapat memuaskan nasabah dan berpotensi menimbulkan sengketa di bidang perbankan antara nasabah dengan bank. Pasal 1 angka 4 PBI No. 8/5/PBI/2006 jo PBI No. 10/1/PBI/2008 memberikan definisi mengenai sengketa yaitu permasalahan yang diajukan oleh Nasabah atau perwakilan Nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan oleh bank sebagaimana diatur di dalam PBI No.7/7/PBI/2005 jo. PBI No. 10/10/PBI/2008. Baik PBI maupun POJK menentukan bahwa sengketa baru timbul ketika proses penyelesaian pengaduan nasabah tidak berhasil. Mediasi berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 PBI No. 8/5/PBI/2006 jo. PBI No. 10/1/PBI/2008 adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Penyelesaian sengketa melalui lembaga mediasi, tampaknya jauh lebih praktis jika dibandingkan dengan melalui pengadilan. Disebut demikian, karena hakikat penyelesaian melalui lembaga mediasi, pada prinsipnya adalah diselesaikan oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Peran mediator adalah sebagai fasilitator semata. Ketentuan POJK No. 1/POJK.07/2014 tidak memberikan pengaturan mediasi secara mendetail, hanya memberikan definisi mediasi dan tidak menentukan bahwa kesepakatan yang diperoleh dapat meliputi sebagian atau seluruh permasalahan yang disengketakan sebagaimana disebutkan didalam PBI No. 8/5/PBI/2006 jo PBI No. 10/1/PBI/2008. Mediasi perbankan berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) PBI No. 8/5/PBI/2006 jo PBI No. 10/1/PBI/2008 dilaksanakan untuk setiap sengketa yang memiliki nilai tuntutan finansial paling banyak Rp 500.000.000,-. Begitu pula dengan ketentuan di dalam Pasal 41 POJK No. 1/POJK.07/2013 yang menentukan bahwa OJK mempersyaratkan kerugian yang diderita nasabah paling banyak Rp 500.000.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa pihak yang 10

bersengketa yaitu bank dan nasabah dengan melalui Ootoritas Jasa Keuangan maksimal adalah Rp. 500.000.000,- Proses mediasi dimulai dengan pengajuan penyelesaian sengketa dalam rangka mediasi perbankan kepada Bank Indonesia oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah. Proses mediasi dimulai ketika Nasabah atau Perwakilan nasabah dan Bank menandatangani perjanjian mediasi (agreement to mediate). Proses mediasi paling lama 30 hari setelah perjanjian mediasi ditandatangani dan dapat diperpanjang selama 30 hari. Ketentuan Pasal 42 sampai dengan Pasal 45 POJK No. 1/POJK.07/2013 menentukan fasilitas pengaduan nasabah oleh OJK, di dalam ketentuan tersebut juga dikatakan bahwa fasilitas pengaduan nasabah oleh OJK adalah maksimal 30 hari dan dapat diperpanjang selama 30 hari setelah akta kesepakatan dilakukan. OJK menunjuk fasilitator untuk mengkaji ulang permasalahan secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan penyelesaian. Pelaksanaan penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan merupakan suatu bentuk perlindungan konsumen dan masyarakat, hal tersebut tidak terlepas dari perpindahan kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan. Berikut ini akan disajikan kasus peran mediasi dari Otoritas Jasa Keuangan dalam menyelesaikan sengketa antara bank dan nasabah. Berikut disajikan contoh kasus peran Otoritas Jasa Keuangan sebagai mediasi dalam penyelesaian kasus antara bank dan nasabah. Fungsi mediasi perbankan terbatas pada upaya membantu nasabah dan bank untuk mengkaji ulang sengketa secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan antara nasabah dan Bank. Deskripsi Kasus Sengketa Bank dan Nasabah Salah saeorang nasabah dengan inisial Z merupakan nasabah prioritas Bank ABC semenjak tahun 2010. Pada tanggal 9 November 2013, Z melakukan transaksi pembayaran kabel vision. Selanjutnya pada tanggal 12 November 2013, Z melakukan cetak buku tabungan dan baru menyadari bahwa terdapat penarikan dana pada rekeningnya dengan total nilai Rp 285.000.000,- sehingga langsung melaporkan permasalahan ini kepada Bank ABC. Pada tanggal 28 November 2013, diadakan pertemuan antara H dengan Bank ABC. Dalam 11

