TINJAUAN PUSTAKA. Seluruh kawasan hutan yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi

dokumen-dokumen yang mirip
(KPH) Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

I. PENDAHULUAN. hutan dan hasil hutan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 75 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Inventarisasi Hutan

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG

AA. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 28/Menhut-II/2006

BAB I PENDAHULUAN. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kehutanan;

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

BAB II. GAMBARAN PELAYANAN SKPD

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 14 TAHUN 2013

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERAN STRATEGIS KPH. Oleh : M.Rizon, S.Hut, M.Si (KPHP Model Mukomuko) Presentasi Pada BAPPEDA Mukomuko September 2014

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KEHUTANAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA OPERASIONALISASI KPH

KEBIJAKAN DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KPH

GUBERNUR SULAWESI UTARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

A. Bidang. No Nama Bidang Nama Seksi. 1. Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan. - Seksi Perencanaan dan Penatagunaan Hutan

TINJAUAN PUSTAKA. pemanfaatnya sehingga menjadi wilayah-wilayah open access, sehingga dapat

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG

D A T A D A N I N F O R M A S I KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH) 2013

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KELOLA KAWASAN AREAL PERHUTANAN SOSIAL Oleh : Edi Priyatno

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tugas, Pokok dan Fungsi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM Nomor : P. 01/IV- SET/2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. DINAS KEHUTANAN Bagian Pertama TUGAS, FUNGSI DAN SUSUNAN ORGANISASI Pasal 1

this file is downloaded from

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,

I. PENDAHULUAN. Oleh karena itu dibutuhkan pengelolaan hutan pada tingkat tapak, melalui

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM NOMOR : P. 12/IV- SET/2011 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 20/KPTS-II/2001 TENTANG POLA UMUM DAN STANDAR SERTA KRITERIA REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN MENTERI KEHUTANAN,

1 S A L I N A N. No. 146, 2016 BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 146 TAHUN 2016 T E N T A N G

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 RTRW KABUPATEN

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

4 Dinas Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 534 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS DINAS KEHUTANAN KABUPATEN GARUT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

KAJIAN PUSTAKA. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) 1. Pembentukan Wilayah KPH Seluruh kawasan hutan yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi harus dilaksanakan proses pembentukan wilayah pengelolaan hutan agar dapat dikelola secara lestari. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan pada tingkat provinsi, kabupaten dan unit pengelolaan. Wilayah pengelolaan hutan tingkat provinsi adalah seluruh hutan dalam wilayah provinsi yang dapat dikelola secara lestari. Wilayah pengelolaan hutan tingkat kabupaten/kota adalah seluruh hutan dalam wilayah kabupaten/kota yang dapat dikelola secara lestari. Sedangkan unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari (Ditjen Planologi Kehutanan, 2012). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakan dengan mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan, kesatuan bentang geografis, batas alam atau buatan, dan penguasaan lahan. Berdasarkan pertimbangan tersebut dalam membentuk wilayah pengelolaan hutan dibuat sesuai kriteria sebagai berikut:

7 a) Kepastian wilayah kelola b) Kelayakan ekologi c) Kelayakan pengembangan kelembagaan pengelolaan hutan dan d) Kelayakan pengembangan pemanfaatan hutan. Pembentukan wilayah pengelolaan menjadi suatu kesatuan pengelolaan hutan terdiri dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), Kesatuan Penge lolaan Hutan Konservasi (KPHK). KPHK merupakan kesatuan pengelolaan yang fungsi pokoknya dapat terdiri dari satu atau kombinasi dari Hutan Cagar Alam, Hutan Suaka Margasatwa, Hutan Taman Nasional, Hutan Taman Wisata Alam, Hutan Taman Hutan Raya, dan Hutan Taman Buru. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung merupakan kesatuan pengelolaan yang fungsi pokoknya merupakan hutan lindung. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi merupakan kesatuan pengelolaan yang fungsi pokoknya merupakan hutan produksi (Working Grup Tenure, 2010). Rendahnya kinerja pembentukan wilayah KPH disebabkan oleh rendahnya kapasitas dan lemahnya hubungan antar stakeholders dalam pemenuhan kriteria dan indikator yang dipersyarakatkan dalam pembentukan wilayah KPH. Untuk itu dibutuhkan suatu model pengembangan dan penguatan institusi yang sudah ada agar kebijakan KPH mendapatkan dukungan dari para stakeholders sehingga tujuan pengelolaan hutan yang efektif dan efisien dapat dicapai ( Karsudi, Soekmadi, dan Kartodihardjo, 2010).