pertemuan tersebut Bank ABC menjelaskan bahwa transaksi merupakan transaksi yang sah. Berdasarkan hasil investigasi Bank ABC, Z meninggalkan mesin ATM dalam keadaan kartu ATM masih aktif yang kemudian dimanfaatkan oleh orang berikutnya, yang telah mengetahui nomor PIN Z dengan cara melihat,/memperhatikan pada saat Z melakukan transaksi. Transaksi senilai Rp 285.000.000,- terdiri dari : 1) Transfer ke rekening Bank ABC a.n. X sebesar Rp 50.000.000,- (masih dalam limit transfer kartu Platinum) dengan alamat fiktif. 2) Transfer ke rekening Bank ABC a.n. Y sebesar Rp 25.000.000,0 (masih dalam limiat transfer kartu Platinum) dengan alamat fiktif. 3) Transfer ke rekening Bank KLM sebesar Rp 10.000.000,- (masih dalam limit transfer kartu Platinum). Atas rekening dimaksud, Bank ABC tidak melakukan identifikasi dikarenakan adanya ketentuan mengenai kerahasiaan data nasabah. 4) Pembayaran kartu kredit Bank ABC a.n. Q sebesar Rp 200.000.000,- (untuk pembayaran kartu kredit tidak ada pembatasan nilai transaksi), dimana pemegang kartu saat ini tidak diketahui keberadaannya. Sebagai pemegang kartu ATM Platinum, Z dapat melakukan transfer melalui ATM sebesar Rp 75.000.000,- per hari sehingga merasa keberatan dengan adanya transaksi yang dapat melebihi batas maksimal tersebut. Seluruh transaksi transfer melalui ATM dari rekening Z menurut catatan Bank ABC mencapai Rp 85.000.000,, dimana transaksi yang tidak diakui oleh Z adalah sebesar Rp 10.000.000,- Selain itu, Z juga mengeluhkan minimnya pengamanan lokasi ATM yang terbuka di area parkir motor dan tidak disertai, CCTV, tanpa petugas pengamanan yang secara khusus ditugasi mengawasi ATM dan lingkungan sekitarnya. Z dan Bank ABC kemudian sepakat melanjutnya penyelesaian sengketa melalui mediasi dengan penandatanganan Agreement to Mediate pada tanggal 10 Desember 2013. Setelah melalui proses mediasi, dihasilkan suatu kesepakatan sebagai berikut: 1) Z dan Bank ABC sepakat untuk penyelesaian sengketa tersebut dalam bentuk pembayaran oleh Bank ABC kepada H sebesar Rp 225.000.000,- 12

2) Dana tersebut ditransfer langsung ke rekening yang ditunjuk oleh nasabah Z pada hari yang sama. Peran OJK dalam hal pengaturan dan pengawasan perbankan khususnya kepada bank tidak terlepas untuk melindungan kepentingan konsumen dan masyarakat. Dalam melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat merupakan ruang gerak bagi OJK dalam melaksanakan penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan dapat dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan. OJK sebagai lembaga pengawas dan pengatur lembaga jasa keuangan dalam kasus antara nasabah Z dengan Bank ABC adalah dalam menjalankan fungsi mediasi adalah sebagai mediator dengan mempertemukan pihak nasabah yaitu Z dengan Bank ABC untuk mencari kesepakatan agar kasus tersebut tidak dilanjutkan ke pengadilan. Analisis Dalam kasus tersebut nasabah bank tidak mengetahui bahwa kartu ATM yang dimilikinya digunakan oleh orang lain tanpa sepengetahuannya, yang pada akhirnya pemilik ATM tersebut menyadari bahwa berkurangnya saldo pada saat men-cek saldo melalui print out ke bank. Pihak bank akan menanggapi komplain tersebut dengan memperlihatkan bukti yang tercatat pada mesin transaksi yang terdapat pada bank. Dalam kasus tersebut pihak nasabah tetap menentang bahwa ia tidak pernah melakukan transaksi tersebut sebagaimana tercatat pada bukti transaksi pada bank, maka disinilah sengketa itu berawal yang pada akhirnya diselesaikan dulu oleh bank tersebut dengan nasabah yang bersangkutan. Jika pada akhirnya tidak menemukan kesepakatan untuk perdamaian, maka para pihak bisa melanjutkan sengketa tersebut melalui penyelesaian sengketa melalui Otoritas Jasa Keuangan. Mediasi perbankan memang dilakukan oleh dua lembaga yaitu pada Otoritas Jasa Keuangan dan pada Bank Indonesia, dan hanya terdapat perbedaan kompetensinya saja. Namun kedua lembaga tersebut berperan sebagai fasilitator untuk memfasilitasi para pihak yang bersengketa. Pada Otoritas Jasa Keuangan, lembaga ini melakukan mediasi terhadap pengaduan nasabah yang sengketanya diluar dari sistem pembayaran. Karena untuk pengaduan nasabah mengenai sistem pembayaran merupakan kompetensi 13