8 Pengelolaan KPH memerlukan dukungan dari pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, pemegang IUPHHK-HA, lembaga pendukung (seperti LSM, Perguruan Tinggi, dan lembaga keuangan), serta masyarakat setempat. Oleh karena itu, diperlukan kelembagaan pengelola KPH yang kuat termasuk dukungan SDM untuk dapat memfasilitasi para pihak mengelola KPH. Sebagai suatu unit pengelolaan hutan lestari, maka KPH perlu ditata menjadi unit-unit usaha sesuai fungsi kawasan hutan dan potensi setiap tapak. Unit-unit usaha KPH harus didukung oleh batas-batas unit usaha yang jelas dan diakui oleh semua pihak, tersedianya sarana prasarana yang memadai, dukungan dana yang cukup dan berkelanjutan, serta tersedianya pasar yang kompetitif terhadap produk unit-unit usaha KPH (Supratman, 2007). Sosialisasi lebih intensif tentang konsep KPH dan peraturan perundangan yang terkait sangat dibutuhkan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman parapihak terkait. Pemerintah daerah, terutama kabupaten, perlu diberikan ruang dan peran yang lebih luas mulai dari proses pembentukan KPH sampai pada penyusunan rencana pengelolaannya. Belum adanya keterlibatan parapihak primer (kunci) dalam pembuatan rancangan pembangunan konsep KPH secara aktif di tingkat masyarakat, investor (pengusaha), dan lembaga adat yang ada di daerah setempat sehingga akan menyebabkan terhambatnya implementasi KPH di lapang. Faktorfaktor penghambat pembangunan KPH pada umumnya terkait dengan aspek kebijakan yang belum konsisten dan sinergis, aspek sosial, ekonomi, budaya yang beragam, aspek kelembagaan dan pendanaan operasional KPH (Rizal, Dewi dan Kusumedi, 2011).

9 2. Pembentukan Kelembagaan KPH Unit pengelolaan hutan yang telah dibentuk harus dibentuk lembaga Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Pada undang-undang No. 41 tahun 1999 pasal 10 lembaga ini bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pengelolaan hutan yang meliputi: a. Perencanaan pengelolaan b. Pengorganisasian c. Pelaksanaan pengelolaan d. Pengendalian dan pengawasan Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007 Jo Peraturan Pemerintah No. 3 pasal 9 tahun 2008 tentang Tata Hutan, Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, dan Pemanfaatan Hutan, serta organisasi KPH mempunyai tugas dan fungsi: a. Menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi: 1) Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan 2) Pemanfaatan hutan 3) Penggunaan kawasan hutan 4) Rehabilitasi hutan dan reklamasi 5) Perlindungan hutan dan konservasi alam b. Menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/ kota bidang kehutanan untuk diimplementasikan c. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian

10 d. Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya serta membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan. Prosedur pembentukan kelembagaan KPH adalah sebagai berikut: a. Pembentukan Kelembagaan KPHL dan KPHP Dalam mewujudkan pembangunan KPHP dan KPHL salah satu syaratnya adalah adanya kelembagaan KPHP dan KPHL. Pembentukan kelembagaan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61/2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja KPHL dan KPHP di Daerah. Beberapa kriteria pembentukan kelembagaan KPHP dan KPHL adalah sebagai berikut : 1) Bentuk lembaganya merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) baik Provinsi/Kabupaten/Kota 2) KPHP dan KPHL bertanggungjawab langsung kepada Kepala Daerah 3) (Gubernur/Bupati/Walikota), melalui Sekretaris Daerah 4) Tipe kelembagaan ada dua yaitu tipe A (eselon III) dan tipe B (eselon IV), pemilihan tipe disesuaikan dengan kebutuhan dan perundangan yang berlaku. 5) SDM dalam kelembagaan merupakan pegawai daerah yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah. 6) Sumber dana berasal dari APBD serta sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat berdasarkan perundangan yang berlaku. Sebagai langkah awal untuk membentuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) KPHP dan KPHL dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). UPTD

11 merupakan unit pelaksana teknis dibawah Dinas Kehutanan. Prosedur pembentukan kelembagaan SKPD Provinsi sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 57 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah adalah sebagai berikut: 1. Perangkat Daerah ditetapkan dalam Perda, yang memuat nama atau nomenklatur, tugas pokok dan susunan organisasi satuan kerja perangkat daerah. 2. Perda tentang perangkat daerah secara prinsip dituangkan dalam satu Perda. 3. Penjabaran tugas pokok dan fungsi masing-masing perangkat daerah ditetapkan melalui Peraturan Gubernur. 4. Pengaturan tentang UPT Dinas mengenai nomenklatur, jumlah dan jenis, susunan organisasi, tugas dan fungsi ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Pembentukan kelembagaan SKPD Kabupaten sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 57 Tahun 2007 adalah sebagai berikut: 1. Perangkat Daerah ditetapkan dalam Peraturan Daerah, yang memuat nama atau nomenklatur, tugas pokok dan susunan organisasi masing-masing satuan kerja perangkat daerah 2. Peraturan Daerah (Perda) tentang perangkat daerah secara prinsip dituangkan dalam 1 (satu) Perda 3. Penjabaran tugas pokok dan fungsi masing-masing perangkat daerah ditetapkan melalui Peraturan Bupati/Walikota 4. Pengaturan tentang UPT Dinas dan Badan mengenai nomenklatur, jumlah dan jenis, susunan organisasi, tugas dan fungsi ditetapkan dengan peraturan Bupati/Walikota.