Bank Indonesia. OJK yang bertindak sebagai fasilitator dalam penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah yang menyediakan layanan yang mencakup seluruh wilayah Indonesia. Pada kasus tersebut agar dapat dimediasi oleh OJK maka nasabah dan bank wajib menandatangani perjanjian fasilitasi yang pada pokoknya menyatakan Konsumen dan Bank telah sepakat untuk memilih penyelesaian sengketa difasilitasi oleh OJK dan akan tunduk dan patuh pada aturan fasilitasi yang ditetapkan oleh OJK. Berdasarkan SEBI No. 8/2006 jo. POJK No.1/2013 sengketa yang dapat diajukan penyelesaiannya melalui OJK adalah sengketa keperdataan dengan nilai sengketa yang diajukan maksimum sebesar Rp 500.000.000. Berdasarkan hal tersebut maka kasus antara Z dengan Bank ABC yang sebesar Rp 285.000.000,- berarti bahwa dalam kasus ini peran OJK tepat untuk menyelesaikan sengketa antara nasabah dengan bank tersebut. Kasus yang ditangani oleh OJK sebagai mediasi tersebut hanya terbatas pada nilai kumulatif dari kerugian finansial yang telah terjadi pada konsumen, potensi kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan konsumen dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan konsumen untuk mendapatkan penyelesaian permasalahan terkait sedangkan kerugian immateriil, misalnya pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan, tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan nilai sengketa. Dalam kasus antara Z dengan Bank ABC tersebut juga tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan atau lembaga mediasi dan belum pernah difasilitasi oleh OJK serta diajukan paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan disampaikan oleh Bank kepada Konsumen. Berdasar ketentuan Surat Edaran BI No.8/14/DPNP tanggal 1 Juni 2006 Tentang Mediasi Perbankan, akta kesepakatan bersifat final dan mengikat. Artinya sengketa yang telah diselesaikan tidak dapat diajukan untuk proses fasilitasi ulang di OJK dan berlaku sebagai undang undang bagi konsumen dan bank dan apabila tidak ada kesepakatan, maka konsumen dan bank menandatangani berita acara hasil fasilitasi OJK yang menyatakan tidak ada 14

kesepakatan di antara para pihak, sehingga dalam hal ini konsumen dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan. Berdasarkan hal tersebut maka Otoritas Jasa Keuangan, telah berhasil melakukan mediasi terhadap sengketa antara bank dengan nasabah yang sengketanya diluar dari sistem pembayaran. Karena untuk pengaduan nasabah mengenai sistem pembayaran merupakan kompetensi Bank Indonesia. OJK yang bertindak sebagai fasilitator dalam penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah yang menyediakan layanan yang mencakup seluruh wilayah Indonesia. Pelaksanaan penyelesaian sengketa perbankan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan merupakan suatu bentuk perlindungan konsumen dan masyarakat, hal tersebut tidak terlepas dari perpindahan kewenangan pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan khususnya di bidang perbankan. Menurut peneliti, pelaksanaan penyelesaian sengketa perbankan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dinilai lebih ideal karena Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, mempunyai ruang gerak dalam hal pelaksanaan penyelesaian perbankan. Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga negara memiliki daya penegakan hukum dalam hal perlindungan konsumen dan terlebih sumber dana Otoritas Jasa Keuangan yang tidak hanya bersumber pada dana tunggal baik yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Oleh karena Otoritas Jasa Keuangan sudah cukup ideal dan independen sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi penyelesaian sengketa perbankan. b. Hambatan yang Timbul dalam Proses Mediasi Setelah Beralih Fungsi Pengawasan dari Bank Indonesia Ke Otoritas Jasa Keuangan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya berbagi kewenangan dimana saat masa pengalihan pengawasan Bank dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan memerlukan kordinasi yang baik agar tidak saling mengambil alih tugas, perbedaaan Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan adalah BI berperan sebagai pengawas aspek makroprudensial yaitu menjaga stabilitas sistem keuangan, yakni ketika risiko instabilitas sistem keuangan berasal dari tekanan inflasi dan volatilitas nilai tukar rupiah maka 15

kebijakan makroprudensial yang diambil oleh BI akan mengarah kepada usaha untuk menuntaskan masalah tersebut sedangkan OJK berperan sebagai pengawas mikroprudensial yaitu melakukan pengawasan dan pengaturan di kegiatan sektor jasa keuangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Departemen Edukasi dan Perlindungan Konsumen mengenai beberapa hambatan yang timbul dalam proses mediasi setelah beralih fungsi pengawasan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan antara lain adalah 2 : a. Kurangnya pengetahuan nasabah tentang cara melakukan pengaduan ke Otoritas Jasa Keuangan apabila terjadi sengketa antara nasabah dengan bank, sehingga nasabah tidak mengetahui kemana harus melakukan pengaduan apabila terjadi sengketa antara nasabah dengan bank. b. Luasnya lingkup fungsi dan tugas Otoritas Jasa Keuangan yang tidak hanya mengurusi masalah sengketa antara bank dengan nasabah, tetapi juga lingkup tugas Otoritas Jasa Keuangan yang juga menangani tentang asuransi dan pasar modal, sehingga hal tersebut membuat Otoritas Jasa Keungan kesulitan dalam menyelesaikan berbagai kasus dengan lebih cepat. c. Banyaknya pengaduan yang diterima oleh Otoritas Jasa Keuangan atas kasus atau sengketa antara nasabah dengan bank baik melalui pengaduan secara 8. Daftar Pustaka Sumber Buku langsung maupun melalui telepon atau secara online, sedangkan sumber daya manusia terbatas, sehingga hal ini menghambat penyelesaian sengketa antara bank dengan nasabah. Afika Yumya, 2008, Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan Bank Indonesia Dibidang Pengawasan Perbankan, Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok Ahmad Taqiyuddin, 2012, Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi, Banjarmasin : Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Lambung Mangkurat 2 Wawancara dengan Bp. Arif Mustofa selaku Ketua Departemen Edukasi dan Perlindungan Konsumen, tanggal 4 Februari 2016 16

Arus Akbar Silondae, Andi Farian Fathoeddin, 2013, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisinis, Jakarta : Mitra Wacana Media Fatahillah A. Syukur, 2012, Mediasi Yudisial Di Indonesia, Bandung : Mandar Maju HB. Sutopo, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta : UNS Press, hal 38 Iswardono,1996, Uang dan Bank,Yogyakarta: BPFE Jimmy Joses Sembiring. 2011. Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan: Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi & Arbitrase. Jakarta: Transmedia Pustaka Khotibul Umam, 2010, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Yogyakarta: Pustaka Yustisia Muhammad Rutabuz Zaman, 2015, Penyelesaian Sengketa Alternatif (Alternative Dispute Resolution) Pada Layanan Jasa Perbankan, Miyah Vol. X No. 01 Rachmadi Usman, S.H., 2003, Aspek-aspek Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Rebekka Dosma Sinaga, 2013, Sistem Koordinasi Antara Bank Indonesia Dan Otoritas Jasakeuangan Dalam Pengawasan Bank Setelah Lahirnya Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara Siti Sundari, 2011, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Jakarta : Kementrian Hukum dan HAM RI Soerjono Soekanto. 2000. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press Widjanarto. 1994. Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesi. Jakarta: PT Pusaka Utama Grafiti Sumber Undang-Undang Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Prosedur Mediasi di Pengadilan Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006 PBI No. 10/10/PBI/2008tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah 17