12 b. Pembentukan Kelembagaan KPHK Kelembagaan KPHK belum diatur secara khusus sebagaimana halnya KPHL dan KPHP. Sampai saat ini belum disusun peraturan tentang pembentukan organisasi KPHK, secara khusus sebagaimana halnya KPHL dan KPHP. Organisasi Balai Taman Nasional dapat dipandang sebagai organisasi KPHK. Sebagai salah satu bentuk transformasi sebagai suatu KPH, di beberapa Taman Nasional saat ini mulai dikembangkan Resort Based Management yaitu pengelolaan Taman Nasional berbasis resort. (Lestari, et al, 2012) Kepala KPH Sub Bagian Tata Usaha Seksi Rencana Teknik dan Evaluasi Seksi Bina Hutan Kelompok Jabatan Fungsional Gambar 2. Struktur kepegawaian Kesatuan Pengelolaan Hutan (Departemen Kehutanan, 2013) B. Rencana Pengelolaan KPH Peraturan Pemerintah No. 44/2004 telah dijelaskan mengenai sistem perencanaan mengatur hal-hal yang menyangkut mekanisme, substansi, dan proses penyusunan rencana kehutanan. Berdasarkan skala geografisnya rencana kehutanan terdiri dari rencana kehutanan tingkat nasional, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten.

13 Khususnya untuk pengelolaan hutan, diperlukan rencana pengelolaan hutan yang meliputi rencana kesatuan pengelolaan hutan pada unit pengelolaan hutan konservasi, unit pengelolaan hutan lindung, dan unit pengelolaan hutan produksi. Rencana pengelolaan hutan meliputi rencana pengelolaan jangka pendek 1 tahun dan jangka panjang 10 tahun (Permenhut No. 06/2010). Rencana pengelolaan hutan jangka pendek KPH disusun oleh pejabat yang ditunjuk oleh kepala KPH dan disahkan oleh kepala KPH. Sedangkan rencana pengelolaan hutan jangka panjang yang disusun oleh kepala KPH, akan dinilai oleh gubernur dan disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Selanjutnya perencanaan pengelolaan hutan jangka panjang KPH menjadi pedoman dan acuan seluruh kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang di wilayah KPH yang bersangkutan. Sedangkan rencana pengelolaan hutan jangka pendek KPH menjadi pedoman dan acuan seluruh kegiatan pengelolaan hutan jangka pendek di wilayah KPH yang bersangkutan. Kepala KPH menyusun rencana pengelolaan hutan berdasarkan hasil tata hutan dengan mengacu pada rencana kehutanan nasional, provinsi maupun kabupaten/kota yang memperhatikan aspirasi, nilai budaya masyarakat setempat dan kondisi lingkungan. Dengan demikian, rencana pengelolaan hutan pada dasarnya merupakan rencana yang didasarkan pada hasil-hasil inventarisasi yang multi level dan saling terkait.

14 Adapun materi rencana pengelolaan hutan meliputi: 1. Arahan-arahan pengelolaan hutan pada wilayah KPH dan 2. Rencana pembangunan KPH memuat perencanaan organisasi yang didalamnya memuat pengembangan SDM, pengadaan sarana dan prasarana, pembiayaan kegiatan serta kegiatan lainnya. Sifat perencanaan yang multi level saling terkait dalam penyusunan rencana pengelolaan juga ditunjukkan oleh peran berbagai level pemerintahan. Peran pemerintah adalah penyiapan kriteria, pengesahan dan monitoring serta evaluasi sesuai kewenangannya. Sedangkan kewenangan provinsi dan kabupaten/kota dalam penyusunan rencana pengelolaan terdiri dari pengesahan rencana pengelolaan jangka panjang dan monitoring serta evaluasi rencana pengelolaan hutan jangka panjang dan pendek sesuai dengan kewenangannya. Adapun Balai Pemantapan Kawaasan Hutan (BPKH) memiliki tugas untuk melakukan pendampingan dalam proses penyusunan rencana tersebut. Penyusunan rencana pengelolaan diperlukan pula pedoman dan petunjuk teknis penyusunannya. Pedoman penyusunan dan tata cara pengesahan rencana pengelolaan hutan di tingkat KPH ditetapkan oleh Badan Planalogi kehutanan (PP 6/07 pasal 15 ayat 4). Petunjuk teknis penyusunan rencana pengelolaan hutan pada KPHK dan KPHL disusun oleh Ditjen PHKA. Sedangkan Ditjen RLPS memberi dukungan mengenai teknis kegiatan-kegiatan rehabilitasi hutan yang diperlu dilaksanakan oleh KPH. Badan Litbang kehutanan memberi dukungan data dan informasi hasil-hasil penelitian, serta Pusdiklat memberi dukungan dalam

15 penguatan tenaga teknis perencanaan (Kartodiharjo, Nugroho, dan Haryanto, 2011). C. Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu organisasi perusahaan, terutama bila dibandingkan dengan sumber daya lainnya. Melalui potensi yang dimiliki oleh manusia, organisasi dapat mencapai kesuksesan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian sumberdaya manusia dapat dikatakan sebagai faktor penentu keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan. Menurut Hasibuan (2005) bahwa manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi karena manusia merupakan perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Kinerja sumberdaya manusia tersebut dipengaruhi beberapa faktor yakni: 1. Faktor yang berasal dari diri sendiri yang meliputi kemampuan dan kepribadian, pendidikan dan latihan serta keterampilan dan pengalaman 2. Faktor metode kerja yang meliputi sistem dan prinsip kerja serta peraturan instruksi kerja sehingga perlu diatur dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) yang bertujuan untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang dapat diukur secara kualitatif maupun kuantitatif. 3. Faktor kesehatan, sumberdaya manusia harus sehat jasmani dan rohani untuk melaksanakan pekerjaan teknis kehutanan yang umumnya pada kondisi lingkupan yang cukup berat.

16 4. Faktor motivasi, untuk menimbulkan motivasi para pekerja berprestasi diperlukan perhatian terhadap tiga faktor yaitu lingkungan yang baik, hubungan kemanusiaan dan perangsang (Dipodiningrat, 2013). Menurut Hasibuan ( 2007), fungsi operasional manajemen sumber daya manusia mencakup: a. Pengadaan (procurement) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. b. Pengembangan (development) adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. c. Kompensasi (compensation) adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung, uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. d. Pengintegrasian (integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. e. Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. f. Kedisiplinan (discipline) merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan secara maksimal.

17 g. Pemberhentian (separation) adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari sebuah perusahaan. Fungsi-fungsi manajemen sumberdaya manusia diatas merupakan landasan manajerial dan landasan oprasional bagi perusahaan dalam melakukan pengelolaan sumber daya manusia yang ada dalam perusahaan. Berdasarkan halhal diatas perusahaan akan mengukur kinerja karyawan yang hasilnya dijadikan bahan evaluasi untuk perbaikan manajemen perusahaan dan pemberian kompensasi yang layak bagi karyawan. Penghargaan atas prestasi karyawan yang paling kongkrit adalah promosi jabatan, dimana mereka mendapatkan pengakuan atas prestasi kerja berupa jabatan yang lebih tinggi di dalam satu organisasi sehingga kewajiban, hak, status dan penghasilan yang semakin besar (Dipodiningrat, 2013). Sumberdaya merupakan hal penting dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Indikator sumberdaya terdiri dari staf (pelaksana yang merupakan sumberdaya yang paling utama dan menentukan dalam pelaksanaan kegiatan), informasi (segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan suatu kebijakan), wewenang (otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik), dan fasilitas (sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan sebuah kebijakan publik). Sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah sumberdaya manusia. Salah satu ketidakefektifan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan adalah kekurangan sumberdaya manusia baik dari kuantitas maupun kualitas. Sumberdaya manusia yang diperlukan adalah sumber daya manusia yang

18 memiliki keahlian dan kemampuan yang diperlukan dalam mengimplementasikan kebijakan KPH (Ruhimat, 2010). Fungsi manajemen SDM tidak cukup hanya dipandang sebagai fungsi pendukung operasi dan lebih rendah dari fungsi utama yang lain (pemasaran, operasional, keuangan) tetapi harus di tempatkan pada posisi yang sejajar dari proses pengelolaan SDM yang berkualitas juga. Disinilah peranan penting fungsi SDM yang tidak dapat digantikan oleh fungsi yang lain, dalam memberi kontribusinya pada keberhasilan perusahaan (Kosasih, Sungkono, dan Pratami, 2012) Berdasarkan P. 42/Menhut-II/2011 tentang standar kompetensi bidang teknis kehutanan pada kesatuan pengelolaan hutan lindung dan kesatuan pengeolaan hutan produksi. Kualifikasi pegawai yang diperlukan yaitu: 1. KPHP dan KPHL dikelola oleh pegawai yang mempunyai kompetensi teknis di bidang kehutanan. 2. Jabatan pegawai terdiri dari jabatan struktural dan jabatan fungsional. 3. Seluruh pegawai wajib memenuhi persyaratan administrasi dan kompetensi jabatan.